Anda di halaman 1dari 17

KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN TATANAN INSTANSI

KESEHATAN DAN TEMPAT-TEMPAT UMUM

ARTIKEL REVIEW

Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan


Jurusan Kesehatan Masyarakat
Semester III/angkatan 2017

OLEH

AINUN JARIAH
702001117076

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
A. Pendahuluan

Kebiasaan merokok di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan


usia awal merokok semakin muda. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok penduduk
Indonesia pada umur 5 – 9 tahun sebesar 1,2% (Riskesdas, 2008), dan
meningkat menjadi 1,7% pada tahun 2010 (Riskesdas, 2011). Pada penelitian
Chotidjah ditemukan bahwa usia pertama kali merokok anak laki-laki adalah
7 tahun (Chotidjah, 2012)
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, rokok merupakan salah satu zat adiktif
yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan
masyarakat, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengamanan.
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica
dan spesies lainnya atau sin.(Padmaningrum and Kimia, 2012)
Zat dalam rokok ini masuk ke dalam tubuh melalui asap rokok, dan
akan langsung tersebar hampir ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Nikotin yang terbawa melalui peredaran darah hanya membutuhkan waktu 7
detik untuk sampai ke organ jantung. Bahaya nikotin dapat meningkatkan
resiko serangan jantung. Zat racun ini mampu membuat pembuluh arteri
mengeras, serta menimbulkan penumpukan lemak di saluran arteri pada
jantung, akibatnya darah tidak terpompa secara baik melalui jantung.
Gangguan ini memicu terjadinya serangan jantung pada perokok. Ditambah
lagi zat ini secara cepat akan meningkatkan denyut jantung segera setelah ia
masuk ke dalam tubuh, maka terjadilah gangguan pada organ ini, antara lain
aritmia atau gangguan irama jantung. Sementara pada paru-paru, nikotin
berpotensi besar menimbulkan gangguan bahkan kerusakan sel yang memicu
terjadinya kanker paru. Kanker paru merupakan penyakit kanker yang paling
banyak diderita oleh manusia, dengan jumlah 12,7% dari semua penderita
kanker. Selain itu zat dalam rokok ini juga beresiko terhadap gangguan fungsi
paru yang memicu munculnya penyakit emfisema, bronkitis, tuberkolosis, dan
infeksi paru.(Padmaningrum and Kimia, 2012)
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya adalah lingkungan yang sehat. Merokok dapat
menggangu kesehatan karena kegiatan merokok akan menimbulkan asap
rokok yang akan mencemari udara dan menyebabkan berbagai macam
penyakit, oleh karena itu perlu adanya pembatasan wilayah merokok agar
tidak semua udara tercemar oleh asap rokok. Pemerintah telah membuat
sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
yaitu melalui program PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dimana salah
satu program yang tercantum didalamnya yaitu larangan merokok ditempat
umum. (Fei et al., 2016)
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif terhadap
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
188 Tahun 2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kawasan Tanpa Rokok dan Asas Manfaat. Spesifikasi penelitian berupa
penelitian deskriptif analitis dimana penelitian menginventarisasi hukum
positif tentang kebijakan tentang kawasan tanpa rokok. Data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka.
Penelitian disajikan secara naratif sehingga dapat mengambarkan peraturan
yang berlaku tentang kebijakan tentang pedoman kawasan tanpa rokok serta
hubungganya dengan asas manfaat(Fei et al., 2016)
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pelayanan publik khususnya
dalam bidang kesehatan adalah kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Kebijakan publik di bidang kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah ini
terkait erat dengan program yang bertujuan untuk memberikan pengarahan
kepada masyarakat dengan mengarahkan perilaku masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat (program PHBS).
Semakin mudanya usia pertama kali merokok tidak dapat diabaikan
begitu saja, mengingat dampak rokok terhadap kesehatan telah banyak
dibuktikan melalui berbagai hasil penelitian. Asap tembakau diketahui
mengandung lebih 4.000 bahan kimia dan 69 diantaranya adalah penyebab
kanker (Tobacco Control Center Indonesia, 2010).
Asap rokok tersebut tidak hanya membahayakan kesehatan perokok
aktif, namun juga membahayakan kesehatan perokok pasif. Penelitian
Hawamdeh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
perokok pasif dengan berbagai kelainan, seperti gangguan pernafasan, asma,
jantung koroner, serta sindrom kematian mendadak pada bayi (Hawamdeh,
2003). Selanjutnya penelitian Setiadhi membuktikan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara kebiasaan merokok orang tua dengan adanya
pigmentasi pada permukaan labial gingiva gigi anterior anak (Setiadhi, 2011).
Masalah merokok saat ini telah menjadi masalah serius berbagai
negara di dunia, karena sangat berbahaya bagi kesehatan.Selain itu ada juga
masalah kebiasaan merokok di tempat umum, masalah kebiasaan ini akan
sangat mengganggu kenyamanan orang-orang yang ada disekitarnya serta
dapat memengaruhi kesehatan juga. Hal ini terjadi karena rokok yang terbakar
menghasilkan asap sampingan sebanyak 2 kali lipat lebih banyak dari pada
asap utama serta mengandung kadar bahan-bahan berbahaya yang juga lebih
tinggi. Terlalu banyak dampak buruk yang diakibatkan masalah kebiasaan
merokok, tidak hanya akan berdampak pada kesehatan tetapi juga berdampak
pada masalah ekonomi.Baik itu dampak ekonomi dari biaya konsumsi
pembelian rokok atau pun dampak ekonomi yang disebabkan oleh biaya
pengobatan kesehatan karena penyakit akibat merokok (Jaya, 2009).
Penelitian ini berangkat dari salah satu perwujudan program Indonesia
sehat dan 12 Indikator Indonesia sehat, yaitu hidup dalam lingkungan sehat
dengan tidak merokok. Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap
rokok telah menjadi perhatian dunia. WHO memprediksi penyakit yang
berkaitan dengan rokok akan menjadi masalah kesehatan di dunia. Dari tiap
10 orang dewasa yang meninggal, 1 orang diantaranya meninggal karena
disebabkan asap rokok. Dari data terakhir WHO di tahun 2004 ditemui sudah
mencapai 5 juta kasus kematian setiap tahunnya serta 70% terjadi di negara
berkembang, khususnya di negaranegara Asia, salah satunya adalah Indonesia.
Di tahun 2025 nanti, saat jumlah perokok dunia sekitar 650 juta orang maka
akan ada 10 juta kematian per tahun (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011: 5)
Indonesia di tahun 2006 menempati peringkat kelima tertinggi didunia
sebagai negara dengan jumlah konsumsi rokok, yaitu sebanyak 215 miliar
batang mengikuti Cina sebanyak 1,634 triliun batang, Amerika Serikat
sebanyak 451 miliar batang, Jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia
sebanyak 258 miliar batang.Namun pada tahun 2008, dalam hal jumlah
perokok menempati posisi ketiga didunia setelah Cina dan India serta diatas
Rusia dan Amerika Serikat, yaitu sebesar 65 juta perokok (World Health
Organization, 2008).
Upaya penanggulangan masalah kebiasaan merokok di Indonesia
sebenarnya telah dilakukan melalui Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun
2009, yaitu pada pasal 115 ayat 1 dan 2.Ayat 1 tentang Kawasan Tanpa
Rokok antara lainfasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar
mengajar, tempat anakbermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja
dan tempat umumserta tempat lainyang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah
daerah wajib menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya.Namun
peraturan ini belum berjalan dengan efektif sehingga upaya penanggulangan
masalah kebiasaan merokok di Indonesia belum berhasil.
B. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
perbandingan antara masyarakat yang merokok ditempat umum seperi
mall,tempat rekreasi,dan jalanan dengan masyarakat yang merokok di Instansi
kesehatan seperti Rumah Sakit,Puskesmas,Balai Kesehatan dll

C. Hasil Review dan Analisis


1. Analisis untuk tatanan pada Instansi Kesehatan
Kebiasaan merokok dan gangguan asap rokok serta untuk
menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat dan bebas dari
asap rokok (UU RI No.44, 2009). Kabupaten Serdang Bedagai merupakan
salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang memiliki 6 (enam)
rumah sakit, dari hasil survei pendahuluan tidak satupun rumah sakit yang
menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan rumah sakit.
Berdasarkan Undang-Undang No.44 Rumah Sakit tahun 2009 pasal 29
ayat 1 huruf t sudah seharusnya setiap rumah sakit di Kabupaten Serdang
Bedagai menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok sehingga dapat
melindungi orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit (perokok
pasif) dari dampak buruk kebiasaan merokok dan gangguan asap rokok.
(Danamik, 2009)
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan sudah
seharusnya memiliki lingkungan yang bersih dan sehat, termasuk bebas
dari asap rokok. Namun nyatanya masih sering dijumpai orang-orang
merokok di lingkungan rumah sakit.(Danamik, 2009)
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa saat ini rumah sakit
belum mengimplementasikan KTR sesuai peraturan dan belum secara
menyeluruh termasuk peran aktif. Pelaksanaan KTR hanya sebatas
penyampaian informasi dalam bentuk pemasangan spanduk, stiker, dan
informasi operator. Saat ini tidak terdapat pelaksana khusus. Peran serta
petugas dalam penerapan KTR adalah menginformasikan, melarang,
menegur dan menyuruh keluar bila ada pengunjung yang merokok.
(Masyarakat, 2016)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa larangan merokok hanya
diterapkan didalam ruangan RSUD Dr. Pirngadi Medan, hal ini
menyebabkan masih ditemukannya perokok di halaman RSUD Dr.
Pirngadi Medan.(Masyarakat, 2016)
Bidang manajemen RSUD Dr Pringadi Medan (RSUDPM)
membuat suatu aturan seperti larangan merokok, larangan penjualan
rokok, serta diberlakukannya tulisan- tulisan dilarang merokok pada setiap
ruangan di dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen
menggerakkan petugas keamanan (satpam) untuk ikut melakukan
sosialisasi penerapan kawasan tanpa rokok. Tugas dari para satpam adalah
menegur secara halus/sopan kepada setiap pengunjung dan keluarga
pasien yang merokok untuk tidak merokok (metrosiantar, 2014)
Menurut hasil observasi peneliti, RSUD Dr. Pirngadi Medan telah
melaksanakan kawasan tanpa rokok yang di mulai dengan sebuah
himbauan dan tanda-tanda/simbol larangan merokok. Terlihat dari
beberapa lokasi rumah sakit terdapat poster-poster di beberapa ruangan
rumah sakit, serta spanduk larangan merokok pun terpajang di kantin
rumah sakit meskipun kantin itu sendiri masih saja menjual rokok.(‘No
Title’, 2015)
Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan kualitatif
yang bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan kawasan tanpa
rokok (KTR) di RSUD Dr. pirngadi Kota Medan. Informan dalam
penelitian ini ada 7 orang, yaitu 5 orang pegawai rumah sakit dan 2 orang
pengunjung rumah sakit yang ditentukan secara purposive. Pengumpulan
data meliputi data primer dengan cara wawancara secara mendalam (in-
depth interview) dan telah dokumentasi sebagai cara untuk
mengumpulkan data.
Di rumah sakit Stella Maris implementasi KTR sudah optimal
sesuai dengan pernyataan dari informan yang menyatakan bahwa
kesadaran maysarakat terhadap penerapan KTR sudah direspon dengan
baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya asap rokok yang terlihat,
serta tidak terdapat juga puntung rokok yang berserakan, sehingga
kepatuhan masyarakat terhadap penerapan KTR sudah terwujud.(Habibi,
Surahmawati, 2015)
“Kawasan tanpa rokok di Stella Maris? Kayaknya memang cukup
bagus, karena setiap ada yang merokok dalam rumah sakit seperti ini, itu
menganggu kesehatan dari utama dari penderita yang penyakit, yang
orang sakit yaa, kedua dengan orang yang tidak sakit. Karena merokok itu
sebetulnya sangat sangat merugikan aa bukan lagi semua orang tetapi
kawasan yang ada seperti di rumah sakit ini aa sangat aa tidak artinya
tidak ini tidak di jamin kesehatannya yaa”. (Ak, 21/12/2015)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di RSUD Haji masih belum maksimal, hal ini
dilihat dari tidak adanya tim khusus yang menangani kawasan tanpa rokok
(KTR) di rumah sakit tersebut. Sehingga sistem pengaduan kawasan tanpa
rokok (KTR) tidak memilik arah yang jelas. Sedangkan berdasar buku
Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 tertuang bahwa salah satu
langkah untuk mengembangkan implementasi KTR di rumah sakit adalah
dengan Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (Tim khusus) dan slah satu syarat
koordinasi implementasi kTR dikatakan berhasil apabila penanggung
jawab KTR menyediakan tempat pelayanan bertanya (Tempat
pengaduan). RSUD Haji juga tidak memiliki anggaran yang di khususkan
untuk kepentingan kawasan tanpa rokok (KTR) sehingga dukungan sarana
prasarana mengenai kawasan tanpa rokok tidak diperbaharui. Seperti
spanduk, stiker “Dilarang Merokok” masih menggunakan peraturan lama
yakni Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 1999 tentang kawasan tanpa
rokok. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, implementasi
kawasan tanpa rokok (KTR) di Rumah Sakit Stella Maris sudah berjalan
optimal. Hal ini dibuktikan dari banyaknya media-media pendukung KTR
di area rumah sakit. seperti banyaknya spanduk “Dilarang Merokok”,
stiker-stiker “Dilarang Merokok”, posterposter mengenai sanksi merokok
serta pemberitahuan untuk tidak merokok di area rumah sakit melalui
speaker pagi dan sore.
Salah satu upaya mengurangi paparan asap rokok, Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun
2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Puskesmas Lhok Beuringen dan
Puskesmas Tanah Jambo Aye merupakan dua Puskesmas yang berada di
Kabupaten Aceh Utara. Permasalahan penelitian adalah bagaimana
implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di
kedua Puskesmas tersebut.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan metode kualitatif.
Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi. Analisa data menggunakan analisa data interaktif dari Miles
and Huberman. Hasil penelitian menunjukkan implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok Beuringen sudah baik, namun
berbeda dengan Puskesmas Tanah Jambo Aye yang masih ada
kekurangan. Pada aspek komunikasi, masih ada pengunjung yang kurang
memahami batasan wilayah Kawasan Tanpa Rokok. Pada aspek sumber
daya, Puskesmas Tanah Jambo Aye kekurangan anggaran dan sumber
daya manusia. Pada aspek disposisi, belum adanya sanksi yang tegas. Dan
pada aspek struktur birokrasi, belum adanya tim khusus pemantau
implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.(Irma, 2012)
2. Analisis untuk tatanan di tempat-tempat umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan kawasan tanpa
rokok di Kota Samarinda dengan melihat empat tatanan yang menjadi
objek observasi penelitian hingga saat ini masih terus dikembangkan.
Terutama dalam hal mengadvokaskan kebijakan ini kepada seluruh
stakeholder untuk memperoleh dukungan dan sama-sama dalam
menyukseskan terlaksanaya kebijakan ini. Penerapan kawasan tanpa rokok
yang meliputi tahap persiapan, pengimplementasi kebijakan dan
pemantauan secara umum belum berjalan sesuai dengan indikator
pengembangan kawasan tanpa rokok. Tanggapan dan respon masyarakat
mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok selama ini positif walaupun
masih terdapat kekurangan dalam pengimplementasiannya. Masyarakat
mendukung dengan adanya kebijakan ini dan diharapkan dapat
tercapainya kawasan sehat bagi seluruh masyarakat Kota Samarinda.
Adanya kesadaran bahwa perilaku merokok di tempat umum dapat
merugikan orang lain merupakan cerminan sikap toleran, yang merupakan
bagian penting dari empati (Johnson, dkk., 1983).
“Susun aturan larangan merokok di tempat umum”
(Sutiyoso,2004), sejak pemerintahan Sutiyoso sebagai Pemda DKI
Jakarta, beliau telah menginginkan adanya pemberlakuan peraturan daerah
tentang larangan merokok di tempat umum. Pada tahun 2005 akhirnya
pemerintah daerah dapat mengeluarkan Perda Nomor 2 tahun 2005
tentang pengendalian dan pencemaran udara serta Peraturan Gubernur
DKI Jakarta Nomor 75 tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok.
(Belakang, 2008)
Dinas Kesehatan kota Metro merupakan salah satu pelaksana di
dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok di kota Metro, peraturan daerah
kota metro nomor 4 tahun 2014 tentang Kawasan tanpa rokok telah
diberlakukan di kota Metro 2 tahun. Pengawasan terhadap penerapan
Peraturan Daerah Kota Metro tentang Kawasan tanpa Rokok di
Delegasikan oleh Walikota Metro Kepada Dinas Kesehatan dan Polisi
Pamong Praja (SatPol PP) melalui Keputusan Walikota Metro
Nomor: /KPTS/d2/2015 Tentang Tim Penegak Peraturan daerah Kota
Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan daerah Kota Metro
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, salah satu kawasan
yang diwajibkan untuk menerapkan Kawasan Tanpa Rokok Yaitu Tempat
Kerja dan sarana Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kota Metro Sebagai
Pelaksana dalam penerapan Peraturan daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun
2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah menerapkan di lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Metro.
Berdasarkan hasil wawancara dengan seksi pengendalian penyakit
tidak menular dan kesehatan jiwa di Dinas Kesehatan Kota Metro, Ibu
Diah Kusumaningrum, S.KM pada Dinas Kesehatan Kota Metro Sudah
Menerapkan Kawasan Tanpa Rokok sejak dikeluarkannya Peraturan
daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Menurut beliau, upaya serta mekanisme sosialisasi dan penyampaian
informasi yang dilakukan dalam menerapkan Kawasan Tanpa Rokok
dilingkungan Dinas Kesehatan kota Metro yaitu dengan Memasang
Banner dan Plang maupun stiker-stiker yang bertuliskan tentang Kawasan
Tanpa Rokok di sejumlah tempat-tempat seperti Pintu gerbang utama
Dinas Kesehatan Kota metro, taman, tempat parkir, lobby, ruang kerja,
ruang rapat, masjid/musholla, kantin, serta tempat-tempat yang mudah
dibaca oleh pegawai ataupun tamu yang datang ke Dinas Kesehatan kota
Metro.(‘No Title’, 2017)
Cafe dan Restoran adalah tempat umum yang sangat potensial
terjadinya paparan asap rokok orang lain karena sebagian besar cafe dan
restoran tidak menerapkan aturan kawasan tanpa rokok. Sumber paparan
asap rokok orang lain di cafe dan restoran adalah pengunjung dan pegawai
restoran itu sendiri. Penelitian ini memfokuskan pada dampak paparan
asap rokok orang lain yang diterima oleh pegawai cafe dan restoran di
Kota Semarang. Lokasi penelitian adalah 6 cafe dan 7 restoran di Kota
Semarang. Peneliti mendapatkan banyak kesulitan untuk mendapatkan ijin
dari pemilik cafe dan restoran karena sebagian besar alasan tempat
tersebut banyak terdapat aktivitas merokok sehinga pemilik khawatir hasil
penelitian berdampat tidak baik untuk kelangsungan bisnis mereka dan
banyak cafe dan restoran yang mendapatkan sponsor
rokok(Masyarakat, 2016).
DKI Jakarta merupakan provinsi pertama yang memiliki peraturan
terkait rokok. Aturan larangan merokok di tempattempat umum sudah
diberlakukan sejak beberapa tahun yang lalu, khususnya sejak
diberlakukannya Perda No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara untuk Udara Luar Ruangan, diikuti peraturan lainnya
yang mengatur Kawasan Dilarang Merokok (KDM).Hingga saat ini
Pemda DKI Jakarta belum mempunyai Perda secara khusus untuk
penerapan KTR. Kebijakan atau peraturan terkait merokok yang pernah
ditetapkan dan diterapkan di Provinsi DKI yang juga wajib diterapkan di
seluruh wilayah DKI Jakarta(Rahajeng, 2015)
Salah satu upaya mengurangi paparan asap rokok, Pemerintah
Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun
2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Puskesmas Lhok Beuringen dan
Puskesmas Tanah Jambo Aye merupakan dua Puskesmas yang berada di
Kabupaten Aceh Utara. Permasalahan penelitian adalah bagaimana
implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Lhok
Beuringen dan Puskesmas Tanah Jambo Aye. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di
kedua Puskesmas tersebut.
D. Pembahasan
Perbandingan antara masyarakat yang merokok di tempat Instansi
kesehatan dan masyarakat yang merokok di tempat-tempat umum.
Pada tatanan Instansi Kesehatan masih sering dijumpai orang orang
yang merokok khususnya di lingkungan Rumah Sakit walaupun sudah ada
peraturan perundang-undangan No.44 tentang Rumah Sakit tahun 2009, yaitu
pada pasal 29 ayat 1 huruf t menyebutkan bahwa setiap rumah sakit
mempunyai kewajiban memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit
sebagai kawasan tanpa rokok, yang bertujuan untuk melindungi kesehatan
orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit (perokok pasif) dari
dampak burukdan masih banyak yang belum mengimplementasikan kawasan
tanpa rokok secara menyeluruh.
Peneliatian lain menyatakan bahwa larangan merokok pada
lingkungan Rumah Sakit khususnya pada RSUD Dr. Pirngadi Medan
pelaksanaan kawasan tanpa rokok diinformasikan hanya melalui
spanduk,stiker,maupun simbol-simbol tentang kawasan tanpa rokok yang
ditempel di dinding ataupun semua area di rumah sakit salah satunya dikantin
walaupun dikantin tersebut masih menjual rokok.
Hasil pengamatan lain ditemukan bahwa larangan merokok hanya
diterpkan di dalam ruangan Rumah Sakit hal ini menyebabkan masih banyak
orang yang merokok di halaman rumah sakit yang sebenarnya juga sangat
berpengaruh bagi kesehatan orang lain yang menghirup asap rokok tersebut
atau yang biasa disebut dengan perokok pasif,terutama bahaya pada pasien
yang dirawat di Rumah Sakit tersebut.
Bahkan manajemen rumah sakit sudah menggerakkan petugas
keamanan untuk mensosialisaikan tentang larangan merokok dan adanya
kawasan tanpa rokok dan apabila petugas keamanan menumukan orang yang
merokok di lingkungan rumah sakit maka ia akan menegur secara halus.
Di Rumah sakit Stella Maris dan Puskesmas dan Puskesmas Lhok
Beuringen sudah mengimplementasikan kawasan tanpa rokok dengan baik
serta sesuai dengan pernyataan dari informan yang menyatakan bahwa
kesadaran maysarakat terhadap penerapan KTR sudah direspon dengan baik,
hal ini dibuktikan dengan tidak adanya asap rokok yang terlihat, serta tidak
terdapat juga puntung rokok yang berserakan, sehingga kepatuhan masyarakat
terhadap penerapan KTR sudah terwujud
Sedangkan pada tatanan tempat-tempat umum penerapan kawasan
tanpa rokok di Kota Samrinda sudah menginplementasikan mengenai
kawasan tanpa rokok dan masyarakat memberikan respon positif kepada
pemerintah tentang kawasan tanpa rokok walaupin masih banyak kekurangan
dalam pengimplementasian kawasan tanpa rokok serta masyarakat
mendukung adanya kebijakan tentang kawasan tanpa rokok sehingga tercipta
lingkungan yang bersih bebas asap rokok.
Dinas Kesehatan kota Metro merupakan salah satu pelaksana di dalam
penerapan Kawasan Tanpa Rokok di kota Metro, peraturan daerah kota metro
nomor 4 tahun 2014 tentang Kawasan tanpa rokok telah diberlakukan di kota
Metro 2 tahun.
Cafe dan Restoran adalah tempat umum yang sangat potensial
terjadinya paparan asap rokok orang lain karena sebagian besar cafe dan
restoran tidak menerapkan aturan kawasan tanpa rokok. Peneliti mendapatkan
banyak kesulitan untuk mendapatkan ijin dari pemilik cafe dan restoran
karena sebagian besar alasan tempat tersebut banyak terdapat aktivitas
merokok sehinga pemilik khawatir hasil penelitian berdampat tidak baik untuk
kelangsungan bisnis mereka dan banyak cafe dan restoran yang mendapatkan
sponsor rokok(Masyarakat, 2016).

E. Kesimpulan
Dari hasil analisis tentang kawasan anti rokok pada tatanan Instansi
Kesehatan dan tempat- tempat umum ditarik kesimpulan bahwa walaupun ada
kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok tapi masyarakat belum sepenuhnya
sadar bahwa banyaknya bahaya yang ditimbulkan dari aktifitas merokok yakni
asap rokok yang dihirup orang lain atau yang biasa disebut perokok pasif itu
sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit,karena seperti yang kita ketahui bahwa perokok pasif lebih
berbahaya dibandingkan perokok aktif
Kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok memang sudah ada yang
mengimplementasikan tapi tidak semua instansi kesehatan seperti rumah
sakit,puskesmas maupun balai kesehatan lainnya yang juga
mengimplementasikannya.Walaupun sudah ada larangan seperti poster,simbo-
simbol yang menegaskan bahwa pada kawasan tersebut ada larangan tapi
tetap saja masih ada yang merokok pada kawasan tersebut,itu disebabkan
karena kurangnya kesadaran pada diri sendiri tentang larangan merokok yang
dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan pada tubuh kita.Begitupun
pada tempat-tempat umum juga masih banyak orang-orang yang merokok
walaupun sudah ada larangan yang diberikan oleh pemerinta mengenai
kawasan tanpa rokok.intinya adalah kesadaran masyarakat sendiri tentang
bagaimana menjaga kesehatan diri sendiri maupun orang lain dengam
tindakan kita yang merokok.

F. Saran
Menurut saya ibu adalah dosen yang baik dan menarik saat mengajar
karna dalam pembelajaran bukan hanya memberikan materi saja tapi ibu
mengajarkan kami untuk lebih aktif didalam kelas serta memberikan
pembelajaaran yang berbeda dari dosen lain yang memberi materi disamping
itu juga memberikan praktik langsung,seehingga kami sebagai mahasiswa
lebih paham dengan materi pembelajaran Promosi Kesehatan.
Daftar Pustaka

Fei, K. et al. (2016) ‘Dikaitkan Dengan Asas Manfaat’, 2(1), pp. 104–111.

‘No Title’ (2017), 2014.

Habibi, Surahmawati, & S. (2015) ‘Gambaran Implementasi Peraturan Daerah


Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada Rsud Haji Dan Rumah
Sakit Stella Maris Di Kota Makassar’, The Public Health Science, 8,
pp. 161–170.

Renaldi, R. (2013) ‘Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


pada Mahasiswa di Lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang
Tuah Pekanbaru’, Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(5), pp. 233–238.

Rahajeng, E. (2015) ‘Pengaruh Penerapan Kawasan Tanpa RokokRahajeng,


E. (2015) “Pengaruh Penerapan Kawasan Tanpa RokokTerhadap
Penurunan Proporsi Perokok di Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Bali,” jurnal ekologi kesehatan, 14(3), hal. 238–
249.Terhadap Penu’, Jurnal Ekologi Kesehatan, 14(3), pp. 238–249.

Irma (2012) ‘Universitas Sumatera Utara’.

Dan, E. and Merokok, P. (2003) ‘Di Tempat Umum’, (2), pp. 81–90.

Padmaningrum, R. T. and Kimia, J. (2012) ‘Regina Tutik Padmaningrum,


Jurdik Kimia, UNY PPM’, (November 2007), pp. 1–7.

Belakang, A. L. (2008) ‘Pengaruh Peraturan Larangan Merokok di Tempat


Umum Terhadap Kebiasaan Merokok Masyarakat’.

Masyarakat, J. K. (2016) ‘No Title’, 4(3).


Gunawan, I. K. (2018) ‘KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA
SAMARINDA’, 6(2), pp. 657–668.

Anda mungkin juga menyukai