Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ANC TRIMESTER III DENGAN PEB

POLI KLINIK KANDUNGAN RSUD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 1– 5 Maret 2021

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan
Maternitas

OLEH:
Cahya Risky Abdillah S.Kep
NIM. 2001031029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021

LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM DENGAN PEB

A. KONSEP DASAR POST PARTUM


1. Definisi
Masa nifas (peurperium) adalah pulihnya kembali mulai dari partus atau
persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil, lamanya 6 – 8 minggu. Masa nifas dimulai sejak berakhirnya
pengeluaran plasenta hingga kembalinya alat reproduksi seperti sebelum
hamil.
2. Periode Masa Nifas
a) Puerperium dini
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
b) Puerperium intermedial
kepulihan menyeluruh alat–alat genetalia yang lamanya 6–8 minggu.
c) Puerperium remote
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,
bulanan, bahkan tahunan.

B. ADAPTASI FISIOLOGI POST PARTUM


1. Involusio uterus
Secara berangsur–angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat
yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri  3 jari
dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa
berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga
pada hari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi
ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada
tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu.
2. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk
rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari
hanya dapat dilalui 1 jari.

3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan
hormone- hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian
ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada
(1) Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3)
besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping
itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak
menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan
tetapi sering terjadi exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah
dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni,
2009).
5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut.
Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap
ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut
membantu uterus kembali ke bentuk normal.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada
wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun
dalam 14- 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah
depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi.
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya
secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
6. Sistem Gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya
karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang
wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam
setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan
masa nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion
kalsium
karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang
dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi
(Saleha, 2009).
7. Sistem musculoskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca
partum antara lain:
a. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang
sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada
sistem muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri
punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan
perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas
hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik
dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air
hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
b. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala
dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher
yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi
umum.
c. Nyeri pelvis posterior
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area
sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah
dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi
sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada
saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke
bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang
nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan
posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi
simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi
sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini
tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas
pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan
mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan
lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan
disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5
cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat
pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas,
bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah
keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar
celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua
jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,
kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan
sit- up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta
adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat
atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk. .
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea
cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau
busuk.
f. Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah
yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah
yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan
pada dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
10. Vagina dan perineum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi
biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis
menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari
dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit.
Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila
ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut
serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah
penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
11. Sistem Kardiovaskuler
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan
keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai
mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan
kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan
darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-
tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran
pembuluh darah maternal 10%-15%.
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama
wanita hamil.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang
biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi
umum.
12. Tanda-tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai
akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika
terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam
melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis
(infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis
(peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan
adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit)
dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia
kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan
kehilangan darah dan proses persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing
segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil
pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan.
Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15
mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa
menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih
lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil
pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
13. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta.
Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan
desidua dan selaput janin.

C. KONSEP DASAR PRE EKLAMSIA BERAT


1. Definisi
Pre-eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias berupa hipertensi, proteinuri, dan
edema pada bagian kaki atau tangan. Pre-eklamsia cenderung terjadi pada
trimester kedua (diatas 20 minggu). Pre-eklamsia timbul akibat kehamilan
dan berakhir setelah terminasi kehamilan.
2. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang
diperkirakan terjadi, adalah :
a) Kelainan aliran darah menuju rahim.
b) Kerusakan pembuluh darah.
c) Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d) Diet atau konsumsi makanan yang salah.
Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan
pada usia remaja dan kehamilan pada wanita usia diatas 40 tahun. Faktor
lainnya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya pre-eklamsia, yaitu:
a. Riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya.
b. Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
c. Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d. Obesitas.
e. Mengandung lebih dari satu janin.
f. Riwayat diabetes, kelainan ginjal
3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi berat ditandai dengan:
a. Sakit kepala.
b. Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.
c. Nyeri di daerah lambung.
d. Mual atau muntah.
e. Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih dari 1
jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
f. Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih
g. Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan
resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat
diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors.
Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang
lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin
Growth Retardation.
Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan endotelial vaskuler yang
disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi arteriolar. Sirlulasi arteri
terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi yang bergantian.
Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma kedalam ruang
ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit. Tekanan
osmotik koloid menurun saat protein masuk keruang ekstravaskuler, dan
wanita beresiko mengalami hipovolemia dan perubahan perfusi dan
oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi paru non kardiogenik atau
kardiogenik. Edema paru non kardiogenik terjadi karena kapiler pulmonari
menjadi lebih permeabel dan rentang terhadap kebocoran cairan. Edema paru
kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler
pulmonari, peningkatan ini terjadi karena penumpukan cairan dalam
bantalan pulmonari. Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga
mengurangi perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan
penurunan GFR dan oliguria. Kerusakan endotelial kapiler glomerulus
memungkinkan protein menembus membran kapiler dan masuk kedalam
urine, yang menyebabkan proteinuria, peningkatan nitrogen urea darah dan
peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh vasospasme
multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati
menyebabkan iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2009).
Web Of Caution (WOC)
Faktor
penyebab

Pre
Ekslamsia

Kerusakan endotel
vaskuler

Vasokontraksi meningkat,
Vasodilator menurun

Tekanan darah meningkat,


protein uria, transudasi

Kejang / penurunan
kesadaran

Diskonti
Terminasi Dx.
Syok
Risiko
rahan
Dx.
Perda

Imobilisa nutas
kehamilan
eri
Ny
ut
Ak
eri
Ny
Dx.

si Risiko
/ luka
Infeksi
Pervagina Pervagina

Sistem Sistrm Sistem saraf


Urologi kardiovaskuler

Dilatasi Perubahan Kehilangan darah


menurun pereabilitas dan cairan
pembuku darah

Oliguria Retensi sodium


dan air

Edem Edem

Dx. Kelebihan volume cairan


5. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran klinis preeklamsia berat, bila ditemukan salah satu dari
tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg, edema, oligouria <400 cc/24
jam, proteinuria 5g/24 jam dan terdapat disnpea sianosis (Manuaba,
2007). Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan berikut:
a) urine: pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+) diikuti
pemeriksaan urin 24 jam,
b) darah: pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa
preeklamsia berat adalah dengan pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal untuk mengetahui
total urin selama 24 jam kreatinin klirens (Varney, 2007).
6. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Sebagai tindakan pengobatan
untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:
1) Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan
intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan
dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan magnesium
sulfat hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan
kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain
menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis.
Jika terjadi toksisitas, segera berikan antidot kalsium glukonas 10%
secara intravena selama 3 menit.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia,
atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10
mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24
jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3) Pemberian obat antikejang.
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
5) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan
cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau
tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
7. Komplikasi
a) Berkurangnya aliran darah menuju plasenta.
Pre-eklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah
menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin
akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan
janin melambat atau lahir dengan berat kurang.
b) Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan
komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar,
epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan.
c) Lepasnya plasenta.
Pre-eklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi
maupun ibunya.
d) Sindrom HELLP
HELLP adalah singkatan dari Hemolysis (perusakan sel darah merah),
Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim
dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah).
Gejalanya pusing dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
e) Eklampsia
Jika pre-eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia
dapat mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak,
hati atau ginjal. Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma,
kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin maupun ibunya
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status
perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital dengan
tekanan darah diatas 160/100.
2. Keluhan utama
Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada ekstremitas atau
tubuh, sering buang air kecil.
3. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada
PEB meliputi pusing, nyeri kepala, nyeri epigastrium, bengkak dan
sering buang air kecil.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
c. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas
sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah
anak hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura, jumlah
persalinan dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat kehamilan
dengan hypertensi, berat badan bayi lahir
4. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidu. Hal yang diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap
warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola
pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan
fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari.
 Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
 Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
 Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ
atau jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (albumin yang menurun) dan urin (protein dalam urin
+3 atau +4 serta pemeriksaan penunjang.
7. Data lain-lain :
a. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di RS.
b. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
c. Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d. Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis
apa.
e. Kaji kondisi bayi
f. Payudara
g. pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan )
h. VT
i. Vagina
j. Lochea
b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
2. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
3. Resiko syok f.r. kehilangan cairan aktif
4. Resiko infeksi f.r. diskontinuitas jaringan
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Kelebihan Fluid Balance Manajemen hipervolemi
volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Timbang berat badan setiap hari 1. Memantau perubahan berat
berhubungan selama 1x24 jam, masalah badan
dengan. teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitir TTV 2. Memantau perubahan TTV
gangguan 1. Mempertahankan urin 3. Moitor edem perifer 3. Memantau edem pasien
mekanisme output dalam batas normal 4. Monitor intake dan output 4. Mengetahui keseimbangan
regulasi sesuai dengan usia, dan BB, cairan didalam tubuh
2. TD, nadi, suhu tubuh dalam 5. Berikan infus IV (Ringer Laktat)
5. Mencegah peningkatan
batas normal preload
6. Tinggikan posisi kepala 6. Memperbaiki ventilisasi
pasien
7. Batasi asupan natrium 7. Mencegah peningkatan edem
8. Kolaborasi dalam pemberian 8. Mengurangi cairan dalam
obat tubuh

2. Nyeri akut Pain Control Pain Management


berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui skala,
dengan agen keperawatan selama 2 x 15 dengan PQRST intensitas dan frekunsi nyeri
cedera fisik menit, diharapkan pasien
dapat
beradaptasi terhadap nyeri
persalinan, dengan kriteria 2. Kendalikan faktor lingkungan 2. Menghindari faktor-faktor
hasil: yang dapat mempengaruhi yang dapat menyebabkan
1. Pasien dapat menggunakan respon pasien terhadap rasa nyeri bertambah
teknik manajemen nyeri ketidaknyamanan
nyeri yang diajarkan 3. Lajarkan teknik manajemen 3. Melatih ibu agar bisa
2. Pasien dapat mengontrol nyeri seperti pernapasan dalam mengendalikan/beradaptasi
nyeri dengan nyeri yang di rasakan
4. Monitor tingkat nyeri pasien 4. Memantau hasil intervensi
yang sudah di berikan
2. Risiko syok Risk detection Management shock : volume 1. Tanda-tanda vital merupakan
dengan faktor Setelah dilakukan tindakan acuan untuk mengetahui
keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Observasi TTV
risiko keadaan umum pasien
pasien tidak mengalami syok 2. Anjurkan pasien untuk
hipovolemia 2. Istirahat yang cukup akan
dengan kriteria hasil: istirahat yang cukup
menurunkan
3. Berikan transfusi sesuai
kebutuhan energi dan
1. Status TTV (tidak terjadi kebutuhan
kerja metabolisme tidak
peningkatan ± 50 mmHg,
meningkat
tidak takikardi & suhu
dalam rentang 36,5-37,5oC) 3. Transfusi darah dapat
2. Hb 12-15 g/dl menggantikan cairan tubuh
yang hilang
4. Resiko infeksi. Infection Control Infection Control
Faktor risiko: Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan perawatan parienal setiap 1. Membantu meningkatkan
diskontinuitas keperawatan selama 1x4 jam 4 jam. kebersihan , mencegah
jaringan diharapkan tidak terjadi infeksi 2. Catat tanggal dan waktu pecah terjadinya infeksi uterus
dengan kriteria hasil : tidak ketuban. asenden dan kemungkinan
ditemukan tanda-tanda adanya 3. Lakukan pemeriksaan vagina hanya sepsis.ah kliendan janin rentan
infeksi. bila sangat perlu, dengan pada infeksi saluran asenden
menggunakan tehnik aseptik. dan kemungkinan sepsis
4. Pantau suhu, nadi dan sel darah 2. Dalam 4 jam setelah ketuban
putih. pecah akan terjadi infeksi
5. Gunakan tehnik asepsis bedah pada 3. Pemeriksaan vagina berulang
persiapan peralatan.Menurunkan meningkatkan resiko infeksi
resiko kontaminasi. endometrial.
Kolaborasi : 4. Peningkatan suhu atau nadi >
6. Berikan antibiotik sesuai indikasi.. dapat menandakan infeksi.
5. Digunakan dengan
kewaspadaan karena pemakaian
antibiotik dapat merangsang
pertumbuhan yang berlebih dari
organisme resisten
DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M.,


2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi 2015-2017. 10 penyunt. Jakarta: EGC.

Ladewig, P. W., London, M. L. & O, S. B., 2006. Asuhan Keperawatan Ibu-


Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. G., 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:


EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed.
Yogyakarta: mocomedia.

Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Nurjannah, I., 2016. ISDA (Intan's Screening Diagnoses Assesment). 6 ed.


Yogyakarta: Mocomedia.

Prawirohardjo, S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP.

Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2009. Buku asuhan patologi kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai