Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

HERNIA INGUINALIS LATERALIS STRANGULATA DEXTRA

Disusun Oleh:

dr. Maystika Marselina Sitorus

Pembimbing:

dr. Nur Aisyah, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP

PERIODE NOVEMBER 2020-2021

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG

KABUPATEN KAMPAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan yang bejudul “Hernia
Inguinalis Lateralis Strangulata Dextra”.

Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program Dokter Internsip
Indonesia di RSUD Bangkinang. Terimakasih saya ucapkan kepada dr. Nur Aisyah, M. Kes atas
bimbingan dan arahannya sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian laporan
kasus ini, dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengalaman saya. Maka dengan kerendahan hati,
saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan pendamping
sekaligus untuk menyempurnakan laporan kasus ini ke depannya.

Bangkinang, Januari 2020

Penulis

iii
Berita Acara Laporan Kasus

Pada hari Kamis, tanggal 22 Januari 2021 telah dipresentasikan laporan kasus oleh:
Nama : dr. Maystika Marselina Sitorus
Judul/ topik : Hernia Inguinalis Lateralis Strangulata Dextra
Nama Pendamping : dr. Nur Aisyah
Nama Wahana : RSUD Bangkinang

Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

dr. Nur Aisyah

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.1 Tujuan Penulisan ...................................................................... 1
1.1 Manfaat Penulisan ................................................................... 1
BAB II TINJAUAN KASUS ..................................................................... 2
2.1 Identitas Pasien........................................................................ 2
2.2 Anamnesis................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 2
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 4
2.5 Diagnosa Kerja......................................................................... 4
2.6 Diagnosa Banding.................................................................... 4
2.7 Penanganan….......................................................................... 4
BAB III TNJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
3.1 Batasan ................................................................................... 5
3.2 Klasifikasi................................................................................ 6
3.3 Etiologi ................................................................................... 6
3.4 Patofisiologi..............................................................................7
3.5 Diagnosis ...............................................................................9
3.6 Diagnosis Banding .................................................................9
3.5 Penatalaksanaan.......................................................................10
3.6 Komplikasi .............................................................................11
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 18
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
HERNIA INGUINALIS LATERALIS STRANGULATA DEXTRA

Marselina MS 1)
Aisyah N.2)
1)Dokter Internsip RSUD Bangkinang

2)
Dokter Pendamping

ABSTRAK

Latar Belakang: Hernia didefinisikan sebagai suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan
kavum abdomen melalui daerah yang lemah (defek). Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas
hernia bawaan dan hernia dapatan atau akuisita. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai
dengan lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, hernia umbilikal, hernia femoral, hernia
inguinal, dan sebagainya. Meskipun hernia dapat timbul pada berbagai tempat, hernia inguinalis
merupakan yang paling umum ditemukan dengan presentase 75% kasus dari keseluruhan hernia
abdominal. Hernia terdiri dari cicin, kantong, dan isi hernia. Hernia merupakan kasus yang
umum ditemui dan dapat timbul di beberapa bagian tubuh, namun 75% kasus hernia merupakan
hernia inguinalis, 2/3 dari keseluruhan hernia inguinalis adalah hernia indirek dan sisanya adalah
hernia direk. Hernia femoralis hanya mencakup 3% dari keseluruhan insiden hernia inguinalis.

Laporan Kasus: Pasien ini timbul manisfestasi nyeri perut kanan bawah sampai di bagian
skrotum, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 65 tahun, sering mengangkat yang berat-berat
karena pekerjaan. Terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran ± 8 x 5 x 5 cm di
daerah skrotum dextra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan nyeri. Massa teraba lunak,
fluktuasi (-), testis tidak teraba.

Kesimpulan: Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam saluran
inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari peritoneum, menyebabkan
sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat kerusakan ini muncul secara lateral terhadap
pembuluh darah epigastrik yang dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia inguinal tak
langsung, saat benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut sebuah hernia
inguinal langsung

Kata Kunci: Hernia, hernia inguinalis, defek.


iii
HERNIA INGUINALIS LATERALIS STRANGULATA DEXTRA
Marselina MS 1)
Aisha N.2)
1)
Doctor Internsip Bangkinang Hospital
2)
Accompanying Physician

Abstract

Background :Hernia is defined as an abnormal protrusion of the organ or abdominal caviar


tissue through a weak area (defect). Based on the occurrence, the hernia is divided into
congenital hernias and hernias canan or akuisita. Based on its location, the hernia is named
according to its anatomical location, such as diaphragm hernias, umbilical hernias, femoral
hernias, inguinal hernias, and so on. Although hernias can arise in various places, inguinal
hernias are the most common found with a percentage of 75% of cases of the entire abdominal
hernia. Hernia consists of cicin, pockets, and the contents of the hernia. Hernia is a common case
and can arise in some parts of the body, but 75% of hernia cases are inguinal hernias, 2/3 of all
inguinal hernias are indirect hernias and the rest are direk hernias. Femoral hernias cover only
3% of the overall incidence of inguinal hernias.

Case Report: This patient caused sweetness of lower right abdominal pain to the scrotu, male
and 65 years old, often heavy lifting - heavy due to work, There is a mass with a slightly rounded
shape with a size of ± 8 x 5 x 5 cm in the skrotum area of the dextra, colored like the color of the
surrounding skin and pain. Soft palpable mass, fluctuations (-), testicles are not palpable.

Conclusion: An inguinal hernia is a lump of intra abdominal contents in the inguinal tract. The
protruding shape is, covered by a layer of the peritoneum, causing a damage to the base of the
inguinal channel. When this damage appears laterally to the dalarn epigastric blood vessels, it is
classified as an indirect inguinal hernia, lump is in the middle of the blood vessels, it is called a
direct inguinal hernia

Keywords: Hernia, inguinal hernia, defect.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hernia inguinalis lateralis terjadi lebih sering dari hernia inguinalis medialis dengan
perbandingan 2 : 1, dan diantara itu ternyata pria lebih sering 7 kali lipat terkena dibandingkan
dengan wanita. Semakin bertambahnya usia kita, kemungkinan terjadinya hernia semakin besar.

Hal ini dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot perut yang sudah mulai melemah. Hernia,
atau sering kita kenal dengan istilah “Turun Bero”, merupakan penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Kita ambil contoh
hernia abdomen (perut). Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik (lapisan otot) dinding perut.

Hernia terdiri atas jaringan lunak, kantong, dan isi hernia. Tujuh puluh lima persen dari
seluruh hernia abdominal terjadi di inguinal (lipat paha). Yang lainnya dapat terjadi di umbilikus
(pusar) atau daerah perut lainnya. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis
medialis dan hernia inguinalis lateralis. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum
(buah zakar), hernia disebut hernia skrotalis.

1.2 Tujuan Penulisan


Mengetahui dan Memahami Hernia Inguinalis

1.3 Manfaat Penulisan

a. Mengetahui Definisi Hernia


b. Mampu Mengetahui Etiologi Hernia Inguinalis
c. Mampu Mengetahui Patofisiologi Hernia Inguinalis
d. Mampu Mengetahui Klasifikasi Hernia Inguinalis
e. Mampu Mengetahui Diagnosis Hernia Inguinalis
f. Mampu Mengetahui Diagnosis Banding Hernia Inguinalis
g. Mampu Mengetahui Komplikasi Hernia Inguinalis
h. Mampu Mengetahui Penatalaksanaan dan Tindakan Bedah Hernia Inguinalis

iii
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


 Nama : Tn. YY
 Usia : 65 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Bangkinang
 No. MR : 187xxx
 Tanggal Masuk : 18 Desember 2020
 Tanggal Pemeriksaan : 18 Desember 2020

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama :
Tn. YY, 65 tahun datang ke IGD RSUD Bangkinang di antarkan oleh anaknya
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sampai di bagian skrotum sejak 1 hari ini.
Awalan nyeri di rasakan oleh pasien setelah pasien mengendarain sepeda motor. Pasien
juga mengeluhkan benjolan di skrotum yang sudah lama diderita oleh pasien. Awalan
bengkak pada sebesar telur puyuh, makin lama semakin membesar, kemerahan (-), mual
(-), muntah (-), demam (-). Riwayat mengangkat berat (+) karena bekerja sebagai kuli
bangunan. BAK dan BAB normal.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Awalnya benjolan berukuran kecil dan pasien tidak menghiraukannya. Sejak
beberapa tahun yang lalu, benjolan semakin membesar. Pasien memiliki riwayat
hipertensi, pasien juga tidak ada riwayat penyakit prostat sebelumnya. Pasien belum
pernah menjalani operasi sebelumnya. Pasien mengaku sudah pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan sebelumnya dan dianjurkan untuk operasi hernia tetapi pasien
tidak mengindahkan yang di anjurkan.
 Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah merokok. Pasien sering mengangkat yang berat-
berat karena pekerjaan.

iii
 Riwayat Medikasi
Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke dokter.

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Status gizi : Kesan gizi cukup
 Tanda vital
 Tekanan darah : 150/90 mmHg
 Nadi : 84 x/menit
 Suhu : 36,7oC
 Pernafasan : 18 x/menit
 Status generalis
1. Kulit
 Warna : sawo matang, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi
maupun hiperpigmentasi
 Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikuler, pustul
maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagin tubuh yang
lain.
 Rambut : tumbuh rambut permukaan kulit
 Turgor : baik
 Suhu raba : hangat
2. Kepala
 Ekspresi : ekspresif
 Simetris wajah : simetris
 Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus
 Rambut : distribusi merata, warna hitam
 Pembuluh darah : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah
 Deformitas : tidak terdapat deformitas
3. Mata
 Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris

iii
 Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan,
blefaritis, maupun xanthelasma
 Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : tidak ikterik
 Pupil : bulat, didapatkan isokor, diameter 4 mm, reflex cahaya langsung
positif pada mata kanan dan kiri, reflex cahaya tidak langsung positispada
mata kanan dan kiri
 Eksoftalmus : tidak ditemukan
 Endoftalmus : tidak ditemukan
4. Telinga
 Bentuk : normotia
 Liang telinga : lapang
 Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri
 Nyeri tarik auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kiri maupun kanan
 Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri
5. Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah, simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
 Cavum nasi : tidak ada perdarahan
6. Mulut dan tenggorok
 Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
 Gigi-geligi : hygiene baik
 Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis
 Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor
 Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis
 Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah
7. Leher
 Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
 Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris

iii
 Trakea : di tengah
8. Kelenjar getah bening
 Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
 Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
 Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal
9. Thorax
Paru-paru
 Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorak yang tertinggal pada saat statis dan
dinamis
 Palpasi : gerak simetris vocal fremitus sama kuat pada kedua hemitoraks
 Perkusi : sonor pada kedua hemitoraks, batas paru-hepar pada sela iga VI pada
linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-
lambung pada sela iga ke VIII pada linea axilatis anterior sinistra.
 Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing
pada kedua lapang paru
Jantung

 Inspkesi : tidak tampak pulsasi ictus cordis


 Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, di linea midklavikularis
sinistra
 Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS III - V , linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V , 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra
Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, tidak terdengar murmur maupun
gallop
10. Abdomen
 Inspeksi : abdomen simetris, datar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan
kelainan kulit, tidak terdpat pelebaran vena
 Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan,
maupun nyeri lepas, pada pemeriksaan ballottement didapatkan hasil negative

iii
 Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok
CVA, ballotment (-)
 Auskultasi : bising usus positif 2x/menit, intensitas sedang
11. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas
Tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas
 Satus Lokalisata
Terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran ± 8 x 5 x 5 cm di daerah
skrotum dextra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan nyeri. Massa teraba lunak,
fluktuasi (-), testis tidak teraba.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hemoglobin 14.3 g/dl 14 – 18 g/dl
Hematokrit 42 % 43 – 51 %
Eritrosit 4,98 juta / µL 4,5 – 5,5 juta / µL
Leukosit 7.400 /µL 5000 – 10000 /µL
Trombosit 309.000 /mm3 150.000 – 400.000 /mm3
Bleeding time 1 menit 30 1 – 5 menit
detik
Clotting time 11 menit 1 – 16 menit
Gula darah sewaktu 143 mg% < 200 mg%
Rapid Test Non Reaktif Non Reaktif

2.5 Diagnosa Kerja


Hernia Inguinalis Lateralis Strangulata Dextra

2.6 Diagnosa Banding


Hidrokel
Torsio Testis

iii
2.7 Penanganan
 Mempersiapkan OS Operasi
 IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
 Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam/ iv
 Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam/ iv
 Puasakan
 Pasang NGT dan Kateter
 Kontrol Anestesi

iii
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Batasan
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
yang lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari
cincin, kantong dan isi hernia.

Gambar 1. Anatomi anterior

iii
Gambar 2. Anatomi posterior

3.2 Klasifikasi
1. Berdasarkan terjadinya:
a. Hernia kongenital:
 Hernia kongenital sempurna: karena adanya defek pada tempat-tempat
tertentu.
 Hernia kongetital tak sempurna: bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak) tetapi mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu
(predisposisi) dan beberapa bulan setelah lahir akan terjadi hernia melalui
defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal.
b. Hernia akuisita
 Berdasarkan klinis:
 Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong

iii
masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Dapat
direposisi tanpa operasi.
 Hernia irreponibilis: organ yang mengalami hernia tidak dapat kembali
ke cavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi. Tidak ada
keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami
perlekatan organ disebut hernia akreta.
 Hernia strangulata: hernia dimana sudah terjadi gangguan
vaskularisasi viscera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi
hernia). Pada keadaan sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi
pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai
dari bendungan sampai nekrosis.
 Hernia inkarserata: isi kantong terperangkap, terjepit oleh cincin
hernia, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai
tanda-tanda ileus mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak
bisa lewat).
 Berdasarkan arah hernia:
 Hernia eksterna:
Hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena
menonjolnya ke arah luar, misalnya:
1) Hernia inguinalis medialis (15%) dan lateralis (60%)
2) Hernia femoralis
3) Hernia umbilicalis
4) Hernia epigastrika
5) Hernia lumbalis
6) Hernia obturatoria
7) Hernia semilunaris
8) Hernia parietalis
9) Hernia ischiadica

iii
Gambar 3. Hernia eksterna

Gambar 4.

iii
 Hernia interna:
Jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya ke cavum
thorax, bursa omentalis, atau masuk ke dalam recessus dalam cavum
abdomen.
Pada cavum abdominalis:
1) Hernia epiploica Winslowi
2) Hernia bursa omentalis
3) Hernia mesenterika
4) Hernia retro peritonealis
Pada cavum thorax:

1) Hernia diafragmatika traumatika


2) Hernia diafragmatika non-traumatika:
o Kongenital: misalnya hernia Bochdalek dan hernia
Morgagni
o Akuisita: misalnya hernia hiatus esophagus

3.3 Etiologi
Secara fisiologis, kanalis inguinalis merupakan kanal atau saluran yang normal. Pada
fetus, bulan kedelapan dari kehamilan terjadi descensus testiculorum. Penurunan testis yang
sebelumnya terdapat di rongga retroperitoneal, dekat ginjal, akan masuk kedalam skrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang dikenal sebagai processus vaginalis peritonei. Pada
umumnya, ketika bayi lahir telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanal tersebut. Biasanya obliterasi terjadi di annulus inguinalis internus, kemudian
hilang atau hanya berupa tali. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup yang hasilnya
ialah terdapatnya hernia didaerah tersebut.

Setelah dewasa kanal tersebut telah menutup. Namun karena daerah tersebut ialah titik
lemah, maka pada keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen kanal itu
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis akuisita. Sementara di usia ini seseorang
lebih produktif dan melakukan banyak aktivitas. Sehingga penyebab hernia pada orang dewasa
ialah sering mengangkat barang berat, juga bisa oleh karena kegemukan, atau karena pola makan
yang tinggi lemak dan rendah serat sehingga sering mengedan pada saat BAB.

iii
Hernia pada orang tua terjadi karena faktor usia yang mengakibatkan semakin lemahnya
tempat defek. Biasanya pada orang tua terjadi hernia medialis karena kelemahan trigonum
Hesselbach. Namun dapat juga disebabkan karena penyakit-penyakit seperti batuk kronis atau
hipertrofi prostat.

3.4 Patofisiologi
Pada keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus intenus turut
kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih
vertical. Sebaliknya jika otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis.

Tetapi dalam keadaan prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam
rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia dapat membentuk pintu masuk hernia
pada annulus internus yang cukup lebar. Sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Di
samping itu diperlukan pula factor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah
terbuka cukup lebar tersebut.

Bila cincin hernia sempit, kurang elastic atau lebih kaku maka akan terjadi jepitan yang
menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena
sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong
hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus.

3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul, muncul terutama
pada waktu melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen seperti
mengangkat barang atau batuk, benjolan ini hilang pada waktu berbaring atau dimasukkan
dengan tangan (manual). Terdapat faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya hernia. Dapat
terjadi gangguan passage usus (obstruksi) terutama pada hernia inkarserata. Nyeri pada

iii
keadaan strangulasi, sering penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit dengan keadaan
ini.
2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial
vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan tersebut berbatas atas tidak jelas,
bising usus (+), transluminasi (-).

Gejala/tanda Obstruksi usus pada hernia Nekrosis/gangren pada


inkarserata hernia strangulata

Nyeri Kolik Menetap


Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik
Tabel 1. Hernia inkarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang menyebabkan
nekrosis atau ganggren

Teknik pemeriksaan

Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan mengikuti


jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus inguinalis subkutan
(externus) sampai skrotum.  Mempunyai LMR ( Locus Minoris Resistentie Secara klinis HIL dan
HIM dapat dibedakan dengan tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test
dan Tumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut :

Pemeriksaan Finger Test :

1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.


2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal
inguinal.
Gambar 6
3. Penderita disuruh batuk:

iii
  Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
  Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Pemeriksaan Ziemen Test :

1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya


oleh penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :

  jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.


  jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
  jari ke 4 : Hernia Femoralis. Gambar 7  

Pemeriksaan Thumb Test :

 Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
 Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
 Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

iii
3.6 Diagnosis Banding
1. Limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi di tungkai
bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal dari tingkat umbilikus.
2. Lipoma kadang tidak dapat dibedakan dari benjolan jaringan lemak preperitoneal pada
hernia femoralis.
3. Abses dingin yang berasal dari spondilitis torakolumbalis dapat menonjol di fosa ovalis.
Untuk membedakannya perlu diketahui bahwa munculnya hernia erat hubungannya
dengan aktivitas seperti mengedan, batuk, dan gerak lain yang disertai dengan peninggian
tekanan intra-abdomen, sedangkan penyakit lain seperti limfadenitis femoralis tidak
berhubungan dengan aktivitas demikian.

Tabel
2. Diagnosis Banding Hernia

iii
3.6 Penatalaksanaan
o Konservatif
a. Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada
pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin
hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-
anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi
spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi
jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia
yang lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa.

Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedatife dan


kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan untuk
operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu
enam jam harus dilakukan operasi segera. Pada tindakan reposisi ini posisi
penderita dapat dilakukan denagn posisi seperti pada gambar :

Gambar 4. Reposisi dengan posisi trendelenburg

b. Bantalan penyangga (sabuk Truss)


Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur
hidup. Namun cara yang berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai
sampai sekarang. Sebaiknya cara ini tidak dinjurkan karena mempunyai

iii
komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang
tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat
menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada funikulus spermatikus yang
mengandung pembuluh darah dari testis

Gambar 5. Sabuk Truss

o Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia
adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
a. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.
Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Indikasi :
 Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito)
 Hernia Irreponabilis ( urgen, 2 x 24 jam)
 Hernia Reponabilis  dilakukan atas indikasi sosial : pekerjaan (elektif)
 Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis)

iii
Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi/
strangulasi. Herniotomi pada dewasa lebih dulu faktor-faktor penyebab harus
dihilangkan dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya.

b. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting
artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis
internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan
menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus
abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus
abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc
Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian
bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup
defek.

3.7 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat
tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini terjadi jika hernia terlalu besar
atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala
klinik kecuali berupa benjolan.

Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata
yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan
gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi
oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia.

Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia
akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi

iii
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi
hubungan dengan rongga perut.

Hernia inguinalis dapat menjadi inkarserata dan strangulata. Mual, muntah, dan nyeri abdomen
yang berat dapat terjadi pada hernia strangulata. Hernia strangulata merupakan suatu kondisi yang
mengancam jiwa (gawat darurat) yang membutuhkan pembedahan segera.

3.8 Prognosis
Prognosis biasanya cukup baik bila hernia diterapi dengan baik. Angka kekambuhan setelah
pembedahan kurang dari 3%.

iii
BAB IV

PEMBAHASAN
Pada pasien ini timbul manisfestasi nyeri perut kanan bawah sampai di bagian skrotum
yang kemungkinan disebabkan oleh karena isi perut yang menonjol akibat defek atau bagian
yang lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut, yang biasanya disebut sebagai
Hernia. Walaupun banyak sekali jenis hernia tapi 75% hernia muncul di daerah inguinal atau
lipatan paha.

Pasien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 65 tahun, Hernia pada orang tua terjadi
karena faktor usia yang mengakibatkan semakin lemahnya tempat defek. Biasanya pada orang
tua terjadi hernia medialis karena kelemahan trigonum Hesselbach.

Pasien sering mengangkat yang berat – berat karena pekerjaan, keluhan biasanya berupa
benjolan di lipat paha yang hilang timbul, muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang
dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen seperti mengangkat barang atau batuk, benjolan ini
hilang pada waktu berbaring atau dimasukkan dengan tangan (manual).

Terdapat massa dengan bentuk agak bulat dengan ukuran ± 8 x 5 x 5 cm di daerah


skrotum dextra, berwarna seperti warna kulit disekitarnya dan nyeri. Massa teraba lunak,
fluktuasi (-), testis tidak teraba. Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum
inguinale di medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan tersebut berbatas
atas tidak jelas, bising usus (+), transluminasi (-).

Gejala/tanda Obstruksi usus pada Nekrosis/gangren pada hernia


hernia inkarserata strangulata

Nyeri Kolik Menetap


Suhu badan Normal Normal/meninggi
Denyut nadi Normal/meninggi Meninggi/tinggi sekali
Leukosit Normal Leukositosis
Rangsang peritoneum Tidak ada Jelas
Sakit Sedang/berat Berat sekali/toksik

iii
BAB V

KESIMPULAN
Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam saluran
inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari peritoneum, menyebabkan
sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat kerusakan ini muncul secara lateral terhadap
pembuluh darah epigastrik yang dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia inguinal tak
langsung, saat benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut sebuah hernia
inguinal langsung. Berikut ini adalah beberapa poin dari perbedaan dalam diagnosis:
1. Hernia inguinal langsung, biasanya muncul setelah usia 40 tahun dan berbentuk berdiri
atau menegang. Biasanya dapat dengan mudah dan cepat berkurang sendiri.
2. Sebuah hernia yang lebih panjang dari lebarnya sering berupa hernia tak langsung.
3. Seseorang yang telah berusia lanjut dengan integritas lapisan yang lemah sering
menderita hernia langsung.
Pada hernia inguinalis lateralis secara normal kantong peritoneum terobliterasi sehingga
kanalis inguinalis hanya akan terisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan ligamentum
rotundum pada wanita. Jika terjadi kegagalan obliterasi isi rongga peritoneum dapat memasuki
kanalis inguinalis melalui cincin inguinal. Sedangkan pada hernia inguinalis medialis umumnya
bilateral, jarang mengalarni inkarserasi dan strangulasi.

Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang
mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
ascites. Mengejan pada waktu buang air besar, keharnilan dan adanya masa abdomen yang besar
merupakan predisposisi ke perkembangan hernia inguinalis.

Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada anulus inguinalis superfisialis, atau suatu
kantong setinggi anulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila
pasien batuk. Salah satu tanda pertama hernia adalah adanya masa dalam daerah inguinalis
manapun atau bagian atas skrotum.

iii
Sebuah hernia inguinalis tidak pernah sembuh dengan sendirinya, dan jika simptomatik
maka cenderung memberat. Walaupun pasien dapat merasakan semakin kecilnya gangguan
dengan berjalannya waktu terutama dengan perubahan aktifitas, gejala cenderung meningkat.
Faktor - fakrtor yang paling penting dalam penanganan yang baik untuk hernia inguinalis adalah
penanganan yang sesuai dari dasar saluran inguinal, dengan perkiraan fascia transversalis dan
penutupan yang baik dari lingkaran internal.

iii
DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17 th Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-1217.
2. Sabiston Textbook of Surgery the Biological Basis of Modern Surgical Practice. 20th ed.
Elsevier. p.1092-1116
3. Sjamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi IV. Jakarta : EGC.
4. Bailey H, Love M. Short Practice of Surgery. 26th ed. CRC Press, 2013.
5. Brunicardi FC. Schwartz’s Principle of Surgery. 10th ed, McGrawHill, 2015.
6. McLatchie G, Borley N, Chikwe J. Oxford Handbook of Clinical Surgery. 4 th ed. Oxford University
Press, 2013
7. Klingensmith ME, Fayanju OM. The Washington Manual of Surgery. 7th ed. Wolters Kluwer, 2015
8. Courtney M Townsend, R. D. (2017). Sabiston Textbook of Surgery the Biological Basis
of Modern Surgical Practice. 20th ed. Elsevier. p.1092-1116
9. Keith L. Moore. (2012). Essential Clinical Anatomy fourth edition. New York: Lippincott
Wiliams & Wilkins. p.117-131
10. Shochat Stephen. Hernia Inguinalis. Dalam : Behrman, Kliegman, Arvin (ed). Ilmu Kesehatan Anak
Nelson vol. 2 ed.15. Jakarta: 2000.

iii

Anda mungkin juga menyukai