Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEPERAWATAN KELUARGA
COHIBING CAUPLE (KUMPUL KEBO)

DOSEN PENGAMPU
Ns. Meria Woro, M.kep.,Sp.Kep.Kom

DISUSUN OLEH

Kelompok 11

1. Dewi nuraini (0432950218009)


2. Erika suryani (0432950318018)
3. Fahmi Aditya Yahya (0432950318020)
4. Sela safaria (0432950318046)

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S-1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH
Jl. RA Kartini No.66, RT.003/RW.005, Margahayu, Kec. Bekasi Tim., Kota Bks, Jawa Barat
17113
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Keluarga.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengena Cohiping Couple. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang-
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KELUARGA............................................................................................................5
COHIBING CAUPLE..............................................................................................5
UNSUR-UNSUR KUMPUL KEBO (COHABITATION)......................................7
FAKTOR-FAKTOR PERBUATAN KUMPUL KEBO (COHABITATION)........7
Ketidaksiapan untuk menikah..............................................................................7
Ketidaksiapan secara ekonomi.............................................................................8
Pengalaman traumatis...........................................................................................8
Kemungkinan lain................................................................................................8
PENANGGULANGAN PERBUATAN KUMPUL KEBO....................................8
Pre-emtif...............................................................................................................8
Upaya preventif....................................................................................................9
Upaya represif......................................................................................................9
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................10

3
PENDAHULUAN

Latar belakang

Manusia dilahirkan dengan kodratnya untuk hidup bersama dengan lawan jenis untuk
membentuk suatu ikatan keluarga yang kekal dan bahagia. Hasrat untuk hidup bersama memang
telah menjadi pembawaan manusia yang merupakan suatu keharusan badaniah untuk
melangsungkan hidupnya. Menurut kodrat alam, manusia ada di mana-mana dan pada zaman
apapun juga selalu hidup bersama dan hidup berkelompok-kelompok. Sekurangkurangnya
kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang, suami-istri ataupun ibu dan bayinya.

Dalam sejarah perkembangannya, manusia tidak dapat hidup sendiri, terpisah dari
kelompok masyarakat lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanya untuk
sementara waktu. Masyarakat terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama,
sehingga dalam pergaulan ada dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan
hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa sesorang dan
yang lainnya saling kenal mengenal dan pengaruhmempengaruhi. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin
dari semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tungga l Ika. Dalam kondisi keberagaman
seperti ini, terjadi interaksi sosial di antara kelompok-kelompok masyarakat 2 yang berbeda
yang kemudian berlanjut pada hubungan perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa yang
sangat penting dalam masyarakat. Dengan hidup bersama, kemudian melahirkan keturunan yang
merupakan sendi utama bagi pembentukan negara dan bangsa.

4
I. KELUARGA

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi klien (penerima) asuhan
keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan asuhan keperawatan yang diperlukan oleh
anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan keperawatan dirumah sakit akan menjadi sia-sia jika
tidak dilanjutkan dengan perawatan dirumah secara baik dan benar oleh klien atau keluarganya.
Secara empiris, hubungan antara kesehatan keluarga terhadap kualitas kehidupan keluarga sangat
berhubungan.

Karakteristik keluarga adalah sebagai berikut :

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial suami, istri, anak, kakak dan adik.
4. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya serta meningkatkan
perkembangan fisik, prikologis, dan sosil anggota keluarga.

II. COHIBING CAUPLE (Kumpul kebo)

Sussman (1974) dan Maclin (1988) : orang tua (suami-istri) yang tidak ada
ikatan perkawinan dan anak hidup dalam satu rumah tangga (kumpul kebo)

Anderson carter : keluarga kabitas (Cohabitation), adalah dua orang menjadi


satu tanpa. Pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga

Kumpul kebo merupakan perbuatan dimana perilaku yang belum memiliki hubungan
yang sah secara agama maupun secara hukum positif Indonesia memutuskan untuk hidup
bersama dibawah satu atap layaknya seorang suami isteri. Hubungan keduanya tidak
terikat secara sah menjadi seorang suami isteri.

5
perbuatan zina merupakan perbuatan yang dilarang dimana tidak ada pembatasan apakah
seseorang yang melakukannya sudah atau belum menikah tetapi ketika seorang laki-laki
dan perempuan yang belum menikah tinggal di satu atap tanpa adanya ikatan yang sah
berhubungan layaknya suami isteri maka perbuatannya termasuk hal yang dilarang dan
diharamkan secara jelas dalam hukum Islam. Pernyataan madzhab tersebut sebagaimana
yang disebutkan di dalam Alquran pada surat annur ayat 2-3 yang menyebutkan:

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau lakilaki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin,”

6
III. Unsur-Unsur Kumpul Kebo (Cohabitation)

berdasarkan Rancangan Undang – undang tahun 2013 berkaitan dengan kumpul kebo
Beberapa unsur yang dapat diambil dari pengertian yang dikemukakan dalam
Rancangan Undang-Undang KUHP tersebut yakni:

a. Adanya hubungan layaknya suami isteri Seseorang yang tinggal dalam satu
Seseorang yang tinggal dalam satu atap sudah disangka dengan kuat melakukan
hubungan yang dilarang. Tidak mungkin dua orang yang berlainan jenis tinggal
didalam satu atap tidak melakukan apa-apa.
b. Hubungan didasari atas suka sama suka Hubungan yang dilakukan harus didasari
suka sama suka antara pelaku. Apabila tidak didasari suka sama suka maka
perbuatan tersebut tidak termasuk kedalam kumpul kebo atau zina melainkan
pemerkosaan.
c. Adanya aduan (delik aduan) Seperti yang dijelaskan dalam RUU KUHP bahwa
delik atau tindak pidana kumpul kebo dapat diproses secara hukum apabila ada

IV. Faktor-Faktor Perbuatan Kumpul Kebo (cohabitation)


Seorang individu mengambil keputusan untuk melakukan perbuatan kumpul kebo
karena di dasari beberapa faktor sebagai pendorong untuk membenarkan
perbuatan kumpul kebo, diantaranya:
1) Ketidaksiapan Mental Untuk Menikah
Mereka yang melakukan kumpul kebo umumnya tidak memiliki kesiapan
mental untuk memasuki jenjang pernikahan beberapa faktor mental seperti
umur merupakan ganjalan dalam melangsungkan pernikahan di indonesia,
tetapi tidak hanya itu walaupun dari segi usia dan/atau ekonomi sudah
memenuhi syarat dalam melangsungkan perkawinan yang sah baik laki-
laki maupun perempuan merasa belum siap secara mental. Laki-laki
cenderung menganggap kumpul kebo sebagai kesempatan melakukan
hubungan seksual sedangkan bagi wanita memandang bahwa kumpul kebo
merupakan persiapan untuk memasuki pernikahan yang sah.

7
2) Ketidaksiapan secara Ekonomi
Beberapa orang dari segi usia telah memenuhi ketentuan untuk
melangsungkan perkawinan di indonesia tetapi dilihat dari segi ekonomi
beberapa orang merasa belum siap untuk terikat dalam perkawinan yang
sah. Mereka tergolong belum mandiri dari segi ekonomi, misalnya mereka
yang masih duduk dibangku pendidikan maupun mereka yang baru saja
lulus dari bangku pendidikan tetapi masih belum mendapatkan pekerjaan
yang di pandang cukup jika dipergunakan untuk melangsungkan
pendidikan.
3) Pengalaman Traumatis
Bagi seorang individu yang telah menjalin hubungan dengan lawan jenis,
tetapi kemudian berpisah. Akhirnya mengalami patah hati dengan
perasaan kecewa (frustasi), sedih, putus asa, dan dendam.
4) Kemungkinan lainnya adalah apabila salah seorang atau kedua pelaku
pernah melakukan pernikahan yang sah namun karena suatu keadaan ia
berpisah dengan pasangannya dan menimbulkan trauma yang mendalam
yang menjadi pendorong ketidak percayaan terhadap ikatan yang sah yang
membuat mereka menjadikan kumpul kebo sebagai alternatif melakukan
suatu hubungan.

V. Penanggulangan Perbuatan Kumpul Kebo


Upaya penanggulangan kejahatan mencakup aktivitas perbaikan perilaku
seseorang yang dinyatakan telah bersalah(terpidana) di lembaga permasyarakatan
atau dengan kata lain sebagaimana yang diungkapkan oleh A. S. Alam,
Penanggulangan terdiri atas 3 bagian pokok yaitu:
a. Pre-emtif
Pre-emtif atau (moral) adalah upaya awal yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya tindak pidana. Dalam upaya ini yang lebih di tekankan adalah
menanamkan nilai atau norma dalam diri seseorang.

8
b. Upaya preventif
Upaya penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk
mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Upaya
represif
c. Upaya represif
adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang
ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya
represif di maksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai
dengan perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar
bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang
melanggar hukum dan merugikan masyarakat.

9
DAFTAR ISI

Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1985, halaman.1155.

Ibid halaman 127-128

Papalia, Olds, dan Feldman, Human Development edisi ke 9. New York: Mc Graw Hill,2001
halaman 50.

A.S. Alam , Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi, Makassar,2010 halaman 79-80.

Romli Atmasasmita,1982, Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum Dalam Penegakan Hukum di


Indonesia.bandung, Alumni, halaman 79.

10

Anda mungkin juga menyukai