Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Berdiri Nahdlatul ulama

Tahapan Berdirinya NU

Berdirinya NU dimulai ketika para tokoh pesantren, dalam hal ini KH. A. Wahab
Chasbullah dan Mas Mansoer mendirikan madrasah yang bernama Nahdlatul Wathan
(kebangkitan Nasionalisme)pada tahun 1916 di surabaya. Staf pengajar Nahdlatul Wathan ini
didominasi oleh Ulama’ pesantren, seperti KH. M. Bisri Syansuri (1886-1980), Abdul Hakim
Leimunding dan Abdullah Ubaid (1899-1939). Pada tahun 1918, KH. Wahab Hasbullah dan KH.
Ahmad Dahlan dari kebondalem mendirikan Tashwirul Afkar, yaitu forum diskusi ilmiah
keagamaan yang mempertemukan kelompok pesantren dan modernis. Pada tahu yang sama, KH.
A. Wahab Chasbullah bersama Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari mendirikan koprasi dagang
yang bernama Nahdlatut Tujjar (kebangkitan para pedagang). Hanya saja memasuki tahun 1920-
an, kebersamaan dan upaya saling pengertian antara kelompok Islam pesantren dan modernis
berubah menjadi persaingan antar kelompok.

Pada saat itu, internal umat Islam Indonesia Sudah berlangsung semacam konggres al-
Islam yang mempertemukan berbagai kelompok Islam. KH. A.Wahab Chasbullah aktif dalam
konggres ini.

Klimaknya, ketika Raja Ibnu Saud dari Saudi Arabia akan menggelar konggres Dunia
Islam di Makkah pada bulan Juni 1926. Konggres tersebut memutuskan mengirim H.O.S.
Cokroaminoto (SI) dan H. Mansoer (Muhammadiyah) sebagai utusan resmi dari Indonesia.
Sedangkan dari kalangan pesantren tidak ada yang mewakili.

Melihat kenyataan politis ini, para kiai pesantren bergerak cepat. Mereka berusaha untuk
mengirimkan delegasi sendiri ke Muktamar Dunia Islam yang diberi nama Komite Hijaz.

Pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Komite Hijaz
mengadakan rapat di rumah KH. A. Wahab Chasbullah, Keropaten, Surabaya. Rapat dihadiri 15
Ulama terkemuka, diantaranya Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. Asnawi
(Kudus), KH. M. Bisri Syamsuri (Jombang), KH. Maksum (Lasem), KH. Ridlwan (semarang),
KH. Nawawi (Pasuruan), KH. Nahrawi (Malang), KH. Ndoro Muntoha (Bangkalan), KH. Dahlan
(kertosono), KH. Abdullah Faqih (Dukun Gresik).
Pertemuan tersebut mambahas dunia Islam mutakhir hingga memikirkan langkah bersama
untuk mempertahankan kepentingan kalangan pesantren. Rapat tersebut kemudian memutuskan
KH. Asnawi sebagai utusan para ulama untuk menghadiri Muktamar Dunia Islam di Makkah
sebagai utusan para ulama. Rapat juga memutuskan untuk mendirikan organisasi yang diberi nama
Nahdlatul Ulama. Sehingga status delegasi yang semula “Komite Hijaz” berubah menjadi
organisasi Nahdlatul Ulama. Namun, menjelangkeberangkatan terjadi perombakan personel
delegasi. Pertama, KH. A. Wahab Chasbullah sebagai delegasi tunggal menggantikan KH.
Asnawi. Kedua, Syeikh Ghanaim, orang mesir yang berposisi sebagai penasehat delegasi. Dan
ketiga, KH. Dachlan Abdul Kohar, santri Indonesia yang sedang belajar di Makkah.

Alhamdulillah dengan pertolongan Allah Swt. Misi delegasi yang dibawa ketiga wakil NU
ini berhasil. Mereka diterima Raja dan sikap keberatan para ulama diperhatikan. Seluruh umat
Islam diperbolehkan beramaliah sesuai dengan keyakinannya, ajaran bermadzhab tidak dilarang,
dan makam-makam bersejarah tidak dihancurkan. Disisi lain, para calon utusan Indonesia yang
didominasi penganut” Wahabi” Saudi Arabia malah gagal berangkat. Muktamar khilafah juga
tidak jadi dilaksanakan. Pasca kejadian ini, para ulama semakin sadar pentingnya organisasi bagi
efektivitas perjuangan Islam.

Surat yang dikirimkan Raja Ibnu Saud sebagai berikut :

Segala puji bagi Allah yang Maha Tunggal, Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada junjungan kita Muhammad, keluarga, shahabat, dan pengikutnya.

Kepada yang mulia Raja Hijaz serta daerah kekuasaannya, semoga Allah memberikan
pertolongan kepadanya di dalam mengurus segala sesuatunya yang menjadikan kemaslahatan
umat Islam.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Wa ba’du, kami berdua sebagai delegasi dari organisasi Nahdlatul Ulama yang berada di
Surabaya, Jawa, merasa memperoleh kehormatan yang besar diperkenankan menghadap yang
mulia guna menyampaikan beberapa harapan dan permohonan NU kehadapan yang mulia.
Beberapa permohonan tersebut adalah :
1. Memohon agar diberlakukan kebebasan bermadzhab di negeri Hijaz pada salah satu
madzhab empat; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Atas dasar kemerdekaan
bermadzhab, hendaknya diberlakukan secara bergilir di antara imam-imam shalat Jum’at
di masjid al-Haram. Begitu juga hendaknya tidak ada larangan bagi kitab-kitab yang
berdasarkan madzhab tersebut, baik di bidang tasawwuf, akidah, maupun fiqih, untuk
masuk ke negeri Hijaz, seperti karya al-Ghazali, imam Sanusi, dan tokoh-tokoh lainnya
yang sudah dikenal kebenarannya. Hal tersebut semata-mata untuk memperkuat hubungan
dan persaudaraan umat Islam yang bermadzhab sehingga umat islammenjadi bagai tubuh
yang satu. Sebab umat Muhammad tidak akan bersatu dalam kesesatan.
2. Memohon untuk diramaikannya tempat-tempat bersejarah yang terkenal. Sebab tempat-
tempat tersebut telah diwaqafkan untuk masjid, seperti tempat kelahiran Siti Fatimah,
bangunan Khaezuran dan lainnya. Hal ini berdasarkan firman Allah “ Hanyalah yang
meramaikan masjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah”. Allah juga
berfirman “Dan siapakah yang lebih aniayah dari pada orang-orang yang menghalang-
halangi (orang lain)untuk menyebut nama Allah dalam masjid-Nya dan berusaha untuk
merobohkannya ?’ disamping itu tempat-tempatbersejarah tersebut dapat berfungsi sebagai
ta’bir.
3. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia tahun sebelum jatuhnya musim Haji
mengenai tarif /ketentuan biaya yang harus diserahkan oleh jama’ah haji kepad Syaikh,
Muthawwif, sejak dari Jeddah hingga Jeddah lagi. Dengan demikian , orang-orang yang
akan menunaikan ibadah haji dapatmenyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-pergi
dan agar mereka tidak dikenakan biaya tambahan yang melebihi ketentuan pemerintah.
4. Memohon agar semua hukum yang berlakudi Hijaz di tulis dalam bentuk undang-undang
agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
5. Organisasi Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari yang Mulia yang menjelaskan
bahwa kedua orang delegasi NU tersebut benar-benar sudah menyampaikan surat
mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia hendaknya surat
balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.

Perkenankanlah kiranya yang mulia menerima terima kasih kami dan penghargaan,
penghormatan serta tulus ikhlas kami yang setinggi-tingginya.
Wassalam

Wahab Chasbullah A. Ghanaim al Amir

Katib Awwal Mustasyar

Surat ini kemudian dibalas oleh Raja Ibnu Su’ud dengan balasan surat bernomor 1082
tertanggal 24 Dzulhijjah 1346. Adapun teksnya sebagai berikut :

Dari Abdul Aziz bin Abdurrahman Faisal Kepada Yang Terhormat Syaikh Muhammad Hasyim
Asy’ari, Ketua organisasi Nahdlatul Ulama, dan Syaikh Alwi bin Abdul Aziz, Sekretaris Nahdlatu
Ulama, Di Jawa. Semoga Allah senantiasa memelihara mereka.

Assalamu’alaikum,

Perlu dimaklumi bahwa surat saudara tertanggal 5 Syawwal 1346 sudah kami terima. Apa
yang tercantum di dalamnya telah kami telaah semuanya, khususnya apa yang saudara tuturkan
menunjukkan belas kasih saudara terhadap urusan umat Islam yang memang hal ini menjadi
harapan mereka.

Delegasi yang saudara kirim, yaitu H. Abdul Wahab, Katib Awwal organisasi NU dan
Ustadz Syaikh Ahmad Ghana’im al-Amir, selaku Mustasyar NU, telah menghadap kami dan telah
menyampaikan kepada kami apa-apa yang saudara pesankan kepadanya.

Berkaitan dengan urusan perbaikan Negara Hijaz merupakan urusan internal kerajaan dan
pemerintah. Tidak ada larangan bagi semua amal ibadah yang menjadi kesenangan kelompok

kelompok orang yang ke Baitullah al-Haram. Begitu juga tidak ada larang seorang pun dari umat
Islam yang ingin melaksanakn segala amal kebaikan asalkan sesuai dengan syariat hukum Islam.

Mengenai persoalan kebebasan seseorang dalam mengikuti madzhabnya, maka bagi Allah-
segala puji dan anugrah-umat Islam memang bebas merdeka dalam segala urusannya, kecuali
dalam hal-hal yang telah terang diharamkan oleh Allah dan tidak ditemukan oleh seseorang satu
dalilpun yang menghalalkan amalnnya; tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah, tidak terdapat
pada madzhab orang-orang salaf yang saleh, tidak juga dalam fatwa para imam madzhab yang
empat. Seagala sesuatu yangsesuai dengan semua itu niscaya akan kami amalkan dan membantu
pelaksanaannya.

Sedangkan segala sesuatu yang bertentangan denganhal tersebut tidak mewajibkan untuk
taat kepada makhluk yang bermaksiat.

Pada hakikatnya apa yang kami laksanakan hanyalah ajakan untuk kembali kepada al-
Qur’an as-Sunnah dan ini pula agama yang diturunkan Allah. Dan kami-berkat kemurahan Allah-
tetap berjalan di jalan salaf as-shalih yang permulaan mereka adalah para sahabat Nabi Muhammad
Saw. Sedangkan penutupnya adalah imam yang empat.

Kami senantiasa memohon kepada Allah agar memberikan pertolongan kepada semua
diatas jalan kebaikan, kebenaran dan hsail amal perbuatan yang baik. Demikianlah penjelasan yang
perlu kami sampaikan, mudah-mudahan Allah senantiasa melindungi saudara sekalian.

Wassalamu’alaikum

Abdul Aziz bin Abdurrahaman al-Suud

Tujuan Berdirinya NU

Tujuan berdirinya Nu termaktub dalam pasal 5 anggaran dasar NU yang berbunyi :”


Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah Wal
Jama’ah dan menganut slah satu madzhab empat, ditengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam
wadah Negara kesatuan Republik Indonesia”.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Nahdlatul Ulama melakukan usaha-usaha


sebagaimana termaktub dalam pasal 6 Anggaran dasar NU yang berbunyi :
1. Di bidang agama, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah
Wal Jama’ah dalam masyarakat dengan melaksanakan da’wah Islamiyah dan amar Ma’ruf
nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwwah Islamiyah.
2. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, mengusahakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai
dengan ajaran Islam, untuk membina manusia muslim yang taqwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan Negara.
3. Di bidang sosial, mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap
anak yatim, fakir miskin, serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan
mengupayakan pemerataan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan
untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan mengutamakan tumbuh
dan berkembangnya ekonomi rakyat.
5. Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak (maslahat al-
ammah), guna terwujudnya khaira ummah.
Dari lima usaha NU ini terlihat komitmen NU dalam rangka keagamaan dan sosial
kemasyarakatn yang harus berjalan beriringan satu dengan yang lain. Keduanya harus
berjalan secara integral, holistik dan sinergis. Hablum minallah (hubungan vertikal) dan
hablum minan nash (hubungan horizontah) adalah dua wilayah yang tidak boleh
dipisahkan karena sama-sama menjadi tanggung jawab umat Islam dan hidup dan
kehidupannya.

Anda mungkin juga menyukai