Anda di halaman 1dari 13

METODE-METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN

Diajukan untuk menyelesaikan tugas Mata kuliah “Ilmu Tafsir”


Dosen Pengampu: Endang Saeful Anwar, Lc, MA

Disusun Oleh :
Nina Maharani (181320001)
Syahru Rohmatallah (181320007)
Supenah (181320025)
Shofiah Saffanah (181320028)
Maria Ulfah (181320031)
Aprilia Dwi (181320034)

Kelas IAT A/3

FAKULTAS USHULUDDIN dan ADAB


JURUSAN ILMU AL-QUR’AN dan TAFSIR
UIN “SULTAN MAULANA HASANUDDIN” BANTEN
Jl. Jenderal Sudirman, Nomor 30, Serang, Banten 42118, Telp. 0254-200323
2019
PEMBAHASAN

Filsafat ilmu mengajarkan kepada kita tentang antology (objek/mahiyah sesuatu yang
dikaji), epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan) dan aksiologi (nilai kegunaan ilmu).
Metode yang dalam istilah Arab lazim dikenal dengan sebutan at-Thariqah jelas memiliki
peranan penting dalam menggali ilmu pengetahuan termasuk ilmu tafsir.

Ada beberapa metode penafsiran alquran yang umum digunakan para ulama tafsir.
Penafsiran yang lazim digunakan mereka ada yang bersifat meluas/melebar dan secara global,
tetapi ada juga yang menafsirkannya dengan cara melakukan studi perbandingan (komparasi).
Ada juga yang melakukannya dengan cara yang sistematis. Berdasarkan metode penafsiran di
atas, sebagian ahli tafsir diantaranya Abd al-Hayy al-Farmawi, menyebutkan empat macam
metode (manhaj minhaj) penafsiran alquran, yaitu : metode tahlili, metode ijmali, metode
muqaran, dan metode maudhu’i.1

A. Metode Al-Tahlili (Deskriptif – Analitis)


1. Pengertian
Secara harfiah, al-tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Yang dimaksud al-
tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan cara
mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an
dengan mengikuti tertib susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu
sendiri dengan sedikit-banyak melakukan analisis didalamnya.
Metode al-tahlili juga bisa disebut dengan metode tajzi’i tampak merupakan
metode tafsir yang paling tua usianya. Metode tahlili, menurut M. Quraish Shihab, lahir
jauh sebelum maudhu’i ia dikenal sejak tafsir al-farra (w. 206 H/821 M), atau Ibn Majah
(w. 237 H/851 M), atau paling lambat al-Thabari (w. 310 H/922 M). Kitab-kitab tafsir al-
Qur’an yang ditulis para mufassir masa-masa awal pembukuan tafsir hampir atau bahkan
semuanya menggunakan metode tahlili. Baik dari kalangan tafsir bi al-ma’tsur seperti
Jami’ al-Bayan ‘an Takwil Ayi Al-Qur’an karangan Ibn Jarir Al-Thabari, maupun dari
aliran tafsir bi al-ra’yi semisal karya Muhammad Fakhr Al-Din Al-Razi dengan judul al-
Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghaib. Bahkan dari aliran tafsir bi al-isyarah/al-

1
Abd al-Hayyi al-Farmawi, Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu’i, (Dirasah) Manhajiyyah Maudhu’iyah : t.k., t.p.), hlm
7
bathiniyyah juga menampilkan tafsir dengan metode tahlili, seperti kitab tafsir Ghara’ib
al-Qur’an wa Ragha’ib al-Furqan yang dipersembahkan al-Nasyaburi (w. 728 H/1328
M).

2. Beberapa contoh kitab tafsir tahlili

Untuk lebih jelasnya, diantara contoh kitabn tafsir yang menggunakan metode tahlili
ialah :

a) Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi’ al-Quran ( himpunan penjelasan tentang takwil
ayat ayat al quran), 15 jilid dengan jumlah halaman sekitar 7125, karangan Ibn
Jarir at-Thabari (w 310 H/ 922 M)
b) Tafsir al-Quran al-A’zim (tafsir al quran yang agung), 4 jilid dengan sekitar 2414
halaman (termasuk 58 halaman sisipan ilmu tafsir pada jilid terakhir), karya al-
Hafidz Imad Al-din Abi Alfida’ Ismail bin Katsir al-Quraisy al-Dimsqy (W
774H / 1343 M)
c) Tafsir al-Samarqandi (Bahr al-Ulum / lautan ilmu), 3 juz, buah pena Nasr bin
Muhammad bin Ahmad Abu al-Laits al-Samarqandi (W 393 H / 1002 M / 376 H /
986 M menurut riwayat lain) dengan tebal halaman sebanyak 1891
d) Al-Dur al-Mansur fi al-Tafsir fi al-Ma’tsur (mutiara kata prosa dalam Tafsir bi al-
Matsur) susunan Jalaluddin as-Suyuti (849 – 911 H / 1445 – 1505 M), setebal
5600 – 6400 halaman dalam 18 jilid
e) Adhwa’ al-Bayan fi Idhah al-Quran bi alQuran (cahaya penerangan dalam
menjelaskan al quran denagn al quran) disusun oleh Muhammad al-Amin bin
Muhammad al-Mukhtar al-Jakani al-Syankiti dalam 10 jilid dengan 6771 halaman
f) Al-Kasyif wa al-Bayan an Tafsir al-Quran (menyingkap dan penjelasan tentang
tafsir al quran), karangan Abi Ishaq
g) Al-Tafsir al-Qur’ani li al-Qurani (tafsir alquran untuk alquran), 16 jilid dengan
tebal halaman kurang lebih 1767, karangan Abdul Karim al-Khotib
h) Al-Mizan fi Tafsir al-Quran (neraca dalam menafsirkan alquran), 21 jilid dan tiap
tiap jilid terdiri atas 330an hinggan 450an halaman, karya al-’Allamah al-Sayyid
Muhammad Husain At-Thaba Thabai (1321 – 1402 H / 1892 – 1981 M)
i) Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran (himpunan informasi dalam menafsitrkan
alquran), terdiri atas 5 jilid / 10 juz dengan jumlah halaman sekitar 3575 – 3725,
karangan Syekh Abu Ali al-Fadl bin al-Hasan al-Thabarsi, salah seorang ulama
besar Mazhab Syiah al-Imamiyah pada abad ke 6 H

3. Kelebihan dan kelemahan


Tafsir tahlili memiliki kelebihan dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang lain.
Kelebihan al-tafsir al-tahlili antara lain terletak pada keluasan dan keutuhannya dalam
memahami al-Qur’an. Dengan metode tahlili, seorang diajak memahami al-Qur’an dari
awal (surat al-Fatihah) hingga akhir (surat an-Nas). Atau minimal dia memahami ayat
dan surat dalam al-Qur’an secara utuh dan menyeluruh. Cara memahami al-Qur’an secara
tartil ini telah dilakukan oleh para sahabat yang terkesan sangat hati-hati dan penuh
tanggung jawab. Kelebihan lain dari metode tafsir al-tahlili ialah membahas al-Qur’an
dengan ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah, hukum, dan lain-
lain.
Sungguhpun demikian, tidak berarti metode tafsir tahlili tidak memiliki
kelemahan. Diantara kelemahan tafsir tahlili ialah kajiannya tidak mendalam, tidak detail
dan tidak tuntas dalam menyelesaikan topik-topik yang dibicarakan. Kecuali itu,
menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili juga memerlukan waktu yang
cukup panjang dan menuntut ketekunan. Tafsir tahlili, kelemahannya juga terletak pada
jalannya yang berseok-seok (tidak sistematis) dan inilah yang dikritik oleh Rasyid
Ridhah.2

B. Tafsir al ijmali (tafsir global)


1. Pengertian
Secara lughawi, kata al ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global, dan
penjumblahan. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan tafsir al ijmali ialah
penafsiran alquran yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan al quran

2
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, hal 378-395
memalui pembahasaan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi pembahasaan
yang panjang dan luas juga tidak dilakukan secara rinci.
Pembahasaannya hanya meliputi beberapa aspek dalam bahas yang singkat
semisal al tafsir al farid li al qur’an al madjid yang hanya mengedepankan arti kata (al
mufrodat), sebab nuzul (latar belakang penurunan ayat) dan penjelasan singkat (al
makna) yang sistematiknya sering diubah ubah, maksudnya, ada kalanya mengedepankan
mufrodat kemudian sebab alnuzul al makna, tetapi sering pula mendahulukan al makna
dan sebab sebab al nuzul.
Lebih dari itu, ada beeberapa kitab tafsir yang menggunakan metode global yang
tidak lebih hanya mengedepankan makna sinonim dan kata-kata yang bersangkutan
seperti tafsir al-jalalayn yang pernah disebutkan dalam halaman lain. Termasuk kedalam
contoh tafsir ijmali ialah karya Muhammad Mahmud Hijazi yang akan disebut nanti yang
juga hanya mengemukakan al-Mufradat, makna (penjelasan), dan sebab al-nuzul.

2. Beberapa contoh kitab


Ada beberapa contoh kitab tafsir yang metode penafsirannya menggunakan metode
global (al-Manhaj al-Ijmali), diantaranya :
a. Al-Tafsir Al-Farid li Al-Qur’an Al-Majid (tafsir yang tiada taranya untuk al-
Qur’an yang agung), 8 jilid dengan jumlah lebih-kurang 3377 halaman, hasil
usaha Dr. Muhammad ‘Abd Al-Mun’im
b. Marah Labid Tafsir Al-Nawawi/Al-Tafsir Al-Munir li Ma’alim al-Tanzil
(kegembiraan yang melekat tafsir al-N/tafsir yang bercahaya sebagai petunjuk
jalan menuju al-Qur’an), 2 jilid, karangan al-A’llamah al-Syeikh Muhammad
Nawawi al-Jawi al-Bantani (1230-1314 H/1813-1879 M).
c. Kitab al-Tashil li ‘Ulum Al-Tanzil (buku mudah untuk ilmu-ilmu al-Qur’an), 2
jilid dan 4 juz, masing-masing tersendiri atas sekitar 195 halaman hingga 228
halaman, susunan Muhammad bin Ahmad bin Juzzay al-Kalbi al-Gharnathi al-
Andalusi) (741-792 H/1340-1389 M).
d. Al-Tafsir Al-Wadhih (tafsir yang jelas), buah pena Dr. Muhammad Mahmud
Hijazi, setebal 3 jilid dengan jumlah halaman hampir 3000.
e. Tahsir Al-Qur’an Al-Karim (tafsir al-qur’an yang mulia), karangan Mahmud
Muhammad Hadan ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq, 6 julid dengan
jumlah halaman kurang lebih 3744.
f. Al-Muharir Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz (komentar singkat dalam
menafsirkan al-Kitab yang mulia), karya Abi Muhammad Abd Al-Haqq Athiyyah
Al-Gharnathi (481-541 H/1088-1146 M).
g. Fath Al-Bayan fi Maqashid al-Qur’an (menggali penjelasan tujuan-tujuan al-
Qur’an), karangan imam Al-Mujtahid, Shiddiq Hasan Khan (lahir 1248) sekitar
4800 halaman.

Kitab ini oleh Abd Muhyi Ali Mahfud dinyatakan sebagai salah satu kitab yang
pantas dijuluki sebagai salah satu mutiara yang jarang bandingannya karena isinya
terlepas dari kisah-kisah israiliyyat, fiqih, dan perbentahan kalam (teologi). Pengarangnya
berkonsentasi kepada seluruh ayat dengan menerangkan makna-maknanya dalam
ungkapan yang mudah dipahami.

3. Kelebihan dan Kelemahan


Menafsirkan al quran dengan metode ijmali (global) tampak sederhana, mudah,
praktis, dan juga kelebihannya ialah pesan – pesan al qur’an itu mudah ditangkap. Inilah
tampaknya kelebihan yang sesungguhnya lebih tepat dikatakan sebagai kesederhanaan
tafsir ijmali dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Adapun kelemahan dari tafsir
ijmali ialah terletak pada simplistisnya yang mengakibatkan jenis tafsir ini terlalu
dangkal, berwawasan sempit dan parsial (tidak komprehensif). Jadi, jauh dari karakter
dasar dan khas al qur’an yang demikian komprehensif.

C. Tafsir al-Muqaran (Tafsir Perbandingan)


1. Pengertian
Tafsir al-muqaran ialah yang dilakukan dengan cara membanding-bandingkan
ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda padahal isi kandungannya sama, atau
antara ayat-ayat yang memiliki redaksi yang mirip padahal isi kandungannya berlainan.
Juga termasuk ke dalam metode komparasi (al-manhaj al-muqaran) ialah menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an yang selintas tinjau tampak berlawanan dengan al-hadis, padahal
dalam hakikatnya sama sekali tidak bertentangan.
Al-tafsir al-muqaran juga bisa dilakukan dengan cara membanding-bandingkan antar
aliran-aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dengan mufassir yang lain, maupun
perbandingan itu didasarkan pada perbedaan metode dan lain sebagainya. Dengan
demikian, maka bentuk-bentuk metode penafsiran yang dilakukan dengan cara
perbandingan memiliki objek yang luas dan banyak.

a. Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda tapi maksudnya


sama, atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip padahal maksudnya berlainan.
Contoh dalam QS. Al-An’am ayat 151:
‫قُ ْل تَعَال َْو ا َأ ت ُْل َم ا َح َّر َم رَ بُّ مُك ْ عَل َْي مُك ْ ۖ َأ اَّل ت ُ رْش ِ ُك وا ِب ِه َش يْئًا ۖ َو اِب لْ َو ادِل َ ْي ِن ْح َس ا اًن ۖ َو اَل‬
‫ِإ‬
‫ت َْق ُت لُ وا َأ ْو اَل َد مُك ْ ِم ْن ْم اَل ٍق ۖ حَن ْ ُن ن َْر ُز قُ مُك ْ َو اَّي مُه ْ ۖ َو اَل ت َْق َر بُ وا الْ فَ َو ِاح َش مَا َظ ه ََر ِم هْن َ ا َو مَا‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ُ‫ب َ َط َن ۖ َو اَل ت َْق ُت لُ وا الن َّْف َس ال َّيِت َح رَّ َم اهَّلل ُ اَّل اِب لْ َح ّ ِق ۚ َذٰ ِل مُك ْ َو َّص ا مُك ْ ِب ِه لَعَل َّمُك ْ ت َْع ِق ل‬
‫ون‬
‫ِإ‬
Artinya: “Katakanlah: ‘marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orangtua ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-
anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang tampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu
supaya kamu memahami (nya).”

QS. Al-Isra’ ayat 31:

‫َو اَل ت َْق ُت لُ وا َأ ْو اَل َد مُك ْ خ َْش ي ََة ْم اَل ٍق ۖ حَن ْ ُن ن َْر ُز قُ ه ُْم َو اَّي مُك ْ ۚ َّن ق َْت لَه ُْم اَك َن ِخ ْط ئًا كَ ِب ًري ا‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Kedua ayat di atas menggunakan redaksi yang berbeda padahal maksudnya sama,
yakni sama-sama melarang (mengharamkan) pembunuhan anak. Hanya saja sasaran
(eksentuasi) nya berbeda. Yang pertama QS. Al-An’am ayat 151 khitab (arah
pembicaraanya) ditunjukkan kepada orang-orang miskin atau fuqara; sedangkan ayat
kedua QS, Al-Isra’ ayat 31 arah pembicaraannya lebih ditujukan kepada orang-orang
kaya (aghniya).

b. Contoh ayat yang memiliki redaksi yang sama padahal tujuan dan kaasus nya berbeda
:

Al-Qasas : 20 dan Yasin : 20

‫َال اَي ُم و ىَس ٰ َّن الْ َم َأَل ي َْأ ت َِم ُر و َن ِب َك ِل ي َْق ُت لُ و َك‬
َ ‫َو جَاءَ رَ ُج ٌل ِم ْن َأ ْق ىَص الْ م َِد ين َِة ي َْس ع َٰى ق‬
‫ِإ‬
َ‫فَا ْخ ُر ْج يِّن كَل َ ِم َن النَّا حِص ِ ني‬
‫ِإ‬
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata:
"Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk
membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang memberi nasehat kepadamu".

َ‫َال اَي ق َْو ِم ات َّ ِب ُع وا الْ ُم ْر َس ِل ني‬


َ ‫َاء ِم ْن َأ ْق ىَص الْ َم ِد ين َِة رَ ُج ٌل ي َْس ع َٰى ق‬
َ ‫َو ج‬
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia
berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu".

Bila diamati dengan seksama, kedua ayat di atas tampak mirip redaksinya
meskipun maksudnya berlainan. Pada ayat pertama, al-Qasas:20 mengisahkan peristiwa
yang dialami nabi Musa as dan kejadiannya di Mesir; sedangkan surah Yasin: 20
berkenaan dengan kisah yang dialami penduduk sebuah kampung (ashab al-qaryah) di
Inthaqiyah (Antochie), sebuah kota yang terletak disebelah utara Siria dan peristiwanya
bukan pada masa nabi Musa as.

2. Beberapa contoh kitab tafsir muqaran


Sedikit berbeda dengan metode-metode tafsir lainnya yang memiliki banyak
contoh, kitab tafsir yang secara spesifik menggunakan tafsir al-muqaran relatif langka.
Diantara contoh kitab tafsir muqaran:

a. Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-Takwil (mutiara alquran dan kesejukkan al-takwil),


karya al-Khatib al-Iskafi (w. 420 H/1029 M).
b. Al-burhanji tawjih mutasyabih alquran (bukti kebenaran dalam pengarahan ayat-ayat
mutasyabih alquran), karangan Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H/1111 M).

Namun sungguhpun demikian, relatif cukup banyak kitab-kitab yang dalam


membahas ayat-ayat tertentu dalam alquran mencoba membahasnya dengan
menggunakan metode komparasi, meskipun tidak untuk semua ayat. Diantara contohnya
ialah tafsir al-Maraghi dan tafsir al-Jawahir fi tafsir alquran yang sebagian contohnya
pernah dikutipkan sebelum ini. Demikian pula kitab-kitab tafsir yang lain terutama tafsir
ahkam yang umum membanding-bandingkan pendapat fuqaha.

3. Kelebihan dan kelemahan


Tafsir al-muqaran memiliki beberapa kelebihan. Diantaranya lebih bersifat
objektif, kritis, dan berwawasan luas. Sedangkan kelemahannya antara lain terletak pada
kenyataan bahwa metode tafsir al-muqaran tidak bisa digunakan untuk menafsirkan
semua ayat alquran seperti halnya pada tafsir tahlili dan ijmali.

D. Tafsir al-Maudhu’i
1. Pengertian
Menurut Dr. Musthafa Muslim : Tafsir Maudhui ialah tafsir yang membahas
tentang masalah-masalah al-qur’an al-karim yang (memilii) kesatuan makna atau tujuan
dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang bias juga disebut dengan metode tauhidi
(kesatuan) untuk kemudian melakukan penalaran (analisis) terhadap isi kandungannya
menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk menjelaskan
makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta menghubung-hubungkan nya
antara yang satu dengan yang lain dengan korelasi yang bersifat komprehensif.

Dalam praktik, tafsir maudhui sesungguhnya telah cukup lama bahkan disinyalir
sejak dimasa-masa awal islam, tetatpi istilah tafsir maudhui itu sendiri diperkirakan baru
lahir pada sekitar abad ke 14 hijriah/ke-19 masehi: tepatnya ketika ditetapkan sebagai
mata kuliah oada jurusan tafsir fakultas ushuluddin di Universitas Al-Azhar yang
diperkasai oleh Abd al-Hayy al-Farmawi, ketua jurusan Tafsir Hadist pada fakultas
tersebut. Adapun di Indonesia, tafsir tematik permasyarakatannya diprakarsai oleh M.
Quraisy Shihab. Menurut Shihab, metode Maudhui walaupun benihnya telah dikenal
sejak masa Rasulullah saw, namun ia baru erkembang jauh setelah masa beliau.

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menempuh tafsir maudhui


sebagaimana dipaparkan Abd al-Hayy al-Farmawi dan Musthafa Muslim yang
ringkasannya sebagai berikat :

a) Memilih dan amenetapkan topik yang akan dibahas berdasarkan ayat-ayat al-
quran
b) Mengumpulkan/menghimpun ayat-ayat al-quran yang membahasa tema/topik
diatas
c) Mengurutkan tertib turun ayat-ayat tersebut berdasarkan waktu/masa
penurunannya
d) Mempelajari penafsiran ayat-ayat yang telah dihimpun itu dengan penafsiran yang
memadai dengan mengacu kepada kitab-kitab tafsir yang ada dengan
mengindahkan ilmu Munasabah dan Hadis
e) Menghimpun hasil penafsiran diatas demikan rupa untuk menistinbatkan unsur-
unsur asasi daripadanya
f) Kemudian mufassir mengarahkan pembahasan kepada tafsir al-imali (global)
dalam memaparkan berbagai pemikiran dalam rangka mebahas topik/permasalah
yang ditafsirkan
g) Membashas unsur-unsur dan makna-makna ayat tersebut untuk mengaitkannya
demikian rupa berdasarkan metode ilmiah yang benar-benar sistematis
h) Memaparkan kesimpulan tentang hakikat jawaban al-quran terhadap
topik/permasalahan yang dibahas

Berkenaan dengan model tafsir Maudhui, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa


dalam perkembangannya, metode maudhui mengambil dua bentuk penyajian. Pertama,
menyajikan kotak yang berisi pesan-pesan al-qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang
terangkum pada satu surat saja. Misalnya pesan pada surat Al-baqarah atau Ali Imran,
Yasin, dan sebaginya. Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surat
yang dirangkum pesannya selama nama tersebut bersumber dari informasi Rasulullah
SAW.

Bentuk penyajian kedua dari metode maudhui mulai berkembang pada tahun
60an. Disadari oleh para pakar-pakar bahwa menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang
terdapat pada satu surat saja, belum menuntaskan persoalan. Bukan kah masih ada pesan-
pesan yang sama atau berkaitan erat dengannya pada surat-surat yang lain ? Kalau
demikian , mengapa tidak dihimpun saja pesan-pesan yang terdapat dalam berbagai surat
lainnya?

Masih kata Qurasih Shihab, salah satu sebab yang mendorong kelahiran bentuk
kedua ini adalah semakin melebar, meluas dan mendalamnya perkembangan aneka ilmu,
dan semakin kompleknya persoalan yang memerlukan bimbingan Al-Qur’an. Di sisi lain
kelebihan dan kesempatan waktu yang tersedia bagi peminat tuntutan itu semakin
menuntut gerak cepat untuk meraih informasi dan bimbingan.3

2. Beberapa contoh :

3
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan, hlm 119
a. Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an (penjelasan tentang sumpah dalam al-qur’an),
karangan Ibn Qayyun Al-Jawziyyah (691-751 H / 1921-1350 M)
b. Al-Mar’ah fi al-Qur’an (wanita dalam al-qur’an), karya al-ustad Mahmud al-
Aqqad
c. Makanah al-Ma’rifah fi al-Qur’an al-Karim wa al-Sunnah al-Shahihah), buah
pena Muhammad Biltaji
d. Ushul al-Din wa Ushul al-Iman fi al-Qur’an (dasar-dasr agama dan asas-asas
keimanan dalam al-qur’an), karya Ayatullah al-Syekh Muhammad al-Yazdi
e. Al-riba fi al-Qur’an (riba dalam al-qur’an), karya Abu al-A’la al-Maududi
f. Ayat al-Jihad fi al-Qur’an al-Karim dirasatan maudhu’iyyatan wa tarikhiyyatan
wa baaniyyatan (Ayat-ayat jihad dalam al-qur’an al-karim: studi Tematik,
historis, dan analitis), yang disusun oleh Dr. Kamil Salamah al-Daqs
g. Nahw Tafsir Maudhu’I li Suwar Al-Qur’an Al-Karim (Sekitar Tafsir Maudhui,
bagi surat-surat Al-Qur’an al-Karim), karangan Muhammad al-Ghazali

3. Kelebihan dan Kelemahan

Akan halnya metode-metode tafsir yang lain, metode tafsir al-maudhui juga
mempunyai beberapa kelebihan. Yang terpenting ialah bahwa metode ini penafsirannya
bersifat luas, mendalam, tuntas dan sekaligus dinamis. Adapun kelemahannya antara lain
sama dengan tafsir al-muqarran, yakni tidak dapat menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
secara keseluruhan seperti yang dapat dilakukan dengan metode tahlili dan ijmali.
DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. 1996. Membumikan Al-Qur’an. Jakarta: Mizan

Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’am. Depok: Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai