Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

URGENSI EPISTEMOLOGI DOA

Disusun untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Epistemologi Doa

Dosen pengampu: Yani rohayani, S.Pd.I, M.Pd

Disusun oleh:

Rusdi 21030801191004

KOMUNIKASI PENYIAR ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Permintaan ada beberapa macam, diantaranya permintaan dari seseorang kepada sesame
tingkatannya yang disebut dengan iltimas, permintaan dari yang lebih rendah kepada yang
lebih tinggi tingkatannya disebut dengan doa dan ada juga permintaan dari tingkatan yang
tinggi kepada yang lebih rendah. Doa seringkali dianggap sebagai ungkapan pelengkap
dalam kehidupan. Keberadaan doa dirasakan penting, terutama ketika seseorang
menghadapi masalah dalam hidupnya atau jatuh dalam jurang kehinaan. Masih sedikit orang
yang berdoa dengan motif untuk mensyukuri nikmat Allah. Kebanyakan doa diungkapkan
ketika sedang mengalami ancaman, musibah, dan sebagainya. Pemahaman seperti inui,
menurut ajaran Islam, dipandang keliru. Oleh karena itu, untuk memperoleh pemahaman
doa yang komprehensif menurut ajaran Islam, terlebih dahulu harus dipahami aspek
epistemologinya

B. Rumusan masalah

Bagaimana sejarahnya epistemologi doa?

Apa hukum mempelajari epistemologi doa?

Apa keutamaan epistemologi doa?

C. Tujuan

Untuk mengetahui sejarah epistemologi do'a.

Untuk mengetahui hukum mempelajari epistemologi do'a.

Untuk mengetahui keutamaan epistemologi do'a.

D Manfaat

Menambah wawasan baru bagai mahasiswa


Memeberi pengetahuan baru tentang pentingnya mempelajari epistemologi do'a

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah do'a

bahawa sebelum Allah menciptakan Adam a.s, maka terlebih dahulu Allah menciptakan Iblis
dan Malaikat yang tinggal di surga. Kemudian kepada Iblis dan Malaikat Allah perintahkan untuk
bersujud kepada Adam a.s tapi Iblis tidak mau bersujud kepadanya. Kerana Iblis tidak mau
bersujud kepada Adam a.s. lalu Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman : "Hai Iblis, mengapa
kamu tidak mau bersujud bersama-sama Malaikat yang bersujud itu?"

Iblis menjawab : "Tidak patut aku bersujud kepada manusia (Adam) yang Engkau ciptakan dari
tanah kering, tanah hitam yang busuk."

Mendengar jawaban Iblis itu, Allah berfirman :

"Keluarlah kamu dair sisi (surga), sesungguhnya Aku mengutukmu sampai hari kemudian". (lihat
Surat Al-Hijr ayat 32-35).

Sejak itulah Iblis tidak boleh lagi tinggal di surga. dan bagi Adam a.s sendiri ia hidup senang di
dalam surga dengan menikmati keindahan dan kelezatan yang ada di dalamnya. Tetapi
meskipun demikian, Adam a.s merasa kesepian karena tidak mempunyai teman sebagai
pendamping hidupnya. Dari itu Allah SWT menciptakan Hawa, dan keduanya hidup rukun di
surga, tetapi mereka dilarang untuk mendekati sebuah pohon dan memakan buahnya, yaitu
buah khuldi.

Rupanya larangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada Adam a.s dan Hawa ini telah diketahui
oleh Iblis. Hal tersebut dijadikan satu kesempatan baik baginya untuk membalas sakit hatinya
terhadap Adam a.s karena dia berpendapat, bahwa terusirnya dari surga itu adalah gara-gara
Adam a.s. Oleh karena itu, dia berusaha memperdayakan Adam dan Hawa supaya keduanya
suka makan buah khuldi. Kemudian datanglah Iblis dengan berubah bentuk sebagai makhluk
suci dengan berpura-pura sedih.

Melihat itu Adam a.s bertanya : "Apa sebabnya kami kelihatan sedih, apa yang sedang kamu
pikirkan?"

Iblis menjawab : "Betapa tidak bersedih, karena aku senantiasa memikirkan nasib kalian
berdua, bahwa aku telah mendengar kalian berdua tidak lama lagi untuk bersenang-senang di
dalam surga ini. Apalagi setelah Allah SWT, melarang kalian makan buah khuldi ini adalah satu
tanda bahwa apa yang aku khawatirkan itu akan menjadi kenyataan. Dari itu, lekaslah makan
buah pohon ini agar kalian berdua bisa langgeng hidup di surga ini dan tidak jadi terusir."

Mendengar bujuk rayu iblis, maka tertipulah Adam dan Hawa dan akhirnya keduanya makan
buah khuldi yang menjadi larangan Allah itu. Setelah itu, keduanya dipanggil oleh Allah untuk
menghadap seraya Dia berfirman : "Bukankah Aku sudah melarang kalian berdua memakan
buah pohon ini, dan aku katakan kepada kalian bahwa Syetan (Iblis) itu adalah musuh kalian
yang nyata?"

Kemudian Adam dan Hawa memohon ampunan kepada Allah seraya berdo'a :

"RABBANAA DLALAMNAA ANFUSANAA WA IN LAM TAGFIR LANNA WA TAR HAMNAA


LANAKUUNANINA MINAL KHAASIRIINA."

Artinya :

"Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni
diri kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk golongan orang-
orang yang merugi." (Surat Al-A'raf ayat 23).

Nah, semenjak itulah asal mula timbulnya do'a yakni dikala manusia pertama. Adam dan Hawa
berada di dalam surga. Setelah itu diikuti oleh anak cucu beliau ketika berada di bumi. Jadi,
jelaslah bahwa asal mula do'a itu bersamaan dengan manusia yang bernama Adam a.s sewaktu
berada di surga. Kemudian do'a itu diikuti oleh hampir seluruh bangsa manusia di muka bumi
ini.

B. Keutamaan Epistimologi Do’a

Epistemologi doa mreupakan disiplin ilmu yang membidani kelahiran doa sebagai bagian dari rangkaian
ibadah Islam. Sedangkan hukum ibadah dalam Islam merupakan kwajban dari Allah untuk seluruh umat,
oleh karena itu, keutamaan eistemologi doa (Fadhilah ushul ad-du’a) akan sebanding dengan disiplin
ilmu sebagai hasil kulminasi kinerja, yakni doa itu sendiri.

C. Sumber Epistemolgi Doa

Sebagaimana ilmu-ilmu Islam yang lain, epistemologi doa juga menjadikan sumber utamanya
adalah wahyu Allah dalam Al-Quran yang kemudian dilengkapi dengan sumber kedua, yaitu
hadis. Epistemologi menghargai seluruh hasil istinbath mazhab. Selain itu, doa juga berasal dari
ungkapan atau hasil karya sufi terdahulu. Doa warisan para sufi ini kebanyakan berisi
permohonan ampunan kepada Alloh, permohonan karunia dan sejenisnya. Kemudian, ada juga
doa yang merupakan karya fuqoha dan mufasir, disamping produk dari para pemikir muslim
yang akan dikaji melalui pendekatan filsafat Islam.

D. Hukum mengkaji epistemologi doa

Mengkaji epistemologi do’a merupakan sebuah kewajiban yang sama dengan hukum berdo’anya itu
sendiri. Kesalahan yang terjadi dalam berdo’a disebabkan kesalahan jkajian epistemologiakan berakibat
fatal dalam perjalanan do’a. Kesalahan-kesalahan yang diperbuat akibat kurangnya pemahanman akan
epistemologinya, akan berakibat kesalahan dalam berdo’a baik secara procedural ataupun teknis do’a
yang diutarakan. kesalahan ini jadi bernilai dosa dengan sebab utama adalah bahwa do’a sendiri akan
bernilai dosa jika terjadi salah teknis.

E. Problematika Kajian Epistemologi Do’a

Epistemologi do’a akan memuat segala hal yang erat kaitannya dengan istilah do’a itu sendiri.
Meliputi, pertama ma’na do’a ialah serangkaian teori yang menegaskan kedudukan do’a dari berbagai
bentuk dan pendekatan. Baik itu piqih, maupun tasaup dan filsapat.
Kedua, memberikan penjelasan kepada umat islam tentang sebagian dari teori doa, hingga
metodologi perolehan doa baik secara naqli maupun aqli. Didalamnya telah tercakup mengenai
landasan-landasan teoritis doa. Bertujuan agar doa tidak dipandang sebagai ungkapan yang hanya
dilantunkan tanpa esensi. Dengan memahami efistimologinya, seseorang tidak akan salah kaprah lagi.
Kadang-kadang seseoarang berdoa lapadznya kepada Allah akan tetapi hatinya penuh kemusyrikan dan
kemunafikan kepada Allah Azza wa Jalla.

F. Hubungan Epistemologi Do’a Dengan Ilnu Lain (Istimdad)

Saat do’a dipanjatkan tidak akan dapat melepaskan dii dari disiplin ilmu ilmu lain yang masih berada
pada lingkungan bahasan ajaran islam. Diantaranya adalah:

- Ilmu Fiqh

- Ilmu Tauhid

- Ilmu ‘Aqidah

- Disiplin ilmu Al-Qur’an dan Al-HAdits

- Ilmu Tarikh

- Ilmu Jiwa

G. Do’a dalam Rangkaian Dakwah Al-Islamiyah

Sebagai unsur penunjang Dakwah Al-Islamiyah.do’a menjadikan senjata bagi para Da’I,
kelahuiran mu’jizat, karamat dan ma’unat yang mewarnai penyebaran agama Islam diberbagai
pelosok untuk menandingi kemampuan sihir yang telah menjadi bekal penyebaran dari berbagai
anasir syaithani.

Kedatangan Wali Songo di tanah Jawa tak luput mengedepankan do’a sebagai salah satu senjata
pemungkasnya dalam rangka menghadapi rintanhgan yang diprediksi akan mampu menghambat
perkembangan Islam di Nusantara. Demikian pula dengan pemuka Tarekat, yang dari hari kehari
mengyebarkan paham mereka tentang Islam dan dzikir dibekali dengan senjata do’a sebagai
wujud ketergantngan kepada Allah ‘Azza wa Jalla sebagai Tuhannya yang memberikan
komando penyebaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mempelajari epistemologi do'a adalah sebuah kewajiban bagi seseorang muslimin karena jika
kita mempelajari epistemologi doa kita akan terhindar dari kesalahan persedural atau teknis
dalam berdoa, maka dari itu pelajari epistemologi do'a sebab sebanding dengan yang dipelajari
nya yaitu do'a dalam hal pahala.

B. Daftar Pustaka

Fajar, Dadang Ahmad. 2010. Epistemologi do'ado'a meluruskan memahami dan


mengamalkan. Bandung: Nusa cendekia.

Mariyam, Neneng Kholilah. 2014.


"Doa".https://www.google.com/amp/s/nonengkholilahmaryammediabki.wordpress.com/201
4/04/09/doa/amp/, diakses pada 9 Maret pukul 17.32.

Anda mungkin juga menyukai