Anda di halaman 1dari 47

Prodi Pendidikan Agama Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam


Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

BAB I
ILMU PENDIDIKAN ISLAM:
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP BAHASAN, DAN URGENSINYA

A. Pendahuluan
Kesadaran akan perlunya pembenahan pendidikan umat Islam semakin
tumbuh dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya sejak pelaksanaan
Konferensi Dunia tentang Pendidikan Islam pada tahun 1977 di Makkah, Arab
Saudi. Hal itu terjadi seiring dengan pencanangan abad ke-15 Hijriah sebagai
abad kebangkitan umat Islam. Dari forum ini, para ulama dan tokoh pendidikan
Islam menyerukan pembenahan secara sungguh-sungguh keadaan umat Islam
melalui pendidikan. Dalam beberapa konferensi dan berbagai pertemuan
akademik yang dilaksanakan menyusul konperensi tersebut[1], dibicarakan
beberapa persoalan pendidikan yang dihadapi umat Islam dewasa ini serta
gagasan penyelesaiannya.
Seiring dengan itu, berbagai langkah operasional dan upaya konkrit pun
telah dirintis. Di Indonesia, misalnya, berbagai upaya dilakukan untuk
membenahi pendidikan umat Islam melalui penataan Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah serta modernisasi pondok-pondok pesantren. Lembaga-
lembaga ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan lulusannya untuk
melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih tinggi dan dengan program-program
spesialisai yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang
dihadapi umat Islam seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
moderen. Para lulusan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah tidak hanya
diharapkan untuk menjadi calon mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam yang
mengkhususkan diri pada kajian ilmu-ilmu keagamaan Islam, melainkan juga
untuk menjadi calon-calon pakar dalam berbagai bidang keahlian, seperti
ekonom, dokter, dan insinyur. Madrasah tidak lagi semata-mata sebagai lembaga
pendidikan keagamaan yang menghasilkan ulama dalam pengertian tradisional.
Program ini dirancang untuk melahirkan cendekiawan-cendekiawan yang
memiliki kepribadian Muslim yang tangguh dan kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang handal.
Di samping itu, upaya pembenahan tersebut juga terlihat pada penataan
kelembagaan dan kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam. Sejak beberapa
tahun terakhir ini, dibangun jurusan dan program studi seperti Ekonomi Islam,
Pemikiran Politik Islam, Pengembangan Masyarakat Islam, Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, IPA, Matematika, IPS, dan Kependidikan Islam. Melalui
lembaga ini, diharapkan terbentuk tenaga-tenaga profesional berkepribadian
Muslim yang menguasai dan ahli dalam bidangnya masing-masing. Seiring
dengan itu, terlihat pula usaha “Islamisasi” kurikulum, yaitu dengan masuknya

Ilmu Pendidikan Islam| 1


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

mata-mata kuliah yang berlabelkan Islam, seperti mata kuliah Ilmu Pendidikan
Islam[2] atau dengan memberi corak dan warna Islam terhadap bidang-bidang
pengetahuan yang selama ini dikenal sebagai ilmu-ilmu umum. Sehubungan
dengan ini, dikenal suatu upaya yang lebih populer dengan sebutan Islamisasi
Ilmu pengetahuan.  
Berkenaan dengan Ilmu Pendidikan Islam yang menjadi bahan kajian
dalam uraian ini, tampaknya, terdapat pandangan yang beragam tentang
pengertian dan ruang lingkup bahasannya sehingga sampai saat ini silabi dari
mata-mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam menunjukkan ketidak-jelasan sosoknya
Ketidak-jelasan itu semakin terlihat dengan adanya tumpang tindih yang cukup
berarti di antara masing-masing mata kuliah yang terkait. Sebagai akibatnya,
penyajian mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam dilakukan oleh para pengampunya
dengan cara dan tujuan yang mungkin juga tidak sama.
Oleh karena itu, penulis melihat bahwa masih diperlukan rumusan yang
jelas tentang sosok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam sehingga ia betul-betul
fungsional sebagai bagian integral dari kurikulum Fakultas Tarbiyah sebagai
lembaga pendidikan tenaga keguruan Islam. Sampai saat ini, belum ada atau
mungkin belum tersosialisasikan rumusan yang jelas tentang sosok dan misi dari
Ilmu Pendidikan Islam.[3] Menyadari bahwa pengetahuan ini merupakan satu
disiplin ilmu yang baru, maka melalui uraian berikut ini, penulis mencoba
menelusuri pengertian Ilmu Pendidikan Islam serta urgensinya bagi mahasiswa
di lembaga-lembaga pendidikan tenaga keguruan, khususnya Fakultas Tarbiyah
atau Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Diharapkan tulisan ini dapat menjadi
pengantar diskusi yang komprehensif sebagai upaya untuk menemukan sosok
yang jelas dari Ilmu Pendidikan Islam

B. Pengertian Ilmu Pendidikan Islam


            Dari beberapa literatur yang ada, terlihat bahwa para pemikir Pendidikan
Islam punya pandangan yang berbeda tentang pengertian Ilmu Pendidikan Islam.
Penggunaan ungkapan Ilmu Pendidikan Islam, setidaknya, dapat menimbulkan
dua pengertian, yaitu:
1.    Ilmu Pendidikan Islam dengan pengertian ilmu tentang Pendidikan Islam, yaitu
pengetahuan tentang bagaimana menjadi guru agama Islam di berbagai
lingkungan dan lembaga pendidikan.[4] Yang dituju dengan pengetahuan ini
adalah menjadikan seseorang sebagai pewaris dan pelanjut usaha Nabi sebagai
utusan Allah. Dalam pengertian ini, fokus kajiannya ialah pendidikan agama
Islam yang terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan proses pendidikan
tentang keimanan, syariat, dan akhlak. Objek kajiannya ialah teori dan praktik
pengajaran Agama Islam, yang biasanya meliputi pengajaran Akidah-Akhlak,
Quran-Hadis, Fikih, dan Sejarah Islam. Pengetahuan ini merupakan inti kajian
pada program studi/Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Tarbiyah

Ilmu Pendidikan Islam| 2


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

karena jurusan inilah yang bertugas untuk menyiapkan guru-guru bidang studi
Pendidikan Agama Islam.
2.    Ilmu Pendidikan Islam dengan pengertian ilmu pendidikan yang Islami atau
ilmu pendidikan dalam perspektif Islam. Dalam pengertian ini, fokus kajiannya
adalah ilmu pendidikan. Pembahasannya bertolak dari kerangka ilmu
pendidikan yang disoroti dari sudut pandang ajaran Islam. Masalahnya ialah
bagaimana konsepsi Islam tentang berbagai aspek dan komponen pendidikan
serta bagaimana teori dan praktik yang dipakai umat Islam dalam
menyelenggarakan pendidikan untuk bermacam-macam bidang pengetahuan
dan keahlian sepanjang sejarahnya. Yang dibahas di sini tidak hanya hal-hal yang
berkaitan dengan teori dan praktik pendidikan agama Islam sebagaimana
dikemukakan pada butir satu di atas. Objek kajian Ilmu Pendidikan Islam dalam
pengertian ini ialah butir-butir ajaran Islam yang mengatur dan berkaitan dengan
aspek-aspek dan komponen-komponen pendidikan serta berbagai persoalan yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di kalangan umat Islam. Ilmu
Pendidikan Islam dalam pengertian ini, tentu tidak hanya diperlukan oleh
mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, melainkan juga diperlukan oleh
para mahasiswa Fakultas Tarbiyah di berbagai jurusannya. Pengetahuan ini
penting bagi orang-orang yang bekerja dan terlibat dalam aktivitas pendidikan.
            Kedua pengertian Ilmu Pendidikan Islam seperti dikemukakan di atas
punya konsekuensi yang berbeda. Tentu saja, silabi dan masalah-masalah yang
dibahas pada pengertian yang pertama tidak sama dengan yang ada pada
pengertian kedua. Mengingat misi Fakultas Tarbiyah sebagai tempat pembinaan
tenaga kependidikan Muslim dalam berbagai bidangnya, penulis berpendapat
bahwa Ilmu Pendidikan Islam yang perlu diajarkan kepada seluruh mahasiswa
fakultas ini adalah Ilmu Pendidikan Islam dalam pengertian kedua, yaitu Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, bukan ilmu tentang pengajaran Agama Islam
karena tidak semua mahasiswa fakultas ini dipersiapkan untuk menjadi guru
agama. Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam mempunyai cakupan yang lebih
luas dan lebih mendasar dari pada ilmu tentang Pendidikan Agama Islam, yaitu
pengajaran bidang studi Pendidikan Agama Islam. Ilmu tentang Pendidikan
Agama Islam merupakan bagian dari pengetahuan yang dikembangkan di atas
landasan Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam.
            Untuk memahami pengertian Ilmu Pendidikan Islam dalam pengertian
yang dimaksud, lebih dahulu, ada baiknya dikemukakan pengertian Ilmu
Pendidikan secara umum karena ia akan memberikan kerangka acuan dan
wawasan untuk mengetahui ruang lingkup kajian Ilmu Pendidikan Islam.
            H.M. Said, seorang pakar dan guru besar Ilmu Pendidikan di IKIP Negeri
Jakarta, menyatakan bahwa Ilmu Pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri, yang mengkaji hakikat, persoalan, bentuk-bentuk, dan syarat-
syarat pendidikan.  Sementara rumusan lain menyatakan bahwa pedagogik atau

Ilmu Pendidikan Islam| 3


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

ilmu pendidikan merupakan ilmu pengetahuan tentang kompleks perbuatan


mendidik oleh orang dewasa terhadap manusia muda atau anak yang belum
dewasa, dan bagaimana perbuatan mendidik itu seharusnya dilakukan.
            Dari kedua definisi ini, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pendidikan adalah
suatu disiplin ilmu yang membicarakan secara sistematis hal-hal yang berkaitan
dengan berbagai masalah pendidikan. Pembahasan itu dilakukan, baik atas dasar
pengkajian terhadap filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh seseorang
atau kelompok orang maupun atas dasar pengamatan yang dilakukan terhadap
praktik yang terjadi di lapangan. Pembicaraan tentang pendidikan dapat
dilakukan dengan membahas konsep-konsep yang dijabarkan dari filsafat atau
pandangan hidup, termasuk di dalamnya ajaran agama yang dianut. Di dalam
pembicaraan ini, masalah yang muncul misalnya, bagaimana konsepsi ideal suatu
aliran filsafat tertentu tentang pendidikan, anak didik, pendidik, dan lain-lainnya.
Kajian ini bersifat filosofis-normatif. Hasil dari kajian ini dikenal juga dengan
pemikiran pendidikan berprinsip filosofis. Inilah yang menjadi inti kajian Filsafat
Pendidikan. Sementara itu, pembicaraan dapat juga didasarkan atas analisis
terhadap praktik atau eksperimen yang dilakukan oleh seseorang atau
masyarakat dalam melaksanakan pendidikan. Kajian ini bersifat empirik dan
historis. Hasilnya menjadi bahan utama dari kajian Sejarah Pendidikan, baik
sejarah pemikiran maupun sejarah kelembagaan.
            Selanjutnya, berkenaan dengan Ilmu Pendidikan Islam, ada beberapa
defenisi yang pernah dirumuskan oleh para penulis. Natawidjaja mengemukakan
bahwa Ilmu Pendidikan Islam ialah ilmu pendidikan yang berlandaskan, bernafaskan,
dan berisikan ajaran agama Islam. Oleh karena itu, lebih jauh, ia mengatakan bahwa
ilmu ini lebih tepat disebut Ilmu Pendidikan Islami. Senada dengan itu, Tafsir
menegaskan bahwa Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan
Islam, yaitu ilmu pendidikan yang berdasarkan Quran, Hadis, dan akal. Sementara itu,
Arifin mendefenisikan Ilmu Pendidikan Islam sebagai studi tentang sistem dan
proses kependidikan yang berdasarkan Islam, baik studi secara teoritis maupun praktis.
            Kendati ketiga rumusan yang dikutip di atas terlihat tidak sama, namun
semuanya dapat mengandung pengertian bahwa Ilmu Pendidikan Islam ialah
pengetahuan tentang berbagai persoalan pendidikan yang dihasilkan dari kajian
terhadap ajaran Islam, yaitu pengetahuan yang didasarkan pada agama Islam (al-
Quran dan al-Sunnah) atau pengetahuan mengenai praktik pendidikan yang
didasarkan atas ajaran Islam. Bertolak dari pemahaman tersebut dapat
disimpulkan bahwa Ilmu Pendidikan Islam ialah suatu disiplin pengetahuan yang
membicarakan masalah-masalah pendidikan dalam berbagai aspek dan bidangnya ditinjau
dari sudut pandang ajaran Islam, baik pembicaraan itu bersumber dari ajaran Islam dan
pemikiran cendekiawan Muslim maupun dari praktik pendidikan yang dilaksanakan oleh
para pendidik Muslim.

Ilmu Pendidikan Islam| 4


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Pendidikan Islam


           
Berdasarkan uraian di atas, tentunya dapat dipahami bahwa ruang
lingkup pembahasan Ilmu Pendidikan Islam mencakup aspek-aspek yang
menjadi objek kajian ilmu pendidikan pada umumnya. Pendidikan adalah upaya
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi
manusia lain agar ia tumbuh dengan baik dan memiliki kepribadian sebagaimana
diinginkan oleh pendidiknya. Pendidikan merupakan suatu sistem yang
mempunyai komponen-komponen atau unsur yang saling terkait antara satu
dengan lainnya.
Komponen utama yang menjadi rukun pendidikan adalah:
a. manusia yang akan dididik
b. manusia yang akan mendidik,
c. tujuan pendidikan, yaitu arah pertumbuhan atau bentuk kepribadian yang
diinginkan,
d. materi pendidikan, yaitu sesuatu yang diberikan kepada anak didik,
e. metode atau cara yang dipakai untuk memberikan materi pendidikan kepada
anak didik.
            Kelima komponen ini merupakan unsur pokok yang menjadi lapangan
kajian ilmu pendidikan. Pembicaraan yang utuh dan sistematis tentang
pendidikan mesti melibatkan kajian terhadap kelima unsur ini. Akan tetapi, di
samping kelima komponen yang merupakan unsur-unsur esensial ini, masih
banyak aspek lain yang juga perlu dibahas dalam pembicaraan tentang
pendidikan, seperti: penanggung jawab, lingkungan dan lembaga, sistem
evaluasi, administrasi dan manajemen, dan lain-lainnya. Komponen-komponen
inilah yang menjadi pokok bahasan dalam Ilmu Pendidikan Islam.
            Bertolak dari pengertian seperti dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar, pokok-pokok bahasan yang akan dibicarakan dalam
mata kuliah ini dapat disusun sbb.:
1. Pengertian, ruang lingkup bahasan, dan urgensi Ilmu Pendidikan Islam
2. Pengertian Fitrah dan fitrah manusia dalam perspektif Islam
3. Tujuan pendidikan dalam perspektif Islam
4. Materi Pendidikan dalam persepektif Islam
5. Metode pendidikan dalam perspektif Islam
6. Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan dalam perspektif Islam
7. Penanggung Jawab pendidikan dalam perspektif Islam
8. Kedudukan dan Fungsi guru dalam perspektif Islam
9. Lembaga pendidikan dalam perspektif Islam
10. Masalah-masalah pendidikan kontemporer ditinjau dari pandangan Islam.

Ilmu Pendidikan Islam| 5


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

D. Urgensi Ilmu Pendidikan Islam


            Pendidikan telah berlangsung sejak keberadaan manusia di atas dunia ini.
Setiap orang terkait dengan tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab
dalam mendidik, khususnya terhadap anggota keluarganya sendiri. Umumnya,
manusia melaksanakan tugasnya dalam mendidik berdasarkan atas pengalaman
dirinya sendiri atau pengalaman orang lain yang diamatinya. Tanpa bekal
pengetahuan yang sistematis pun, manusia tetap akan menunaikan kewajibannya
itu. Bahkan, mungkin saja banyak terjadi bahwa orang-orang yang tidak dibekali
secar formal dengan pengetahuan sistematis tentang pendidikan justru malah
lebih berhasil dalam mendidik dibanding mereka yang mempunyai bekal
tersebut.
            Fungsi utama Ilmu Pendidikan adalah sebagai pembimbing atau pedoman
bagi seseorang dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan Ilmu
Pendidikan, seorang pendidik akan bertindak dengan perencanaan yang matang
dan pelaksanaan yang efektif. Pengetahuan ini berfungsi sebagai pedoman yang
dapat membimbing dan mengarahkan para perencana dan pelaksana pendidikan
di berbagai lingkungan dan tingkatnya.
            Di sisi lain, Islam sebagai pedoman bagi manusia dalam segala
tindakannya juga membawa ajaran yang berkaitan dengan pendidikan. Islam
merupakan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan dalam berbagai
aspeknya, termasuk dalam melaksanakan pendidikan. Sehubungan dengan itu,
Ilmu Pendidikan Islam akan memberikan rumusan yang jelas tentang teori dan
praktik pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ilmu Pendidikan Islam
sangat diperlukan sebagai pedoman yang membimbing semua pihak, perorangan
ataupun kelompok, dalam melaksanakan tugasnya di bidang pendidikan.
Meskipun pendidikan tetap akan terlaksana tanpa membekali diri secara khusus
dengan Ilmu Pendidikan Islam, namun akan lebih baik dan lebih tepat bila
masing-masing memiliki pengetahuan tersebut.
            Secara khusus, pengetahuan tentang Ilmu Pendidikan Islam sangat
diperlukan oleh mereka yang berprofesi sebagai tenaga kependidikan. Mereka ini
dituntut untuk senantiasa menganalisis dan memecahkan masalah-masalah
pendidikan yang dihadapinya. Tenaga kependidikan, baik yang berperan sebagai
perencana maupun sebagai pelaksana dan pengawas, hanya mungkin dapat
melaksanakan tugasnya secara optimal jika berbekal pengetahuan yang memadai
tentang medan tugasnya itu. Dalam konteks inilah, mahasiswa Fakultas Tarbiyah
sebagai calon tenaga kependidikan Islam harus dibekali dengan pengetahuan
yang memadai tentang ajaran Islam tentang pendidikan.
            Penetapan Ilmu Pendidikan Islam dalam kurikulum Fakultas Tarbiyah
pada berbagai jurusannya di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam
dimaksudkan untuk menyiapkan para mahasiswanya menjadi tenaga

Ilmu Pendidikan Islam| 6


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

kependidikan Muslim yang profesional. Dengan penyajian mata kuliah ini,


diharapkan mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang konsepsi Islam
mengenai pendidikan serta keterampilan yang memadai dalam merancang,
mengelola, dan mengawasi pelaksanaan pendidikan yang sesuai dengan
tuntunan Islam. Para guru yang dihasilkan Fakultas Tarbiyah, apakah guru
bidang studi Pendidikan Agama Islam atau guru bidang-bidang studi lainnya
diharuskan untuk mengetahui teori-teori pendidikan. Demikian juga para
pegawai dan pejabat lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah, pondok
pesantren, dan lain-lain atau pegawai dan pejabat Departemen Agama yang
ditugaskan di bidang pendidikan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
memadai tentang Ilmu Pendidikan Islam.
            Islam sangat memperhatikan profesionalitas dalam setiap kegiatan. Nabi
pernah mengingatkan bahwa kegagalan, bahkan kehancuran, akan datang jika
suatu pekerjaan diserahkan kepada orang-orang yang tidak profesional, yaitu
mereka yang tidak memiliki keahlian di bidangnya. Profesionalitas tidak
mungkin tumbuh tanpa pembinaan secara baik dalam suatu proses
pembelajaran. 

Ilmu Pendidikan Islam| 7


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

BAB II
FITRAH MANUSIA
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pendahuluan
                Manusia, di samping sebagai pelaku atau subjek, juga merupakan objek
atau sasaran dari pendidikan. Manusialah yang menjadi bahan baku yang akan
dibentuk sesuai dengan keinginan pendidiknya. Para pendidik sebagai subjek
yang bertugas mengarahkan dan membimbing anak didiknya dituntut agar
memahami dan memiliki konsep yang jelas dan benar tentang hakikat dan
karakteristik manusia, baik hakikat dan karakteristik manusia yang akan dididik
maupun hakikat dan karakteristik manusia ideal yang dicita-citakan. Hal ini tak
ubahnya seperti pandai besi yang harus mengetahui hakikat dan karakteristik
besi yang akan ditempa dan dibentuk serta produk yang akan dihasilkannya.
Praktek pendidikan akan gagal atau berlangsung tanpa arah yang terkendali bila
diselenggarakan tanpa memperhatikan dan berdasarkan konsep yang jelas dan
benar mengenai manusia. Pelaksanaan pendidikan sangat ditentukan oleh
pandangan pelakunya tentang manusia itu sendiri.
                Salah satu persoalan pokok yang perlu diketahui tentang manusia
sebagai peserta didik ialah sifat-sifat dasar (pembawaan) yang dimiliki manusia
ketika ia dilahirkan. Dalam literatur Islam, masalah ini dibahas dengan
topik fithrah. Para ahli pendidikan sepakat menyatakan bahwa teori dalam
pendidikan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh pandangan tentang fitrah
manusia.[1] Pandangan atau konsepsi tentang fitrah manusia ini menjadi pangkal
tolak dari teori dan pelaksanaan pendidikan. Ia menentukan apakah pendidikan
diperlukan atau tidak, apakah pendidikan berguna atau tidak. Jika diperlukan,
aspek apa saja yang perlu ditumbuh-kembangkan dalam pendidikan serta
bagaimana melakukannya. Di dalam ilmu pendidikan dikenal beberapa aliran
mengenai fitrah manusia, seperti Nativisme, Empirisme, Naturalisme, dan
Konvergensi dengan pendapatnya masing-masing.
                Di dalam beberapa tulisan tentang konsepsi Islam mengenai manusia,
dikemukakan bahwa kekhususan dan inti pandangan Islam terletak pada
kata fithrah. Pendapat ini seakan-akan menyatakan bahwa kata fitrah sudah

Ilmu Pendidikan Islam| 8


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

cukup jelas untuk menggambarkan hakikat dan karakteristik manusia menurut


pandangan Islam. Seiring dengan itu, kata fitrah lalu diberi arti suci, potensi-
potensi baik, Islam, dan lain-lain.[2] Boleh jadi, semua kata ini merupakan beberapa
aspek penting dari fitrah manusia menurut pandangan Islam. Namun, kajian
lebih cermat tentang kata fitrah menunjukkan bahwa pemahaman seperti ini
belum memberikan gambaran yang sesungguhnya. Bahkan, pengertian seperti itu
dapat berpengaruh kurang baik bagi penyelenggaraan pendidikan, baik pada
tataran konsep maupun dalam prakteknya. Di samping itu, secara etimologis,
juga tidak ada kaitan langsung antara kata fitrah dengan kata suci, potensi, Islam,
dan lain-lain.
                Bertolak dari kenyataan di atas, tulisan ini disusun untuk menjelaskan
makna kata fitrah serta pandangan Islam tentang fitrah manusia dan
implikasinya dalam pendidikan.

B. Pengertian kata fithrah
                Secara etimologis, kata fithrah berarti al-khalq atau al-ibda’, penciptaan,
yaitu suatu penciptaan yang belum ada contohnya. Kata ini dipakai untuk
mengungkapkan penciptaan sesuatu yang sama sekali baru, belum ada contoh
dan model yang dijadikan sebagai acuan. Bentuk fithrah merupakan bentuk
masdar dari kata fathara yang berarti menciptakan. Di dalam al-Quran, terdapat
beberapa ayat yang mema-kai kata fathara atau derivasinya seperti fathir. Di
antaranya:
) 79 ‫ ( األنعام‬... ‫إنى وجهت وجهي للذى فطر السموات واألرض حنيفا‬
) 1 ‫( فاطر‬  ... ‫الحمد هلل فاطر السموات واألرض جاعل المالئكة رسال‬
Kata fathara dan fathir dalam kedua ayat ini, masing-masing
berarti menciptakan dan pencipta. Dari kedua ayat ini dapat dipahami bahwa
pencipta langit dan bumi adalah Allah. Dialah yang menciptakan langit dan bumi
tanpa mencontoh model apapun yang pernah ada sebelumnya.
                Dalam bahasa Arab, bentuk masdar yang berpola fi`lah mengandung arti
keadaan atau jenis perbuatan. Misalnya dalam kalimat seperti: ‫ة‬ ‫جلس ت جلس‬
‫زيد‬ Kata jilsat dalam ungkapan ini berarti duduk seperti atau bagaikan sehingga
kalimat itu selengkapnya berarti “Saya duduk seperti duduk Zaid”. Seiring

Ilmu Pendidikan Islam| 9


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

dengan pengertian itu, Luwais Ma`luf dalam kitabnya al-Munjid mengemukakan


bahwa fithrat adalah:  
 ‫الصفة الىت يتصف هبا كل موجود فىأول زمان خلقته‬
"sifat yang dimiliki oleh setiap mawjud (ciptaan) pada awal penciptaannya”. 
Jadi, fitrah manusia berarti sifat atau keadaan manusia ketika ia dilahirkan
ibunya. Ibn al-Atsir dalam kitab al-Nihayat, seperti dikutip Muthahhari,
mengatakan bahwa fitrah adalah keadaan yang dihasilkan dari
penciptaan. Muthahhari mengomentari lebih lanjut bahwa fitrah merupakan
bawaan alami, yaitu sesuatu yang melekat dalam diri manusia, bukan sesuatu
yang diperoleh melalui usaha. Hanya saja, ungkapan fitrah digunakan biasanya
khusus untuk manusia.
                Sesuai dengan pengertian ini, Muhammad bin Asyur, seperti dikutip
HM. Quraish Shihab, mendefinisikan fitrah dengan ungkapan : ‫اهلل‬ ‫النظام الذى أوجده‬
‫فىكل خملوق‬  (... tatanan yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk... ). Dari rumusan
ini, dapat dipahami bahwa fitrah dari sesuatu adalah tatanan dari seluruh unsur
atau komponen yang membentuk suatu wujud tertentu.          Berdasar pengertian
ini, dapat ditegaskan bahwa pembicaraan tentang fitrah manusia mencakup
pembahasan mengenai unsur-unsur yang membentuk wujud manusia beserta
sifat dan kondisinya masing-masing. Dengan kata lain, dalam pembicaraan ini
perlu diketahui unsur-unsur dan perangkat yang dimiliki manusia serta kondisi
dan sifat masing-masing unsur tersebut ketika manusia dilahirkan atau di awal
keberadaannya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa fitrah
adalah keseluruhan unsur bawaan yang dimiliki manusia dengan segala sifat yang
melekat padanya.
                Ungkapan fitrah belum memberikan gambaran yang definitif tentang
keadaan dan sifat manusia ketika ia dilahirkan ibunya. Fitrah bukan kata sifat
yang dapat menjelaskan secara langsung hakikat dan karakteristik manusia pada
saat ia dilahirkan.
                Timbulnya pemahaman seolah-olah fitrah merupakan kata sifat yang
berarti suci, tampaknya, merupakan akibat dari pemahaman terhadap hadis yang
berbunyi:
‫كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أوميجسانه‬

Ilmu Pendidikan Islam| 10


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Hadis ini menegaskan bahwa setiap anak manusia terlahir ‘ala al-fithrat. Kedua


orang tuanyalah yang akan menentukan apakah ia akan menjadi Yahudi, Nasrani
atau Majusi. Tidak dapat dielakkan bahwa kesan yang timbul seakan-akan anak
tersebut dalam keadaan Islam dan akan tetap dalam keadaan seperti itu bilamana
orang tuanya tidak mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Dalam
hadis ini, dinyatakan bahwa perubahan fithrah adalah tanggung jawab orang
tuanya dan perubahan itu hanya ke arah Yahudi, Nasrani, dan Majusi, yaitu tiga
agama yang menyimpang, yang sesat, yang sudah tidak suci. Hadis ini tidak
menyebutkan secara eksplisit, apakah anak itu juga perlu diubah agar menjadi
Muslim oleh orang tuanya. Seakan-akan dengan demikian, jika orang tua tidak
membawa ke arah yang negatif, niscaya anaknya akan otomatis berada dalam
kesucian atau Islam. Masalahnya ialah apakah betul anak tersebut otomatis akan
tetap baik atau suci bila orang tuanya tidak membuatnya menjadi jahat. Apakah
orang tua tidak harus proaktif untuk membentuknya menjadi baik? Apakah Islam
mendukung pendapat J.J. Rousseau yang menganut paham Naturalisme, yaitu
suatu paham yang menyatakan bahwa anak manusia tidak perlu dididik. Malah
berbagai pengaruh yang diberikan kepada anak akan menjadikannya jahat. Oleh
karena itu, serahkan ia kepada alam dan biarkan ia tumbuh sendiri tanpa
pengaruh. Demikian Naturalisme.
                Ungkapan manusia dilahirkan dalam keadaan suci sebagai terjemahan
kata fitrah kurang tepat. Agaknya, ungkapan itu lebih tepat diterjemahkan
dengan pernyataan bahwa setiap anak dilahirkan dalam suatu kondisi tertentu
sesuai dengan program Allah.  Hal itu tak ubahnya seperti kertas yang dibuat
sebagai alat tulis. Penggunaan kertas untuk tujuan lain adalah penyimpangan,
tidak sesuai dengan tujuan dan rencana pembuatnya. Melalui sabdanya ini,
sesungguhnya, Nabi mengingatkan bahwa orang tua mempunyai tanggung
jawab bila anak-anak yang mereka lahirkan kemudian menyimpang dari
program yang telah dicanangkan Allah. Tentu saja sebaliknya, keberhasilan orang
tua untuk membina anaknya sesuai dengan rancangan Allah merupakan amal
saleh yang layak mendatangkan pahala bagi mereka. Hal ini erat kaitannya
dengan hadis yang menyatakan bahwa anak yang saleh merupakan salah satu
investasi orang tua yang keuntungannya masih akan didapatkannya meskipun
mereka telah wafat.

Ilmu Pendidikan Islam| 11


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

                Pada sisi lain, pemaknaan fitrah dengan Islam sering dirujukkan kepada
ayat 30 surah al-Rum.  Dalam pengertian ini, dikatakan bahwa manusia terlahir
dalam keadaan Islam. Namun, perlu diingat bahwa ayat itu, sesuai dengan
konteksnya, tidak berbicara tentang manusia, melainkan tentang Islam sebagai
agama yang diturunkan Allah untuk pedoman hidup manusia.
                Sesungguhnya, misi utama ayat ini ialah menjelaskan bahwa Islam
diciptakan oleh Allah sesuai dengan hakikat dan karakteristik manusia yang akan
menggunakannya agar manusia betul-betul dapat melaksanakan tugas hidupnya
sesuai dengan tujuan penciptaannya. Sesungguhnya, ayat ini mempertanyakan
kenapa manusia menolak Islam. Padahal, hanya Islam satu-satunya agama yang
sesuai dengan fitrah manusia.
 Hanya dengan Islam, manusia akan dapat merealisasikan makna
eksistensialnya secara benar sesuai dengan kehendak Tuhan yang
menciptakannya. Tanpa Islam, mungkin saja manusia bisa hidup. Bahkan,
mungkin saja, ia merasa senang. Namun, kehidupannya itu tidak berjalan sesuai
dengan kehendak Allah. Tidak ada aturan Islam yang tidak sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan manusia, apalagi, yang mencelakakannya. Sementara itu,
ajaran lain yang dianut oleh banyak orang tidak sesuai, bahkan bertentangan
dengan fitrahnya. Bila ingin bicara tentang fitrah manusia berdasarkan ayat ini,
maka diperlukan pemahaman terhadap keseluruhan sifat dan karakter ajaran
Islam. 
                Pemakaian kata fitrah tampaknya lebih tepat bila digunakan dalam
ungkapan fitrah manusia menurut ajaran Islam ialah...atau fitrah manusia menurut
ajaran Kristen ialah..., dan lain-lain. Sebaliknya, kurang tepat bila dikatakan
”menurut Islam, manusia lahir dalam keadaan fitrah dan menurut Kristen tidak”.
Dengan demikian, pembicaraan tentang fitrah manusia dapat disoroti
dari berbagai paham agama dan filsafat. Tiap ajaran agama atau filsafat memiliki
pandangan tersendiri tentang fitrah manusia. Dalam hal ini, keistimewaan
pandangan Islam tidak terletak pada pemakaian kata fitrah itu sendiri, melainkan
pada muatan yang terkandung di dalamnya. Islam memberikan gambaran yang
tepat dan benar mengenai berbagai sifat yang dimiliki manusia ketika ia hadir di
dunia ini.
                Pembicaraan tentang fitrah manusia melibatkan pembahasan tentang
berbagai aspek yang terkait dengan manusia itu sendiri ketika ia diciptakan, baik

Ilmu Pendidikan Islam| 12


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

aspek yang terkait dengan fisik maupun dengan psikisnya. Pembahasan tersebut
mencakup keseluruhan hakikat, karakter, dan makna eksistensial manusia.
Kesucian boleh jadi merupakan salah satu aspek penting berkenaan dengan
konsepsi Islam tentang fitrah manusia. Namun, masih banyak aspek lain yang
perlu dijelaskan untuk menggambarkan keadaan manusia ketika diciptakan.
               
C. Fitrah Manusia Dalam Pandangan Islam
                Berdasarkan pemahaman di atas serta merujuk al-Quran dan al-Hadits,
fitrah manusia menurut ajaran Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Manusia adalah makhluk psiko-fisik yang memiliki jiwa dan tubuh. Dari
berbagai ayat al-Quran dapat diketahui bahwa jati diri manusia adalah
makhluk psiko-fisik, yaitu suatu makhluk yang eksistensinya terdiri atas
unsur jiwa (ruh) dan fisik (jasad). Gabungan kedua unsur inilah yang
mewujud menjadi manusia. Di antara ayat yang mendukung pernyataan ini
ialah:
– ‫مث جعل نسله من ساللة من ماء مهني‬ - ‫الذي أحسن كل شيئ خلقه وبدأ خلق اإلنسان من طني‬
) 9-7 ‫(السجدة‬  - ‫مث سواه ونفخ فيه من روحه وجعل لكم السمع واألبصار واألفئدة قليال ما تشكرون‬
Ayat ini menegaskan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah (thin).
Kemudian generasi selanjutnya berkembang biak dengan unsur sulalat min
ma` mahin, air mani. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur fisik.
Di samping itu, Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam unsur fisik tersebut.
Setelah bentuk fisik diisi dengan ruh, terbentuklah suatu jenis makhluk yang
khas, yaitu manusia. Keberadaan kedua unsur ini, fisik dan ruh,
meniscayakan keberadaan sifat-sifat keduanya pada manusia di samping
sifat-sifat yang timbul dari gabungan keduanya.
2.      Sifat-sifat jasmani (al-fithrat al-jismiah)
Tubuh manusia merupakan alam materi yang memiliki sifat-sifat fisika. Ia
tersusun dari 4 unsur yang membentuk alam materi, yaitu tanah, air, udara,
dan api. Para filosof Muslim, seperti Ikhwan al-Shafa` mengemukakan
bahwa perimbangan komposisi keempat unsur ini ikut mempengaruhi sifat-
sifat manusia.
Tubuh manusia terdiri atas bagian-bagian dan anggota-anggota yang
masing-masing mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Penataan

Ilmu Pendidikan Islam| 13


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

masing-masing bagian dan anggota ini sangat proporsional sehingga


semuanya dapat memberikan andil yang optimal bagi kesempurnaan fisik
manusia serta fungsionalisasi dari masing-masing bagiannya. Kenyataan
inilah yang digambarkan al-Quran surah al-Tin ayat 4 yang
berbunyi: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
terbaik (fi ahsani taqwim).
Bentuk dan tatanan bagian dan anggota fisik manusia dirancang sedemikian
rupa agar manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang dibebankan
kepadanya. Hanya saja, ketika manusia diciptakan (dilahirkan), kondisi dari
masing-masing bagian ini masih dalam keadaan lemah dan bersifat
potensial. Hal ini dapat diketahui dari al-Quran surah al-Rum ayat 54 dan
surah al-Nisa` ayat 38.
3.   Sifat-sifat Jiwa (al-fithrat al-ruhiyyat)
Jiwa merupakan inti hakikat manusia. Unsur inilah yang mendapat tugas
sebagai khalifah Allah di bumi. Unsur ini pula yang bertanggung jawab atas
segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Hanya saja, sangat
disayangkan, unsur ini menjadi bagian yang penuh misteri.
Di dalam al-Quran dinyatakan bahwa jiwa manusia berasal dari ruh Tuhan
(min ruhih)  Di samping itu, para ulama juga menyimpulkan bahwa unsur ini
pula yang telah melakukan perjanjian dengan sang Pencipta sebelum ia
digabungkan dengan tubuh.  Berdasar ini semua, tentu saja tidak mungkin
manusia diciptakan dalam keadaan sesat dan berdosa seperti dipahami
sebagian  orang.
Itu pula sebabnya sebagian pakar berpendapt bahwa manusia diciptakan
dalam keadaan bertauhid, Islam, dan suci. Akan tetapi, pendapat ini hanya
benar sepanjang manusia hanya dilihat dari sisi ruh asalnya. Para pemikir
Muslim sepakat bahwa makhluk yang bernama manusia tidak hanya terdiri
atas ruh semata, melainkan juga ada unsur fisik. Kondisi ruh ketika anak
manusia dilahirkan, setelah bergabung dengan tubuh, tidak memiliki
kesadaran akan amanah dan janjinya itu. Unifikasinya dengan tubuh
material mengakibatkan ruh terhalang untuk mengetahui dan menyadari
janjinya dengan Tuhan. Al-Quran menegaskan:
) 78 ‫النحل‬ ( ‫واهلل أخرجكم من بطون أمهاتكم التعلمون شيئا‬

Ilmu Pendidikan Islam| 14


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

4. Sifat-sifat Psiko-Fisik (al-fithrat al-nafsaniyyat)


Yang dimaksud dengan nafs (diri) adalah suatu hakikat yang terbentuk
setelah unifikasi unsur fisik dan jiwa. Nafs tidak sama dengan ruh yang
menjadi rahasia kehidupan dan juga tidak sama dengan jasad
(tubuh)material yang bisa diobservasi.
Dengan demikian fitrah nafsaniah adalah keadaan dan sifat dari gabungan
ruh dan fisik.Ia bukan merupakan keadaan dan sifat unsur ruh semata
seperti yang telah dikemukakan di atas, melainkan keadaan dan sifat ruh
yang telah menyatu dengan tubuh. Juga bukan keadaan dan sifat unsur fisik
semata, tetapi kondisi dan sifat unsur fisik yang telah dimasuki ruh.
Di antara gambaran al-Quran tentang fitrah nafsani dapat dikemukakan
sbb.:
a. Lemah. Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun psikis
sebagaimana dinyatakan al-Quran: ‫ضعيفا‬ ‫خلق اإلنسان‬
b. Memiliki potensi untuk melakukan berbagai pekerjaan fisik. Meskipun
manusia terlahir dalam keadaan lemah, tidak berdaya sama sekali[21],
namun ia dapat tumbuh menjadi kuat untuk melakukan bermacam-
macam tindakan fisik setelah melalui proses pertumbuhan dan
perkembangan. Tuntutan agar manusia mewujudkan kemakmuran di
bumi dan tidak melakukan kerusakan menunjukkan bahwa manusia dapat
melakukan tindakan-tindakan positif atau negatif.
c. Bodoh dalam pengertian tidak memiliki pengetahuan tentang apa pun. Al-
Quran menegaskan: ) 78 ‫النحل‬ (  ‫واهلل أخرجكم من بطون أمهاتكم التعلمون شيئا‬ 
d. Memiliki potensi untuk berpengetahuan. Seiring dengan pernyataan di
atas, manusia diciptakan dalam keadaan berpotensi untuk
berpengetahuan. Ada 3 perangkat yang diberikan Allah untuk keperluan
itu, yaitu: pendengaran (al-sam’), penglihatan (al-bashar), dan jantung-hati
(al-af`idat).
e. Memiliki kebebasan dalam bertindak dan bersikap. Manusia lahir dengan
potensi yang memungkinkan ia dapat menentukan pilihan terhadap
semua tindakan yang akan dilakukannya. Manusia diberi kebebasan untuk

Ilmu Pendidikan Islam| 15


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

memilih apakah ia akan menjadi beriman atau kafir. Perhatikan ayat al-
Quran seperti: ...  ) 29 ‫الكهف‬ ( ... ‫فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر‬
f. Bersifat netral dalam arti berpotensi untuk menjadi baik dan jahat karena
ke dalam diri manusia telah diilhamkan potensi kejahatan (fujur) dan
potensi ketakwaan. Dalam hal ini, al-Quran menyatakan: + ‫ونفس وما سواها‬
) 8 - 7 ‫الشمس‬ ( + ‫فأهلمهافجورها وتقواها‬
Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya. Hal ini menunjukkan
bahwa manusia pasti berpotensi untuk menjadi baik. Akan tetapi, perlu pula
diingat bahwa di balik itu, manusia juga berpotensi untuk menjadi jahat. Unsur
fisik yang senantiasa berada dalam keadaan al-kawn wa al-fasad berpotensi untuk
mendominasi unsur jiwa yang bersifat ilahi. Bila unsur fisik dominan, niscaya
kejahatan menjadi aktual. Idealnya, unsur jiwa mesti dominan atas unsur fisik.
Seiring dengan keterangan ini, pemaknaan fitrah
dengan potensi apalagi potensi baik, lagi-lagi, kurang tepat. Fitrah berarti bersifat
potensial, yaitu potensial untuk menjadi baik maupun menjadi tidak baik.

D. Implikasi Edukatif Pandangan Islam tentang Fitrah Manusia


                Bertolak dari uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa implikasi
edukatif dari pandangan Islam tentang fitrah manusia sbb.:
1. Pendidikan merupakan suatu keniscayaan (keharusan) bagi setiap anak
manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan mungkin berfungsi
sebagaimana yang diharapkan oleh Sang Pencipta.
2. Pendidikan mesti dilaksanakan sejak manusia itu belum lahir karena, baik
secara fisik maupun psikis, fitrah manusia sangat dipengaruhi dan
ditentukan oleh berbagai faktor yang muncul jauh sebelum ia dilahirkan.
Kelengkapan unsur dan kesempurnaan manusia ketika ia dilahirkan,
khususnya dari segi fisik, bergantung pada kondisi sperma dan telur yang
dihasilkan kedua orang tuanya, serta situasi dan kondisi ketika proses
pembuahan dan kehamilan berlangsung. Justru itu, Islam mengatur
beberapa hal yang terkait dengan periode ini.

Ilmu Pendidikan Islam| 16


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

3. Pendidikan harus diarahkan untuk membentuk manusia yang dapat


melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi karena
manusia diciptakan untuk tujuan tersebut.
4. Pendidikan, pada hakikatnya, adalah usaha untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi baik yang dimiliki dan mengendalikan berbagai potensi
tidak baik yang ada pada manusia. Pendidikan dilakukan untuk
menumbuh-kembangkan unsur-unsur fisik dengan anggota-anggota
tubuhnya agar menjadi sehat dan kuat serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan yang memungkinkan manusia dapat menciptakan karya-
karya kreatif untuk mewujudkan kemakmuran di bumi seperti yang
diharapkan Allah swt.
5. Seiring dengan itu, pendidikan diharapkan dapat membentuk pribadi
yang tahu diri dan mampu mengendalikan berbagai aktivitas dan
prilakunya sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Ilmu Pendidikan Islam| 17


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

BAB III
TUJUAN PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pendahuluan
                Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dilakukan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. Dilihat dari sisi pelakunya, pendidikan merupakan suatu
upaya untuk mengubah manusia dari suatu kondisi tertentu menjadi manusia
yang memiliki suatu bentuk kepribadian tertentu. Sementara itu, dilihat dari sisi
anak didiknya, pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu manusia
dalam mencapai tujuan hidupnya.
                Perumusan tujuan menjadi salah satu masalah pokok dalam pendidikan.
Rumusan tujuan menjadi pembimbing dan pemberi arah bagi aktivitas
pendidikan. Tanpa rumusan yang jelas tentang tujuannya, perbuatan mendidik
menjadi tidak terarah. Di samping itu, rumusan tujuan tersebut juga akan
menjadi tolok ukur dalam mengevaluasi hasil pelaksanaan pendidikan yang telah
diselenggarakan. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh seberapa jauh aspek-
aspek dan indikator yang ada dalam rumusan tujuan telah tercapai.
                Tujuan pendidikan merupakan suatu keadaan ideal (das sollen) yang
hendak diwujudkan pada anak didik melalui aktivitas pendidikan. Rumusan
tujuan pendidikan berkaitan langsung dengan masalah norma atau pandangan
hidup yang merupakan masalah filsafat, khususnya filsafat tentang manusia.
Bentuk kepribadian yang diidealkan tersebut bergantung pada filsafat hidup
masyarakat atau pribadi yang bersangkutan. Ia identik dengan tujuan hidup
manusia menurut pandangan paham tertentu. Perbedaan pandangan tentang
manusia ideal yang dicita-citakan meniscayakan perbedaan rumusan tentang
tujuan pendidikan.
                Masing-masing masyarakat, bahkan masing-masing individu, memiliki
pandangan tersendiri tentang manusia ideal yang diinginkannya. Mereka
memiliki kriteria yang berbeda tentang manusia yang baik. Mungkin saja, suatu
masyarakat memandang bahwa manusia yang baik adalah mereka yang
mempunyai fisik yang kuat atau memiliki kemampuan intelektual yang tinggi.
Sementara yang lain mungkin ada yang berpendapat bahwa manusia yang baik
adalah mereka yang dapat menciptakan lapangan kerja atau menghasilkan uang

Ilmu Pendidikan Islam| 18


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

yang banyak. Dengan demikian, tujuan pendidikan sudah pasti akan berbeda
pada setiap kelompok masyarakat sesuai dengan filsafat dan pandangan hidup
yang mereka anut.
                Berkenaan dengan masalah tersebut, menarik untuk diperhatikan bahwa
meskipun sumber ajaran Islam hanya satu, namun berbagai literatur mengenai
pendidikan Islam mengemukakan bermacam-mcam rumusan tentang tujuan
pendidikan dalam perspektif Islam seperti membentuk manusia yang baik, bertakwa,
berakhlak mulia, berkepribadian Muslim, insan kamil, dan lain-lain.  Jika dicermati
lebih jauh, semua ungkapan ini bersifat terlalu umum karena belum
menggambarkan indikator dan kriteria yang jelas sehingga tidak mudah untuk
dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pendidikan. Di samping
itu, rumusan ini juga dapat disorot dari kerangka berpikir yang dijadikan acuan
pengambilannya karena al-Quran dan al-Hadits tidak memuat pernyataan
eksplisit mengenai tujuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan didasarkan
atas tujuan hidup manusia.
                Berdasarkan kerangka berpikir seperti dikemukakan di atas, perlu dikaji
kembali rumusan yang tepat mengenai tujuan pendidik-an dalam perspekti
Islam, yaitu suatu rumusan yang mengacu pada al-Quran dan al-Sunnah. Untuk
itu, dalam tulisan ini akan dikemukakan secara berturut-turut uraian tentang
konsepsi Islam tentang manusia, tujuan hidup dan makna eksistensial manusia,
rumusan tujuan akhir pendidikan, serta spesifikasi dari rumusan tujuan akhir
tersebut.

B. Konsepsi Islam tentang Manusia


1. Hakikat Manusia
                Berdasarkan ayat al-Quran, dapat di-ketahui bahwa Islam secara tegas
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk atau ciptaan Tuhan. Inilah inti
pokok kandungan ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Manusia bukanlah sesuatu yang ada dengan sendirinya. Ia diciptakan oleh Tuhan
dengan tujuan yang telah ditentukan sendiri oleh penciptanya itu.
                Manusia adalah makhluk psiko-fisik, yaitu makhluk yang wujudnya
merupakan gabungan unsur jiwa yang bersifat immateri dan tubuh yang bersifat
materi.  Unsur fisik merupakan alam materi yang padanya berlaku hukum-
hukum fisika sebagaimana berlaku pada benda-benda alam lainnya. Ia tersusun

Ilmu Pendidikan Islam| 19


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

dari unsur-unsur api, air, tanah, dan udara, yang senantiasa berada dalam proses
tumbuh, berkembang, dan hancur sesuai dengan prinsip-prinsip hukum fisika.
Al-Quran menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah (turab, thin, ardh,
dst.) atau dari air yang hina (ma` mahin) dan dari segumpal darah (‘alaq). Tubuh
manusia terdiri atas bagian-bagian yang memiliki fungsi dan tugas masing-
masing.
                Sementara itu, unsur jiwa bukanlah alam materi. Padanya tidak berlaku
hukum-hukum fisika seperti yang berlaku pada unsur fisiknya. Unsur inilah yang
membuat badan menjadi hidup, bergerak, dan melakukan berbagai aktivitas. Jiwa
manusia tidak akan hancur seperti halnya badan. Unsur jiwa ini pulalah yang
akan mempertanggung-jawabkan segala tingkah laku dan perbuatan manusia
kelak di akhirat.
                Kedua unsur, fisik dan jiwa, ini mempunyai peran yang sama-sama
penting bagi manusia dalam melaksanakan tugas hidupnya. Tanpa ruh, tubuh
manusia hanya tumpukan tulang dan daging yang tidak berarti. Begitu pula,
tanpa tubuh, jiwa tidak akan dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya. Tingkah laku dan perbuatan manusia adalah hasil dari
interaksi kedua unsur tersebut. Keduanya merupakan dwi tunggal yang
mewujudkan suatu pribadi yang utuh selama manusia menjalani kehidupannya.
Keberhasilan manusia dalam menjalankan tugas hidupnya sangat bergantung
pada kemampuan kedua unsur ini dalam memainkan peran dan fungsinya.

2. Tujuan Hidup dan Makna Eksistensial Manusia


                Untuk memahami tujuan hidup dan makna eksistensial manusia, ada
beberapa ayat al-Quran yang perlu dicermati. Di antaranya:
a. Surah al-Ahzab ayat 72 yang berbunyi:
‫إنا عرضنا األمانة علي السموات واألرض واجلبال فأبني أن حيملنها وأشفقن منها ومحلها اإلنسان إنه كان‬
) 72 ‫( األحزاب‬  ‫ظلوما جهوال‬
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menawar-kan suatu amanah kepada langit,
bumi, dan gunung-gunung. Lalu, mereka enggan untuk menerima serta menolaknya.
Lantas manusia bersedia memikulnya. Sungguh manusia itu aniaya lagi bodoh.

Ilmu Pendidikan Islam| 20


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Ayat ini menyatakan bahwa Allah swt. telah membebani manusia dengan
suatu amanah yang mesti dipertanggung jawabkan pelaksa-naannya, yaitu
suatu amanah yang tidak dapat diemban oleh makhluk lain seperti langit,
bumi, dan gunung.
b. Surah al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi:
) 56 ‫( الذا ريات‬  ‫إال ليعبدون‬  ‫وما خلقت اجلن واإلنس‬
Artinya: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi
kepada-Ku.

Seiring dengan ayat di atas, ayat ini menyatakan dengan tegas bahwa tujuan
Allah menciptakan dua jenis makhluk-Nya, jin dan manusia, adalah untuk
melaksanakan tugas-tugas pengabdian kepada-Nya. Dengan demikian, tujuan
hidup manusia adalah mengabdi kepada Allah yang telah menciptakannya.
Adalah wajar bila Allah sebagai pencipta menetapkan apa yang diinginkan-
Nya dengan penciptaan manusia. Bukanlah hak manusia sebagai makhluk
untuk menentukan tujuan hidupnya.
c. Surah al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi:
) 30 ‫ ( البقرة‬... ‫وإذ قال ربك للمال ئكة إنى جاعل فى األرض خليفة‬

Artinya: Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat: “Sesungguhnya


Aku akan menjadikan khalifah di bumi”.

Dari ayat ini, dapat disimpulkan bahwa kedudukan dan tugas manusia adalah
sebagai khalifah atau wakil Allah di bumi. Khalifah berarti berarti pengganti,
wakil, atau perpanjangan tangan Allah yang dituntut untuk melaksanakan
tugas-tugas ilahiah di bumi.  Sebagai khalifah Allah, tentu saja, manusia
dituntut agar mengetahui dan memiliki sifat-sifat positif yang dimiliki Allah.
Dalam pengertian inilah, Ikhwan al-Shafa`, kelompok pemikir Muslim zaman
Klasik, menyatakan bahwa manusia sebagai wakil Allah dituntut untuk
mengidentifikasi dirinya dengan Allah (tasyabbuh bil-ilah), yaitu dengan
memiliki sifat-sifat mulia yang dipunyai Allah serta melakukan berbagai
perbuatan dan pekerjaan ilahiah.

Ilmu Pendidikan Islam| 21


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Berdasarkan ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui


bahwa amanah yang dipikulkan oleh Allah swt. kepada manusia ialah melakukan
pengabdian kepada-Nya sebagai khalifah atau wakil-Nya. Tentu saja, akan timbul
pertanyaan lebih lanjut tentang bentuk dan tata cara pelaksanaan tugas-tugas
kekhalifahan yang dimaksud. Untuk memahami tugas-tugas manusia sebagai
khalifah, masing-masing manusia perlu mempelajari dan memahami ajaran
agama yang telah diberikan Allah. Di antara pernyataan al-Quran yang pantas
disimak berkenaan dengan masalah ini ialah:
( 61 ‫هود‬ ) .... ‫هوأنشأكم من األرض واستعمركم فيها‬
Artinya: Dialah yang menciptakan kamu dari tanah dan meminta agar kamu
menciptakan kemakmuran pada-nya.

Ayat ini mengatakan bahwa Allah sebagai pencipta berharap agar manusia
dapat mewujudkan dan memelihara kemakmuran di bumi. Tugas utama dari
keberadaan manusia adalah bekerja secara sungguh-sungguh dengan
memanfaatkan segala pemberian Allah swt. untuk menunaikan amanah yang
dibebankan oleh Allah swt. kepadanya, yaitu dengan melakukan berbagai bentuk
perbuatan baik (‘amal shalih) yang dapat menciptakan dan memelihara
kemakmuran alam semesta selama ia hidup di bumi ini.[10] Inilah makna
kehidupan manusia. Justru itu, keberhasilan manusia dalam menjalankan
tugasnya bergantung pada sejauh mana ia berhasil menciptakan karya-karya
positif (‘amal shalih ). 
Pelaksanaan tugas inilah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya serta memberikan tempat yang sangat terhormat di sisi Allah
sebagaimana dinyatakan dalam al-Quran:
‫ولقد كرمنابىن ادم ومحلناهم فىالرب والبحر ورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثري ممن خلقنا‬
( 70 ‫اإلسراء‬ )  ‫تفضيال‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak keturunan Adam (manusia).
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan (untuk hidup dan mencari rezki). Kami beri
mereka rezki yang baik-baik, dan berikan kedudukan yang lebih utama kepada mereka
dibanding makhluk lainnya.

Ilmu Pendidikan Islam| 22


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

C. Tujuan Akhir Pendidikan


                Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir
(ultimate goals, dapat juga disebut tujuan umum) pendidikan menurut pandangan
Islam ialah untuk membentuk manusia agar dapat berperan sebagai hamba dan khalifah
Allah. Manusia ideal dalam pandangan Islam adalah manusia yang dapat
menempatkan dirinya sebagai khalifah atau wakil Allah yang selalu
mengabdikan dirinya untuk kepentingan Tuhannya. Manusia seperti itulah yang
perlu dibentuk melalui pendidikan. 
                Pembentukan manusia sebagai hamba Allah meniscayakan terwujudnya
pribadi-pribadi yang senantiasa mematuhi semua aturan dan ketentuan Allah
sebagaimana telah ditetapkan di dalam ajaran agama yang diturunkan-Nya. Dari
sisi ini, pendidikan bertugas untuk mengajarkan berbagai ketentuan dan aturan
Allah yang berlaku bagi manusia kepada anak dirik serta melatih dan membia-
sakannya untuk melaksanakan ketentuan dan aturan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Lebih dari itu, pendidikan bertugas membentuk sikap mental yang
menyadarkan manusia akan kedudukannya sebagai ciptaan Allah yang mesti
mengikuti kemauan penciptanya.
                Bidang ini merupakan tugas pendidikan dasar yang mutlak mesti
diberikan kepada setiap anak didik Muslim. Mengetahui dan melaksanakan
semua tuntunan ajaran agama adalah kewajiban individual (fardhu ‘ain).
Tanggung jawab sebagai hamba Allah dibebankan kepada manusia secara
individual atau perorangan. Oleh karena itu, pendidikan dalam bidang ini harus
diberikan kepada setiap individu, tanpa kecuali (apa pun profesi dan pekerjaan
yang akan digelutinya dalam masyarakat). Pembekalan pengetahuan agama dan
pembentukan sikap kebera-gamaan harus dilakukan terhadap setiap individu
manusia, bukan hanya untuk orang-orang tertentu saja. 
                Sedangkan mendidik manusia sebagai khalifah Allah berarti membentuk
manusia agar dapat menjadi pemelihara, pengolah, dan pengelola alam sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah dalam rangka menciptakan kemakmuran sebagai wujud
rahmat Allah bagi semuanya. Tugas pendidikan bagi manusia sebagai khalifah
Allah ialah untuk mengajarkan, melatihkan, dan mengembangkan berbagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menciptakan
kemakmuran bagi alam semesta. Dalam pelaksanaan tugas ini perlu diperhatikan
kebutuhan sosial dan perbedaan individual pada masing-masing anak didik.

Ilmu Pendidikan Islam| 23


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Kebutuhan sosial menghendaki pengelolaan berbagai aspek kehidupan se-perti


pertanian, pertukangan, perekonomian, pengobatan, dan lain-lain. Sementara itu,
perbedaan individual menghendaki pembinaan spesialisasi dalam berbagai
lapangan.
                Tidak semua orang dituntut untuk menguasai semua bidang keahlian
dan keterampilan sebab tanggung jawab sebagai khalifah dipikul oleh manusia
secara universal, bukan perorangan. Masyarakat manusia tak ubahnya bagaikan
sebuah mobil yang memiliki bagian-bagian. Ada bagian yang berukuran besar
dan ada pula yang berukuran kecil. Namun, masing-masing memiliki fungsi yang
sama pentingnya. Fungsi baut yang kecil tidak kalah pentingnya dari ban yang
besar. Begitu pula manusia. Masing-masing orang dituntut untuk mengambil
bagian dalam sistem yang ada. Dalam konteks ini, Nabi menyatakan bahwa
manusia yang baik adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
                Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan yang
dituntut oleh ajaran Islam pada tahap awal ialah penyadaran setiap anak didik
akan kedudukannya sebagai hamba Allah, sekali gus, membimbing dan melatih
mereka untuk melaksanakan secara patuh dan taat segala aturan dan ketentuan
Allah yang tertuang dalam al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya. Di atas dasar inilah
(bukan di samping, apalagi di belakang), kemudian dikembangkan dan dibina
berbagai spesialisasi yang diperlukan bagi kehidupan manusia, baik secara
individual maupun sosial. Dengan demikian, tidak akan terjadi dikotomi atau
pun dualisme dalam pendidikan umat Islam, serta tidak akan muncul sains yang
sekuler atau pun agama yang tidak memperhatikan kehidupan dunia.

D. Spesifikasi Tujuan Pendidikan


                Tujuan akhir pendidikan seperti dikemukakan di atas belum bersifat
operasional. Ia masih bersifat umum serta tidak mungkin dicapai dengan suatu
langkah dan dengan menggarap suatu aspek tertentu. Oleh kare-na itu, dalam
pelaksanaannya, diperlukan spesifikasi tujuan akhir tersebut sehingga ia menjadi
operasional. Rumusan itu perlu dijabarkan dan dirinci dalam beberapa tahap dan
bidang garapan tertentu sehingga tersusun rumusan yang bersifat sementara dan
khusus.
                Sehubungan dengan itu, para perancang dan pengelola pendidikan
umat Islam dituntut untuk merumuskan berbagai tujuan sementara dan tujuan

Ilmu Pendidikan Islam| 24


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

khusus dalam pelaksanaan pendidikan bagi umat Islam sesuai dengan tuntutan
dan tuntunan ajaran Islam. Tentu saja, semua rumusan tersebut mesti disusun
secara hirarkis, integral, dan berkesinambungan. Di antara tahap dan aspek yang
perlu dipertimbangkan misalnya pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, serta
aspek jasmani, intelektual, emosional, dan keterampilan dalam bermacam-macam
bidangnya.
                Dengan demikian, berbagai rumusan tujuan pendidikan dapat disusun
seperti tujuan institusional (kelembagaan), kurikuler (bidang ilmu tertentu), dan
instruksional (pokok-pokok bahasan). Misalnya, untuk mendidik seorang ahli
pertanian yang berkepribadian Muslim diperlukan lembaga yang biasa disebut
Fakultas Pertanian. Untuk itu diperlukan bermacam-macam bidang studi yang
terkait. Masing-masing bidang studi tersebut terdiri atas beberapa pokok
bahasan. Hanya saja, perlu diingat bahwa pilihan bidang studi dan pokok
bahasan perlu dilakukan dengan memperhitungkan fungsi dan urgensi masing-
masing dalam pembentukan ahli pertanian Muslim yang profesional. Begitu pula
untuk bidang-bidang keahlian lainnya yang diperlukan manusia dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah.
                Dalam rangka spesifikasi tujuan pendidikan, perlu diperhatikan bahwa
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, seperti yang telah
dikemukakan di atas, manusia dibekali oleh Allah dengan berbagai daya
(potensi) serta perlengkapan. Daya-daya tersebut terdapat pada unsur jiwa yang
memberi kehidupan pada unsur fisik. Sementara itu, perlengkapan yang dimiliki
manusia terdiri atas bagian-bagian dan anggota-anggota fisik yang mempunyai
fungsi masing-masing.
                Daya-daya jiwa manusia meliputi daya berpikir dan merasa serta daya
untuk berbuat. Daya-daya inilah yang membuat manusia dapat bergerak dan
melakukan berbagai jenis perbuatan. Unsur ini pula yang menjadi penentu
(decision maker) dari perbuatan dan tindakan manusia, yang pada akhirnya
menentukan nilai kemanusiaan pada individu yang bersangkutan. 
                Sementara itu, perlengkapan fisik yang dimiliki manusia meliputi organ-
organ tubuh, baik yang berfungsi untuk memelihara kehidupan dirinya sendiri
maupun yang berfungsi untuk melahirkan karya-karya lainnya. Organ yang
memelihara kehidupan mencakup semua organ fisik yang menjamin
terpeliharanya kehidupan. Termasuk ke dalam unsur ini adalah organ-organ

Ilmu Pendidikan Islam| 25


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

yang terlibat dalam sistem pernapasan, peredaran darah, pencernaan makanan,


dan lain-lain. Tanpa organ-organ ini, manusia tidak mungkin hidup. Sementara
organ fisik yang melahirkan karya-karya nyata meliputi anggota-anggota tubuh
yang dapat menghasilkan peradaban dan kebudayaan manusial. Unsur utama di
sini adalah mulut, tangan, dan kaki. Organ-organ inilah yang dipakai manusia
untuk mengolah alam serta menghasilkan berbagai bentuk karya.   
                Pada saat manusia yang bersangkutan dilahirkan, semua perlengkapan
dan daya ini diberikan oleh Allah swt. dalam bentuk potensial, bukan dalam
bentuk siap pakai. Manusia diciptakan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun
jiwanya, tetapi memiliki potensi untuk menjadi kuat. Manusia dilahirkan dalam
keadaan bodoh, tidak memiliki pengetahuan sama sekali, namun berpotensi
untuk berpengetahuan. Berbagai daya yang dimiliki ketika ia dilahirkan belum
dapat berfungsi sebagaimana diperlukan. 
                Di samping berbagai daya dan potensi yang ada pada dirinya, manusia
juga dibekali dengan:
1.    Alam semesta dengan segala isinya sebagai sumber kehidupan dan tempat
berkarya. Dalam surah al-Baqarah ayat 29, Allah berfirman:
( 29 ‫البقرة‬ ) ... ‫مجيعا‬ ‫هوالذى خلق لكم ماىف األرض‬
Artinya: Dia (Allah)-lah yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kamu
manusia.

2.   Tugas manusia sebagai khalifah Allah di bumi adalah untuk mengolah dan
mengelola alam dengan memanfaatkan berbagai fasilitas (sumber daya alam)
yang telah disediakan Allah. Justru itu, penguasaan ayat-ayat kauniyah
(berba-gai jenis pengetahuan alam) merupakan sesuatu yang mutlak
diperlukan manusia Muslim sebagai khalifah Allah. Penguasaan ilmu-ilmu
pengetahuan alam bukanlah sesuatu yang dilarang atau tidak sesuai dengan
ajaran Islam, tetapi sesuatu yang diharuskan. Kemunduran umat Islam di
zaman pertengahan sampai ke zaman moderen ini tidak dapat dilepaskan dari
kesalah pahaman tentang hal.
3.    Ajaran agama sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya. Sebagai pencipta, Allah mengetahui bahwa manusia memiliki
keterbatasan untuk menemukan jalan hidup yang benar. Untuk itu, Ia

Ilmu Pendidikan Islam| 26


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

mengirim Rasul-Nya guna menyampaikan dan menjelaskan berbagai


ketentuan dan petunjuk sebagai panduan bagi manusia dalam menjalankan
tugas-tugas kehidupannya. Manusia tidak mungkin membangun alam ini
sesuai dengan kehendak Allah tanpa menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya.
Sehubungan dengan itu, pemahan dan penguasaan ajaran agama termasuk
sesuatu yang mutlak diperlukan bagi setiap manusia yang telah ditetapkan
sebagai khalifah Allah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap individu
Muslim harus memiliki:
1. Fisik dan jiwa yang sehat, kuat, dan fungsional sehingga masing-masing
unsur dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Manusia tidak akan dapat
berkarya atau beramal saleh tanpa fisik dan jiwa yang sehat.
2. Pengetahuan tentang ajaran agama, khususnya yang berkaitan dengan
kehidupannya sebagai hamba Allah, anggota masyarakat, serta profesi yang
ditekuninya. Pengajaran dan pendidikan agama harus diberikan dengan
cukup kepada setiap individu, bukan hanya kepada orang tertentu.
3. Pengetahuan dan keterampilan profesional yang memungkinkannya
mengambil bagian dalam kehidupan sosial dalam masyarakatnya. Masing-
masing individu dituntut agar memiliki profesi sendiri. Setiap individu harus
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat lingkungannya serta alam
sekitarnya.                             
                Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut ajaran Islam,
pendidikan harus diarahkan kepada pembentukan manusia yang dapat
melaksanakan fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah, yaitu manusia yang
sadar sepenuhnya akan kedudukannya sebagai makhluk yang mesti
melaksanakan tugas-tugas sebagaimana diinginkan dan diprogram oleh
penciptanya. Untuk itu, pendidikan bertugas memberikan pengetahuan dan
pengahayatan yang memadai serta berbagai keterampilan yang diperlukan untuk
kemakmuran alam semesta.
                Pencapaian tujuan seperti itu menghendaki pengkajian lebih lanjut
tentang tahap-tahap dan bidang-bidang garapan yang spesifik sehingga dengan
demikian diperlukan berbagai rumusan tujuan pendidikan yang lebih spesifik

Ilmu Pendidikan Islam| 27


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

sesuai dengan tahap dan bidang yang digarap. Ini merupakan tugas setiap
pemikir dan pengelola pendidikan umat Islam.

Ilmu Pendidikan Islam| 28


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

BAB IV
MATERI PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pendahuluan

Materi pendidikan biasa juga disebut isi atau kandungan pendidikan dan
kurikulum.  Materi pendidikan ialah segala sesuatu yang diberikan kepada anak
didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, tujuan pendidikan tidak akan tercapai sebagaimana mestinya tanpa
pembekalan anak didik dengan materi pendidikan. Bila rumusan tujuan
pendidikan berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, tentu
saja, materi yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu juga berbeda. Materi
pendidikan dalam masyarakat sekuler mesti berbeda dari materi pendidikan
dalam masyarakat yang religius. Begitu pula, materi pendidikan masyarakat
industri harus berbeda dari materi pendidikan dalam masyarakat agraris.
Pembicaraan tentang materi pendidikan ditempatkan setelah pembahasan
mengenai fitrah manusia dan tujuan pendidikan karena pada hakikatnya, materi
pendidikan merupakan alat yang akan dipakai untuk mengubah anak dari
kondisi awal (fithrah) menjadi manusia ideal yang dicita-citakan. Setelah
dipahami kondisi awal serta tujuan akhir yang diharapkan, perlu diketahui dan
dipahami lebih lanjut bahan-bahan yang perlu diberikan kepada anak didik
untuk membawa perubahan dimaksud.
Sehubungan dengan itu, perlu ditegaskan bahwa materi pendidikan bukan
hanya pengetahuan atau bidang-bidang ilmu tertentu yang ditransfer kepada
anak didik. Di sinilah terletak perbedaan utama antara pendidikan dengan
pengajaran. Dalam pengajaran, yang ditransfer kepada anak didik terfokus hanya
pada unsur pengetahuan (ranah kognitif) saja. Sedangkan dalam pendidikan,
pengetahuan hanya sebagian dari materi yang mesti diberikan kepada anak
didik.
Menurut Brubacher, kurikulum atau materi pendidikan secara garis besar
terdiri atas the true, the good, dan the beautiful. Inilah tiga serangkai materi pen-
didikan atau kurikulum menurut Brubacher. Dalam uraian lebih lanjut, dijelaskan
bahwa pembicaraan tentang the true menuntut bahasan tentang hakikat

Ilmu Pendidikan Islam| 29


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

pengetahuan. Sementara itu, pembicaraan tentang the good dan the


beautiful merupakan kajian mengenai etika dan estetika. Jadi, tiga serangkai
materi pendidikan bagi Brubacher adalah pengetahuan, etika, dan estetika.
Seiring dengan itu, Langgulung mengemukakan bahwa secara garis besar, ada 3
hal yang menjadi materi atau isi pendidikan, yaitu pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan nilai-nilai (value).
Kedua pendapat ini tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi.
Pendapat kedua memperkuat dan melengkapi pendapat pertama. Dari kedua
pendapat ini, disimpulkan bahwa materi pendidikan terdiri atas tiga unsur, yaitu
pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Inilah yang menjadi acuan dalam bahasan
berikut.
Bertolak dari dasar pemikiran tersebut, di dalam bahasan berikut ini akan
dibicarakan hal-hal yang terkait dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai
sebagai materi pendidikan. Masalahnya ialah apa itu pengetahuan, keterampilan,
dan nilai serta apa urgensinya masing-masing, lalu pengetahuan, keterampilan,
dan nilai yang bagaimana yang mesti diberikan kepada anak didik menurut
ajaran Islam.  

B. Pengetahuan Sebagai Materi Pendidikan

1. Pengertian Pengetahuan

Tampaknya, untuk mendefinisikan pengetahuan termasuk pekerjaan


rumit. Banyak rumusan telah dikemukakan oleh para pakar dan penulis sesuai
dengan kecenderungannya masing-masing. Bertolak dari kecenderungan para
ulama Muslim, Al-Syaibany mengemukakan bahwa pengetahuan manusia adalah
maklumat, fikiran-fikiran, pengertian-pengertian, tafsiran-tafsiran yang diyakini,
hukum-hukum, tanggapan-tanggapan, gambaran yang pasti yang kita capai
tentang sesuatu sebagai akibat kita menggunakan pancaindera, akal, atau kedua-
duanya sekaligus, atau sebagai akibat dari suatu yang kita peroleh melalui ilham,
atau perasaan, atau penglihatan dengan mata, atau melalui kasyaf, atau melalui
ajaran agama dan diturunkan melalui wahyu Ilahi.

Ilmu Pendidikan Islam| 30


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Pengetahuan dapat juga berarti hubungan fikiran yang jelas yang


terbentuk pada manusia di antara akalnya dengan sesuatu di luar dirinya sebagai
akibat interaksi sadar yang terjadi antara dia dengan alam luar yang
mengelilinginya, atau sebagai akibat berbagai proses akal yang menyertai
interaksi ini, atau sebagai akibat dari pengaruh intuisi dari ilham atau
diterimanya melalui ajaran agama dan wahyu.
Al-Attas mendefinisikan pengetahuan sebagai kedatangan (hushul) makna
sesuatu atau suatu objek pengetahuan di dalam jiwa, atau sampainya (wushul)
jiwa pada makna sesuatu objek pengetahuan.[6] Dengan kata lain, pengetahuan
adalah wujudnya gambaran yang jelas tentang suatu objek yang terbentuk pada
jiwa manusia, baik yang diperoleh melalui pancaindera dan proses berfikir
maupun diterima melalui wahyu. Berpengetahuan berarti memiliki gambaran
tentang suatu wujud tertentu. Mencari pengetahuan berarti berusaha untuk
mendapatkan gambaran tentang suatu objek.
Gambaran itu boleh jadi sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya
atau mungkin juga tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Pengetahuan yang
benar, tentu saja, adalah eksistensi gambaran yang benar tentang sesuatu objek di
dalam diri manusia. Manusia mempunyai keterbatasan dalam menjangkau dan
mendapatkan gambaran tentang hakikat yang sesungguhnya dari semua realitas
yang ada. Melalui rahmat-Nya, Allah menolong manusia dengan mengutus para
Rasul untuk menjelaskan hal-hal yang sulit dijangkau oleh manusia melalui akal
fikirannya semata. 

2. Klasifikasi Pengetahuan                

Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam berbagai golongan


sesuai dengan aspek-aspek yang menjadi dasar pengelompokannya. Secara
umum, pengetahuan digolongkan menjadi pengetahuan biasa (ordinary
knowledge) dan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Pengetahuan biasa
adalah sejumlah pengertian, fikiran, dan gambaran tentang alam luar yang
diperoleh manusia dalam hidupnya sehari-hari, yang mencakup wujud-wujud,
gerakan-gerakan, dan gejala yang bermacam-macam. Sedangkan, yang dimaksud
pengetahuan ilmiah ialah sejumlah pengertian, prinsip-prinsip, dan teori-teori

Ilmu Pendidikan Islam| 31


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

yang diperoleh para ahli dengan metodologi ilmiah untuk menafsirkan dan
menjelaskan berbagai peristiwa di alam. Pengertian ilmiah bersifat empirik
karena yang menjadi objeknya adalah segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh
pancaindera manusia. 
Berdasarkan penelitian terhadap ayat-ayat al-Quran dan al-Hadits, para
ulama merumuskan macam-macam pengetahuan yang mungkin dan perlu
dimiliki oleh manusia. Klasifikasi pengetahuan yang dirumuskan para pemikir
Muslim ternyata berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena perbedaan sudut
pandang dan latar belakang tinjauan masing-masing. Tentu saja, sebagai hasil
ijtihad, rumusan yang mereka hasilkan tidak selamanya sama.
Dilihat dari sumber perolehannya, pengetahuan dapat diklasifikasi ke
dalam dua golongan, yaitu pengetahuan naqliyah dan pengetahuan ‘aqliyah. Yang
pertama adalah pengetahuan yang berasal dari dzat ghaib (Allah) melalui
mekanisme yang disebut wahyu. Yang kedua adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui usaha dan fungsionalisasi pancaindera dan daya akal manusia.
Di sini, pengalaman dan imaginasi manusia menjadi sumber pengetahuan.
Dilihat dari urgensinya bagi manusia, pengetahuan dapat dkelompokkan
menjadi ilmu fardhu ‘ain dan ilmu fardhu kifayah. Kelompok pertama adalah
pengetahuan yang mesti dimiliki oleh setiap individu. Manusia tidak mungkin
melaksanakan tugas hidupnya sebagai manusia tanpa memiliki pengetahuan
yang masuk kategori ini. Kelompok kedua adalah kelompok pengetahuan yang
tidak mesti dimiliki oleh setiap orang. Pengetahuan ini hanya perlu dimiliki oleh
sebagian manusia. Tanpa pengetahuan kelompok ini, manusia tidak mungkin
menjalani kehidupannya dengan baik sebagai makhluk sosial.
Selanjutnya, dilihat dari sisi objek yang menjadi sasaran kajiannya,
Abdullah mengelompokkan pengetahuan menjadi pengetahuan esensial Islam
(al-‘ulum al-syari’iyyat), pengetahuan kemanusiaan (al-’ulum al-insaniyyat), dan
pengetahuan kealaman (al-’ulum al-kawniyyat). Pengetahuan esensial Islam adalah
pengetahuan yang timbul dan berkaitan dengan al-Quran dan al-Sunnah. Fokus
utama dalam kelompok ini adalah segala aturan dan rambu-rambu kehidupan
yang diberikan oleh Allah swt. sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalani
aktivitas kehidupannya. Kelompok ini sering disebut dengan pengetahuan
agama, yang secara keliru, biasa diidentikkan dengan fikih.

Ilmu Pendidikan Islam| 32


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Pengetahuan kelompok kedua (al-’ulum al-insaniyyat) adalah pengetahuan


tentang manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Yang masuk ke dalam kelompok ini, di antaranya, ialah psikologi, sosiologi,
sejarah, dll. Di sini, perlu ditegaskan bahwa pengetahuan kelompok ini juga
bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah, di samping dari pengalaman dan
imaginasi. Fokus utama pembahasan pengetahuan ini adalah pemahaman ayat-
ayat dan Sunnatullah yang berlaku pada diri manusia, baik secara individual
maupun sosial. Meskipun al-Quran dan al-Sunnah bukan buku psikologi,
sosiologi, sejarah, dan lain-lain, namun, di dalam keduanya banyak terdapat
isyarat dan petunjuk untuk memahami dan mengembangkan berbagai
pengetahuan tersebut.
Pengetahuan kelompok ketiga yang perlu dijadikan objek kajian dalam
pendidikan Islam ialah ayat kawniyyat, pengetahuan tentang alam semesta. Fakus
kajian ini adalah pembahasan tentang sunnatullah, ketentuan Allah yang berlaku
pada bermacam-macam benda alam yang berada di sekitar manusia. Pembahasan
objek ini melahirkan berbagai cabang pengetahuan kealaman seperti biologi,
fisika, kimia, astronomi, dll. Pengetahuan inilah yang memungkinkan manusia
sebagai khalifah Allah menguasai alam sebagaimana dimaksud ayat:
) 13 ‫يتفكرون (اجلاثية‬ ‫وسخر لكم مافىالسموات ومافىاألرض مجيعا منه إن فىذلك آليات لقوم‬

Pengetahuan ini merupakan syarat utama bagi manusia untuk mengelola dan
memakmurkan alam seperti yang dituntut al-Quran:

    )61 ‫(هود‬  ‫فيها‬ ‫هوالذى أنشأكم من األرض واستعمركم‬

3. Urgensi Pengetahuan Bagi Manusia

Pengetahuan merupakan suatu hal yang diperlukan oleh manusia dalam


menjalani hidupnya. Tanpa pengetahuan, manusia tidak akan dapat berbuat apa-
apa. Kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat sangat bergantung pada
kemampuan mereka untuk menguasai berbagai cabang pengetahuan. Sejarah
telah membuktikan bahwa masyarakat yang berperadaban maju adalah mereka
yang memiliki dan menguasai pengetahuan yang tinggi. Justru itu, ajaran Islam

Ilmu Pendidikan Islam| 33


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

sangat besar perhatiannya terhadap pengetahuan. Ayat-ayat al-Quran dan al-


Hadits, di samping berisi beragam pengetahuan, juga memerintahkan umatnya,
baik secara langsung maupun tidak, untuk mencari dan memiliki berbagai
pengetahuan yang diperlukan manusia dalam menciptakan hidup yang sejahtera
dan bahagia di dunia ini.
Dalam ajaran Islam, ditegaskan bahwa orang yang berpengetahuan tidak
sama dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan. Tidak boleh seseorang
menentukan sikap sebelum ia mengetahui segala sesuatu tentang persoalan yang
dihadapinya. Hanya orang yang berpengetahuan yang akan takut kepada Allah
swt. karena ia menyadari kedudukannya sebagai makhluk yang harus mengabdi
kepada khaliknya. Karena itu, seseorang yang menghadapi suatu persoalan
diharuskan untuk bertanya kepada orang-orang yang berpengetahuan agar ia
tidak salah dalam bersikap dan bertindak.

4. Pengetahuan yang Menjadi Materi Pendidikan dalam Perspektif Islam

Selanjutnya, untuk mengetahui berbagai cabang pengetahuan yang


dituntut oleh ajaran Islam agar menjadi materi pendidikan, perlu diingat bahwa
tugas hidup manusia adalah mengabdi sebagai khalifah Allah swt. di bumi.
Untuk dapat melaksanakan tugas seperti itu, manusia dibekali dengan tiga hal
sbb.:

1. Daya-daya psikis dan fisik yang ada pada dirinya masing-masing sehingga ia
dapat melakukan berbagai perbuatan dan menghasilkan beragam karya.
2. Alam semesta dengan segala isinya yang perlu dan harus dimanfaatkan untuk
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama.
3. Ajaran agama sebagai pedoman untuk bertindak agar tidak menyimpang dari
kehendak dan ketentuan-Nya.

Ketiga bekal ini harus difungsikan oleh manusia dalam menjalani


kehidupannya secara benar dan optimal. Pemanfaatan ketiganya merupakan
bagian dari wujud syukur kepada Allah yang telah memberikannya.
Untuk dapat memanfaatkan ketiga pemberian Allah ini, manusia perlu
memiliki berbagai macam pengetahuan. Secara garis besar, pegetahuan yang
perlu dimiliki manusia mencakup pengetahuan-pengetahuan sosial, alam, dan

Ilmu Pendidikan Islam| 34


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

agama. Dengan pengetahuan sosial, manusia dapat mengembangkan dan


membina hidup bermasyarakat secara baik, aman, dan tenteram.
Selanjutnya, dengan pengetahuan alam, manusia dapat memanfaatkan
alam dengan segala sumber daya yang ada di dalamnya. Tanpa pengetahuan
sosial dan alam (ayat-ayat kauniah), manusia tidak mungkin akan mampu
mengolah, memelihara, dan memanfaatkan alam untuk mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Berbagai kebutuhan hidup tidak akan
terpenuhi dengan baik sebagaimana mestinya. Manusia akan saling memangsa
dan hidup dalam keadaan miskin dan menderita. Kebudayaannya tidak akan
berkembang. Kemajuan dunia Islam di Masa Klasik serta dunia Barat di Masa
Moderen didukung oleh penguasaan pengetahuan kelompok ini.
Pada sisi lain, tanpa pengetahuan agama (ayat-ayat Quraniah), manusia
tidak akan berhasil menjalani hidupnya sesuai dengan kehendak dan tuntunan
Allah yang menciptakannya. Tanpa agama, manusia mungkin dapat hidup
dengan baik sesuai dengan selera dan kehendaknya, yang sering tidak sejalan
dengan kehendak Allah yang menciptakannya. Akan tetapi, kehidupan demikian
akan berjalan di luar jalur yang telah ditetapkan Penciptanya. Justru itu,
kesejahteraan dan kebahagiaan tanpa agama yang dirasakan manusia bersifat
semu, tidak hakiki.

Oleh karena itu, setiap orang harus memiliki pengetahuan agama yang
cukup dan fungsional. Masing-masing dari ketiga kelompok pengetahuan ini, ada
yang wajib dimiliki oleh setiap individu (kewajiban yang bersifat fardhu ‘ain) dan
ada pula yang hanya perlu dimiliki oleh sebagian orang dalam kelompok
masyarakat yang bersangkutan (kewajiban yang bersifat fardhu kifayah).
Misalnya, pengetahuan tentang shalat, puasa, akhlak yang baik, makanan yang
bergizi, sumber-sumber penyakit yang dapat mengancam manusia, merupakan
sebagian pengetahuan yang harus dipunyai oleh setiap individu, apa pun jabatan
dan profesinya. Sebaliknya, pengetahuan tentang pertanian, kedokteran, dan lain-
lain cukup dimiliki oleh beberapa orang anggota masyarakat.  

C. Keterampilan Sebagai Materi Pendidikan

Ilmu Pendidikan Islam| 35


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Pendidikan, di samping berfungsi untuk membekali anak didik dengan


pengetahuan, juga berfungsi untuk membina berbagai keterampilan pada anak
didik. Untuk itu, beriktu ini, akan dikemukakan pengertian dan macam-macam
keterampilan serta keterampilan yang perlu dijadikan materi pendidikan
menurut ajaran Islam.

1. Pengertian Keterampilan

Kata keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam
menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Keterampilan berarti kecakapan
untuk menyelesaikan tugas.[10] Keterampilan adalah kemampuan teknis untuk
melakukan suatu perbuatan. Ia merupakan aplikasi atau penerapan dari
pengetahuan teoritis yang dimilik seseorang, seperti keterampilan bercocok
tanam bagi petani, mengajar bagi guru, membuat kursi bagi tukang kayu,
memotong dan menjahit baju bagi penjahit, dan lain-lain. Dengan keterampilan,
seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan secara efektif dan efisien.
Keterampilan ada yang bersifat fisik seperti membuat sepatu, memasak
makanan tertentu, mengetik surat, membangun rumah, dan lain-lain. Selain itu,
ada pula keterampilan yang bersifat non fisik seperti mengajar, memimpin rapat,
menyusun karya ilmiah, dan lain-lain. Keterampilan untuk mengerjakan suatu
pekerjaan, di samping dipengaruhi oleh bakat juga ditentukan oleh latihan dan
pembiasaan. Seseorang akan terampil mengerjakan sesuatu, apakah yang bersifat
fisik atau psikis, jika ia terlatih dan terbiasa dalam melakukan pekerjaan itu.
Seorang yang terlatih memetik gitar akan terampil dalam bermain gitar atau
seorang yang terlatih dan biasa mengendari mobil akan menjadi sopir yang
terampil. Demikian pula untuk berbagai macam pekerjaan lain yang dapat
dikerjakan oleh manusia.   

2. Urgensi Keterampilan

Efektifitas dan efisiensi suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh tingkat


keterampilan yang dimiliki oleh pelakunya. Semakin tinggi tingkat keterampilan,
semakin efektif dan efisien pekerjaan tersebut. Bobot dan kualitas hasil suatu
pekerjaan banyak bergantung pada kemampuan teknis atau kemahiran

Ilmu Pendidikan Islam| 36


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

pelakunya dalam mengerjakan pekerjaan itu. Begitu pula, penggunaan dana,


waktu, dan tenaga untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan juga banyak ditentukan
oleh tingkat keterampilan orang yang melakukannya.
Dalam sebuah hadis dikemukakan bahwa Nabi pernah menyatakan bahwa
bila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, yaitu orang
yang tidak terampil dalam bidang pekerjaan itu, niscaya kehancuran akan
datang, pekerjaan yang dimaksud tidak akan terlaksana sebagaimana
diharapkan. Hadis ini secara tegas menuntut agar setiap pekerjaan atau profesi
harus dikerjakan oleh orang-orang yang terampil dalam bidang pekerjaan
tersebut. Dengan demikian, Islam sangat menekankan pentingnya penguasaan
teknologi dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan, yang memungkinkan
setiap pekerjaan dilakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi.
Semakin maju peradaban manusia semakin tinggi pula tingkat kemahiran
atau keterampilan yang dibutuhkan. Dulu, keterampilan membuat pedati
dipandang sudah maju dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Akan tetapi, saat ini, kendaraan tersebut sudah menjadi masa lalu yang sudah
ketinggalan.

3. Keterampilan Yang Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam

  Di atas, telah dijelaskan bahwa tugas yang dibebankan kepada manusia
ialah menciptakan kehidupan yang sejahtera sebagai wujud pengabdian kepada
Allah swt. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk membina kehidupan
bersama. Begitu pula, manusia dituntut untuk mengolah dan memanfaatkan
alam. Dengan begitu, banyak pekerjaan yang dapat dan perlu dilakukan manusia.
Masing-masing bidang tugas ini menuntut pembinaan dan pengembangan
keterampilan, baik keterampilan fisik maupun yang non fisik.  
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut agar mempunyai keahlian yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. Manusia hidup bukan hanya
untuk dirinya sendiri, tetapi untuk menjadi bagian yang berarti dalam sebuah
sistem sosial yang terdiri atas banyak orang. Masing-masing orang sebagai warga
masyarakat dituntut agar mengambil bagian atau pean sendiri untuk
kepentingan bersama. Dalam hal ini, menarik untuk mengamati pernyataan Nabi
sebagaimana diungkapkan hadis yang berbunyi: ‫للناس‬ ‫خري الناس أنفعهم‬

Ilmu Pendidikan Islam| 37


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Artinya:  Manusia terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Agar dapat bermanfaat bagi manusia lain dalam kehidupan
bermasyarakat, seseorang perlu memiliki keterampilan tertentu, baik
keterampilan fisik maupun non fisik. Seseorang perlu memiliki keterampilan
profesional seperti petani, dokter, guru, ahli bangunan, dan lain-lain karena
semua ini sangat dibutuhkan oleh suatu masyarakat. Makna kehidupan
seseorang ditentukan oleh seberapa besar partisipasinya dalam membina
kehidupan masyarakat tempat ia hidup.
Seiring dengan itu, di dalam al-Quran dinyatakan:

)10 ‫ماتشكرون (األعراف‬ ‫ولقد مكناكم فىاألرض وجعلنالكم فيها معايش قليال‬

Artinya: Sesungguhnya, Kami telah menempatkan kalian di bumi, dan telah menentukan


berbagai sumber kehidupan untuk kalian di sana. Hanya sedikit di antara kalian yang
bersyukur.

Ayat ini menegaskan bahwa banyak sumber kehidupan yang dapat


dimanfaatkan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya di bumi. Itu berarti
bahwa banyak pula keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengaktualisasikannya.  Manusia perlu menggali dan mengembangkannya
secara profesional.
Dengan demikian, tuntutan agama Islam agar penganutnya selalu
berusaha untuk beramal saleh dalam rangka mewujudkan kemakmuran di bumi
berarti tuntutan untuk membina dan mengembangkan berbagai keterampilan
yang memungkinkan terciptanya kehidupan masyarakat yang makmur dan
sejahtera. Di antara keterampilan yang diungkap al-Quran, dapat dikemukakan
seperti bertani, berdagang, beternak, teknik, pengobatan, administrasi,
berdakwah, dan lain-lain. Bentuk keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu
masyarakat tentu saja selalu akan berkembang sesuai dengan tingkat kemajuan
peradaban masyarakat yang bersangkutan.
Bertolak dari pemikiran ini, umat Islam seharusnya menjadi pelopor bagi
pengembangan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan hidup
moderen yang semakin maju. Konsep amal saleh menuntut umat Islam untuk
menjadi produsen bukan hanya konsumen. Tidaklah tepat bila umat Islam hanya
memiliki perhatian pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang

Ilmu Pendidikan Islam| 38


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

terkait dengan ilmu-ilmu keagamaan saja, seperti yang terjadi pada Masa
Pertengahan. Kelalaian umat Islam dalam mengembangkan teknologi militer,
pertanian, perhubungan, dan lain-lain pada masa ini adalah sebab utama bagi
kemunduran umat Islam. 
Untuk mewujudkan masyarakat utama yang memiliki keunggulan dalam
berbagai bidang kehidupan, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu
memberikan perhatian yang cukup untuk pembinaan dan pengembangan
berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan moderen ini.

D. Nilai Sebagai Materi Pendidikan

  Manusia yang ideal adalah pribadi yang setia dan menjunjung tinggi
nilai-nilai yang berlaku. Sebaliknya, manusia yang tidak baik yaitu mereka yang
mengingkari nilai-nilai, atau sedikitnya kurang loyal dan kurang aktif dalam
melaksanakan yang dikehendaki nilai-nilai.  Manusia yang baik tidak akan ragu-
ragu untuk mengorbankan waktu, dana, tenaga, bahkan nyawa sekali pun dalam
rangka memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai yang diyakininya.
Manusia demikian tidak akan ada dengan sendirinya, tetapi melalui proses yang
disebut pendidikan.
Tugas utama pendidikan adalah membentuk pribadi yang bermoral, yang
memiliki kemampuan untuk mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai luhur
kemanusiaan. Kemampuan seperti ini ada pada hati nurani. Dengan demikian,
pendidikan bertujuan untuk membina hati nurani peserta didik agar mempunyai
kepekaan dan penghayatan nilai-nilai yang luhur. Pembinaan hati nurani seperti
inilah yang disebut pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti.[12] Al-Attas
menegaskan bahwa ungkapan bahasa Arab yang paling tepat untuk merumuskan
arti kata pendidikan adalah ta`dib karena yang menjadi pusat masalah pendidikan
adalah adab.[13] Untuk membentuk pribadi yang bermoral atau yang beradab,
anak didik harus dibantu untuk menghayati dan mengalami nilai-nilai luhur
yang diidealkan. Justru itu, nilai menjadi materi pendidikan yang sangat penting. 

Ilmu Pendidikan Islam| 39


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

1. Pengertian Nilai

   Nilai adalah kualitas atau mutu dari sesuatu. Masing-masing benda atau
peristiwa di jagat raya ini mempunyai kualitas tertentu. Segala sesuatu yang ada
mengandung nilai-nilai tertentu. Nilai masing-masing benda atau peristiwa itu
berbeda-beda antara satu dengan lainnya sehingga setiap sesuatu menempati
tingkatan nilai tertentu. Menurut Max Scheler, nilai-nilai yang ada tidaklah sama
luhur dan tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya, ada yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah dibanding nilai lainnya. Hirarki nilai ini bukan diciptakan
oleh dan tidak bergantung pada kemauan manusia. Baik atau tidaknya manusia
ditentukan oleh kebenaran prilakunya sesuai dengan hirarki nilai itu sendiri.
Seseorang memilih suatu benda atau melakukan suatu tindakan karena
benda dan tindakan itu diyakininya punya nilai. Oleh karena itu, ia akan merasa
puas dan senang bila memperoleh benda atau dapat melakukan sesuatu yang
dianggapnya bernilai. Ada orang yang merasa puas bila memperoleh kedudukan
dan peran politik tertentu. Ada pula yang akan senang jika mendapat
keuntungan ekonomis tertentu. Masing-masing akan berusaha untuk
mendapatkan hal-hal yang diyakininya bernilai. Seiring dengan itu, nilai
dipahami sebagai suatu tenaga pendorong bagi seseorang untuk bertindak,
sesuatu yang dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati, serta membuat orang
puas, gembira, dan bersyukur, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari,
sesuatu yang menyenangkan dan yang disukai.
Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada pilihan
yang sangat beragam. Manusia tidak mungkin bersikap apatis. Misalnya, ketika
seseorang memiliki sejumlah uang ia akan dihadapkan pada pilihan tentang
benda apa yang akan dibelinya dengan uang itu. Begitu pula, ketika ia melihat
ada orang yang terjatuh di jalanan, ia juga dituntut untuk memilih apakah akan
menolong orang tersebut atau berlalu begitu saja. Demikian seterusnya,
seseorang selalu dituntut untuk mengambil sikap terhadap berbagai hal yang
dihadapinya. Pilihan tentang benda yang akan dibelinya atau tindakan yang akan
dilakukannya ditentukan oleh tingkatan nilai yang diyakininya ada pada pilihan
itu. Mungkin ia akan membeli barang-barang antik, buku-buku pengetahuan,

Ilmu Pendidikan Islam| 40


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

baju baru, atau makanan yang enak, bahkan mungkin ia memilih terjun ke dalam
kancah peperangan, karena itulah yang bernilai bagi yang bersangkutan.
Seseorang akan siap mengorbankan apa pun untuk mencapai sesuatu yang
diyakininya bernilai bagi dirinya.
Penilaian seseorang terhadap suatu benda atau tindakan mungkin sesuai
dengan realitas sesungguhnya, tetapi mungkin juga tidak. Oleh karena itu, suatu
benda atau tindakan ada yang bernilai dan ada pula yang diberi nilai. Pendidikan
nilai bertujuan untuk membina anak didik agar mampu dan mau memilih suatu
benda atau tindakan sesuai dengan nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat
tempat ia hidup. Dengan kata lain, agar ia dapat bersikap dan berprilaku secara
tepat sesuai dengan nilai-nilai luhur masyarakatnya.
Nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak. Untuk mengetahui nilai
yang dianut oleh seseorang dapat dilihat dengan memperhatikan usahanya untuk
mencapai suatu yang mengandung nilai tertentu. Seberapa besar daya, dana,
waktu, dan perhatian yang digunakan dan dikorbankannya untuk itu. Semakin
besar daya, dana, waktu, dan perhatian yang dugunakannya berarti semakin
tinggi nilai yang ada di balik sesuatu itu baginya. Orang yang meyakini bahwa
berhaji itu adalah sesuatu yang bernilai tinggi akan senantiasa berusaha dengan
segala cara yang mungkin untuk menunaikannya.  

2. Macam-macam Nilai

   Dalam pembahasan tentang nilai, ada beberapa cara pengelompokan


yang biasa dipakai. Di antaranya pengelompokan nilai ke dalam nilai intrinsik
dan nilai instrumental. Nilai intrinsik atau nilai objektif yaitu nilai yang terdapat
secara objektif pada suatu hal atau objek tertentu. Penetapan bernilai atau
tidaknya suatu objek ditentukan oleh kualitas objek itu sendiri, tidak bergantung
pada relasinya dengan faktor lain. Dalam literatur Ushul Fikih, nilai intrinsik
disebut hasan/qubh lidzatih. Sementara itu, nilai instrumen ialah nilai yang
diberikan kepada sesuatu karena fungsi dan hubungannya dengan faktor lain.
Nilai instrumental disebut dalam istilah Ushul Fikih hasan/qubh lighairih. Nilai
intrinsik ialah nilai yang dianggap baik tidak untuk sesuatu yang lain, melainkan
di dalam dan dari dirinya sendiri. Nilai instrumental ialah nilai yang baik karena

Ilmu Pendidikan Islam| 41


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

bernilai untuk sesuatu yang lain. Nilai terletak pada konsekuensi-konsekuensi


pelaksanaannya dalam usaha mencapai nilai yang lain.

Di kalangan ilmuwan terdapat pandangan bahwa nilai sesuatu tidak


berada pada objek itu sendiri, melainkan pada peran dan fungsinya bagi subjek
pemberi nilai. Sesuatu dikatakan bernilai bila ia memberi manfaat dan kepuasan
bagi orang yang membutuhkannya. Inilah pandangan penganut paham
pragmatis yang selalu mengukur sesuatu dari segi kegunaan praktisnya. Di
antara tokoh paham ini yang banyak pengaruhnya di dunia pendidikan adalah
John Dewey. Dalam pandangan mereka, nilai bersifat relatif dan subjektif, yaitu
bergantung pada tempat, waktu, dan manusia. Sementara di sisi lain, ada pula
yang berpendapat bahwa segala sesuatu memiliki nilai pada dirinya sendiri. Bagi
penganut pendapat ini, nilai bersifat normatif, universal, dan objektif. Pandangan
seperti ini dianut oleh para penganut paham idealisme.
Dari segi fungsinya untuk memenuhi interest manusia, nilai
dikelompokkan Edward Spranger menjadi nilai religi, nilai ilmiah, nilai ekonomi,
nilai politik (keku-asaan, negara), nilai estetika, dan nilai sosial (nilai
kemanusiaan).  Pengelompok-an ini menunjukkan penggolongan manusia sesuai
dengan interestnya. Pada dasarnya, setiap manusia menghargai keenam nilai ini.
Hanya saja, konfigurasinya pada masing-masing orang berbeda. Di antara
manusia, ada yang mengutamakan nilai-nilai agama dalam hidupnya, dan ada
pula yang mementingkan nilai-nilai ekonomi. Demikian seterusnya.
Dilihat dari sumbernya, nilai dapat dikelompokkan ke dalam dua
golongan, yaitu nilai agama dan nilai budaya. Nilai agama yaitu nilai-nilai yang
bersumber dari Tuhan yang ditetapkan melalui wahyu yang disampaikan melalui
para Rasul-Nya. Dalam hal ini, penetapan nilai suatu benda atau perbuatan
didasarkan atas ketetapan agama. Di dalam ajaran agama, terdapat norma-norma
yang memuat nilai-nilai luhur yang harus ditegakkan oleh penganut agama yang
bersangkutan. Bagi penganut agama, nilai ini bersifat mutlak dan tidak mungkin
diposisikan di bawah nilai-nilai budaya. Nilai budaya adalah nilai-nilai yang
ditetapkan oleh manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok. Nilai
inilah yang melembaga dalam suatu masyarakat, yang menjadi tradisi yang
diwariskan turun temurun. Dalam Islam, nilai-nilai budaya dapat diterima dan
dikembangkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Ilmu Pendidikan Islam| 42


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Dalam ajaran Islam yang menjadi tolok ukur nilai adalah kehendak Allah
swt., bukan kehendak atau selera manusia. Yang baik dan bernilai dalam
pandangan Islam adalah segala yang dinyatakan baik oleh Allah swt. Oleh karena
itu, patokan baik-buruk atau bernilai-tidaknya sesuatu adalah ketentuan yang
terdapat di dalam al-Quran dan al-Sunnah.

3. Nilai-nilai yang Menjadi Materi Pendidikan dalam Islam

 Islam adalah agama yang mengajarkan kepada manusia agar


menempatkan sesuatu pada tempatnya masing-masing sesuai dengan realitas
yang sebenarnya. Inti dari ajaran tauhid adalah pengakuan terhadap Allah
sebagai satu-satunya dzat yang berhak dipertuhan. Selain dari Allah tidak ada
yang boleh dipandang sebagai Tuhan karena kenyataannya semua itu memang
bukan Tuhan, tetapi hanyalah makhluk. Hanya Allah yang menjadi khalik dan
penentu segala sesuatu. Oleh karena itu, ketetapan Allah tentang segala hal
bersifat mutlak. Pandangan ini merupakan landasan utama dalam sistem nilai
Islam.
Persoalan nilai dalam Islam dibahas oleh para ulama di bawah judul
akhlak. Sehubungan dengan itu, al-Syaibany mengemukakan lima prinsip yang
menjadi landasan filsafat Islam, khususnya di bidang akhlak. Kelima prinsip itu
adalah:
a. Percaya bahwa akhlak termasuk di antara makna yang terpenting dalam
hidup ini. Oleh karena itu, terdapat sebanyak 1504 ayat di dalam al-Quran
yang berhubungan dengan akhlak, baik dari segi teori maupun praktek.
b. Percaya bahwa akhlak itu adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam
dalam jiwa dari mana timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
gampang. Ia merupakan suatu faktor yang mempengaruhi tingkah laku
manusia dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekitar tempat ia hidup.
c. Percaya bahwa akhlak Islam adalah akhlak kemanusiaan yang mulia. Ia
sesuai dengan fitrah dan akal yang sehat, dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhan perseorangan dan masyarakat dalam segala waktu dan tempat.

Ilmu Pendidikan Islam| 43


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

d. Percaya bahwa tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan


kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, kesempurnaan jiwa bagi
individu, serta menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan, dan
keteguhan bagi masyarakat.
e. Percaya bahwa agama Islam adalah sumber terpenting bagi akhlak Islam.
Ia merupakan sumber terpenting dalam menentukan baik-buruk.  
Bertolak dari pandangan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
yang mesti menjadi materi pendidikan dalam pandangan Islam adalah nilai-nilai
yang bersumber dan berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah al-Nabawiyah. Tolok
ukur utama dalam penetapan nilai sesuatu adalah kedua sumber ajaran Islam ini.
Nilai-nilai budaya dapat diterima selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Agama Islam tidak hanya mengemukakan nilai-nilai yang perlu dipelihara
oleh manusia, tetapi juga memberikan panduan tentang langkah-langkah yang
perlu untuk mencapainya.
Kehadiran Islam bagi manusia adalah sebagai pedoman untuk membenahi
akhlak, dalam pengertian untuk memberikan petunjuk serta bimbingan tentang
nilai-nilai luhur yang mesti diyakini dan dianut oleh setiap manusia. Sehubungan
dengan itu, Nabi pernah menyatakan bahwa beliau diutus oleh Allah swt. sebagai
penyempurna akhlak manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang
termuat di dalam al-Quran dan al-Sunnah itu sarat dengan petunjuk tentang nilai
yang mesti diketahui, dihayati dan ditegakkan oleh setiap individu Muslim.
Dilihat dari sifatnya, nilai-nilai tersebut ada yang absolut dan ada pula
yang relatif. Hal itu dimungkinkan karena Islam adalah agama universal yang
berlaku bagi seluruh masyarakat manusia yang sangat beragam. Sedangkan dari
sisi kebutuhan manusia, Islam sebagai agama fitrah mengajak manusia untuk
memenuhi dan menyalurkan kebutuhan-kebutuhan tersebut secara proporsional.
Dengan mengacu kepada pendapat Edward Spranger di atas, Islam mendorong
manusia untuk menghargai keenam kategori nilai tersebut secara harmonis.
Dalam proses pendidikan yang dilaksanakan atas dasar ajaran Islam,
prinsip-prinsip seperti dikemukakan di atas harus ditegakkan. Anak didik harus
dibina untuk menerima bahwa mereka adalah manusia makhluk ciptaan Tuhan
yang harus tunduk dan patuh kepada segala ketentuan-Nya. Di antara nilai-nilai

Ilmu Pendidikan Islam| 44


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

luhur yang perlu ditumbuh-kembangkan pada anak didik ialah keadilan,


disiplin, kejujuran, kesamaan, solidaritas, ekonomis, dan lain-lain. 

Pada mulanya, kata kurikulum berarti “jarak tempuh” atau “lintasan”


yang mesti dilalui oleh seorang pelari dalam suatu lomba lari. Kemudian, kata ini
dipakai untuk sesuatu yang harus didapatkan oleh seorang anak didik dalam
proses pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Dalam pengertian ini,
kurikulum berarti bahan atau materi pendidikan. Dalam perkembangan lebih
lanjut, kata kurikulum tidak hanya berarti bahan pendidikan, tetapi juga
mencakup berbagai hal yang terkait.Hal itu dimungkinkan karena penyusunan
bahan pendidikan (baca: pengajaran) selalu disertai dengan rumusan-rumusan
yang berkaitan dengan tujuan, strategi, sarana, dan lain-lain.  
Salah satu problem pendidikan di Indonesia, khususnya di sekolah-
sekolah, muncul sebagai akibat kurangnya perhatian terhadap pembinaan unsur
keterampilan dan nilai. Pada umumnya, perhatian hanya tertuju kepada
pemupukan pengetahuan. Hal itu terlihat dengan jelas pada evaluasi hasil
pendidikan yang hanya didasarkan atas kemampuan akademik semata, termasuk
dalam bidang pendidikan agama. Produk dari lembaga-lembaga pendidikan
seperti ini adalah manusia-manusia yang pintar, tetapi tidak berakhlak. Bahkan,
lembaga-lembaga pendidikan keagamaan juga terjebak pada masalah yang sama.
Prilaku-prilaku menyimpang, baik dari norma-norma moral maupun agama,
sering pula terjadi di lembaga-lembaga pendidikan agama. Kenyataan ini erat
kaitannya dengan praktek di lembaga-lembaga pendidikan yang hanya
mementingkan aspek kognitif saja. 

DAFTAR BACAAN

Ilmu Pendidikan Islam| 45


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Abdullah, Abdul-Rahman Shalih, Educational Theory; A Quranic Outlook, Umm


al-Qura University, Makkah al-Mukarramah, tahun 1402/1982
Arifin, H.M., Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, cet. I, tahun 1991
Kartono, Kartini, Quo Vadis Tujuan Pendidikan, Penerbit Mandar Maju, Bandung,
tahun 1991
Shafa`, Ikhwan al-, Rasail Ikhwan al-Shafa` wa Khullan al-Wafa`, Dar Shadir, Beirut,
tahun 1957
Sindo, Asril Dt. Paduko Sindo, “Konsep Islam tentang Fitrah Manusia dan
Implikasinya dalam Pendidikan” dalam Didaktika Islamika, Penerbit IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, vol. 1 No. 3, Agustus 2000
Dr. Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, tahun 1994

Ilmu Pendidikan Islam| 46


Prodi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Ibnu Sina Batam
Dosen : Abd Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM
=============================================================================

Ilmu Pendidikan Islam| 47

Anda mungkin juga menyukai