Anda di halaman 1dari 6

Ujian Tengah Semester( UTS) 5A/5B/5C.

Mata Kuliah : Ilmu Mantik


Dosen : DR. Zulkifli Aka

Nama : Tri Kurniawan


Kelas : 5A PAI
NIRM : 1207.19.2252
No. Hp : 081996221368

JAWABAN :

1. Pengertian dan Tujuan Mempelajari Ilmu Mantiq

Mantiq adalah alat atau dasar yang penggunaannya akan menjaga kesalahan dalam berpikir. Lebih
jelasnya, Mantiq adalah sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berpikir, sehingga
seseorang yang menggunakannya akan selamat dari cara berpikir salah. Manusia sebagai makhluk
yang berpikir tidak akan lepas dari berpikir. Namun, saat berpikir, manusia seringkali dipengaruhi
oleh berbagai tendensi, emosi, subyektifitas dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir jernih, logis
dan obyektif. Mantiq merupakan upaya agar seseorang dapat berpikir dengan cara yang benar, tidak
keliru.

Sebelum kita pelajari masalah-masalah mantiq, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud
dengan "berpikir". Berpikir adalah proses pengungkapan sesuatu yang misteri (majhul atau belum
diketahui) dengan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang telah ada dalam benak kita (dzihn)
sehingga yang majhul itu menjadi ma'lûm (diketahui).

Faktor-Faktor Kesalahan Berpikir :

a. Hal-hal yang dijadikan dasar (premis) tidak benar.


b. Susunan atau form yang menyusun premis tidak sesuai dengan kaidah mantiq yang benar.

Mantiq atau logika merupakan ilmu kaidah berfikir yang dirintis pertama kali oleh Aristoteles dan
mulai berkembang di dunia Islam pada masa Umayyah. Kedatangan logika di dunia Islam ini,
mendapatkan tanggapan yang beraneka ragam, ada yang apresiatif dan mengembangkannya lebih jauh
dengan cara menafsirkan dan menyempurnakannya, tetapi ada juga yang menolak dan
menganggapnya bid’ah.

Sedangkan tujuan mempelajari Ilmu Mantiq diantaranya adalah :

a. Melatih, mendidik, dan mengembangkan potensi akal dalam mengkaji obyek pikir dengan
menggunakan metodologi berpikir.
b. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang tepat.
c. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar (hak) dan yang salah (batil).

2. 10 Dasar Ilmu Mantiq


a. Ta’rif (Definisi Ilmu Mantiq)
Ditinjau dari aspek pembahasannya, ilmu Mantiq adalah ilmu yang membahas tentang
maklumat – pengetahuan - yang bersifat tashowwuri (deskriptif) dan pengetahuan yang
besifat tashdiqi (definitif). Berkat dua hal tersebut kita dalam memahami hal-hal yang bersifat
tashowwuri (deskriptif) dan bersifat tashdiqi (definitif). Namun, ketika ilmu Mantiq ditinjau
dari segi manfaatnya, maka ilmu Mantiq didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa
menjaga akal manusia dari jurang kesalahan dalam berpikir.
b. Maudhu’ (Objek Ilmu Mantiq)
Ilmu Mantiq fokus membahas 2 hal; yakni ma’lumat tashowwuri dan ma’lumat tashdiqi
(pengetahuan yang bersifat deskriptif dan definitif). Pengetahuan yang bersifat deskriptif ini
mengantarkan kita untuk memahami definisi sesuatu – yang dalam istilah Bahasa arab ini
disebut dengan istilah Mu’arrif atau Qaul Syarih. Sedangkan Pengetahuan yang bersifat
definitif membantu kita untuk memahami argumentasi dari suatu permasalahan, atau
memahami analogi suatu permasalahan dengan permasalahan yang lain – yang dalam ilmu
Mantiq dikenal dengan istilah Qiyas.
c. Tsamroh (Manfaat Mempelajari Ilmu Mantiq)
Pada dasaranya, tujuan fundamental mempelajari ilmu Mantiq itu untuk menghindarkan kita
dari jurang salah berpikir. Tapi di samping itu, mempelajari ilmu Mantiq memiliki manfaat
lain. Sebagai berikut.
1) Ilmu Mantiq membantu kita memahami esensi dan tabiat pola pikir kita sebagai
manusia.
2) Tujuan mempelajari ilmu Mantiq secara umum adalah kemampuan untuk mengambil
inti sari dari dasar-dasar pemikiran manusia.
3) Mempelajari ilmu Mantiq bisa membantu kita untuk menghindari kekeliruan ketika
berpikir dengan menggunakan tata cara yang tertera di dalam ilmu Mantiq.
4) Ilmu Mantiq membantu kita untuk mematuhi kebenaran dan menjauhi kebatilan, serta
menyingkap tabir kesalahpahaman berpikir di dalam otak kita.
5) Menurut para peniliti, ilmu Mantiq bisa menghilangkan rasa fanatisme terhadap
sebuah pendapat dan membantu kita supaya bisa jernih dalam berpikir dan tidak
tunduk terhadap hawa nafsu.
6) Dalam suatu aspek, ilmu Mantiq dapat menganalisa dan menjaga susunan bahasa,
serta memilah lafad yang objektif ketika ingin menggunakan suatu makna yang
diinginkan.
7) Mempelajari ilmu Mantiq dapat membantu kita untuk menjawab bahkan membantah
syubhat (keraguan-keraguan) yang dilontarkan oleh seorang pendusta ataupun lawan
dalam perdebatan.
d. Nisbat (Relasi Ilmu Mantiq dengan Ilmu lain)
Ilmu Mantiq memiliki relasi yang sangat penting dengan ilmu lain. Ketika seseorang paham
secara mendalam tentang ilmu Mantiq ini, maka logikanya tidak pincang, juga kredibilitas
keilmuannya bisa dipercaya. Maka dari itu, nisbat ilmu Mantiq ini adalah nisbat tasawi (sama,
setara, sepadan) terhadap ilmu-ilmu seperti ilmu kalam, dan filsafat.
e. Keutamaan Ilmu Mantiq
Adapun keutamaan ilmu ini ketika ditinjau dari manfaat mempelajarinya yaitu menjaga akal
kita dari kekeliruan dan bagaimana cara kita menggunakan akal kita sebaik mungkin, karena
tanpa akal seseorang tidak akan dibebani dengan hukum taklif dari Allah.
f. Pencetus Ilmu Mantiq
Dalam pembahasan ini, sama sekali tidak ditemukan siapa pertama kali pencetus ilmu
Mantiq. Namun ada yang mengatakan bahwa ilmu Mantiq pertama kali ditemukan pada masa
peradaban Hindia Kuno pada abad ke-3 SM, baik dengan menggunakan metode “penemuan
yang ditemukan oleh penganut hindu”, maupun dengan metode “mempertemukan antara
peradaban hindia dan yunani”. Kemudian pada abad ke-8 SM, peradaban tersebut diajarkan di
suatu Sekolah Hindia yang dinamakan dengan samkihia. Ada juga yan mengatakan; bahwa
ilmu Mantiq pertama kali ditemukan pada masa peradaban Cina kuno pada abad ke-6 SM.
Dalam masa ini ilmu Mantiq dapat ditemukan dalam karikatur karangan Confocius. Dia
adalah filsuf cina pertama yang mengkolaborasikan antara ajaran social science dan moral
science. Hasil pemikirannya memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan masyarakat asia,
mulai dari Cina, Jepang, Korea, Taiwan, dan Vietnam, sampai akhirnya dia dijuluki ”nabinya
Cina”. Kemudian kita beranjak ke peradaban Yunani, di mana pada masa itu penduduk
Athena menggunakan ilmu Mantiq sebagai pelindung, karena pada masa itu mereka
mengalami krisis ilmu dan krisis orang yang cerdas. Akhirnya mereka menggunakan metode
munaqosyah & jadal (debat/diskusi). Pada paruh kedua abad ke-5 SM, penduduk Athena
dijajah oleh kelompok yang suka memutar balikan kenyataan, dan suka meragukan dalam hal
apapun, sebut saja kelompok itu dengan kaum Sofis (penganut paham Sofisme), kelompok
yang dikenal dengan kedalaman dalilnya ketika berorasi, dan kemampuannya ketika
berdiskusi. Tapi tujuan mereka bukan mencari kebenaran, melainkan menggelincirkan
kebenaran, memutar balikan keyataan, dan menjatuhkan lawan diskusi. Hal ini berlangsung
sampai pada masa Socrates, di mana dalam perdebatan dia menggunakan metode Tahakkum
(menyindir lawan diskusi) dan Taulid (membangkitkan perdebatan dengan argumen yang
lebih menantang). Sedangkan dalam metode mengajar, dia menggunakan metode ‘Tanya-
Jawab’. Pada masanya, Socrates mampu mengajarkan kepada masyarakat bagaimana cara
berpikir yang benar, mampu menjauhkan mereka dari pola pikir yang salah. Suatu ketika,
terjadi perdebatan antara Socrates dan kaum Sofis, mereka mengunakan metode Isytiroku Al-
Alfadz (menggabungkan sutau lafaz dengan lafaz yang lain), dan metode tersebut sangat
memancing Socrates untuk berargumen. Akhirnya dia berkata: ”aturlah lafaz - lafazmu”. Dari
sana Socrates mulai memberikan penjelasan tentang Takrif/Definisi, yang mana berkat takrif
tersebut semua masalah akan terungkap dengan sempurna. Kemudian dia berkata bahwa
segala sesuatu itu pasti memiliki hakikat/substansi yang mampu dijangkau oleh akal dengan
melihat sifat-sifatnya yang terjangkau oleh panca indra manusia. Dalam meneliti substansi
tersebut, Socrates menggunakan metode Istiqro’ (observasi, penelitian) dengan tujuan untuk
membedakan antara kebaikan dan kejelekan, ketakwaan dan kezaliman, dll. Berkat metode
takrif dan penilitian tadi, Socrates dijuluki sebagai ‘orang pertama yang menggunakan metode
Takrif dan Istiqro’. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa; penemu ilmu Mantiq pertama kali
adalah Socrates
g. Sebab Penamaan Ilmu Mantiq
Muhammad Ali Al-Tahawuni pernah mengungkapkan beberapa sebab kenapa ilmu ini
dinamakan dengan ilmu Mantiq. Penamaan tersebut dikarenakan lafaz Al-Nuthqu
diterjemahkan sebagai sebuah lafaz atau ucapan, juga memahami segala sesuatu yang besifat
universal. Di samping itu, lafaz Al-Nuthqu ini diambil dari kata Natoqo yang diterjemahkan
sebagai kegiatan berpikir. Dan karena akal manusia mampu memikirkan sesuatu, maka karena
itulah ilmu ini – yang diambi dari kata Natoqo – dinamakan dengan ilmu Mantiq, yakni ilmu
tentang mengatur tata cara berpikir manusia supaya tidak salah berpikir.
h. Istimdad (Pengambilan Intisari Ilmu Mantiq)
Pada awalnya ilmu ini menggunakan bahasa yunani. Kemudian diterjemehkan ke dalam
bahasa arab oleh Abdullah bin Muqoffa’ pada masa pemerintahan Abul Ja’far Al-manshur
dinasti Abbasiyyah. Literatur yang diterjemahkan adalah manuskrip-manuskrip karangan
Aristoteles, mulai dari Cotingorias/Categories (makalah dalam ilmu Mantiq), Bariarminas
(ungkapan dalam ilmu Mantiq), dan Antologies (Qiyas dan Burhan).
i. Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Ada 3 pendapat, yaitu:
1) Larangan untuk mempelajari ilmu Mantiq secara mutlak. Ini adalah pendapat imam
Ibnu sholah dan imam Nawawi. Namun, yan dimaksud dilarang ini adalah haram
mempelajari ilmu Mantiq yang tercampur dengan kajian-kajian filsafat yunani yang
bisa mengantarkan kita pada kekafiran. Adapun mempelajari ilmu Mantiq yang
terbebas dari filsafat yang menyesatkan dan ditujukan untuk memperkuat akidah kita,
maka itu diperbolehkan – termasuk kategori fardu kifayah.
2) Boleh mempelajari ilmu Mantiq bagi orang yang sudah sempurna akalnya (cerdas),
ini pendapat imam Ghozali. Karena imam Ghozali ini berpendapat bahwa orang yang
tidak bisa ilmu Mantiq maka kredibilitas keilmuannya tidak bisa dipercaya.
3) Pendapat yang paling masyhur dan pendapat yang mukhtar adalah jika yang
mempelajari ilmu mantiq adalah orang yang cerdas, dan dalam hidupnya dia telah
terbiasa dengan mengkaji kandungan Alquran dan hadis, maka orang ini boleh
mempelajarinya.

Adapun yang dilakukan Al-Azhar adalah mengajarkan ilmu Mantiq ini kepada anak
didiknya. Karena Al-Azhar bertujuan untuk mencetak generasi penerus ulama yang mampu
membantah syubhat-syubhat yang dilemparkan oleh siapapun, baik itu kaum orientaslis,
ekstrimis, teroris, dan sebagainya. Karena itu, Al-Azhar memegang teguh pada pendapat yang
pertama dan menghukuminya sebagai fardu kifayah.
j. Topik Pembahasan Ilmu Mantiq
Dalam pembahasannya, ilmu Mantiq menitikberatkan kepada 2 pembahasan; yakni
tashowwuri (deskriptif) dan tashdiqi (definitif).

3. Pengertian Tasawwur dan Pembagiannya secara Komprehensif


Dari sudut kebahasaan, kata tashawwur adalah bentuk mashdar dari kata kerja tashawwara-
yatashawwaru, yang berarti membayangkan, atau menggambarkan. Dengan akar kata yang sama
terangkailah kata shûrah, yang berarti gambar. Dengan demikian, secara bahasa, tashawwur
dapat diartikan sebagai bayangan atau gambaran. Adapun secara istilah, tashawwur itu ialah
pengetahuan atau gambaran kita terhadap sesuatu yang tidak disertai penghukuman apapun
terhadap sesuatu tersebut (idrâk al-Sya’i ma’a ‘adam al-Hukmi ‘alaihi).
Selanjutnya, tashawwur ini kemudian dibagi menjadi dua. Ada yang disebut dengan
tashawwur dharuriy (apodictic), lalu ada yang disebut tashawwur nazhariyy (speculative). Apa
bedanya? Bedanya hanya satu, yang pertama tidak memerlukan penalaran (la yahtâju ilâ al-
Nazhr), sedangkan yang kedua membutuhkan penalaran (yahtaju ila al-Nazhr). Contoh
tashawwur yang pertama, bayangan Anda terhadap pacar Anda. Ketika Anda terhanyut dalam
kerinduan, lalu tiba-tiba ada seseorang yang menyebut nama pacar Anda, apa perlu Anda mikir
berjam-jam untuk membayangkan wajah pacar Anda itu? Tentu tidak, bukan? Contoh lain,
bayangan Anda terhadap rasa lapar, dingin, panas dan sejenisnya. Perlukah Anda repot-repot
pergi ke perpustakaan sambil mikir dalam-dalam untuk membayangkan rasa lapar ketika Anda
ditimpa lapar? Tentu saja tidak. Nah, gambaran kita terhadap sesuatu yang tidak membutuhkan
penalaran itu namanya tashawwur dharuriy, atau badihiy.
Kebalikannnya adalah tashawwur jenis kedua, yakni tashawwur nazhariy. Jika yang
pertama tak membutuhkan penalaran, maka yang kedua membutuhkan perenungan. Misalnya
seperti gambaran kita tentang malaikat, jin, ruh, akal, dan hal-hal metafisik lainnya. Ketika ada
orang yang menyebut kata malaikat, misalnya, biasanya kita berspekulasi macam-macam. Kita
membayangkan malaikat itu punya sayap, terbang ke langit, berwarna putih, menyertai orang-
orang saleh, dan sebagainya. Begitu juga ketika ada orang yang menyebut kata jin. Kita
membayangkan jin itu adalah makhluk yang menyeramkan, memiliki tanduk, wajahnya seperti
tengkorak, tubuhnya terangkai dari tulang belulang, punya ekor, dan lain-lain. Padahal, jinnya
sendiri belum tentu sesuai dengan yang kita bayangkan itu.
Kesimpulannya, gambaran kita terhadap sesuatu yang membutuhkan penalaran itu namanya
tashawwur nazhariyy. Sedangkan yang tidak membutuhkan penalaran disebut dengan tashawwur
dharuriy, atau tashawwur badihiy.

4. Berfikir Deduktif dan Induktif


a. Berpikir induktif, merupakan kebalikan dari berpikir deduktif yaitu proses pengambilan
keputusan dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus menuju umum.
b. Berpikir deduktif merupakan proses berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat
umum menuju pada hal-hal yang bersifat khusus.
5. Ulul Albab beserta Dalilnya

Ulul albab secara bahasa berasal dari dua kata: ulu dan al-albab. Ulu berarti ‘yang
mempunyai’, sedang al albab mempunyai beragam arti. Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali
dalam Alquran. Dalam terjemahan Indonesia, arti yang paling sering digunakan adalah ‘akal’.
Karenanya, ulul albab sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’.
Al-albab berbentuk jama dan berasal dari al-lubb. Bentuk jamak ini mengindikasikan bahwa ulul
albab adalah orang yang memiliki otak berlapis-lapis alias otak yang tajam.

Sebagai sebuah konsep, ulul albab perlu dioperasionalisasi atau dibumikan. Beberapa strategi
berikut terbayang setelah melakukan tadabbur atas beragam ayat, yaitu: (a) meningkatkan
integrasi, (b) mengasah sensitivitas, (c) memastikan relevansi, (d) mengembangkan imajinasi,
dan (e) menjaga independensi.

Dalilnya :

‫ب‬ ٍ ‫ار اَل ٰ ٰي‬


ِ ۙ ‫ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ ِ َ‫ف الَّي ِْل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْي َخ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (QS. Ali 'Imran Ayat 190)

Anda mungkin juga menyukai