Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

PENGARUH LEG EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI PASIEN


OSTEOATRITIS DI RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Disusun oleh:
Dita Ayu Prastikasari
2019122027

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2020

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Osteoatritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative dengan
kerusakan kartilago sendi. Osteoatritis yang juga disebut sebagai penyakit
degenaratif merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering
terjadi dan menimbulkan gejala pada orang usia lanjut maupun setengah baya.
Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita dan
merupakan penyabeb tersering pada penyebab disabilitas jangka panjang
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun (Joewono, Isbagio, Kalim, Broto,
Pramudiyo, 2011).
World Health Organization (WHO) melaporkan 40% penduduk dunia
yang lansia akan menderita Osteoatritis dari jumlah tersebut 80% mengalami
keterbatasan sendi. Berdasarkan data Riskesdas 2013 menyebutkan terdapat
24.7% penyakit sendi di Indonesia dengan pembagian penyakit sendi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan terjadi sebesar 11,9 % dan
berdasarkan timbulnya gejala sebesar 24,7 %. Di Provinsi Jawa Tengah,
prevalensi kejadian penyakit sendi terjadi dengan prosentase 25,5 % (Profik
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015
Faktor risiko osteoatritis secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi (Kelley, 2009). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah umur, ras, jenis kelamin, dan genetik. Kemudian untuk faktor risiko
yang dapat dimodifikasi adalah obesitas, kelemahan otot, trauma berulang,
aktifitas fisik berat dan diet (Haq dkk, 2008). Teori tersebut di dukung oleh
riset yang dilakukan oleh Soeryadi (2017) dimana hasil penelitiannya
mendapatkan faktor resiko osteoatritis dengan distribusi responden yang
berumur 70-79 tahun 33.3%, jenis kelamin perempuan 70.4%, tidak memiliki
riwayat keluarga osteoatritis 70.4%, tekanan darah pre hipertensi 51.9% dan
riwayat hiperkolesterolemia 66.7%.
3

Salah satu tanda dan gejala osteoatritis adalah timbulnya nyeri yang
berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur
daerah subkodral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, istabilnya kapsul
sendi serta spasme pada otot atau ligament. Nyeri akan dapat bertambah
ketika melakukan aktifitas berat, pada tahap yang lebih parah hanya dengan
aktivitas minimal sudah dapat menimbulkan perasaan nyeri (Davey, 2008).
Penelitian Sonjaya (2017) menyebutkan karakteristik yang sering
muncul pada penderita osteoatritis adalah nyeri sendi pada lutut dengan
prosentase 53.26% dari 199 responden. Sedangkan pada riset yang dilakukan
oleh Ismail (2017) ditemukan karakteristik intensitas nyeri yang diukur
menggunakan VAS, nyeri ringan sebesar 22.9%, nyeri sedang 50.0% dan
nyeri berat sebesar 27.1 % dari total 70 responden. Hasil tersebut berbeda
dengan riset yang dilakukan oleh Purnama, Mogi dan Angliadi (2015) yang
dalam penelitiannya menemukan derajat nyeri berdasarkan pengukuran
(VAS) menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami nyeri ringan yaitu
sebanyak 19 perawat (76,0 %) dan nyeri sedang sebanyak 6 perawat (24,0%).
Riset-riset tersebut menunjukan gambaran nyeri pada pasien
osteoatritis. Sedangkan data Arthritis Research Campaign menunjukan bahwa
lebih dari 550 ribu penderita osteoatritis mengalami nyeri di lutut. Hampir
80% osteoatritis pada usia di atas 60 tahun mengenai sendi lutut (Anwar,
2012). Prevalensi osteoatritis sendi kaki lutut di Indonesia cukup tinggi dan
mempunyai dampak besar terhadap perkembangan sosial serta ekonomi. 1-2
juta orang di Indonesia menderita cacat dikaki karena osteoatritis (Carter,
2013).
Banyaknya angka kejadian osteoatritis yang menyerang sendi di kaki,
maka perlu adanya terapi atau latihan khusus kaki yang dapat mengurangi
gejala keluhan nyeri di kaki. Michael et al (2010) menyatakan terdapat
beberapa terapi pada osteoatritis seperti terapi konservatif, fisioterapi,
pertolongan ortopedi, farmakologi dan non farmakologi. Terapi non
farmakologi yang dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien osteoatritis
adalah leg exercise.
4

Baker (2014) menyatakan bahwa dengan melakukan leg exercise


secara teratur dengan derakan ideal dapat menurunkan nyeri dan memperbaiki
perbaikan sendi. Hal tersebut di dukung oleh teori dari Artritis Researh
(2017) yang menyatakan bahwa apabila latihan dilakukan dengan benar dan
rutin,dalam kurun waktu 2 minggu nyeri akan berkurang. Namun harus
memperhatikan kemampuan dan kondisi fisik apabila melakukan latihan ini.
Artritis Care (2015) menyebutkan latihan bermanfaat bagi kebanyakan
orang seperti membantu dalam mengontrol rasa sakit dan meningkatkan
kemandirian. Latihan adalah kunci dalam membantu mencapai dan
mempertahankan berat badan yang sehat, dapat mengurangi ketegangan
punggung atau sendi di kaki Anda, serta mengurangi beberapa gejala arthritis.
Penelitian yang dilakukan oleh Marlina (2015) yang meneliti tentang
efektivitas latihan lutut terhadap penurunan intensitas nyeri pasien osteoatritis
di Yogyakarta yang dalam penelitian memperoleh hasil positif. Dimana dari
penelitian tersebut diketahui latihan lutut berpengaruh terhadap penurunan
intensitas nyeri dengan p value 0.000.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmanto (2014) yang
meneliti tentang efektifitas Program Streerching Exercise, Kinesthesia
Exercise dan Balance Exercise Tungkai Bawah Terhadap penurunannyeri dan
peningkatan ROM pasien osteoatritis diperoleh hasil ketiga program latihan
tersebut memberikan efektifias yang berbeda dalam menurunkan nyeri dan
meningkatkan ROM. Hasil Program Streerching Exercise menurunkan nyeri
pasien osteoatritis sebesar 5.2 dan mendapatkan nilai p value 0.020,
Kinesthesia Exercise menurunkan nyeri sebesar 0.8 dan mendapatkan hasil p
value 0.099 dan Balance Exercise Tungkai Bawah dapat menurunkan nyeri
sebesar 3 dengan hasil p value 0.046. Dari hasil tersebut di dapatkan
Stretching Exercise merupakan program yang paling efektif dalam penelitian
tersebut.
Penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, karena peneliti akan menggunakan leg exercise dalam
penelitian yang akan dilakukan pada pasien Osteoatritis dalam mengurangi
5

nyeri. Studi pendahuluan dilakukan di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri


pada minggu ketiga bulan Maret 2021 di temui 12 penderita osteoatritis, dari
angka tersebut di dapatkan semua mengalami nyeri namun hanya 3 orang
yang melakukan latihan kaki di rumah sedangkan lainnya hanya membiarkan
nyeri saja dan terkadang dibelikan obat di warung. Dari studi pendahuluan
tersebut disimpulkan bahwa leg exercise belum banyak diketahui oleh pasien
osteoatritis sehingga dapat menjadi inovasi dalam dunia keperawatan apabila
dapat disosialisasikan dan bermanfaat dengan baik untuk pasien osteoatritis.
Dari data-data di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh Leg
Exercise terhadap Penurunan Nyeri Pasien Osteoatritis di Rumah Sakit Mulia
Hati Wonogiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan di angkat oleh
peneliti adalah adakah Pengaruh Leg Exercise terhadap Penurunan Nyeri
Pasien Osteoatritis di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana Pengaruh Leg Exercise terhadap Penurunan
Nyeri Pasien Osteoatritis di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui nyeri osteoatritis sebelum intervensi pada pasien
kelompok intervensi dan kelompok control di Rumah Sakit Mulia
Hati Wonogiri
b. Untuk mengetahui nyeri pasien osteoatritis sesudah pemberian Leg
Exercis pada kelompok perlakuan di Rumah Sakit Mulia Hati
Wonogiri
c. Untuk mengetahui nyeri pasien osteoatritis post tanpa perlakuan
pada kelompok kontrol di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri
d. Untuk menganalisa perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah
pemberian Leg Exercise pada Pasien Osteoatritis di Rumah Sakit
6

e. Untuk menganalisa perbedaan tingkat nyeri sebelum dan sesudah


tanpa pemberian Leg Exercise pada Pasien Osteoatritis di Rumah
Sakit
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian dapat memberikan sumbangsih dalam dunia keperawatan
terutama evidance based tentang penggunaan leg exercise pada pasien.
2. Praktis
a. Bagi Rs Mulia Hati
Hasil penelitian ini sebagai acuan bagi perawat maupun rumah sakit
untuk memberikan leg exercise pada pasien.
b. Bagi Universitas Sahid Surakarta
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan di perpustakaan
serta dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam hal
penelitian keperawatan.
c. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar, acuan dan perbandingan
bagi penelitian selanjutnya yang tertarik meneliti tentang leg
exercise dan nyeri osteoatritis.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 keaslian penelitian
No Judul dan nama Metode Hasil Perbedaan Persamaan
peneliti
1 efektivitas latihan Penelitian Hasil Perbedaan dengan Sama-sama
lutut terhadap pre penelitian di penelitian yang akan menjadikan pasien
penurunan eksperimen dapatkan p diteliti adalah Pada osteoatritis sebagai
intensitas nyeri dengan one value 0.004 design penelitian juga objek penelitian
pasien osteoatritis group design yang artinya berbeda karena Sama-sama
di Yogyakarta oleh with pretest terdapat peneliti akan menggunakan
marlina 2015 and posttes pengaruh menggunakan quasy penelitian eksperimen
eksperimen yaitu
menggunakan
kelompok kontrol

2 efektifitas Metode Hasil dari riset Perbedaan dengan Sama-sama


Program penelitian tersebut penelitian yang akan menjadikan pasien
Streerching quasy adalah ketiga diteliti adalah pada osteoatritis sebagai
Exercise, ekperimen latihan terapi yang akan objek penelitian
Kinesthesia dengan tersebut digunakan. Peneliti Sama-sama
7

Exercise dan control berpengaruh akan menggunakan menggunakan


Balance Exercise group design terhadap leg exercise penelitian eksperimen
Tungkai Bawah with pre test penurunan sedangkan penelitian
Terhadap and post test nyeri dan terkait menggunakan
penurunannyeri peningkatan Streerching Exercise,
dan peningkatan ROM dengan Kinesthesia Exercise
ROM pasien pvalue 0.034 dan Balance
osteoatritis Exercise.
Rahmanto (2014)
3 Pengaruh Metode Hasil dari Perbedaan dengan Sama-sama
strengthening penelitian penelitian penelitian yang akan menjadikan pasien
exercise terhadap quasy tersebut diteliti adalah pada osteoatritis sebagai
penurunan ekperimen adalah adanya terapi yang akan objek penelitian
intensitas nyeri dengan perbedaan digunakan. Peneliti Sama-sama
lutut pada control nyeri lutut akan menggunakan menggunakan
penderita group design pada leg exercise penelitian eksperimen
steoatritis oleh with pre test kelompok sedangkan penelitian
Pramudaningsih and post test intervensi terkait menggunakan
2017 dengan p strengthening
value 0.000 exercise
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Osteoartitis
1. Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi
yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang
sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014).
Dalam Perhimpunan Reumatologi Indonesia Osteoartritis secara
sederhana didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi degeneratif
yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang
yang ada disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2013). Sjamsuhidajat,
dkk (2014) mendefinisikan OA sebagai kelainan sendi kronik yang
disebabkan karena ketidakseimbangan sintesis dan degradasi pada
sendi, matriks ekstraseluler, kondrosit serta tulang subkondral pada
usia tua (Sjamsuhidayat, 2014).
2. Etiologi
Menurut Michael dkk (2010) etiologi dari osteoatritis dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu Osteoatritis primer dan Osteoatritis
sekunder. Osteoatritis primer merupakan osteoatritis ideopatik atau
osteoatritis yang belum diketahui penyebabnya. Sedangkan
osteoatritis sekunder penyebabnya yaitu pasca trauma, genetic, mal
posisi, pasca operasi, metabolic, gangguan endokrin dan
osteonekrosis aseptic.
3. Manifestasi klinis
Menurut Davey (2013) manifestasi klinis dari osteoatritis
dapat mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi
osteoatritis dapat mengenai sendi leher, bahu, tangan, kaki,
pinggul, lutut.

7
9

a. Nyeri : Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada


sinovium, tekanan pada sumsum tulang, fraktur daerah
subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi, instabilnya
kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri
terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang
lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat
membuat perasaan sakit, hal ini bisa berkurang dengan
istirahat.
b. Kekakuan sendi : kekakuan pada sendi sering dikeluhkan
ketika pagi hari ketika setelah duduk yang terlalu lama atau
setelah bangun pagi.
c. Krepitasi : sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan
pada tulang sendi rawan.
d. Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada
tangan sebagai nodus Heberden (karena adanya keterlibatan
sendi Distal Interphalangeal (DIP)) atau nodus Bouchard
(karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal
(PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan
penurunan kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
e. Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya
perlahan-lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada
sendi tangan atau lutut.
4. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan
fisik juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan
pemeriksaan laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah
terutama pada OA tahap awal. USG juga menjadi pilihan untuk
menegakkan diagnosis OA karena selain murah, mudah diakses serta
lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI (Amoako dan
10

Pujalte, 2014). Sedangkan menurut Patel (2013) pemeriksaan


penunjang yang dilakukan adalah:

a. Radiologi
Setiap sendi yang menyangga berat badan dapat terkena
osteoartritis, seperti panggul, lutut, selain itu bahu, tangan,
pergelangan tangan, dan tulang belakang juga sering terkena.
Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
1) Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam
taji) yang terbentuk di tepi sendi.
2) Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan
menyebabkan penyempitan rongga sendi yang tidak
sama. Badan yang longgar, terjadi akibat terpisahnya
kartilago dengan osteofit.
3) Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas
tulang di sekitar sendi yang terkena dengan pembentukan
kista degeneratif.
b. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan hasil
pemeriksaan darah tepi seperti hemoglobin, leukosit dan laju
endap darah dalam rentang normal.
5. Klasifikasi
Menurut Kellgren dan Lawrence (2010) osteoartritis dalam
pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada
radiologis.
b. Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
c. Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar
sendi.
d. Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi
yang cukup besar.
11

e. Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar


sendi yang lebar dengan sklerosis pada tulang subkondral.

6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan
gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan
dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis.
Tindakan terapi yang diberikan menurut Michael dkk (2012)
meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi,
pembedahan, rehabilitasi. Penjelasannya adalah:
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, pengaturan gaya hidup apabila pasien
termasuk obesitas harus mengurangi berat badan, jika
memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olahraga
seperti bersepeda, berenang).
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, leg
excercise, akupuntur, transverse friction (tehnik pemijatan
khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot,
elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti
sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA,
ortosis juga digunakan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi sendi.
d. Farmakoterapi
Analgetik
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan
kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar
tidak menyebabkan toksisitas.
12

Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis


1200-2400mg sehari.
Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi adalah 2x250-
375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
e. Pembedahan
Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan
menyebabkan rata infeksi yang rendah (dibawah 0,1%).
7. Faktor resiko
a. Perbedaan ras
Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena,
misalnya rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena
OA lutut lebih tinggi daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras
Afrika hitam, China, dan Asia-Hindia menunjukkan prevalensi
OA panggul dari pada ras Eropa-Kaukasia.
b. Usia
Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi
sebelum usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga
semakin meningkat. Insiden meningkat tajam pada usia sekitar 55
tahun.
c. Faktor genetik
Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan
dengan ibu yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak
laki-laki karena OA diwariskan diwariskan kepada anak
perempuan secara dominan sedangkan pada laki-laki diwariskan
secara resesif. Selain itu genetik menyumbang terjadinya OA
pada tangan sebanyak 65%, OA panggul sebanyak 50%, OA lutut
sebanyak 45%, dan 70% OA pada cervical dan spina lumbar.
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA
pada lutut tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko
terjadinya OA dua kali lebih besar pada orang dengan berat badan
13

berlebih dari pada kelompok orang dengan berat badan normal.


Selain itu dilihat dari perubahan radiologis, obesitas merupakan
prediktor ketidakmampuan yang progresif. Tetapi hubungan ini
tidak jelas pada OA panggul dan OA tangan.
e. Riwayat bedah lutut atau trauma
Trauma pada sendi merupakan faktor risiko berkembangnya
penyakit OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya
kerusakan pada mayor ligamen, tulang pada sekitar sendi tersebut.
Trauma merupakan faktor risiko pada OA lutut karena
kerusakannya bisa menyebabkan perubahan pada meniskus, atau
ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial dan ligamen
kolateral.
f. Aktivitas berat yang berlangsung lama
Penggunaan sendi dalam aktivitas berat yang berlangsung lama
menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit OA. Pekerjaan
seperti kuli angkut barang, memanjat menyebabkan peningkatan
OA lutut, hal ini biasanya terjadi pada laki-laki. Selain itu
kebiasaan yang membungkuk terlalu lama seperti petani, atau
tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA panggul. Altet
olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko besar
terjadinya OA lutut dan panggul (Sambrook et. al, 2012).

2. Nyeri
1. Pengertian Nyeri osteoatritis
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
bersifat subjektif. Keluhan nyeri yang dinyatakan seperti pegal,
linu, ngilu, keju, kemeng,dan seterusnya dapat dianggap sebagai
modalitas nyeri. Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang
dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh
persepsi jiwa yang nyata, aman dan fantasi luka (Sulistyo, 2013).
14

Untuk Seseorang dengan nyeri OA akan terjadi disfungsi


sendi dan otot sehingga akan mengalami keterbatasan gerak,
penurunan kekuatan dan keseimbangan otot. Sekitar 18%
mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam beraktifitas,
kehilangan fungsi kapasitas kerja dan penurunan kualitas hidup
(Reis dkk, 2014)
2. Klasifikasi nyeri osteoatritis
a. Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik
Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak akibat proses
patologik pada jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri.
Misalnya altralgia yaitu nyeri yang disebabkan karena proses
patologik pada persendian, mialgia merupakan nyeri yang
disebabkan proses patologis pada otot, dan entesialgia
merupakan proses patologik yang terjadi akibat proses
patologik di tendon, fasia, jaringan miofasial dan periosteum.
Proses patologis tersebut bisa disebabkan karena adanya
bakteri, proses imunologis, non-infeksi atau perdarahan
sehingga menyebabkan inflamasi pada daerah tersebut. Nyeri
bisa diungkapkan saat dilakukan penekanan atau ketika
anggota tubuh tersebut digerakkan secara pasif atau aktif.
b. Nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik
Nyeri yang diakibatkan iritasi langsung pada serabut saraf
sensorik perifer. Ciri khas dari nyeri neurogenik adalah nyeri
menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan
dan penjalaran nyeri berpangkal pada saraf yang terkena.
Serabut saraf sensorik perifer menyusun radiks posterior, saraf
spinal, pleksus, fasikel dan segenap saraf perifer.
3. Proses terjadinya nyeri osteoatritis
Nyeri yang terjadi pada pasien osteoatritis berasal dari proses
inflamasi pada sinovium, tekanan pada sumsum tulang, faktur
daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit, distensi,
15

instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligament.


Nyeri terjadi ketika melakukan aktivitas berat. Pada tahap yang
lebih parah hanya dengan aktifitas minimal sudah dapat
menimbukan nyeri (Davey, 2013).
Kemudian adanya fibrinogenik meningkat dan fibrinolitik yang
menurun, akibatnya thrombus dan kompleks lipid menumpuk pada
pembuluh darah subkondral. Penumpukan tersebut menyebabkan
iskemia yang berujung nekrosis jaringan yang menyebabkan
prostaglandin dan interleukin terlepas. Terlepasnya mediator kimia
tersebut yang menimbulkan rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien
osteoatritis. Nyeri yang timbul menyebabkan terlepasnya mediator
kimia, menyebabkan peregangan pada tendon, ligament dan
spasme otot (Yatim, 2014).
4. Respon Tubuh Terhadap Nyeri
Menurut Sulistyo (2013), respon tubuh terhadap nyeri adalah
sebagai berikut :
1) Respon Fisik
Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri
ditransmisikan oleh medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus, sistem saraf otonom terstimulasi, sehingga
menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh
terhadap stress. Respon ini mencakup takikardia, takipnea,
meningkatkan aliran darah perifer, meningkatnya tekanan
darah.
2) Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, klien
yang mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negative”
cenderung memiliki suasana hati sedih, tidak berdaya, marah
dan frustasi. Sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi
16

nyeri sebagai pengalaman yang “positif” akan menerima nyeri


yang dialaminya.

5. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri


Menurut Sulistyo (2013) faktor yang mempengaruhi nyeri adalah
sebagai berikut :
a. Faktor- Faktor yang Menurunkan Nyeri
1) Obat- Obatan
2) Hipnosis
3) Gesekan / Garukan
4) Panas
5) Distraksi
6) Latihan teratur
b. Faktor – Faktor yang dapat Meningkatkan nyeri
1) Sakit atau Penderitaan
2) Rasa Bosan dan depresi
3) Marah
4) Kelelahan
5) Ansietas
6. Penatalaksanaan Nyeri
Penatalaksanaan nyeri menurut Sulistyo (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Penetalaksanaan Farmakologis
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mewakili
sekelompok obat yang digunakan sebagai penahan sakit post
sirkumsisi meliputi (antalgin / paracetamol / asmet) (Sulistyo,
2013).
b. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
1) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan
mental dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
17

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi


yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman.
2) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi
seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus
untuk mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini
membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi
lingkungan klien mendukung tindakan ini. Kegaduhan,
kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat
terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu
klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks
dengan cara menutup matanya.
3) Akupuntur
Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan proses memasukan jarum-jarum tajam
pada titik-titik strategis pada tubuh untuk mencapai efek
terapeutik.
4) Kompres panas dan dingin
Pilihan alternatif dalam meredakan nyeri adalah terapi es
(dingin) dan panas. Namun begitu, perlu adanya studi
lebih lanjut untuk melihat keefektifannya dan bagaimana
mekanisme kerjanya. Terapi es (dingin) dan panas diduga
bekerja dengan menstimulisasi reseptor tidak nyeri (non-
nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada cidera.
5) Hipnosis
Hipnosis adalah sebuah teknik yang menghasilkan suatu
keadaan yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui
gagasan-gagasan yang disampaikan oleh orang yang
mengghipnotisnya. Hopnosis dapat membantu mengubah
18

persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu


pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan
sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang relaks dan
damai. Konsentrasi yang insetif mengurangi ketakutan dan
stres.
6) Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa
menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk
meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi atau
memperbaiki sirkulasi.
7) Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian
terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi
dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi
retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang
menerima input sensori yang berlebihan dapat
menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri
berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Distraksi
efektif untuk nyeri ringan sampai nyeri sedang.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien
untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain
nyeri. Perbedaan nyeri secara umum meningkat dalam
hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, dan
minat individu dalam stimuli.
8) Latian (olahraga)
Latian pergerakan kaki dengan meregangkan otot untuk
meningkatkan fleksibilitas otot dan jangkauan gerakan
persendian. Dengan latian (olahraga)ketegangan otot
menjadi berkurang, tubuh terasa lebih relaks, memperluas
19

rentang gerak, menambah rasa nyaman, mengurangi nyeri


dan membantu mencegah cedera.

7. Pengukuran Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat
sangat sabjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
berbeda oleh dua orang yang berbeda (Andarmoyo, 2013).
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mugkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri, namun pengukuran dengan pendekatan objektif
juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu
sendiri (Andarmoyo, 2013). Beberapa skala intensitas nyeri :

a.
Gambar 2.1 pengukuran nyeri VDS

1) Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana


Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS)
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objekti. Pendeskripsian VDS diranking dari ” tidak nyeri”
sampai ”nyeri yang tidak tertahankan”(Andarmoyo, 2013).
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien
20

untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini


memungkinkan klien memilih sebuah ketegori untuk
mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).
2) Skala Intensitas Nyeri Numerik

Gambar 2.2 Pengukuran nyeri numerik


Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS)
lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala
0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi (Andarmoyo, 2013).
3) Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

Sk
Gambaran 2.3 pengukuran nyeri Visual Analog Scale
Visual analog visual ( Visual Analog Scale) merupakan
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap
ujungnya (Andarmoyo, 2013).
4) Wong baker scale
21

Gambar 2.4 pengukuran nyeri wong baker

Wong baker scale Merupakan skala bergambar ekspresi


wajah dari ekspresi senyum atau gembira sampai ekspresi
menangis yang menunjukkan nyeri yang sangat hebat. Pasien
dapat menentukan sendiri gambaran ekspresi dari skala untuk
menggambarkan intensitas nyeri yang dialami (Judha, 2012).

3. Leg Excercise
1. Pengertian
Leg excercise adalah latian pergerakan kaki dengan
meregangkan otot untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan
jangkauan gerakan persendian. Dengan leg excercise ketegangan
otot menjadi berkurang, tubuh terasa lebih relaks, memperluas
rentang gerak, menambah rasa nyaman, mengurangi nyeri dan
membantu mencegah cedera (Sari & Pamungkas, 2014).
2. Manfaat
Penderita osteoartitis mungkin takut untuk berolahraga
karena akan menyebabkan nyeri dan rasa tidak nyaman. Tetapi
menurut penelitian olahraga sangat dianjurkan bagi penderita
osteoartitis. Olahraga obat yang efektif untuk menurunkan nyeri
dan memperbaiki pergerakan pada pasien osteoartitis. Salah satu
gerakan yang dapat dilakukan penderita osteoartitis adalah leg
excercise.
Leg excercise adalah latian pergerakan kaki untuk
menigkatkan fleksibilitas otot dan jangkauan persendian. Leg
excersice merupakan peregangan ringan yang membuat sendi-sendi
kaki bergerak sesuai rentangan penuh. Dengan melakukan latian ini
22

secera teratur dengan gerakan ideal dapat menurunkan nyeri dan


memperbaiki pergerakan sendi (Baker, 2014).
3. Cara kerja
a. Latihan tahap awal
1) Quadriceps stretch

Gambar 2.5 Quadriceps


Berbaringlah di lantai (atau tidur jika lantai sulit)
dengan lutut lurus, perlahan-lahan menekuk lutut yang
terkena sejauh mungkin (menggerakkan pergelangan kaki
sedekat mungkin kearah pantat). Ketika sudah terasa
regangan di otot paha, tahan posisi selama 10 detik
kemudian kembali luruskan lutut dan tahan lagi untuk 10
detik. Ulangi 10 kali.
2) Quadriceps tense

Gambar 2.6 Quadriceps

Tetap berbaring dengan posisi kaki lurus dan digulung


handuk di bawah lutut. Mengencangkan otot paha depan
(quadriceps) dengan mendorong atau menggerakkan lutut
ke handuk. Tahan 10 detik dan kemudian lepaskan selama
20 detik. Ulangi proses ini 10 kali.
3) Hamstring stretch
23

Gambar 2.7 Hamstring

Berdiri tegak dan menempatkan kaki yang terkena


diatas bangku atau kursi. Coba tidak mendorong di lutut
dengan tangan, tetapi perlahan-lahan bersandar
(mencondongkan badan) kedepan sampai Anda merasakan
regangan di belakang paha. Tahan peregangan selama 20
detik. Ulangi 5 kali.

4) Inside thigh muscles and gluteal muscles tense

Gambar 2.8 Inside thigh


muscles
Duduk di kursi, menempatkan handuk atau bola
antara paha, kemudian mengencangkan pantat dan kedua
paha menekan bola bersama-sama. Tahan selama 10 detik.
Ulangi 5 kali.
24

b. Latihan tahap kedua


1) Straight leg raise (SLR)

Gambar 2.9 Straight leg


raise
Berbaring telentang, badan disangga dengan kedua
lengan dan posisi lutut yang terkena kaki diluruskan dan
kaki satunya ditekuk (menekuk lutut kaki terpengaruh
untuk keseimbangan). Angkat kaki yang lurus sekitar 4-6
inci dari tanah dan tahan selama 10 detik.Ulangi 10 kali.
2) Quadriceps strengthening

Posisi duduk di kursi dengan lengan dilipat, perlahan-


Gambar 2.10 Quadriceps
lahan berdiri tanpa menggunakan lengan. Ketika tegak,
strengthening
kembali kembali perlahan-lahan ke posisi duduk lagi tanpa
menggunakan lengan. Ulangi 10 kali.
3) Quadriceps strengthening- step down

Gambar 2.11 Quadriceps strengthening- step


down
25

Tempatkan kaki yang terkena pada shallow step


sekitar 3 inci tingginya. Turun dengan kaki yang tidak
sakit (secara pelan), mengambil 3-4 detik untuk
menyelesaikan langkah. Ulangi 7 kali. Anda dapat
berpegang pada bannister (pegangan tangga) sebagai
dukungan.
4) Quadriceps strengthening – minisquats

2.12 Quadriceps
Posisi badan strengthening
berdiri tegak –
dengan menggunakan kursi
minisquats
didepan tubuh sebagai pegangan, kemudian jongkok
dengan menekuk kedua lutut tapi punggung tetap lurus.
Squat harus menjadi sekitar 45 derajat. Kemudian kembali
keposisi semula. Ulangi 10 kali.
26

B. Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi nyeri
1. Sakit atau
penderitaan,
2. Rasa bosan, depresi,
Marah, Meningkatkan
Nyeri
3. Kelelahan,
fleksibelitas otot
4. Ansietas
dan sendi

Melancarkan
aliran darah
Farmakologi Non Farmakologi

Nyeri

1. Relaksasi Menurun
2. Imagery
Analgetik
3. Hypnosis
4. Meditasi
5. Akupuntur
6. Masase
7. Distraksi
8. Latihan

Leg excercise
27

Gambar 2.13 Kerangka Teori

(Sulistyo, (2013), Sjamsuhidayat, (2014), Sari & Pamungkas, (2014) )

Keterangan

: diteliti
: tidak diteliti

C. Hipotesa
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Hidayat, 2017). Berdasarkan dari tinjauan konsep penelitian di atas, maka
hipotesa yang dapat dirumuskan adalah :
Ha : “Ada Pengaruh Leg Exercise terhadap Penurunan Nyeri Pasien
Osteoatritis di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri”
Ho : “tidak ada pengaruh Leg Exercise terhadap Penurunan Nyeri Pasien
Osteoatritis di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri”

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya dari maalah yang akan diteliti (Hidayat,
2017). Kerangka konsep penelitian dimaksudkan untuk membatasi ruang
lingkup dan mengarahkan penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Leg exercise Nyeri osteoatritis


Tingkat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Ti


da
28

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan desaign penelitian


Desain penelitian adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
mencapai tujuan penelitian (Arikunto, 2015). Penelitian yang dilakukan
adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
suatu percobaan/perlakuan yang dapat dilakukan di laboratorium maupun
lapangan (Arikunto, 2015).
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Quasi
ekperiment dengan rancangan control group design with pre test and post
test. Pada penelitian ini, diberikan intervensi berupa perlakuan nyata
terhadap responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang
akan mendapatkan leg exercise. Sedangkan kelompok kontrol tidak
mendapatkan terapi leg exercise karena sebagai kelompok pembanding.
I0 Ii Y i : I o : Ii
Ko ki Y2 : Ko: Ki
Nb:
I0 dan Ko : Skala nyeri sebelum perlakuan
Ii : skala nyeri setelah perlakuan leg exercise
Ki : skala nyeri pengukuran kedua tanpa perlakuan
X : perlakuan leg exercise
O : tanpa perlakuan
Y : Hasil output
B. Waktu dan tempat penelitian
29

Penelitian akan dilakukan pada bulan Juli tahun 2021 di RSU Mulia Hati
Wonogiri
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2016). Populasi penelitian ini adalah pasien
osteoatritis di Rumah Sakit Mulia Hati Wonogiri.
2. Sampel penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2015). Tekhnik sampling yang akan digunakan dalam
penelitian adalah Accidental sampling, yaitu tekhnik pengambilan
sampel dengan cara saat dijumpai ada, maka sampel tersebut di ambil
dan langsung dijadikan sebagai sampel (Hidayat, 2017). Namun dalam
penentuan sampel, digunakan rumus slovin sebagai berikut:
N
n=
1+ N (d) ²
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)
dalam pemilihan sampel, juga terdapat beberapa kriteria yang
harus terpenuhi, Adapun kriteria tersebut adalah :.
a. Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
oleh setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel
(Notoadmojo, 2012) antara lain :
1) Pasien osteoatritis yang bersedia menjadi responden
2) Pasien osteoatritis yang dapat melihat dan mendengarkan
dengan normal
30

b. Kriteria ekslusi, yaitu ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat


diambil sebagai sampel (Notoadmojo, 2012). Kriteria ekslusi
dalam penelitian yang akan dilakukan adalah
1) Pasien osteoatritis yang mengalami komplikasi
2) Pasien osteoatritis dengan perawatan khusus

D. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang maupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2014). Terdapat beberapa variabel penelitian, namun dalam penelitian
yang dilakukan, hanya akan mencangkup variabel independent dengan
variabel dependent. Variabel penelitian dalam penelitian yang dilakukan
adalah :
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen adalah variable yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variable dependen (terikat). Variable ini
juga dikenal dengan nama variable bebas artinya bebas dalam
mempengaruhi variable lain (Hidayat, 2017). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah leg exercise.
2. Variabel Dependent (tergantung/terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel
tergantung juga disebut kejadian, manfaat, efek atau dampak (Hidayat,
2017). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah nyeri pasien
osteoatritis.
E. Definisi operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Independent: latian pergerakan kaki SOP leg 1. Diberikan leg Nominal


Leg exercise dengan meregangkan otot exercise
31

untuk meningkatkan exercise sesuai


fleksibilitas otot dan
SOP diberi kode
jangkauan gerakan
persendian. Dapat 1
dilakukan di pagi hari
2. Non leg
selama 20-30 menit
exercise kode 0
Dependent: Keluhan nyeri yang Pengukuran Hasil ukur skala nyeri Rasio
Nyeri osteoatritis dinyatakan seperti pegal, nyeri dinilai dengan hasil :
linu, ngilu, keju, dilakukan Nilai tertinggi 10
kemeng,dan seterusnya menggunakan Nilai terendah 0
dapat dianggap sebagai Verbal
modalitas nyeri. Keluhan Descriptor
nyeri dirasakan oleh scale
pasien osteoatritis karena
proses inflamasi kronis
pada sendi dan tulang.

F. Instrument / Alat
Instrumen merupakan suatu alat ukur penelitian, instrumen yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. SOP leg exercise
Standart operasional prosedure leg exercise digunakan untuk mengukur
pemberian leg exercise apakah sesuai prosedure atau tidak.
2. SOP pengukuran skala nyeri
Standart operasional prosedure pengukuran nyeri terdiri dari rangkaian
tindakan perawat yang menunjukan kepada klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat
ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan
nyeri .
3. Lembar observasi skala nyeri
Digunakan untuk mendokumentasikan skala nyeri setiap responden yang
bertujuan untuk mempermudah dalam input data dan pengolahan data ke
program spss.
G. Metode pengumpulan data dan analisa Data
32

Pada tahap ini data di olah dengan metode tertentu, dengan data
kuantitatif melalui proses komputerisasi. Metode analisa yang digunakan
yaitu :
a) Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung
dari jenis datanya. Untuk data numeric digunakan nilai mean atau rata-rata,
median dan standart deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variable
(Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian yang akan dilakukan, hasil
pengukuran analisa univariat berupa prosentase karakteristik responden,
pemberian leg exercise dan skala nyeri pasien.
b) Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
menggunakan uji statistic. Analisa bivariat dalam penelitian ini terdiri dari
uji normalitas kemudian di lanjutkan dengan uji non parametric test.
1) Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisa bivariat, dilakukan terlebih dahulu uji
normalitas, yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui sebaran data
normal atau tidak. Apabila jumlah sampel <50 maka uji normalitas
menggunakan Shapiro-Wilk dan apabila >50 maka menggunakan uji
normalitas kolmogorov sminor dengan tingkat kepercayaan 95 %
(Dahlan, 2010). Apabila nilai p <0,05 maka distribusi datanya tidak
normal, jika nilai p >0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.
2) Uji 2 kelompok
Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya adalah menganalisa
tingkat stress sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
perlakuan leg exercise dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji
paired t-test apabila data berdistribusi normal. Bila tidak berdistribusi
normal digunakan uji non parametric wilcaxon-test. Uji ini bertujuan
33

untuk mengetahui ada tidaknya Pengaruh leg exercise terhadap


penurunan nyeri pasien osteoatritis. Batas kemaknaan yang digunakan
adalah α = 0,05. Jika hasilnya p>0,05, maka tidak ada pengaruh yang
signifikan dan jika p<0,05 maka ada pengaruh yang signifikan
(Dahlan, 2010).

3) Analisa tidak berpasangan


Setelah dilakukan uji komparasi dengan paired t-test pada masing-
masing kelompok, kemudian dilakukan uji independen untuk
membandingkan perbedaan pengaruh antara kelompok perlakuan (leg
exercise) dengan kelompok control tanpa perlakuan terhadap
penurunan nyeri pasien osteoatritis. Apabila distribusi data normal
maka menggunakan uji independent sampel t-test, jika distribusi data
tidak normal maka menggunakan mann whitney test. Batas
kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya p >0,05,
tidak ada perbedaan yang signifikan dan jika <0,05 maka terdapat
perbedaan
H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti perlu mendapatkan rekomendasi
dari Universitas Sahid Surakarta untuk dapat melakukan penelitian sesuai
dengan judul penelitian. Setelah mendapatkan izin baru melakukan
penelitian dengan mempertimbangkan masalah etika yang meliputi :
1. Prinsip manfaat
Yaitu penelitian yang akan dilaksanakan tidak mengakibatkan
penderitaan dan eksploitasi pada subjek dan peneliti secara hati-hati
mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat pada
subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia
a. Subjek berhak untuk ikut atau tidak ikut menjadi responden atau
partisipan penelitian.
34

b. Subjek berhak mendapatkan jaminan dari perlakuan yang


diberikan (righ to full disclosur).
c. Informed consent yaitu subjek akan mendapatkan informasi
secara lengkap tentang tujuan penelitian dan data yang diperoleh
hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan
a. Mendapatkan pengobatan yang adil (righ in fair treatment) yaitu
subjek diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikutsertaanya dalam penelitian tanpa ada diskriminasi
apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dropped out sebagai
responden.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (tigh to privacy) meliputi anominity
yaitu data yang diberikan akan dirahasiakan dengan tanpa nama
dan confidentiality yaitu subjek akan dijamin kerahasiannya
I. Rencana jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan ijin melakukan studi pendahuluan ke Rumah Sakit
Umum Mulia Hati Wonogiri.
b. Studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Maret 2021
c. Proposal disetujui, kemudian mengajukan ijin penelitian
d. Menyiapkan kelengkapan data, kuisioner penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Di bawah ini adalah prosedur teknis secara rinci yang telah akan
dlalaui oleh peneliti dalam memperoleh data peneltian:
a. Peneliti berkoordinasi dengan dengan bagian sekretriat, Kepala
Bagian Diklat dan Kepala Ruang RSU Mulia Hati Wonogiri.
b. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden,
35

c. Kemudian menjelaskan tujuan penelitian kepada calon


responden, Setelah calon responden mendapatkan penjelasan
dan bersedia menjadi responden lau responden mengisi
persetujuan ikut berpartisipasi dalam penelitian.
d. Pemilihan responden dilakukan dengan mengambil pasien yang
ditemui saat penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
yang sudah ditetapkan sebelumnya..
e. Peneliti melakukan pengambilan data dengan melakukan
pengukuran pre pada setiap kelompok sebelum pemberian leg
exercise
f. Melakukan intervensi dengan pemberian leg exercise pada
kelompok intervensi
g. Melakukan pengambilan data dengan melakukan pengukuran
post pada setiap kelompok
h. Data di proses menggunakan program spss
3. Tahap Pelaporan
a. Setelah dilakukan penelitian, peneliti akan melaporkan hasil
penelitian kepada pembimbing.
b. Setelah disetujui hasil penelitian akan di presentasikan kepada
dosen pembimbing

Anda mungkin juga menyukai