Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL SKRIPSI

PENELITIAN KUANTITATIF

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA DAN MOTIVASI BELAJAR


TERHADAP PEMECAHAN SOAL CERITA

Dipersembahkan oleh:
Weebo

Kunjungi Website Weebo dan Subscribe Weebo di Youtube

dengan Mengeklik Link / Gambar di Bawah ini:

Website: Youtube:
TERM OF SERVICES, READMORE, AND RELATED LINKS

A. Terms of Services
1. Segala hak cipta penulisan skripsi ini adalah milik penulis asli skripsi. Weebo
hanya membagikan skripsi ini dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi orang
lain.
2. Sebagian besar skripsi yang diperoleh Weebo berasal dari internet yang dapat
dicari dengan mesin pencarian, kemudian diupload ulang oleh Weebo.
3. Silahkan subscribe youtube Weebo Corner dengan mengeklik link/gambar
pada halaman cover untuk mendukung program-program dari Weebo.
4. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

B. Readmore and Related Links


1. Tips dan Trik Menulis Skripsi Youtube Playlist
Playlist youtube yang berisi video pedoman penulisan skripsi, tips dan
trik penulisan skripsi, cara membuat judul skripsi penelitian kualitatif,
kuantitatif, dan penelitian tindakan kelas, dan lain sebagainya.
2. Ide Proposal Skripsi
Blog yang berisi artikel panduan cara menulis skripsi, contoh judul
skripsi, download contoh skripsi penelitian kualitatif, kuantitatif, dan penelitian
tindakan kelas, dan lain sebagainya. Contoh artikel:
a. Panduan Cara Menyusun Skripsi dari Awal sampai Akhir
b. Contoh Judul Penelitian Kualitatif Terbaik dan Terlengkap
c. Contoh Judul Penelitian Kuantitatif Terbaik dan Terlengkap
d. Contoh Judul Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Terbaik dan Terlengkap
e. Download Proposal Skripsi dan Skripsi Penelitian Kualitatif
f. Download Proposal Skripsi dan Skripsi Penelitian Kuantitatif
g. Download Proposal Skripsi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
h. Ejaan dan Tanda Baca dalam Penulisan Karya Ilmiah
i. Cara Penulisan Daftar Pustaka dalam Karya Ilmiah
j. Dan lain sebagainya.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan sebuah investasi jangka panjang yang berorientasi
pada pembentukan tiga ranah indikator keberhasilan belajar yaitu ranah kognitif,
ranah afektif dan ranah psikomotor. Investasi tersebut diharapkan sebagai bekal
yang melekat pada peserta didik ketika hidup dalam kehidupan masyarakat pada
masa mendatang.
Kehidupan masyarakat dalam era globalisasi saat ini dan masa mendatang
dituntut untuk dapat berani hidup dengan segala konsekuensinya yang dalam hal
ini yaitu siap untuk berkompetisi secara global. Untuk dapat menjadi winner pada
kompetisi kehidupan masyarakat global, penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi out put sekolah adalah hal yang mutlak.
Terkait dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, Matematika
mempunyai peranan dan merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem
pendidikan di seluruh dunia. Hal serupa juga disampaikan oleh Cockcroft dalam
Fajar Shadiq (2007) yang menulis “It would be very difficult – perhaps impossible
– to live a normal life in very many parts of the world in the twentieth century
without making use of mathematics of some kind.” (hlm. 3)
Beberapa kompetensi atau kemampuan yang harus dipelajari dan dikuasai
para siswa selama proses pembelajaran Matematika di kelas adalah:
1. Berpikir dan bernalar secara matematis (mathematical thinking and
reasoning).
2. Berargumentasi secara matematis (mathematical argumentation).
3. Berkomunikasi secara matematis (mathematical communication).
4. Pemodelan (modelling).
5. Penyusunan dan pemecahan masalah (problem posing and solving).
6. Representasi (representation).
7. Simbol (symbols).
8. Alat dan teknologi (tools and technology).
Penjelasan dari kemampuan siswa dalam pembelajaran Matematika di atas
yang berupa: (1) Berpikir dan bernalar secara matematis adalah kemampuan
siswa untuk berfikir dan mempunyai daya nalar terkait dengan semua
pembelajaran Matematika yang ada di sekolah; (2) Berargumentsi secara
matematis adalah kemampuan memahami pembuktian, mengetahui bagaimana
membuktikan, mengikuti dan menilai rangkaian argumentasi, memiliki
kemampuan menggunakan heuristics (strategi) dan menyusun argumentasi; (3)
Berkomunikasi secara matematis adalah kemampuan dalam menyatakan
pendapat dan ide secara lisan, tulisan, maupun bentuk lain serta mempu
memahami pendapat dan ide orang lain; (4) Pemodelan adalah kemampuan
menyusun model Matematika dari suatu keadaan atau situasi, menginterpretasi
model Matematika dalam konteks lain atau pada kenyataan sesungguhnya, bekerja
dengan model-model, memvalidasi model, serta menilai model Matematika yang
sudah disusun; (5) Penyusunan dan pemecahan masalah adalah kemampuan
menyusun, memformulasi, mendefinisikan, dan memecahkan masalah dengan
berbagai cara yang biasanya dalam bentuk soal cerita; (6) Representasi adalah
kemampuan membuat, mengartikan, mengubah, membedakan, dan
menginterpretasi representasi dan bentuk Matematika lain; serta memahami
hubungan antar bentuk atau representasi tersebut; (7) Simbol adalah kemampuan
menggunakan bahasa dan operasi yang menggunakan simbol baik formal maupun
teknis; dan (8) Alat dan teknologi adalah kemampuan menggunakan alat bantu
dan alat ukur, termasuk menggunakan dan mengaplikasikan teknologi.
Berdasarkan penjelasan di atas, fakta yang ada dalam dunia pendidikan
menunjukkan bahwa kompetensi atau kemampuan siswa belum mengindikasikan
hasil yang signifikan, atau masih jauh dari harapan. Kompetensi atau kemampuan
siswa yang belum mengindikasikan hasil yang signifikan tersebut dapat dilihat
pada indikator keberhasilan belajar pada data rekapitulasi nilai rata-rata
matematika pada UN yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada indikator
keberhasilan belajar pada data rekapitulasi nilai rata-rata UASBN siswa tahun
2012/2013 di Kecamatan Kutowinangun yang terdiri dari 33 Sekolah Dasar (SD)
dan 7 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Matematika dengan rata-rata 6,15, Bahasa
Indonesia 8,05, dan IPA 7,03.
Nilai rata-rata matematika pada UN yang rendah dapat ditingkat dengan
penerapan konsep Matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,
berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Terkait dengan
pemecahan masalah yang biasanya diformulasikan dalam bentuk soal cerita, maka
langkah-langkah yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara
lain membaca dan memahami soal. Dengan membaca dan memahami soal
diharapkan siswa dapat menceritakan kembali soal tersebut dengan kata-kata
sendiri. Kemungkinan siswa menetukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dari soal yang diberikan.
Sebelum menyelesaikan sebuah soal, peserta didik harus memahami soal itu
secara menyeluruh. Ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, atau rumus
yang dapat digunakan dan cara menyelesaikannya. Berdasarkan hal tersebut dapat
di ketahui bahwa variabel kemampuan membaca berperan sekali dalam langkah
umum bagaimana siswa dapat meyelesaikan soal cerita Matematika, keberpihakan
membaca tidak hanya dalam Matematika saja, disisi lain ketercapaian
pengetahuan yang komprehensif juga membutuhkan kemampuan dalam
membaca. Membaca merupakan soko guru pendidikan di sekolah. Kegiatan
membaca mempunyai pengaruh yang besar dalam kegiatan belajar di sekolah.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari slameto yang menyatakan bahwa “Hampir
sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca” (Slameto, 2003: 85).
Sehinggga dapat disimpulkan bahwa siswa yang tidak dapat membaca atau
tidak mempunyai kemampuan dalam membaca akan kesulitan dalam kegiatan
belajarnya di sekolah. Dalam era globalisasi pada saat ini, peran membaca sangat
penting dalam kehidupan manusia. Membaca merupakan suatu proses
penangkapan dan pemahaman, ide yang dibarengi dengan curahan jiwa dalam
menghayati masalah, maka nalar dan intuisi kita bekerja sama dalam memahami
dan menghayati bacaan. Membaca secara esensi mempunyai manfaat dapat
menambah wawasan dan pengetahuan yang luas serta komprehensif sehingga
dapat meningkatkan kualitas intelektual dan sosial.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi
oleh kondisi afektif peserta didik. Dalam menghadapi soal cerita matematika,
seringkali peserta didik kurang memiliki motivasi belajar dan sikap positif
terhadap pelajaran, sehingga kurang dapat mencapai hasil pembelajaran yang
optimal. Dengan demikian kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
Matematika selain dipengaruhi oleh kemampuannya dalam membaca disisi lain
kondisi afektif atau lebih khususnya yaitu motivasi siswa dalam memecahkan soal
cerita Matematika juga tidak bisa diabaikan.
Istilah motif sering dibedakan dengan istilah motivasi. Kata “motif”
diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Motivasi itu sendiri adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam
diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada
kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.
Motivasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi belajar.
Seseorang yang memiliki motivasi cenderung untuk mencurahkan segala
kemampuannya untuk menghasilkan hasil belajar yang optimal. Semakin tinggi
motivasi yang dimiliki siswa akan mendorong siswa siswa belajar lebih giat lagi
dan frekuensi belajarnya menjadi semakin meningkat. Untuk mewujudkan hasil
belajar yang optimal tidak lepas dari peranan seorang guru disekolah. Bagaimana
cara guru menumbuhkan motivasi belajar disekolah. Untuk itu diperlukan usaha
yang optimal dalam mencapai tujuan tersebut.
Syaiful Bahri Djamarah (2012: 24) menyatakan bahwa: “Prestasi merupakan
kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu.
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang
diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk
meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu diperhatikan kondisi internal dan
eksternal. Kondisi internal dalah kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa,
yaitu ada dorongan dan minat. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar
diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasaran
belajar yang memadai.”
Motivasi belajar tiap-tiap siswa tidak sama. Hal itu dipengaruhi oleh faktor
cita-cita atau aspirasi, kemampuan belajar, kondisi siswa, kondisi lingkungan
sekolah, unsur-unsur dinamis dalam belajar dan upaya guru dalam membelajarkan
siswa. Demikian juga halnya dengan motivasi belajar siswa terhadap memecahkan
soal cerita Matematika, ada siswa yang motivasinya tinggi dan ada juga yang
rendah. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajarnya
dalam mata pelajaran Matematika.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengadakan Penelitian
apakah ada pengaruh kemampuan membaca dan motivasi belajar siswa pada
pelajaran Matematika secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika. Mengingat keterbatasan yang
ada, penelitian ini dibatasi dengan judul “Pengaruh Kemampuan Membaca Dan
Motivasi Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika
Siswa Kelas V Sekolah Dasar se-Kecamatan Kutowinangun.”

B. Identifikasi Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar
belakang masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi atau kemampuan siswa dalam belajar Matematika masih rendah
dibandingkan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA.
2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah yang merupakan fokus dalam
pembelajaran Matematika khususnya pemecahan soal bentuk soal cerita masih
rendah.
3. Motivasi belajar siswa dalam pemecahan masalah yang merupakan fokus
dalam pembelajaran Matematika khususnya pemecahan soal bentuk soal cerita
masih kurang.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya keterbatasan peneliti antara lain waktu penelitian,
dana operasional, dan kompetensi diri peneliti, maka penelitian ini dibatasi hanya
dalam masalah tentang: kemampuan membaca, motivasi siswa pada pelajaran
Matematika dan kemampuan pemecahan soal matematika bentuk soal cerita siswa
kelas V Sekolah Dasar se-Kecamatan Kutowinangun.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh kemampuan membaca terhadap kemampuan
pemecahan soal cerita Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-
Kecamatan Kutowinangun?
2. Apakah ada pengaruh motivasi belajar pada pelajaran Matematika terhadap
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika siswa kelas V Sekolah
Dasar Negeri se-Kecamatan Kutowinangun?
3. Apakah ada pengaruh kemampuan membaca dan motivasi belajar siswa
pada pelajaran Matematika secara bersama-sama terhadap kemampuan
pemecahan soal cerita Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-
Kecamatan Kutowinangun?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemampuan membaca terhadap
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri se-Kecamatan Kutowinangun.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh motivasi belajar siswa pada
pelajaran Matematika terhadap kemampuan pemecahan soal cerita
Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan
Kutowinangun.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemampuan membaca dan
motivasi belajar siswa pada pelajaran Matematika secara bersama-sama
terhadap kemampuan pemecahan soal cerita Matematika siswa kelas V
Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Kutowinangun.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
maupun sebagai masukan dan wawasan bagi peneliti berikutnya serta
pada lembaga-lembaga pendidikan dalam meningkatkan efektivitas sistem
belajar mengajar di sekolah.
b. Sebagai informasi bagi para pengajar bahwa kemampuan membaca dan
motivasi siswa perlu mendapat stressing dalam hubungannya dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita Matematika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga pengajar, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
motivasi untuk mengembangkan kualitas SDM calon pendidik mengenai
pengaruh kemampuan membaca dan motivasi pada pelajaran Matematika
terhadap kemampuan pemecahan soal Matematika bentuk soal cerita di
Kelas V Sekolah Dasar.
b. Bagi LPTK, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
keilmuan tentang pengaruh kemampuan membaca dan motivasi terhadap
pelajaran Matematika terhadap kemampuan pemecahan soal Matematika
bentuk soal cerita di Kelas V Sekolah Dasar.
c. Bagi pendidik/calon pendidik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
sarana bimbingan dan pemberian layanan pendidikan yang proporsional
kaitannya dengan pengaruh kemampuan membaca dan motivasi siswa
pada pelajaran Matematika terhadap kemampuan pemecahan soal
Matematika bentuk soal cerita di Kelas V Sekolah Dasar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Suryobroto dalam Syaiful Bahri Djamarah (2008) mengatakan
bahwa: “Masa usia sekolah dianggap sebagai masa intelektual atau masa
keserasian sekolah”. Pada masa ini secara relatif anak-anak lebih mudah
dididik daripada masa sebelum dan sesudah masa sekolah” (hlm. 124).
Usia siswa kelas V termasuk pada rentang usia siswa kelas tinggi
yaitu antara 9 -12 tahun. Masa usia ini merupakan masa yang penting bagi
kehidupan seseorang. Pada masa ini merupakan masa yang perkembangan
yang baik untuk mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan
psikomotor. Oleh karena itu, perlu perhatian dan pengarahan pada anak
agar potensi yang ada dalam diri anak dapat berkembang dengan baik dan
optimal.
Selanjutnya karakteristik anak sekolah dasar secara umum menurut
Bassett, Jacka dan Logan dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana,
2001) adalah sebagai berikut:
1) Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan
tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri;
2) Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira atau riang;
3) Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal,
4) Mengeksplorasi suatu situasi dan mengcobakan usaha-usaha baru;
5) Mereka biasanya tergetar perasaanya dan terdorong untuk
berpretasi sebagai mana mereka tidak suka mengalami ketidak
puasan dan menolak kegagalan-kegagalan;
6) Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan
situasi yang terjadi;
7) Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif
dan mengajar anak-anak lainnya (hlm. 12)

Anak kelas V SD berusia antara 9-11 tahun. Pada usia ini anak
berada pada fase operasional konkrit. Anak aktif bergerak dan mempunyai
perhatian yang besar pada lingkungan. Piaget dalam Sri Esti Wuryani
(2006:72) mengemukakan fase perkembangan kognitif anak sebagai
berikut:
Fase Perkembangan Kognitif Anak
Umur Fase
0-2 tahun Sensorimotor
2-7 tahun Intuitif Praoperasional
7-11 tahun Operasional Konkrit
11-16 tahun Operasional Formal

Piaget dalam Sri Esti Wuryani (2006) menyatakan bahwa:


Pada fase operasional konkret anak memperoleh kecakapan untuk
menunjukan logika operasional dasar, tetapi hanya melalui
pengertian konkrit. Anak telah mampu berpikir secara logis,
fleksibel mengorganisasi dalam aplikasi terhadap benda konkrit.
Anak belum mampu berpikir secara abstrak. Dengan demikian sia-
sia belaka memberikan pengalaman abstrak pada anak usia
operasional konkrit. Dalam tahapan ini anak-anak sudah mampu
berfikir logis. Mampu konkrit memperhatikan lebih dari satu
dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu
sama lain. Kurang egosentris, belum bisa berfikir abstrak (hlm. 72).

Jenjang SD dikelompokkan menjadi kelas rendah, yaitu kelas 1-3


dan kelas tinggi, yaitu kelas 4-6. Dalam penelitian ini dipilih murid SD
kelas V karena dianggap murid kelas V SD sudah dapat membaca dengan
lancar dan dapat menjawab pertanyaan dalam angket.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
siswa kelas V SD yaitu: 1) anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol
matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak; 2)
memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar mereka;
3) senang bermain dan lebih suka bergembira; 4) suka mengatur dirinya
untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi situasi dan mencoba usaha-
usaha baru; 5) mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar
mulai berpikir tentang diri pribadi; dan 6) belajar dengan cara bekerja,
mengobservasi, dan berinisiatif.

b. Hakekat Matematika
Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau
“manthenin”, yang artinya “mempelajari”. Selanjutnya menurut
Sumardyono dalam Masthoni, (2009:1) secara umum definisi
Matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya:
a) Matematika sebagai struktur yang terorganisir.
Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, Matematika
merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah
struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi
aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema.
b) Matematika sebagai alat (tool).
Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi
pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c) Matematika sebagai pola pikir deduktif.
Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir
deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam Matematika dapat
diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif
(umum).
d) Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking).
Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak
karena beberapa hal, seperti Matematika memuat cara pembuktian
yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat
penalaran Matematika yang sistematis.
e) Matematika sebagai bahasa artifisial.
Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam Matematika.
Bahasa Matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang
baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks.
f) Matematika sebagai seni yang kreatif.
Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan
pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka Matematika sering
pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang
kreatif.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Matematika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan
eksak, bilangan, fakta-fakta kuanitatif, dan sebagai bahasa yang
menjelaskan pola yang ditemukan melalui pikiran yang terbagi dalam
tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri dan sebagai alat untuk
memecahkan masalah seara deduktif dan dapat dibuktikan.

c. Soal Cerita
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia soal cerita terdiri dari kata
soal dan cerita, soal yang mempunyai arti hal atau masalah yang harus
dipecahkan dan cerita artinya tuturan yang membentangkan bagaimana
terjadinya suatu hal yang dipecahkan. Dalam pengajaran Matematika,
pemecahan masalah sudah umumnya dalam bentuk soal cerita, biasanya
soal cerita disajikan dalam cerita pendek. Cerita yang diungkapkan
merupakan masalah kehidupan sehari-hari.
Soal cerita yang dimaksud pada penelitian ini adalah soal
Matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan.
Setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut:
1) Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan
yang ada dalam soal tersebut.
2) Menuliskan kalimat Matematika yang menyatakan hubungan-
hubungan itu dalam bentuk operasi-operasi bilangan.
3) Menyelesaikan kalimat Matematika tersebut, artinya mencari bilangan
mana yang membuat kalimat Matematika itu menjadi benar
Menurut Sutawidjaja, (dalam Karmawati, 2009) soal cerita yang
erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari itu penting sekali
diberikan dalam pembelajaran Matematika SD karena pada umumnya soal
cerita dapat digunakan (sebagai cikal bakal) untuk melatih siswa dalam
menyelesaikan masalah.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan berdasarkan
penjelasan di atas bahwa soal cerita adalah hal atau masalah yang harus
dipecahkan yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari
dalam pembelajaran Matematika karena pada umumnya soal cerita dapat
digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah dan
dinyatakan dalam bentuk kalimat yang perlu diterjemahkan menjadi
bentuk kalimat.

d. Pemecahan
Pemecahan diartikan sebagai mengatasi atau menyelesaikan.
Berdasarkan hal tersebut jika dikaitkan dengan pengertian Matematika dan
soal cerita di atas, konsep memecahkan adalah bagaimana siswa dapat
mengakhiri pemecahan masalah dalam Matematika yang berupa aljabar,
analisis, dan geomteri yang diformulasikan dalam bentuk soal cerita.

e. Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dijelaskan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) berarti “kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu”. Dalam bahasa Inggris, kata kemampuan dimaknai
sama dengan ability dan competency.
Pengertian kemampuan identik dengan pengertian kreativitas, telah
banyak dikemukakan oleh para ahli berdasarkan pandangan yang berbeda,
bahwa “setiap orang memiliki kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda”.
Supriadi (dalam Riduwan, 2008: 252). Tidak ada orang yang sama sekali
tidak memiliki kemampuan atau kreativitas, dan yang diperlukan adalah
bagaimanakah mengembangkan kreativitas (kemampuan) tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kemampuan merupakan suatu kesanggupan melalui
serangkaian proses kreatif yang menuntut kecakapan, keterampilan untuk
membuat kombinasi-kombinasi baru yang dalam penelitian ini adalah
terkait dengan kecakapan, keterampilan, kesanggupan melakukan
penghitungan dalam pelajaran Matematika

f. Kemampuan Pemecahan Soal cerita matematika


Berdasarkan pengertian Matematika, soal cerita, pemecahan, dan
kemampuan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menyelesaikan soal
cerita adalah kesanggupan melalui serangkaian proses kreatif yang
menuntut kecakapan, keterampilan untuk membuat kombinasi-kombinasi
baru yang untuk menyelesaikan pemecahan masalah yang diformulasikan
dalam bentuk soal cerita yang berupa aljabar, analisis, dan geometri.

g. Pengukuran Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika


Pengukuran tes kemampuan pemecahan soal cerita dikembangkan
berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom, dalam (Anas Sudjiono, 2008: 49)
mengemukakan ada tiga domain yang harus dijadikan sasaran dalam setiap
kegiatan evaluasi hasil belajar, yaitu (1) aspek kognitif; (2) aspek afektif;
dan (3) psikomotor. Dalam peneltian ini mengacu kepada kata kerja
perasional yang terdapat pada variabel bebas yaitu menyelesaikan, maka
peneliti menggunakan acuan domain pada aspek jenjang kognitif aplikasi
atau penerapan.
Terkait dengan taksonomi kognitif, terdapat enam taraf
kawasan/kompetensi dari terendah atau paling sederhana sampai tingkatan
yang paling tingggi yaitu sebagai berukut:
(1) Knowledge/pengetahuan. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang
untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali
tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan
merupakan proses berfikir yang palng rendah, adapun indikator kata
kerja operasionalnya adalah: mengenali, mendeskripsikan,
menamakan, mendefinisikan, memasangkan, memilih;
(2) Comprehension/pemahaman. Pemahaman adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan uraian atau penjelasan dan dapat
melihatnya dari pelbagai sisi. Adapun kata kerja operasional dapat
berupa: mengklasifikasikan, menjelaskan, mengikhtisarkan,
meramalkan, membedakan;
(3) Application/penerapan. Penerapan adalah kesanggupan seseorang
untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya. Adapun kata kerja operasionalnya dapat berupa:
mendemonstrasikan, menghitung, menyelesaikan, menyesuaikan,
mengoperasikan, menghubungkan, menyusun;
(4) Analysis/Analisis adalah kemampuan sesorang untuk merinci atau
menguraikan suatu b ahan atau keaaaan menurut bagian-bagian yang
lebih kecil dan mampu memahami hubugan diantara bagian-bagian
atau faktor-faktor lainnya. Adapun kata kerja operasionalnya dapat
berupa: Menemukan perbedaaan, memisahkan, membuat diagram,
membuat estimasi, mengambil kesimpulan;
(5) Synthesis/sintesis adalah kemampuan berfikir yang merupakan
kebalikan dari proses berfikir analisis. Sintesis merupakan suatu
proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berentuk
pola baru. Adapun kata kerja operasionalnya dapat berupa:
mengabungkan, menciptakan, merumuskan, merancang, membuat
komposisi, menyusun kembali, merevisi; dan
(6) Evaluation/evaluasi adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi.
Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide. Aadapun kata kerja
operasionalnya dapat berupa: menimbang, mengkritik,,
membandingkan, memberi alasan, menyimpulkan, memberi
dukungan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti dalam melakukan


pengukuran kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
mengunakan alat ukur berupa tes kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika yang mengacu kepada domain ranah kognitif jenjang
aplikasi/penerapan yang ditandai dengan kata kerja operasional berupa
menyelesaikan.

2. Kemampuan Membaca
a. Membaca
Tarigan (2008) berpendapat membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan,
yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis (hlm. 7).
Secara singkat pengertian membaca dijelaskan oleh Finochiaro dan
Bonomo dalam Tarigan (2008) yang menyatakan bahwa “reading is
bringing meaning to ag getting meaning from printed or written material”
(hlm. 9).
Membaca adalah proses berpikir, maksudnya adalah ketika
seseorang sedang membaca, maka seseorang tersebut akan mengenali kata
yang memerlukan interpresi dari simbol-simbal grafis. Untuk memahami
sebuah bacaan sepenuhnya, seseorang harus dapat menggunakan informasi
untuk membuat kesimpulan dan membaca dengan kritis dan kreatif agar
dapat mengerti bahasa kiasan, tujuan yang ditetapkan penulis,
mengevaluasi ide-ide yang dituliskan oleh penulis dan menggunakan ide-
ide tersebut pada situasi yang tepat. Keseluruhan proses ini merupakan
proses berpikir.
Berbagai definisi membaca yang telah dipaparkan di atas, dan
dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kegiatan fisik dan mental, yang
menuntut seseorang untuk menginterpretasikan simbol-simbol tulisan
dengan aktif dan kritis sebagai pola komunikasi dengan diri sendiri agar
pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh informasi
sebagai proses transmisi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas
dan pembelajaran sepenjang hayat (life-long learning).

b. Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami makna bacaan.
Dijelaskan oleh Tarigan (2008) bahwa secara khusus tujuan membaca
adalah :

1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan


yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh
tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus. Atau untuk
memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca
seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian
atau fakta-fakta (reading for details or facts).
2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topic yang
baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang
dipelajari atau dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang
dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini
disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main
ideas).
3) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada
setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan
ketiga/seterusnya-setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu
masalah, adegan-adegan dan kejadian, kejadian buat dramatisasi.
Membaca seperti ini adalah untuk mengetahui urutan atau susunan,
organisasi cerita (reading for sequence or organization).
4) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan
oleh pengarang kepda para pembaca, mengapa para tokoh berubah,
kualits-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan.
Membaca inferensi (reading for inference).
5) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak
biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang lcu dalam
cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut
membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading to classify).
6) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan
ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang
diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam
cerita itu. Ini disbut membaca menilai (reading to evaluate).
7) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah,
bagaimna hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal. Ini
disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan
(reading to compare or contrast) (hlm. 12).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan


membaca adalah untuk memperoleh perincian atau fakta-fakta, untuk
memperoleh ide-ide utama, untuk mengetahui susunan organisasi cerita,
untuk menyimpulkan tentang bacaan, untuk mengklasifikasikan, untuk
menilai tokoh yang ada dalam bacaan, dan untuk memperbandingkan atau
mempertentangkan.

c. Membaca sebagai Suatu Kemampuan


Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan
oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui kata-kata atau bahasa tulis.
Sedangkan kemampuan membaca adalah kemampuan orang dalam
memahami isi bacaan yang diukur dengan tes yang disediakan, dan
kemampuan membaca teknis adalah kemampuan dalam mengekspresikari
bacaan sehingga enak untuk didengar yang diukur dengan merekam teks
yang disediakan. Kemampuan membaca siswa harus ditunjang dengan
kemampuan menguasai kebahasaan seperti: kosa kata, dan tata bahasa.
Dengan demikian dapat dipertegas bahwa kemampuan yang dikaitkan
dengan membaca adalah kemanpuan untuk merespon secara sadar susunan
tertulis yang dihadapinya atau yang disimulasikan. Respon yang
ditampilkan adalah respon aktif. Respon aktif ini berkaitan dengan
pengelolaan terhadap tuturan tertulis. Dari beberapa teori tentang
kemampua membaca yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa indikator yang dapat dijadikan acuan setiap siswa dapat dikaitkan
mahir membaca secara sukses harus memiliki ketentuan untuk memahami
hal-hal yang berkaitkan dengan kebahasaan dengan isi pesan.

d. Jenis Membaca
Ada tiga jenis membaca yaitu:
1) Membaca menurut obyek yang dibaca dibagi menajdi dua yaitu
membaca semesta dan membaca teks. Membaca semesta
merupakan membaca yang menggunakan alam semesta yang
menjadi objek pembacaan sedangkan membaca teks adalah
membaca yang menggunakan naskah.
2) Membaca berdasarkan tingkatan membaca digolongkan menjadi
membaca permulaan dan membaca lanjutan. Membaca permulaan
merupakan kegiatan membaca yang hanya terbatas pada
pembunyian lambang tertulis dan pelafalan kata, sedangkan
membaca lanjutan adalah kegiatan membaca yang sudah berusaha
untuk memahami bacaan yang dibaca.
3) Membaca berdasarkan tekniknya membaca digolongkan menjadi
membaca dengan teknik bersuara dan membaca tidak bersuara.
Membaca bersuara meliputi membaca teknik, membacakan dan
membaca indah. Selanjutnya, membaca tidak bersuara meliputi
membaca cepat, membaca bahasa, membaca cermat, membaca
kritis, membaca intensif, membaca apresiatif, dan membaca
pustaka (hlm. 5).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara


keseluruhan jenis membaca dibedakan menjadi tiga yaitu membaca
berdasarkan obyek yang dibaca, berdasarkan tingkatannya dan
berdasarkan tekniknya.
Dengan demikian, terkait dengan jenis membaca di atas peneliti
memfokuskan pada jenis membaca berdasarkan tingkatannya yaitu
membaca lanjutan, hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa
sampel yang dijadikan subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa
kelas V SD.

e. Pengukuran Kemampuan Membaca


Ada beberapa jenis tes yang dapat dimanfaatkan untuk mengukur
kemampuan membaca antara lain:

1) Tes Cloze
Tes Cloze merupakan salah satu tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan membaca, pertama kali diperkenalkan oleh
Taylor pada tahun 1953. Secara keseluruhan tes cloze
dimanfaatkan untuk: penilaian tingkat keterbacaan, dan tingkat
kesulitan teks, penilaian kemampuan membaca pemahaman,
menelaah kendala-kendala yang ada di dalam teks, penilaian
kelancaran berbahasa dn penilaian efektivitas pengajaran.
2) Menceritakan Kembali
Dapat dimanfaatkan untuk mengukur kemampuan membaca
pemahaman (baik lisan maupun tulis). Kekurangan dari prosedur
ini terletak pada ketidakekonomisannya sebagai alat ukur, apalagi
jika testi diminta untuk menceritakan kembali dalam bentuk tulis.
Selain itu, tes meringkas kembali cenderung menjadi tes ingtaan,
dan penceritaan kembali cenderung mengaburkan kemampuan
testi yang sebenarnya.
3) Tes Mringkas
Tes ini digunakan untuk mengkur kemampuan pemahaman testi
yang bersifat global, sebab tes ini banyak melibatkan skemata
dalam teks. Tes ini menuntut banyak testi untuk dapat memahami
secara rinci dan mengungkapkan kembali pemahamannya secara
ringkas
4) Tes Subjektif
Tes ini anyak digunakan dalam mengukur kemampuan membaca.
Tes subjektif yang dimaksud adalah tes jawabannya berupa uraian,
dan penyekorannya dengan mempertimbangkan benar salahnya
uraian yang diberikan testi. Ciri penanda tes subjektif yaitu: (1)
jumlah soal yang disusun tidak terlalu banyak; (2) hasil yang
diperoleh kurang mewadahi karena jangkauan bahannya tidak
terlalu luas; (3) banyak dipengaruhi oleh faktor: bahasa yang
digunakan testi, kerapian tulisan yang dibuat oleh testi, sikap
penilai terhadap testi.
5) Tes Objektif
Merupakan tes yang banyak digunakan atau dipakai untuk
mengukur kemampuan membaca/kemampuan membaca. Tes
objektif memungkinkan testi untuk menjawab banyak pertanyaan
dalam waktu relatif singkat, sehingga bahan atau materi yang
diujikan dapat menjangkau sebagian besar bahan yang akan
diujikan. Tes objektif dengan berbagai ragamnyatampaknya kurang
mirip dengan kegiatan membaca yang sbenarnya. Namun
demikian, tes ini memudahkan testi untuk mengungkapkan
jawabannya. Artinya ia tidak perlu menyusun kalimat sendiri,
sehingga kemampuannya memahami teks tidak tersamar oleh
kemampuan lain.

Berdasarkan pelbagai jenis pengukuran kemampuan membaca


yang telah dijelaskan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan tes
objektif untuk mengukur kemampuan membaca dengan alasan bahwa
penskoran dapat dengan mudah secara objektif, jangkauan bahannya
cukup luas, dan mudah dalam pemeriksaannya.

f. Bahan Tes Kemampuanan Membaca


Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan dalam memahami suatu bacaan. Untuk mengukur
kemampuan memahami bacaan ini diperlukan bahan tes membaca yang
berupa teks bacaan. Dalam memilih teks bacaan sebagai bahan tes
membaca, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Tingkat kesulitan bacaan;
Tingkat kesulitan bacaan, salah satunya dipengaruhi oleh faktor
kekomplekan kosa kata dan struktur yang terdapat dalam bacaan.
Oleh karena itu, dalam memilih teks bacaan, hendaknya
diperhatikan masalh tingkat kesulitan teks bacaan ini, janganlah
memilih teks bacaan yang terlalu sulit atau terlalu mudah bagi testi.
2) Isi teks bacaan;
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah masalah tingkat
kesulitan isi teks bacaan. Dalam memilih bahan teks bacaan,
sebaiknya diambil teks bacaan yang isinya tidak terlalu asing dan
tidak terlalu umum. Untuk menentukan apakah isi suatu teks
bacaan terlalu asing atau terlalu umum dapat didasarkan pada
kondisi psikologi testi.
3) Panjang pendeknya teks bacaan;
Teks bacaan yang dijadikan bahan tes membaca janganlah terlalu
panjang atau terlalu pendek, tetapi dapat menampung ide secara
utuh. Sebagai pedoman, panjang teks bacaan yang diambil
sebaiknya berisi kurang lebih 100 kata. Dari teks tersebut dapat
diturunkan 6 sampai 7 pertanyaan.
4) Bentuk/model teks atau wacana.
Model teks yang dipakai sebagai bahantes membaca dapat
berbentuk prosa (argumentasi, persuasi, narasi maupun, deskripsi )
atau dialog. Teks dapat dari buku pelajaran, majalah, surat kabar,
atau jurnal.
g. Taksonomi dalam Tes Membaca
Taksonomi yang dapat digunakan dalam tes membaca antara lain
yaitu taksonomi bloom. Ada tiga ranah/domain, yaitu: ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif. Ranah kognitif dibedakan menjadi 6 tingkatan
yaitu tingkat: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Dalam tes membaca dalam ranah kognitif dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) Tes Membaca Tingkat Ingatan
Tes membaca tingkat ingatan ini testi dituntut untuk dapat
memahami menyebutkan kembali fakta, definisi, atau konsep yang
terkandung dalam wacana.
b) Tes Membaca Tingkat Pemahaman
Dalam tes membaca tingkat pemahaman testi dituntut untuk
dapat memahami wacana yang dibacanya, memahami isi bacaan
mencari hubungan antar hal, hubungan sebab-akibat, perbedaan
dan persamaan antarhal dalam wacana, menjawab pertanyaan
dengan benar, menemukan pokok/gagasan setiap paragraf,
menemukan ide atau pengertian pokok wacana.
c) Tes Membaca Tingkat Penerapan
Tes membaca tingkat penerapan menuntut testi untuk dapat
menerapkan pemahamannya pada situasi atau hal lain yang
berkaitan. Testi dituntut untuk dapat menerapkan atau memberi
contoh baru dari suatu konsep, ide, pengertian, atau pikiran yang
terdapat dalam teks bacaan.
d) Tes Membaca Tingkat Analisis
Tes membac tingkat analisisi menuntut testi untuk
menganilisis informasi yang terdapat dalam wacana, mengenali,
mengidentifikasi, serta membedakan pesan dan informasi.
Pemahaman yang dituntut pada jenis tes ini lebih bersifat kritis dan
terinci, diantaranya berupa: penentuan pikiran pokok dan pikiran
penjelas dalam wacana, penentuan kalimat yang berisi ide pokok,
penentuan jenis alinea, penentua tnada penghubung antaralinea.
e) Tes Membaca Tingkat Sintesis
Tes membaca tingkat sintesis menuntut testi untuk
menghubungkan dan menggeneralisasikan antarhal, konsep,
masalah, atau pendapat yang terdapat wacana. Aktivitas yang
dituntut dari jenis tes ini dapat berupa: kemampuan berpikir secara
kritis dan kreatif, kemampuan penalaran, kemampuan
menghubungkan pelbagai fakta atau konsep, serta menarik
generalisasi.
f) Tes Membaca Tingkat Evaluasi
Tes membaca tingkat evaluasi menuntut testi untuk dapat
memberikan penilaian terhadap wacana yang dibacanya, baik dari
segi isi atau permasalahan yang dikemukakan maupun dari segi
bahasa serta cara penuturannya. Aktivitas yang diukur dalam tes ini
merupakan aktivitas kognitif tingkat tertinggi yang difokuskan
pada proses berfikir.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tes
membaca terdiri dari 6 tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan penjelasan tersbut, peneliti dalam menyusun tes
kemampuan membaca menggunakan taksonomi bloom yaitu
mengukur kemampuan membaca pada jenjang kognitif pemahaman
adapaun indikatornya adalah: memahami wacana yang dibacanya,
memahami isi bacaan mencari hubungan antar hal, hubungan sebab-
akibat, perbedaan dan persamaan antarhal dalam wacana, menjawab
pertanyaan dengan benar, menemukan pokok/gagasan setiap paragraf,
menemukan ide atau pengertian pokok wacana.

h. Kemampuan Membaca Matematika


Pembahasan mengenai kemampuan membaca Matematika memuat
dua hal pokok, yaitu kemampuan membaca sebagai proses yang akan
dikembangkan dan Matematika itu sendiri sebagai obyek yang akan
dibaca dan dipelajari. Untuk memiliki kemampuan membaca Matematika
dengan baik, pembaca harus memahami hakekat Matematika dengan
baik.
Ditinjau dari tuntutan kedalaman atau kekompleksan kegiatan
matematik yang termuat dalam teks yang dibaca, kemampuan membaca
matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu yang tingkat rendah
(low order mathematical reading) dan yang tingkat tinggi (high order
mathematical reading). Sebagai contoh, membaca teks yang memuat
operasi hitung sederhana, menerapkan rumus Matematika secara
langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, tergolong pada
jenis membaca Matematika rutin atau tingkat rendah. Sedangkan
membaca Matematika yang memuat kemampuan memahami idea
Matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali idea
yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar
secara logik, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi
secara matematik; dan mengkaitkan idea matematik dengan kegiatan
intelektual lainnya tergolong pada berfikir matematik yang non-rutin atau
tingkat tinggi.

3. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas
aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat
diartikan suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Motivasi berasal dari kata
“motif” yang diartikan sebagai “daya penggerak yang telah menjadi aktif.”
Berelzon dan Steiner dalam Alex Sobur (2007:267),
mengemukakan bahwa: “is an inner state that energizer, activates, or
moves (hence ‘motivation’), and that directs or channels behavior toward
goals” (adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang
menggiatkan, atau yang menggerakan, sehingga disebut „penggerakan‟
atau „motivasi‟, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah
tujuan).
Dari urian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan
menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.

b. Macam-Macam Motivasi Belajar


Dalam membahas macam-macam motivasi belajar, ada dua macam
sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam pribadi seseorang
yang biasa disebut ”motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar
diri seseorang yang biasa disebut ”motivasi ekstrinsik”.
1) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Motivasi intrinsik sebagai motivasi yang timbul dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas
dasar kemauan sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat
disimpulkan, motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari
dalam diri seseorang tanpa memerlukan rangsangan dari luar.
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu,
apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga
dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu. Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan, motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang timbul dan berfungsi karena adanya pengaruh
dari luar.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


Beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
1) Faktor Eksternal
Faktor dari luar individu yang terbagi menjadi dua: faktor sosial
meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung atau tidak
langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara, suhu udara,
cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain.
2) Faktor Internal
Faktor dari dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor
fisiologis meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi-fungsi
fisiologis dan faktor psikologis meliputi minat, kecerdasan, dan
persepsi.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah, antara lain:
1) Memberi angka, yang merupakan simbol dari kegiatan belajar, banyak
siswa yang belajar hanya untuk mendapatkan angka/nilai yang baik.
Biasanya siswa yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai
dalam raport.
2) Hadiah, hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, tetapi tidak
selalu demikian. Karena hadiah untuk pekerjaan mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat dalam
pekerjaan tersebut.
3) Saingan/kompetisi, persaingan dapat juga digunakan sebagai motivasi,
baik persaingan individual atau persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
4) Keterlibatan diri, keterlibatan diri ini menumbuhkan kesadaran pada
siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga kerja keras dengan mempertaruhkan harga diri,
adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat penting.
5) Memberi ulangan, para siswa akan giat belajar apabila mengetahui
akan adanya ulangan
6) Mengetahui hasil, dengan mengetahui hasil apalagi terjadi kemajuan
akan mendorong siswa untuk giat belajar.
7) Pujian, sebagai hadiah yang positif yang sekaligus memberikan
motivasi yang baik
8) Hukuman, sebagai hadiah yang negatif tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
9) Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar
10) Minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat
sehingga tepatlah kalau minat merupakan motivasi yang pokok, proses
belajar itu akan berjalan lancar apabila disertai dengan minat.
11) Tujuan yang diakui, rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik
oleh siswa akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab
dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat
berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
belajar.

d. Strategi Motivasi Belajar


Beberapa strategi motivasi dalam belajar antara lain sebagai berikut:
1) Membangkitkan minat belajar
Pengaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat
penting dan Karena tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari
itu sangat bermanfaat bagi mereka. Cara lain yang dapat diberikan
adalah memberikan pilihan kepada siswa tentang materi pembelajaran
yang akan dipelajari
2) Mendorong rasa ingin tahu
Guru yang terampil akan mampu menggunakan cara untuk
membangkitkan dan memelihara rasa ingin tahu siswa didalam kegiatan
pembelajaran. Metode pembelajaran studi kasus,diskoveri
inkuiri,diskusi,curah pendapat dan sejenisnya, merupakan beberapa
metode yang dapat digunakan untuk membangkitkan hasrat ingin tahu
siswa.
3) Menggunakan variasi metode penyajian yang menarik
Motivasi untuk belajar sesuatu dapat ditingkatkan melalui
penggunaan materi pembelajaran yang menarik dan juga penggunaan
variasi metode penyajian.
4) Membantu siswa dalam merumuskan tujuan belajar
Prinsip yang mendasar dari motivasi adalah anak akan belajar
keras untuk mencapai tujuan apabila tujuan itu dirumuskan atau
ditetapkan oleh dirinya sendiri dan bukan dirumuskan atau ditetapkan
oleh orang lain.

e. Fungsi Motivasi dalam Belajar


Beberapa fungsi motivasi belajar yaitu:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepas energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3) Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan perbuatanapa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan
dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan
menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik,
sebab tidak serasi dengan tujuan.
Jadi fungsi motivasi secara umum adalah sebagai penggerak yang
mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.

f. Motivasi Belajar Siswa Kelas V pada Pelajaran Matematika


Berdasarkan definisi operasional tentang motivasi, Karakteristik
siswa kelas V dan Matematika dapat disimpulkan bahwa motivasi siswa
pada pelajaran Matematika adalah siswa berusaha mengembangkan
potensi diri melalui pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah dengan menaruh perhatian yang lebih untuk mempelajari
Matematika.

B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah
kerangka berpikir sebagai berikut:
1. Pengaruh Kemampuan membaca terhadap Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Matematika
KTSP 2006 atau yang lebih dikenal sebagai Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan mengamanatkan kepada setiap pelaku pembelajaran
Matematika, dalam hal ini guru dan siswa, agar senantiasa mengarahkan
aktivitas belajar Matematika di sekolah pada pencapaian standar-standar
kompetensi, yaitu meliputi: (1) memahami dan menerapkan konsep, prosedur,
prinsip, teorema, dan ide Matematika; (2) menyelesaikan masalah
Matematika (mathematical problem solving); (3) melakukan penalaran
Matematika (mathematical reasoning); (4) melakukan koneksi Matematika
(mathematical connection); dan (5) melakukan komunikasi Matematika
(mathematical communication).
Melakukan komunikasi Matematika merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran Matematika yang indikatornya sebagai berikut:
a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
Matematika.
b. Menjelaskan idea, situasi dan relasi Matematika, secara lisan atau tulisan,
dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol Matematika.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang Matematika.
Kemampuan mengemukakan ide Matematika dari suatu teks, baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan bagian penting dari standar
komunikasi Matematika yang perlu dimiliki siswa. Karena itu, untuk
memeriksa apakah siswa telah memiliki kemampuan membaca teks
Matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui kemampuan
siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali ide Matematika
dengan bahasanya sendiri atau dalam hal ini adalah mampu menyelesaikan
pemecahan masalah dalam bentuk soal cerita.
Dengan demikian, semakin besar kemampuan siswa dalam
membaca, semakin mudah dalam menyelesaikan soal cerita Matematika.
Sebaliknya, semakin rendah kemampuan membacanya maka semakin sulit
dalam menyelesaikan soal cerita Matematika.
2. Pengaruh Motivasi Belajar Siswa pada Pelajaran Matematika terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Motivasi itu sendiri adalah keseluruhan daya penggerak baik dari
dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin kelangsungan dan
memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek itu dapat tercapai.
Dengan demikian jika motivasi belajar siswa pada pelajaran
Matematika tinggi maka siswa mampu menyelesaikan soal cerita Matematika
dengan baik. Sebaliknya, jika motivasi belajar siswa pada pelajaran
Matematika rendah maka siswa sulit menyelesaikan soal cerita Matematika
dengan baik.
3. Pengaruh Kemampuan Membaca dan Motivasi Belajar Siswa pada
Pelajaran Matematika terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
Matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
penyelesaian. Terkait dengan pemecahan masalah dalam Matematika, soal
cerita merupakan bentuk soal ranah kognitif yang diformulasikan untuk
mengevaluasi kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya supaya dapat menyelesaikan masalah yang
diformulasikan dalam bentuk soal cerita dapat memperoleh hasil yang baik,
salah satu syaratnya adalah siswa tersebut harus terampil membaca. Dengan
kata lain untuk dapat mengerjakan soal bentuk cerita siswa diharuskan
memiliki kemampuan membaca yang baik. Keberhasilan siswa dalam
menyelesaikan soal matematika bentuk cerita tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan membaca saja, akan tetapi motivasi siswa tersebut pada pelajaran
Matematika juga tidak bisa diabaikan. Siswa yang memiliki motivasi yang
tinggi terhadap pelajaran Matematika akan berusaha menaruh perhatian yang
lebih kepada kegiatan untuk mempelajari Matematika.
Atas dasar kerangka berfikir yang demikian, maka diduga kuat bahwa
keterampilan membaca dan motivasi belajar siswa pada pelajaran Matematika
berpengaruh secara signifikan dan mempunyai kontribusi secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita
Matematika.

C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori (tinjauan pustaka dan kerangka berfikir), maka
dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kemampuan membaca terhadap kemampuan memecahkan soal
cerita Matematika di Kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
Kutowinangun.
2. Ada pengaruh motivasi belajar siswa pada pelajaran Matematika terhadap
kemampuan menyelesaikan soal cerita Matematika di Kelas V Sekolah Dasar
Negeri di Kecamatan Kutowinangun.
3. Ada pengaruh kemampuan membaca dan motivasi belajar siswa pada
pelajaran Matematika secara bersama-sama terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita Matematika di Kelas V Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Kutowinangun.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten
Kebumen yang terdiri dari 33 Sekolah Dasar Negeri.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Januari sampai dengan
bulan Juli Tahun 2014. Adapun rincian jadwal penelitian tercantum dalam tabel
berikut ini:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Jenis Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt

1. Persiapan penelitian
a. Mengurus perizinan
b. Koordinasi dengan Kepala
Sekolah
c. Menyusun angket dan tes
membaca serta tes
menyelasikan soal cerita
matematika
d. Penyusunan Instrumen
e. Uji Coba Instrumen
f. Pengambilan Data
2. Pelaksanaan penelitian
a. Pelaksanaan pre tes
membaca dan penguran
motivasi belajar pada
pelajaran matematika
b. Pelaksanaan eksperimen
c. Pelaksanaan postes
d. Analisis data hasil
eksperimen
3. Penyusunan laporan/skripsi
a. Penyusunan draf
b. Pengetikan skripsi
4. Pelaksanaan ujian skripsi dan
revisi
B. Desain penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian sebagaimana telah dirumuskan di
muka, metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
inferensial dalam bentuk korelasional yang bersifat ex post facto. Metode
penelitian tersebut bertujuan untuk menerangkan sejauh mana dua atau lebih
variabel saling berhubungan berdasarkan koefisien korelasi (Suharsimi Arikunto,
2007: 248).
Bentuk hubungan atau korelasional yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah korelasional kausal antara kemampuan membaca dengan kemampuan
siswa pemecahan soal cerita matematika, korelasional kausal antara motivasi
belajar siswa pada pelajaran Matematika dengan kemampuan siswa pemecahan
soal cerita Matematika dan korelasional kausal kemampuan membaca dan
motivasi belajar siswa pada pelajaran Matematika secara bersaa-sama terhadap
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika. Konstelasi hubungan kausal
tersebut dapat dilihat dalam desain penelitian berikut ini:

X1
Y

X2

Gambar 3.1. Desain Penelitian


Keterangan:
X1 (Prediktor)/variabel yang mempengaruhi : Kemampuan membaca
X2 (Prediktor)/variabel yang mempengaruhi : Motivasi belajar siswa pada pelajaran
matematika
Y (Kriterium)/variabel ang dipengaruhi : Kemampuan pemecahan soal
cerita Matematika
Penelitian ini bersifat ex post facto disebabkan, peneliti hanya mengambil
data dari sampel untuk dijadikan generalisasi pada populasi tanpa melakukan
treatmen atau perlakuan.

C. Populasi dan Sampel


a) Populasi
Populasi di dalam penelitian ini yang akan dijadikan wilayah
generalisasi adalah seluruh siswa Kelas V (lima) Sekolah Dasar di
Kecamatan Kutowinangun. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajarai dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
b) Sampel
Sampel yang representative adalah sampel yang anggota-anggotanya
mewakili mencerminkan sifat dan ciri-ciri yang terdapat pada populasi.
Berdasarkan metode penelitian yang telah dikemukakan maka penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan Multi Stage Random Sampling.
Teknik Multi Stage Random Sampling.
Selanjutnya berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari UPK (Unit
Pendidikan Kecamatan) Kutowinangun, di Kecamatan Kutowinangun
terdapat 33 Sekolah Dasar Negeri dengan jumlah siswa kelas V sebanyak
512.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Tahap pengambilan sampelnya adalah (1) Diambil 3 SD untuk mewakili
SD di perkotaan; (2) Diambil 3 SD untuk mewakili SD di pedesaan; dan (3) Dari
keenam SD tersebut diambil siswa secara acak (random) sebanyak 100 untuk
dijadikan sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam suatu penelitian, dengan
menggunakan suatu alat tertentu. Pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh informasi atau keterangan yang benar dan dapat dipercaya.
Menurut Suharsimi Arikunto (2007: 224-234) ada beberapa teknik pengumpalan
data yaitu sebagai berikut : teknik tes, teknik angket, teknik interview, observasi,
dan dokumentasi.
Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah dengan teknik tes dan angket. Teknik tes menggunakan
instrumen tes yaitu untuk pengumpulan data tes kemampuan membaca dan tes
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika, sedangkan teknik angket
menggunakan instrumen skala yaitu Skala motivasi belajar yang dikembangkan
berdasarkan Skala Likert.
1. Teknik Tes
Tes merupakan alat ukur yang diberikan kepada individu untuk
mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis atau
secara lisan atau secara perbuatan. Adapun prosedur penyusunan tes
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tes Kemampuan membaca
Langkah-langkah penyusunan tes kemampuan membaca adalah
sebagai berikut:
1) Menyusun Definisi Konseptual
Kemampuan membaca merupakan proses pengolahan bacaan
secara kritis-kreatif dengan tujuan memperoleh pemahaman secara
menyeluruh tentang suatu bacaan, serta penilaian terhadap keadaan,
nilai dan dampak baca.
2) Menyusun Definisi Operasional
Membaca dengan tujuan memperoleh pemahaman dapat
dilihat dari indikator memahami wacana yang dibacanya, memahami
isi bacaan. Menemukan pikiran pokok/gagasan setiap paragraph,
menemukan ide atau pengertian pokok wacana, menjawab pertanyaan
dengan lengkap.
3) Membuat Kisi-Kisi Penyusunan Tes Kemampuan membaca Siswa
Kelas V Sekolah Dasar.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Penyusunan Tes Kemampuan membaca

Variabel Indikator Pertanyaan Jml


Kemampuan 1. Memahami Wacana 3,9,10,16, 22, 29 6
membaca Yang Dibacanya
2. Memahami isi 2,6,7,17, 27, 30 6
bacaan
3. menemukan pikiran 1,13,14,18, 6
pokok/gagasan 25,24
setiap paragraph
4. menemukan ide atau 4, 5, 12, 15,19, 6
pengertian pokok 26,
wacana
5. menjawab 28,8,11,20,21,23 11
pertanyaan dengan ,31,32,33,34,35,
benar berdasarkan
bacaan .
Jumlah 35 35

4) Kalibrasi instrumen tes kemampuan membaca


Proses pengembangan instrumen kemampuan membaca
dimulai dengan penysunan butir instrumen sebanyak 35 butir
pertanyaan dengan empat pilihan jawaban (option). Penyusunan
instrumen tersebut mengacu pada indikator-indikator seperti pada kisi-
kisi yang tampak pada tabel 2. Tahap berikutnya, konsep instrumen
diperiksa oleh dosen pembimbing (2 orang pembimbing), terutama
menyangkut validasi konstruk, yaitu seberapa jauh butir-butir
instrumen mengukur indikator-indikator dari variabel kemampuan
membaca.
5) Melaksanakan uji coba instrument tes kemampuan membaca.
Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji coba
sebanyak 122 siswa dari 6 SD di Kecamatan Kutowinangun di luar
jangkauan daerah/wilayah yang akan diteliti.
b. Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika
Dalam penelitian ini pengukuran kemampuan pemecahan soal
cerita matematika adalah berkaitan dengan pemecahan masalah, sehingga
semua soal dirakit untuk menguji kompetensi kognitif siswa pada jenjang
aplikasi atau penerapan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
1) Membuat blue print/tabel spesifikasi dalam rangka penyusunan tes
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika.
Tabel 3.3. Kisi-kisi Penyusunan Tes Kemampuan pemecahan Soal
Cerita Matematika

Mata Pelajaran Taraf Kompetensi Total


Matematika C1 C2 C3 C4 C5 C
6
BAB I
1 ,7 13,
Operasi Hitung - - 14 % - - -
19
Bilangan Buat
BAB II 2, 14,
Pengukuran waktu, - - 20 % - - - 26,8, 27
sudut, kecepatan 20
3,9, 21,
BAB III
- - 16 % - - -
Luas Bangun Datar 24,15
BAB IV
4, 10, 22,
Volume Kubus dan - - 14 % - - -
16
Balok
5, 11, 17
BAB V ,28, 23,
- - 20 % - - -
Pecahan
29
BAB VI 6,12,18,2
Sifat-sifat Bangun - - 16 % - - -
5,30
Ruang
Jumlah 100
30 soal
%

2) Kalibrasi instrumen kemampuan pemecahan soal cerita matematika


Proses pengembangan instrumen kemampuan membaca
dimulai dengan penysunan butir instrumen sebanyak 35 butir
pertanyaan dengan empat pilihan jawaban (option). Penyusunan
instrumen tersebut mengacu pada indikator-indikator seperti pada kisi-
kisi yang tampak pada tabel 3.Tahap berikutnya, konsep instrumen
diperiksa oleh dosen pembimbing (2 orang pembimbing), terutama
menyangkut validasi konstruk, yaitu seberapa jauh butir-butir
instrumen mengukur indikator-indikator dari variabel kemampuan
pemecahan soal cerita Matematika.
3) Melaksanakan uji coba instrumen kemampuan pemecahan soal cerita
Matematika.
Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji
coba sebanyak 122 siswa dari 6 SD di Kecamatan Kutowinangun di
luar jangkauan daerah/wilayah yang akan diteliti.
2. Teknik Angket
Angket atau kuesioner adalah Instrumen pengumpul data yang
digunakan dalam teknik komunikasi tak langsung, artinya responden secara
tidak langsung menjawab daftar pertanyaan tertulis yang dikirim melalui
media tertentu.
Dalam penelitian ini teknik angket yang digunakan peneliti adalah
dengan instrumen skala motivasi belajar yang dikembangkan berdasarkan
model skala likert. Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorag atau sekelompok orang
tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Dengan demikian dalam
skala Likert mengharuskan responden untuk menjawab suatu pertanyaan
dengan jawaban sering, selalu, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah.
Unuk analisis secara kuantitatif, maka alternatif jawaban tersebut diberi skor
dari nilai 1 sampai 5 yaitu: (1) sering= 5, (2) selalu= 4, (3) kadang-kadang= 3,
(4) jarang= 2, dan (5) tidak pernah= 1.
Prosedur penyusunan angket motivasi belajar siswa pada pelajaran
Matematika sebagai berikut:
a. Menyusun Definisi Konseptual
Motivasi belajar siswa pada pelajaran Matematika adalah suatu
watak yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong siswa mencari
objek, aktivitas, pengertian dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
penguasaan terhadap suatu ilmu yang mempelajarai tentang pengetahuan
eksak, bilangan, fakta-fakta kuantitatif, struktur-struktur yang logic dan
juga sebagai bahasa yang menjelaskan tentang pola di alam maupun pola
yang ditemukan melalui pikiran yang terbagi dalam tiga bidang yaitu
aljabar, analisis, geometri.
b. Menyusun Definisi Operasional
Pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat
membangkitkan gairah seseorang siswa untuk memenuhi kesediaannya
mempelajarai Matematika yang dapat diukur melalui kesukaan terhadap
pelajaran Matematika, ketertarikan terhadap pelajaran Matematika,
perhatian dalam mempeljarai matematika, dan keterlibatan ketika
mengikuti pelajaran Matematika.

c. Menyusun Kisi-Kisi Penyusunan Angket Motivasi belajar Siswa pada


Pelajaran Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Tabel 3.4. Kisi-kisi Penyusunan Angket Motivasi belajar Siswa Pada


Pelajaran Matematika.
Indikator PERNYATAAN Jml
Motivasi Aspek Pelajaran Matematika Siswa Kelas V
belajar Menghitung Mengukur Membandingkan
5, 8, 12, 18, 24, 33, 34, 35, 40, 12
KESUKAAN
16 27 45
1, 6, 11, 17, 25, 29, 36, 41, 42 11
KETERTARIKAN
14 26
4, 7, 9, 20, 22, 32, 38, 39, 44 11
PERHATIAN
10 23
2, 3, 13, 19, 21, 30, 31, 37, 43 11
KETERLIBATAN
15 28
Jumlah 16 12 17 45
d. Kalibrasi Instrumen Motivasi belajar Siswa Pada Pelajaran
Matematika
Proses pengembangan instrumen motivasi belajar siswa pada
pelajaran matematika dimulai dengan penysunan butir instrumen sebanyak
45 butir pertanyaan dengan lima pilihan jawaban (option). Penyusunan
instrumen tersebut mengacu pada indikator-indikator seperti pada kisi-kisi
yang tampak pada tabel 4. Tahap berikutnya, konsep instrumen diperiksa
oleh dosen pembimbing (2 orang pembimbing), terutama menyangkut
validasi konstruk, yaitu seberapa jauh butir-butir instrumen mengukur
indikator-indikator dari variabel motivasi belajar siswa pada pelajaran
matematika.

e. Melaksanakan uji coba instrument angket motivasi belajar siswa


pada pelajaran Matematika
Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji coba
sebanyak 122 siswa dari 6 SD di Kecamatan Kutowinangun di luar
jangkauan daerah/wilayah yang akan diteliti.

F. Validasi Instrumen Penelitian


1. Validitas Butir Soal (Test Validity)
Validitas tes adalah tingkat suatu tes mampu mengukur apa yang
hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 2007: 170). Cara untuk menghitung
validitas butir soal dapat menggunakan Korelasi Biserial, dengan rumusnya
sebagai berikut:

M p - Mt p
rpbi 
St q

Keterangan:
rpbi = koefisien korelasi point biserial

Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi butir yang
dicari validitasnya
Mt = rerata skor total

St = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar


q = proporsi siswa menjawab salah (1 – p)
Kriteria pengujian:
Jika harga rpbi lebih besar dari harga rtabel (rpbi > rtabel) maka butir soal
tersebut valid. Harga rtabel diperoleh dari r (1-α, N) dan taraf signifikansi (α)
sebesar 5%.
Langkah-langkah pengerjaan; (1) mencari rerata p (Mp); (2) mencari
rerata total (Mt); (3) mencari deviasi total (St); (4) menentukan p, (5)
menentukan q; (6) memasukkan ke dalam rumus rpbi; dan (7) membuat
keputusan berdasarkan kriteria pengujian.
Setelah dilakukan penghitungan melalui bantuan Microsoft Excel
2010 diperoleh data sebagai berikut:
a) Validitas Tes Kemampuan membaca.
Dari 35 butir soal uji coba terdapat 18 butir soal yang valid dan 17
butir soal yang tidak valid karena rpbi < rt (126:0.05 = 0.176), yaitu nomor
soal 1, 2, 4, 6, 7, 9, 10, 12, 16, 17, 18, 20, 21, 25, 28, 29, 30 butir soal
tersebut tidak dipakai atau dibuang, sehingga yang dipakai tersisa 18 butir
soal sebagai instrumen final.
b) Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika
Dari 30 butir soal uji coba terdapat 21 butir soal yang valid dan 9 butir
soal yang tidak valid karena rpbi ≤ rt (126:0.05 = 0.176), yaitu nomor
soal 9, 13, 15, 18, 20, 21, 22, 29, 30. Dengan demikian 21 butir
dipakai dan 9 butir soal didroup.
2. Reliabilitas Tes (Reliability)
Reliabilitas tes merupakan uji coba instrumen tes untuk mengetahui
bahwa instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang
sama akan menghasilkan data yang sama.
Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrumen tes dengan
menggunakan Alpha Cronbach, seperti yang dituliskan oleh Y. Padmono
(2002: 205) rumusnya adalah sebagai berikut:

∑σ b
2
k
r =[ ] [ 1- ]
(k - 1) σt
2

Keterangan:
r = koefisien reliabilitas instrumen (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ b = total varians butir
2

σ t = total varians
2

Berdasarkan hasil penghitungan secara manual dengan menggunakan


bantuan program komputer microsoft excel 2010, diperoleh koefisien
reliabilitas untuk tes kemampuan membaca rhitung = 0.535 dan koefisien
reliabilitas tes kemampuan pemecahan soal cerita Matematika rhitung=0.569.
Dengan demikian kedua tes tersebut dapat disimpulkan reliabel karena r
empirik lebih besar dari pada r teoritik rh > rt (126,0.05 = 0.176).
3. Taraf Kesukaran (Difficulty Index)
Taraf kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring
banyaknya subyek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan betul
(Suharsimi Arikunto, 2009: 176).
Y. Padmono (2002: 214) mengungkapkan bahwa taraf kesukaran
(DK) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

w w
DK  L H
X 100%
n L
n H

Keterangan:
DK : Derajat Kesukaran
WL : Jumlah subjek kelompok bawah (27% bawah) yang menjawab
salah pada butir soal tersebut.
WH : Jumlah subjek kelompok atas (27% atas) yang menjawab salah
pada soal tersebut.
nl : Jumlah subjek pada kelompok bawah
nh : Jumlah subjek pada kelompok atas
Kriteria pengujian:
Soal dikatakan mudah jika derajat kesukarannya < 25%.
Soal dikatakan baik/sedang jika derajat kesukarannya berkisar antara 25%-
75%.
Soal dikatakan sulit jika derajat kesukarannya > 75%.

Setelah dilakukan penghitung harga-harga untuk menghitung


taraf/derajat kesukaran instrumen tes kemampuan membaca dan kemampuan
pemecahan soal cerita matematika dengan bantuan microsoft office excel
2010 diperoleh derajat kesukaran sebagai berikut:
a) Taraf Kesukaran Tes Kemampuan Membaca.
Berdasarkan data pada lampiran 3, dapat diketahui proporsi soal
mudah sebanyak 13 item, sedangkan soal baik/sedang sebanyak 23 item
soal.
b) Taraf Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika.
Berdasarkan data pada lampiran 6, dapat diketahui proporsi soal
baik/sedang sebanyak 25 item, sedangkan soal yang termasuk kategori
sulit sebanyak 5 item soal.
4. Daya Pembeda (Discrimotivasi belajaring Power)
Daya pembeda tes adalah kemampuan butir soal untuk membedakan
antara murid yang berkemampuan tinggi dengan murid yang memiliki
kemampuan rendah (Y. Padmono, 2002: 212).
Selanjutnya, Y. Padmono (2002: 214) menjelaskan untuk mencari
daya beda soal adalah menggunakan rumus sebagai berikut:

DB  w w
L H

n
Keterangan:
DB : Daya beda soal
WL : Jumlah subjek kelompok bawah yang menjawab salah pada butir
soal tersebut.
WH : Jumlah subjek yang menjawab benar pada soal tersebut
n : Jumlah subjek pada kelompok bawah atau kelompok atas

Lebih lanjut Y. Padmono (2002: 212) menjelaskan tiga titik daya


pembeda yaitu :

-1,00 0,00 1,0

Dengan keterangan: (1). -1.00 daya pembeda negatif; (2). 0,00 Daya
pembeda rendah; dan (3). 1,0 Daya pembeda tinggi.
Hasil penghitungan daya pembeda instrumen tes kemampuan
membaca dan kemampuan pemecahan soal cerita Matematika, menggunakan
bantuan program komputer microsoft office excel 2010 diketahui bahwa 4
item butir soal instrumen tes kemampuan membaca yang memiliki daya
pembeda rendah, sedangkan 31 item butir soal memiliki daya pembeda yang
tinggi. Selanjutnya untuk tes kemampuan pemecahan soal cerita Matematika
diketahui bahwa 2 item butir soal instrumen tes kemampuan menyelesaiakan
soal certa matematika memiliki daya pembeda negatif, 24 item butir soal
memiliki daya pembeda yang rendah, dan 4 item butir soal memiliki daya
pembeda tinggi.

G. Analisis Data
1. Analisis Instrumen Tes
a. Tes Kemampuan membaca
Berdasarkan hasil dari penghitungan validitas, reliablitas, daya
beda, dan taraf kesukaran untuk tes kemampuan membaca diperoleh 18
butir soal yang valid yaitu nomor 3, 5, 8, 11, 13, 14, 15, 19, 22, 23, 24,
26, 27, 31, 32, 33, 34, 35, sedangkan yang tidak valid sebanyak 17 butir
soal yaitu no 1, 2, 4, 6, 7, 9, 10, 12, 16, 17, 18, 20, 21, 25, 28, 29, 30.
Selanjutnya adalah penghitungan daya beda, dari 18 butir soal
yang valid diketahui bahwa 1 butir soal yaitu butir nomor 5 termasuk
butir soal yang memiliki daya pembeda rendah sedangkan 17 butir soal
yaitu butir nomor 3, 8, 11, 13, 14, 15, 19, 22, 23, 24, 26, 27, 31, 32, 33,
34, 35 adalah butir soal yang memiliki daya pembeda tinggi.
Lebih lanjut yaitu hasil penghitungan taraf kesukaran dari 18 butir
soal valid diketahui proporsi soal baik/sedang sebanyak 11 butir soal
yaitu nomor 11, 13, 14, 15, 19, 23, 24, 26, 27, 33, 34, sedangkan soal
yang termasuk kategori mudah sebanyak 7 butir soal yaitu nomor 3, 5, 8,
22, 31, 35.
Analisis instrumen selanjutnya adalah penghitungan reliabilitas
dan dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan membaca sudah reliabel
karena diperoleh r hitung = 0.569, sedangkan rt (126:0.05 = 0.176).
Dari 18 butir soal yang valid secara keseluruhan dapat diketahui
paling sedikit 2 butir soal sudah mewakili indikator dari konstruk teori
kemampuan membaca. Dengan demikian instrumen tes kemampuan
membaca sudah layak dijadikan instrumen final untuk mengambil data
pada sampel penelitian.
Adapun kisi-kisi instrumen final tes kemampuan membaca
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.5. Kisi-kisi Final Instrument Tes Kemampuan membaca
Variabel Indikator Pertanyaan Jumlah
Kemampuan 1. Memahami Wacana 10, 22, 2
membaca Yang Dibacanya
2. Memahami isi bacaan 27, 31 2
3. menemukan pikiran 13,14,24 3
pokok/gagasan setiap
paragraph
4. menemukan ide atau 5, 15,19, 26, 4
pengertian pokok
wacana
5. menjawab pertanyaan 8,11, 23, 7
dengan benar 32,33,34,35,
berdasarkan bacaan .
Jumlah 18 18
b. Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika
Berdasarkan hasil dari penghitungan validitas, reliablitas, daya
beda, dan taraf kesukaran untuk tes kemampuan pemecahan soal cerita
matematika diperoleh 21 butir soal yang valid yaitu no 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 10, 11, 12,14, 16, 17, 18, 23, 24, 25, 26, 27, 28. Sedangkan yang tidak
valid sebanyak 9 butir soal yaitu no 9, 13, 15, 18, 20, 21, 22, 29, 30.
Selanjutnya untuk daya beda, dari 21 butir soal yang dinyatakan
valid diketahui bahwa 17 item butir soal yaitu nomor 1, 2, 4, 7, 10, 11,
12, 14, 16, 17, 18, 23, 24, 25, 26, 27, 28 instrumen tes kemampuan
pemecahan soal certa matematika memiliki daya pembeda rendah,
sedangkan 4 item butir soal memiliki daya pembeda tinggi yaitu nomor
3, 5, 6, 8.
Lebih lanjut yaitu hasil penghitungan taraf kesukarandari 21 butir
soal yang dinyatakan valid diketahui proporsi soal baik/sedang
sebanyak18 butir yaitu nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 17, 18, 23,
24, 25, 26, 27, 28, sedangkan soal yang termasuk kategori sulit sebanyak
3 butir soal yaitu nomor 1, 4, 16.
Analisis instrumen selanjutnya adalah penghitungan reliabilitas
dan dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan pemecahan soal cerita
matematika sudah reliabel r hitung > r tabel karena diperoleh r hitung = 0.569,
sedangkan rt (126:0.05 = 0.176).
Dari 21 butir soal yang valid secara keseluruhan dapat diketahui
paling sedikit 2 butir soal sudah mewakili indikator dari konstruk teori
kemampuan pemecahan soal cerita Matematika. Dengan demikian
instrumen tes kemampuan pemecahan soal cerita Matematika sudah
layak dijadikan instrumen final untuk mengambil data pada sampel
penelitian.
Adapun kisi-kisi instrumen final tes kemampuan pemecahan soal
cerita Matematika dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.6. Kisi-kisi Instrumen Final Tes Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika

Mata Pelajaran Taraf Kompetensi Total


Matematika C1 C2 C3 C4 C5 C6
BAB I
Operasi Hitung - - 3 - - - 1 ,7, 19
Bilangan Buat
BAB II
Pengukuran waktu, - - 5 - - - 2, 14, 26,8, 27
sudut, kecepatan
BAB III 3, 24
- - 2 - - -
Luas Bangun Datar
BAB IV
Volume Kubus dan - - 3 - - - 4, 10, 16
Balok
BAB V - - 4 - - - 5, 11, 17
Pecahan
,28,23
BAB VI
Sifat-sifat Bangun - - 3 - - - 6,12, 25
Ruang
Jumlah 21 21 soal

2. Analisis Instrumen Angket


Selanjutnya setelah angket motivasi belajar tersusun dan diuji
cobakan, langkah berikutnya menghitung validitas dan reliabilitas instrumen
angket, yaitu dengan cara sebagai berikut :
a. Validitas Angket
Berdasarkan penjelasan tentang teknik angket dengan instrumen
skala motivasi belajar maka data yang diperoleh adalah data interval,
penghitungan validitas menggunakan Rumus Korelasi Product Momen
yaitu sebagai berikut :
n XY   X  Y 
Rxy 
n X 2

  X  n Y 2   Y 
2 2

Keterangan:
X : Skor item
Y : Skor total
Rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
ΣX : Jumlah Skor- skor X ΣY: Jumlah Skor- skor Y
ΣXY : Jumlah dari hasil kali skor-skor X dan Y yang
dipasangkan
ΣX2 : Jumlah dari skor-skor X yang dikuadratkan
ΣY2 : Jumlah dari skor-skor Y yang dikuadratkan
N : Jumlah subyek
Perhitungan yang didapat kemudian dibandingkan dengan
angka kritik dari tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%
dengan kriteria pengujian valid apabila r hitung > r tabel atau tidak
valid/droup apabila r hitung < r tabel .
Berdasarkan penghitungan secara manual menggunakan program
komputer microsofot excel 2010 dapat diproleh data uji coba validitas
instrument angket yaitu dari 45 butir angket uji coba terdapat 43 item
yang valid dan 2 item yang tidak valid /droup karena r xy ≤ rt
(126:0.05=0.176), yaitu nomor 4 dan 14. Dengan demikian 43 item valid
dipakai dan 2 item yang tidak valid tidak dipakai.
b. Reliabilitas Angket
Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas instrumen angket
dengan menggunakan Cronbach Alpha adalah sebagai berikut:

∑σ b
2
k
r =[ ] [ 1- ]
(k - 1) σt
2

Keterangan:
r = koefisien reliabilitas instrumen (cronbach alpha)
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ b
2
= total varians butir

σt
2
= total varians
Dalam penghitungan reliabilitas angket peneliti menggunakan
bantuan program komputer microsoft excel 2010, setelah dilakukan
penghitungan diperoleh i koefisien reliabilitas (r) sebesar 0.889. Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan, instrumen angket motivasi belajar
siswa pada pelajaran Matematika reliabel karena r empirik lebih besar dari
pada r teoritik pada taraf kepercayaan 5% (rh = 0,889 > rt (126; 0,05) = 0,176).
c. Analisis Instrumen Angket
Dari hasil penghitungan validitas diperoleh 43 butir valid yaitu
nomor soal 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 8, 19, 20, 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,
43, 44, 45 sedangkan yang droup/tidak valid yaitu nomor 4 dan 14.
Selanjutnya berdasarkan penghitungan reliabilitas dapat
disimpulkan bahwa angket motivasi belajar siswa pada pelajaran
Matematika reliabel, karena r empirik lebih besar yaitu 0.889 dari pada r
teoritik pada taraf kepercayaan 5% (rh = 0.889 > rt (126; 0,05) = 0.176).
Dari 43 butir soal yang valid secara keseluruhan dapat diketahui
paling sedikit 3 butir soal sudah mewakili indikator dari konstruk teori
motivasi belajar siswa pada pelajaran matematika, sehingga angket sudah
layak untuk mengambil data pada sampel penelitian.
Adapun kisi-kisi instrumen final motivasi belajar siswa pada
pelajaran matematika adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7. Kisi-kisi Instrumen Final Angket Motivasi belajar Siswa Pada
Pelajaran Matematika
PERNYATAAN
Jml
Indikator
Motivasi belajar Aspek Pelajaran Matematika Siswa Kelas V
Menghitung Mengukur Membandingkan

KESUKAAN 5, 8, 12, 16 18, 24, 27 33, 34, 35, 40, 45 12


KETERTARIKAN 1, 6, 11, 17, 25, 26 29, 36, 41, 42 10
PERHATIAN 7, 9, 10 20, 22, 23 32, 38, 39, 44 10
KETERLIBATAN 2, 3, 13, 15 19, 21, 28 30, 31, 37, 43 11
Jumlah 14 12 17 43

Anda mungkin juga menyukai