Anda di halaman 1dari 18

PEMANDU PELATIHAN KETRAMPILAN KLINIK TERPADU

SPKKT Pembekalan OSCE Angkatan 2013

Tema : Maloklusi Sederhana Non Ekstraksi

 
 
 

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
Nama Kegiatan : Pembekalan OSCE Angkatan 2013

Tema : Maloklusi Sederhana Non Ekstraksi

Semester : VII (tujuh)

Waktu Pelatihan : 1 kali pertemuan @ 2 jam (per kelompok)

Kompetensi Utama :
1. Melakukan pemeriksaan sistem stomatognatik dengan melakukan pemeriksaan
ekstra oral dan intra oral, guna mengevaluasi kondisi medik pasien.
2. Mampu menentukan klasifikasi ortodonti menurut Angle modifikasi Dewey.
3. Mampu menentukan diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit.

Kompetensi Penunjang :
1. Melakukan pemeriksaan ekstra dan intra oral dengan memperhatikan kondisi
klinis
2. Menentukan klasifikasi ortodonti menurut Angle modifikasi Dewey.
3. Mampu menentukan diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit.
Bahan Kajian :
1. Pemeriksaan ekstra oral di bidang ortodonti
2. Pemeriksaan intra oral di bidang ortodonti
3. Penentuan klasifikasi ortodonti menurut Angle modifikasi Dewey.
4. Penentuan diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit.

Muatan Pelatihan Keterampilan :


1. Pemeriksaan obyektif (pemeriksaan ekstra oral)
2. Pemeriksaan obyektif (pemeriksaan intra oral)
3. Penentuan klasifikasi menurut Angle modifikasi Dewey
4. Penentuan diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit.

Tujuan Umum :

Setelah menyelesaikan pelatihan keterampilan klinik ini mahasiswa harus mampu


melakukan pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan ekstra oral dan intra oral,
mampu menentukan klasifikasi menurut Angle modifikasi Dewey dan menentukan
diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit secara benar.

Tujuan Khusus :
Setelah menyelesaikan pelatihan keterampilan klinik ini mahasiswa harus :
1. Mampu melakukan pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan ekstra oral
secara benar
2. Mampu melakukan pemeriksaan obyektif berupa pemeriksaan intra oral secara
benar
3. Mampu menentukan klasifikasi menurut Angle modifikasi Dewey.
4. Mampu menentukan diagnosis ortodonti berdasarkan Ackerman-Proffit.

Metode Pelatihan : Modelling / Role Play


Demonstrasi
Simulasi pada model studi
Simulasi antar teman

Tempat Pelatihan : Laboratorium SPKKT Jatinangor/ FKG UNPAD Sekeloa

Peserta Pelatihan : Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi semester


7

Sistem Assessment : Rubrik Formatif

Sistem Evaluasi : Rubrik Sumatif pada OSCE

Alat dan Bahan :


1. Alat dasar (kaca mulut, sonde, pinset, excavator)
2. Cotton pellet dalam kontainer
3. Model studi dengan Maloklusi kelas I tipe 1 yang sudah dibasis
4. Lembar status ortodonti
5. Baki yang dialasi taplak putih
6. Papan jalan
7. Pensil
8. Pulpen
9. Penghapus
10. Penggaris besi ujung nol
11. Jangka dua ujung jarum
12. Head caliper/ jangka sorong
13. Gelas kumur
14. Slaber
15. Masker
16. Handscoon
17. Spidol merah

Catatan : semua alat disiapkan masing-masing oleh mahasiswa kecuali model studi
Kegunaan Kasus

Kasus ini digunakan agar mahasiswa dapat melakukan pelatihan keterampilan klinik
pemeriksaan obyektif ekstra oral dan pemeriksaan intra oral, menentukan klasifikasi
menurut Angle modifikasi Dewey dan menentukan diagnosis ortodonti berdasarkan
Ackerman-Proffit.

Penyusun Pemandu DPKKT :


Drg. Andriani Harsanti, MM., Sp. Ort

Kontributor Materi Ajar :


Dr. Drg. Ida Ayu Evangelina, Sp.Ort (K)
Drg. Iwa Rahmat Sunaryo, Sp.Ort., M.Kes

Kontributor Kasus :

Dr. Drg. Endah Mardiati, MS., Sp.Ort (K)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
TOPIK 1 : Melakukan Pemeriksaan Ekstra Oral di Bidang Ortodonti

 
POKOK PELATIHAN KETERAMPILAN

§ Prosedur Pemeriksaan Objektif (pemeriksaan ekstra oral)

Materi Dalam Melakukan Pemeriksaan Ekstra Oral

1. Tipe Muka

Gambar 1. Anatomi Pengukuran MFI

Menggunakan rumus Morphologic Facial Index (MFI)

Morphologic Facial height


MFI = --------------------------------- x 100
Bizygomatic width
(Rakosi, 1993, page 109)

Morphologic Facial Height adalah jarak vertikal dari titik Nasion ke titik
Gnation.
Nasion titik paling anterior dari perpotongan tulang nasal dengan tulang
frontal. (Proffit, 2007, page 205)
Gnation pertengahan dari titik inferior simfisis mandibular. (Proffit, 2007,
page 205)

Bizygomatic width adalah jarak antara titik zigoma kiri dan kanan.

Klasifikasi:

§ Hypereuryprosop x – 78,9
§ Euryprosop 79,0 – 83,9
§ Mesoprosop 84,0 – 87,9
§ Leptoprosop 88,0 – 92,9
§ Hyperleptoprosop 93,0 – x
2. Simetrisasi Muka
Menggunakan tiga bidang yang terdiri dari :
1. Bidang Vertikal = bidang midsagital/ tengah wajah = bidang yang
menghubungkan titik Nasion jaringan lunak ke titik Subnasal jaringan
lunak
2. Bidang Horizontal Atas = bidang bipupillary = bidang yang
menghubungkan pupil kanan dan pupil kiri
3. Bidang Horizontal Bawah = bidang melalui Stomion/ sudut bibir (Rakosi,
Cephalometric Radiography, 1982, page 177)

Subnasal : titik pertemuan pada jaringan lunak antara septum nasal mesial

dengan bibir atas

(Rakosi, Cephalometric Radiography, 1982, page 36)

Gambar 2. Wajah relatif simetris


Jika bidang horizontal bawah relatif tegak lurus terhadap garis
Vertikal dan kedua garis horizontal relatif sejajar

Gambar 3. Wajah asimetris


Garis horizontal tidak tegak lurus terhadap garis vertikal
Kedua garis horizontal tidak sejajar

3. Profil Wajah
Menggunakan tiga titik referensi terdari dari :
1. Glabella adalah titik terdepan dari tulang frontalis yang terletak pada
bidang midsagital setinggi orbital ridge superior
2. Tepi anterior bibir atas
3. Pogonion adalah titik paling anterior dari jaringan lunak dagu pada bidang
median

Glabella : titik terdepan dari tulang frontalis yang terletak pada bidang
midsagital setinggi orbital ridge superior
(Soemantri, 1999, page 13; Rohen, JW et.al, 2011, page 21)
Pogonion’ : titik paling anterior dari jaringan lunak dagu pada bidang median
(Rakosi, Cephalometric Radiography, 1982, page 37)
Profil dibentuk dari dua garis
1. Garis atas : garis yang menghubungkan titik glabella dengan tepi anterior
bibir atas
2. Garis bawah : garis yang menghubungkan tepi anterior bibir atas dengan
jaringan lunak pogonion

Gambar 4. Profil Wajah Normal


Jika garis atas dan garis bawah hampir membentuk satu garis lurus

Gambar 5. Profil Wajah Cembung/ Convex/ posterior divergent


Jika garis atas dan garis bawah membentuk sudut yang
menunjukkan dagu terletak lebih ke belakang

Gambar 6. Profil Wajah Cekung/ Concav/ Anterior divergent


Jika garis atas dan garis bawah membentuk sudut yang
menunjukkan dagu terletak lebih ke depan

4. Tonus Bibir
Pemeriksaan ketegangan otot bibir, pasien diintruksikan untuk oklusi sentrik
dan bibir dalam keadaan istirahat.

a b c
Gambar 7. (a) Bibir normal, (b) Bibir Hipotonus dan (c) Bibir hipertonus

5. Relasi Bibir
Pemeriksaan hubungan bibir atas dan bibir bawah, pasien diintruksikan untuk
bibir dalam keadaan rileks.

a b
Gambar 8. Bibir relasi normal (a), bibir relasi terbuka (b)

TOPIK 2 : Melakukan Pemeriksaan Intra oral


Pemeriksaan Intra Oral di bidang Ortodonti

1. Tahap Persiapan Daerah Kerja


a. Alat dasar (kaca mulut, sonde, pinset, excavator)
b. Cotton pellet dalam kontainer
c. Model studi dengan Maloklusi kelas I tipe 1 yang sudah dibasis
d. Lembar status ortodonti
e. Baki yang dialasi taplak putih
f. Papan jalan
g. Pensil
h. Pulpen
i. Penghapus
j. Penggaris besi ujung nol
k. Jangka dua ujung jarum
l. Head caliper/ jangka sorong
m. Gelas kumur
n. Slaber
o. Masker
p. Handscoon
q. Spidol merah
2. Prosedur Pemeriksaan Intra Oral :
a. Malposisi gigi :
Menggunakan istilah bagian gigi, arah malposisi dan dengan akhiran versi
• Kelainan pada arah vertikal : infraversi dan supraklusi
• Kelainan pada arah sagital : distoversi, mesioversi, palatoversi, labioversi
• Kelainan pada arah transversal : rotasi (mesial in distal out)

Gambar 9. Garis oklusi


(Proffit, 2007)
Titik referensi
Rahang atas : molar (sentral fosa), premolar (distal pit), kaninus dan
insisif (singulum)

Rahang Bawah : molar (bonjol bukal), premolar (bonjol bukal), kaninus dan
insisif (insisal)

Gambar 10. Malposisi Mesioversi 36


Gambar 11. Malposisi palatoversi 12, 22; bukoversi 27

Gambar 12. Malposisi infraversi gigi 22

Gambar 13. Malposisi supraversi 16

Torsiversi/rotasi
Dimana gigi bergerak pada kedua sisi dengan arah berlawanan, misalnya
mesial in distal out

b. Pemeriksaan frenulum labii :


Memeriksa adakah kelainan anatomi perlekatan frenulum labii yang
menyebabkan diastema sentral. Nama pemeriksaan adalah “blanch test”,
caranya dengan menarik bibir atas ke arah depan dan atas, lalu amati perlekatan
terlihat pucat dan mendekati daerah papila interdental.

Gambar 14. Frenulum labii rendah menyebabkan diastema sentral


c. Pemeriksaan kedalam palatum :
Menggunakan rumus Palatal Height Index/ Indeks Tinggi Palatum

Indeks Tinggi Palatum:

Tinggi Palatum x 100


Lebar Lengkung Posterior

Indeks Palatum=42% = normal


Indeks Palatum= >42% = tinggi
Indeks Palatum= < 42% = rendah

Tinggi Palatum
Jarak vertikal titik terdalam palatum pada garis median tegak lurus ke garis
khayal (fosa sentral gigi 16-26)

Lebar Lengkung Posterior


Jarak horizontal dari fosa sentral gigi 16-26

Gambar 15. Ilustrasi pengukuran kedalaman palatum


Garis merah : tinggi palatum
Garis biru : lebar lengkung posterior
d. Pemeriksaan garis median gigi
Memeriksa pergeseran garis pertemuan insisif sentral rahang atas dan rahang
bawah terhadap garis tengah wajah/ midsagital dan garis tengah intra oral.

Gambar 16. Garis pertemuan insisif sentral rahang atas sesuai dengan garis
Tengah wajah, garis pertemuan insisif sentral rahang bawah
bergeser kanan 0.5 mm terhadap garis median ekstra oral
e. Pemeriksaan Overjet

NO. PROSEDUR

1 Posisikan pasien/model studi pada keadaan oklusi sentrik.

2 Dengan menggunakan penggaris/jangka sorong. Ukur jarak horizontal


antara permukaan labial insisif rahang bawah dengan permukaan labial
insisif rahang atas.

3 Tuliskan nilai over jet. Apabila cross bite, nilai over jetnya negatif.
Normal
Laki-laki 2,2 mm + 0,8 mm
Perempuan 2,5 mm + 1,1 mm
Reference:  
1. Bishara,  S.E.  2001.  Textbook  of    Orthodontics.  W.B.  Saunders  company.  Philadelphia.  
Halaman  109.  
2. Rakosi,  T.,  dkk.  1993.  Orthodontic  Diagnosis.  Thieme  medical  publishers,  inc.  Newyork.  
Halaman  47.  

f. Pemeriksaan Openbite

NO. PROSEDUR

Posisikan pasien/model studi pada keadaan oklusi sentrik.

Apabila insisal insisif rahang atas dan insisal insisif rahang bawah tidak
bertemu, maka disebut open bite anterior.

Dengan menggunakan penggaris/jangka sorong. Ukur jarak vertikal antara


insisal rahang bawah dengan insisal rahang atas.

Tuliskan nilai open bitenya.

Reference:  
1. Bishara,  S.E.  2001.  Textbook  of    Orthodontics.  W.B.  Saunders  company.  Philadelphia.  
Halaman  110.  
2. Rakosi,  T.,  dkk.  1993.  Orthodontic  Diagnosis.  Thieme  medical  publishers,  inc.  
Newyork.  Halaman  132.  

g. Pemeriksaan Overbite

NO. PROSEDUR

Posisikan pasien/model studi pada keadaan oklusi sentrik.

Tandai posisi insisal rahang atas pada permukaan labial insisif rahang
bawah.
Pasien/model studi diinstrusikan untuk membuka mulut.

Dengan menggunakan penggaris/jangka sorong. Ukur jarak vertikal antara


insisal rahang bawah dengan proyeksi insisal rahang atas menggunakan
pensil mekanik yang dipanjangkan dan tegak lurus sumbu panjang gigi.
Dengan menggunakan penggaris/jangka sorong. Ukur jarak vertikal antara
insisal ke servikal insisif rahang bawah.

Tuliskan nilai over bitenya berdasarkan rumus:


Overbite = (jarak vertikal antara insisal rahang bawah dengan proyeksi
insisal rahang atas)/( jarak vertikal antara insisal ke servikal insisif rahang
bawah)x100

Nilai normal:
Laki-laki 45%+20%
Perempuan 36%+13%

Reference:  
1. Bishara,  S.E.  2001.  Textbook  of    Orthodontics.  W.B.  Saunders  company.  Philadelphia.  Halaman  
110.  
2. Rakosi,  T.,  dkk.  1993.  Orthodontic  Diagnosis.  Thieme  medical  publishers,  inc.  Newyork.  Halaman  
132.  

h. Pemeriksaan Disatema

NO. PROSEDUR

Posisikan pasien/model studi pada keadaan mulut terbuka.

Periksa celah diantara gigi yang bersebelahan, tapi bukan pada gigi yang
hilang atau agenesi
Tuliskan hasil pemeriksaan

Reference:  
Proffit, W.R. dan Henry W.F. 2000. Contemporary Orthodontics. Edisi Ke-3. Mosby
year Book. Inc. St. Louis, Missouri. Halaman 10.

i. Pemeriksaan Crossbite

NO. PROSEDUR

Posisikan pasien/model studi pada keadaan oklusi sentrik.

Periksa pada bidang sagital untuk mencari cross bite anterior (gambar D).

Periksa pada bidang transversal untuk mencari crossbite posterior.

Tuliskan hasil pemeriksaan

Reference:  

Bishara,   S.E.   2001.   Textbook   of     Orthodontics.   W.B.   Saunders   company.  


Philadelphia.  Halaman  109  

j. Pemeriksaan Kurva Spee

NO. PROSEDUR

Posisikan pasien/model studi pada keadaan mulut terbuka.


Pilih salah satu alat yang akan digunakan:
Tangkai instrumen sonde
Atau
Penggaris besi

Pada rahang bawah:


Di anterior tentukan puncak incisal yang paling anterior.
Di Posterior tentukan puncak bonjol distal gigi yang paling posterior.
Dihitung

Hubungkan puncak di anterior dan puncak di posterior menggunakan:


Tangkai instrumen sonde
Atau
Penggaris besi

Ukur jarak instrumen ke cekungan terdalam.

Tuliskan kesimpulan curve of spee.Normal = > 0, < 1,5 mm

Reference:  

Bishara, S.E. 2001. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders company.


Philadelphia. Halaman 143, 278, 279.

TOPIK 3 : Melakukan Penentuan Klasifikasi Angle

POKOK PELATIHAN KETERAMPILAN

§ Prosedur Penentuan Klasifikasi Angle Modifikasi Dewey

Prosedur Penentuan Klasifikasi Angle Modifikasi Dewey:

NO. PROSEDUR

1 Posisikan pasien/model studi pada keadaan oklusi sentrik.

2 Tandai puncak bonjol mesiobukal molar pertama tetap rahang atas di kedua
sisi
3 Tandai bukal goove molar pertama tetap rahang bawah di kedua sisi
4 Tuliskan klasifikasi Angle berdasarkan relasi molar tetap (memakai angka
romawi).

Kelas I Angle:
Puncak bonjol mesiobukal molar 1 tetap rahang atas berada pada buccal
groove molar 1 tetap rahang bawah.

Lima tipe Maloklusi kelas I Angle (Dewey)


Tipe 1: Gigi anterior berjejal (crowding) dengan kaninus terletak lebih ke
labial (ektopik).
Tipe 2: Gigi anterior terutama pada gigi rahang atas terlihat labioversi atau
protrusif.
Tipe 3: Terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior) karena
inklinasi gigi atas ke palatinal
Tipe 4: Terdapat gigitan bersilang posterior.
Tipe 5: Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial (mesial drifting) .

Kelas II Angle:
Puncak bonjol mesiobukal molar 1 tetap rahang atas berada lebih ke anterior
dari buccal groove molar 1 tetap rahang bawah.
Pada Kelas II Angle penuh Puncak bonjol distobukal molar 1 tetap rahang
atas berada pada buccal groove molar 1 tetap rahang bawah.

Kelas II Angle, Divisi I

Kelas II Angle, Divisi II

Kelas II Angle, Subdivisi [sebutkan sisi kelas II]

Kelas III Angle:


Puncak bonjol mesiobukal molar 1 tetap rahang atas berada lebih ke posterior
dari buccal groove molar 1 tetap rahang bawah.
Pada kelas III Angle penuh Puncak bonjol bukal Premolar 2 rahang atas
berada pada buccal groove molar 1 tetap rahang bawah.

Tipe 1
Gigitan anterior "edge to edge". Pada rahang bawah edge to edge ini
disebabkan oleh adanya gigi-gigi yang berjejal dan inklinasi rahang bawah
condong ke lingual.

Tipe 2
Hubungan gigi-gigi insisif rahang atas dengan rahang bawah
tampak normal. Hubungan gigi insisif bawah lebih condong ke lingual
dibandingkan tipe 1 disertai gigi-gigi insisif dan kaninus rahang bawah yang
berjejal.

Tipe 3
Tipe ini merupakan gambaran khas mandibula yang besar. Bentuk
profil muka cekung, dagu menonjol ke depan dan gigitan bersilang gigi
anterior (cross bite anterior).

Kelas III Angle, Subdivisi [sebutkan sisi kelas III]

Rakosi. 1993. Orthodontics Diagnosis, page 46


Bishara, S.E. 2001. Textbook of Orthodontics. W.B. Saunders company.
Philadelphia. Halaman 103.

TOPIK 4 : Diagnosis Ackerman-Proffit

POKOK PELATIHAN KETERAMPILAN

§ Prosedur Penentuan Diagnosis Ortodonti menurut Ackerman-Proffit

NO. PROSEDUR

Diagnosis ortodonti disusun berdasarkan:


Ackerman-Proffit
Langkah-langkah diagnosis berdasarkan Ackerman-Proffit:
• langkah 1 – Proporsi wajah dan estetik (Facial Proportion and Esthetics)
• Langkah 2 – Kesejajaran gigi dan simetrisasi lengkung gigi (Dental
Alignment and Arch Symmetry)
• Langkah 3 – Hubungan dental dan skeletal dalam bidang transversal
(Skeletal and Dental Relationships in the Transverse Plane)
• Langkah 4 – Hubungan dental dan skeletal dalam bidang antero posterior
(Skeletal and Dental Relationships in the Antero-posterior Plane)
• Langkah 5 – Hubungan dental dan skeletal dalam bidang vertikal (Skeletal
and Dental Relationships in the Vertical Plane)
Tuliskan diagnosis ortodonti berdasarkan kasus yang ditemukan:
Sesuai dengan tata cara penulisan sebagai berikut
[kelainan dental dan atau skeletal][klasifikasi Angle] disertai dengan
[kelainan kesejajaran lengkung gigi dan simetrisasi lengkung gigi], [kelainan
pada pemeriksaan ekstra oral` dalam arah transversal, sagital, vertikal],
[kelainan pada pemeriksaan intra oral dalam arah transversal, sagital,
vertikal]

Reference:  

Graber,  L.W.,  R.L.  Vanarsdall,  Katherine  W.L.  Orthodontic:  Currents  Principles  and  
Technique.  5th  edition.  USA:  Elsevier  Mosby,  2012.  20-­‐26  p.  

Anda mungkin juga menyukai