Anda di halaman 1dari 191

ELEMEN MESIN I

RME 3012

Modul ajar ini dibiayai dari dana DIPA


No.DIPA - 023-04.2.576811/2013 tanggal 05 Desember 2012
Politeknik Negeri Malang

Oleh :

DR.Ir.Drs. R. Edy Purwanto, MSc. NIP. 196101221986031003


Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, MT. NIP. 196402131995121001
Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. NIP. 196311101991031003
Ach. Muhib Zainuri, ST., MT. NIP. 197004152002121002

POLITEKNIK NEGERI MALANG


2013
HALAMAN PENGESAHAN
MODUL AJAR

1. Judul Modul Ajar : ELEMEN MESIN I RME 3012


Digunakan Pada Mata Kuliah : Elemen Mesin
Semester : 3
2. Penulis Utama :
1. Nama Lengkap : DR.Ir.Drs.R. Edy Purwanto, MSc.
2. NIP : 196101221986031003
3. Pangkat/golongan : IVc
4. Jabatan : Staf Pengajar
5. Program Studi : Teknik Mesin
6. Jurusan : Teknik Mesin
3. Jumlah AnggotaTim Penulis : 3 orang
a. Nama Anggota 1 : Akhmad Faizin, Dipl.Ing.HTL, MT.
b. Nama Anggota 2 : Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT.
c. Nama Anggota 3 : Ach. Muhib Zainuri, ST., MT.
4. Bidang Ilmu : Teknik Mesin
5. Sumber Dana : Modul ajar ini dibiayai dengan dana DIPA No.DIPA
- 023-04.2.576811/2013 tanggal 5 Desember 2012
Politeknik Negeri Malang

Malang, 27 November 2013


Menyetujui,
Ketua Jurusan Teknik Mesin Penulis Utama,

Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc.


NIP. 196311101991031003 NIP. 196101221986031003

Mengetahui,
Direktur
Politeknik Negeri Malang

Ir. Tundung Subali Patma, MT


NIP. 19590424.1988031.002
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Lengkap : DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc., ST.


NIP : 196101221986031003
Bidang Ilmu : Teknik Mesin
Pangkat/Golongan : Pembina Utama Muda/IVc IIIb
Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
Jurusan/Program Studi : Teknik Mesin
Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Malang

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Naskah modul ajar bidang ilmu “Teknik Mesin” dengan judul:

”ELEMEN MESIN I”

Belum pernah diterbitkan dan bebas dari plagiarisme.


2. Bersedia menuntaskan naskah modul ajar sesuai waktu yang ditentukan.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Malang, 27 November 2013


Disahkan oleh,
Ketua Jurusan Teknik Mesin Yang membuat,

Imam Mashudi, B.Eng (Hons), MT. DR.Ir.Drs.R.Edy Purwanto, MSc.


NIP. 196311101991031003 NIP. 196101221986031003

Mengetahui:
Direktur

Ir. Tundung Subali Patma, M.T.


NIP 19590424 198803 1 002
Daftar Isi

1 Macam-macam konstruksi sambungan 1


1.1 Sambungan lem 2
1.1.1 Fungsi dan pengaruh 2
1.1.2 Pengunaan Sambungan Lem 4
1.1.3 Bahan Perekat 4
1.1.4 Bentuk Sambungan Lem 5
1.1.5 Perhitungan Kekuatan 6
1.2 Sambungan solder 10
1.2.1 Proses Penyolderan 11
1.2.2 Bentuk Sambungan 13
1.2.3 Perhitungan 13
1.3 Sambungan keeling 16
1.3.1 Aplikasi 16
1.3.2 Bentuk 17
1.3.3 Perhitungan 23
1.3.4 Beban Eksentrik 33
1.3.5 Lozenge Joint 39
1.4 Sambungan Baut 44
1.4.1 Penggunaan 44
1.4.2 Baut dan Mur 45
1.4.3 Bentuk Ulir 48
1.4.4 Gaya dan Efisiensi 49
1.4.5 Momen dan Gaya Pengencangan 52
1.4.6 Pembebanan baut 52
1.4.7 Beban Kombinasi tarik dan tarik karena momen 56
1.4.8 Beban Kombinasi geser dan geser karena torsi 57
1.4.9 Beban Kombinasi geser dan tarik karena momen 58
1.4.10 Beban Kombinasi geser dan tarik karena momen dan geser
karena torsi 59
1.5 Sambungan Las 62
1.5.1 Macam-macam Sambungan Las 62
1.5.2 Desain Konstruksi Las 66
1.5.3 Perhitungan kekuatan Las 68
1.5.4 Pengelasan Eksentrik 72
2 Poros dan Pasak 81
2.1 Poros 81
2.1.1 Material Poros 82
2.1.2 Perancangan Poros 83
2.1.3 Putaran Kritis dan Kekakuan Poros 88
2.2 Pasak 146
2.2.1 Jenis Pasak 146
2.2.2 Gaya yang bekerja pada pasak 150
2.2.3 Kekuatan Pasak 151
2.2.4 Efek Alur Pasak 157
3 Ulir Penggerak 158
3.1 Macam-Macam Penggunaan 158
3.2 Definisi 166
3.3 Momen Torsi dan Efisiensi Ulir 167

Elemen Mesin i
Konstruksi Sambungan

BAB I
KONSTRUKSI SAMBUNGAN
Dalam konstruksi mesin dikenal bermacam-macam cara penyambungan antara
dua komponen atau lebih. Pemilihan metode dan jenis sambungan tersebut,
didasarkan pada:
 kondisi pembebanan dari konstruksi;
 maksud perakitannya.
Jenis sambungan yang umum digunakan dalam konstruksi mesin ada 9
(sembilan) macam, yaitu:
1. Sambungan Lem;
2. Sambungan Solder;
3. Sambungan Paku Keling;
4. Sambungan Las;
5. Sambungan Baut;
6. Sambungan Pin;
7. Sambungan Kerucut;
8. Sambungan Baji;
9. Sambungan Susut.

1. Sambungan Lem 2. Sambungan Solder 3. Sambungan Paku Keling 4. Sambungan Las

5. Sambungan Baut 6. Sambungan Pin 7. Sambungan Kerucut 8. Sambungan Baji


Bagian luar Bagian dalam

Gambar 1.1 Jenis-Jenis Sambungan

9. Sambungan Susut
Berdasarkan sifat dan fungsinya, jenis sambungan di atas dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu:
a. Sambungan tetap;
b. Sambungan tidak tetap.

Elemen Mesin 1
Konstruksi Sambungan

Sambungan tetap adalah sambungan yang tidak bisa terlepas tanpa adanya
perusakan dari komponen penyambung atau komponen yang disambung.
Termasuk dalam sambungan tetap:
1. Sambungan Lem;
2. Sambungan Solder;
3. Sambungan Paku Keling;
4. Sambungan Las;
5. Sambungan Susut.

Sambungan tidak tetap adalah sambungan yang bisa dilepas-pasang tanpa


adanya perusakan dari komponen penyambung atau komponen yang
disambung. Termasuk dalam sambungan tidak tetap:
1. Sambungan Baut;
2. Sambungan Pin;
3. Sambungan Kerucut;
4. Sambungan Baji.

1.1 Sambungan Lem

1.1.1 Fungsi dan Pengaruh

Sambungan lem adalah sambungan antara beberapa komponen yang sama atau
berbeda, baik logam atau non-logam, melalui perekatan permukaan dengan
menggunakan bahan perekat yang sesuai. Sambungan lem termasuk
sambungan tetap.
Konstruksi yang menggunakan sambungan lem memiliki keuntungan sebagai
berikut:
 Dapat menyambung material yang sama ataupun berbeda;
 Pemanasan, pengerasan, dan oksidasi tidak berpengaruh pada material;
 Tidak ada atau sedikit tegangan termal pada material akibat distorsi panas;
 Sambungannya padat, tidak ada rongga, dan terisolasi;
 Tidak kerusakan permukaan;
 Tidak kontak korosi;
 Tidak ada pengurangan penampang komponen akibat lubang, seperti pada
sambungan baut atau sambungan paku keling, sehingga jauh lebih ringan;
 Sambungan komponen bebas takik;
Elemen Mesin 2
Konstruksi Sambungan

 Distribusi gaya dan tegangan merata;


 Peredam getaran;
 Memungkinkan konstruksi dengan tampilan visual yang canggih;
 Memungkinkan konstruksi sandwich kekakuan tinggi dan berat (ringan).
Selain itu, konstruksi dengan sambungan lem juga memiliki kerugian seperti
berikut:
 Diperlukan pengerjaan permukaan khusus pada bagian yang disambung;
 Waktu penyambungan yang lama untuk mendapatkan hasil yang optimal;
 Dalam penyambungan diperlukan tekanan permukaan dan panas berlipat;
 Pada pembebanan jangka panjang akan timbul creep;
 Ketahanan terhadap lelah, panas, dan getaran rendah;
 Sensitif terhadap tumbukan dan beban kejut;
 Tidak memungkin dilakukan pengujian non-destruktif.

Untuk material non-logam seperti kardus, kertas, kulit, karet, kayu, perekatan
telah lama berhasil dengan baik. Berdasarkan perkembangan material perekat
yang digunakan dan teknologi perekatan yang semakin maju, penggunaan
sambungan lem pada material logam juga semakin luas dibandingkan
sambungan paku keling, las, dan solder. Perbedaan dengan jenis sambungan
lain, sambungan lem memiliki ketahanan panas dan kekuatan bahan perekat
yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen yang disambung. Aplikasi
sambungan lem pada konstruksi adalah meliputi seluruh bidang teknik (teknik
mesin, otomotif, aerospace engineering, teknik elektro, dan lain-lain). Terutama
pada industri dengan volume produksi yang besar, sambungan lem pada logam
dapat memberikan keuntungan secara ekonomi yang berlipat.
Gambar 1.2 menjelaskan aplikasi sambungan lem pada berbagai macam
konstruksi, misalnya pada sambungan pipa (Gambar 1.2a – c), panel laminasi
kayu (Gambar 1.2d), papan komposit (Gambar 1.2e), sambungan lem pada
sayap depan pesawat (Gambar 1.2f), sambungan lem pada penguat tangki
(Gambar 1.2g), sambungan lem pada lapisan sepatu rem (Gambar 1.2h),
Sambungan lem pada profil untuk penguatan lambung pesawat (Gambar 1.2i).

Elemen Mesin 3
Konstruksi Sambungan

Gambar 1.2 Aplikasi Sambungan Lem

1.1.2 Penggunaan Sambungan Lem

Pemakaian sambungan lem sudah meluas dimana-mana, khususnya jika


diinginkan konstruksi ringan. Sambungan ini banyak digunakan pada
penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang, dijumpai
sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap helikopter. Bentuk
konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi sambungan lem. Aplikasi
sambungan lem pada kendaraan adalah: sambungan pada rangka sepeda dan
sepeda motor, lapisan rem, lapisan kopling, konstruksi bak kendaraan angkutan.
Pada industri peralatan kelistrikan meliputi pembungkusan pelat, isolasi pada
komponen pemutus arus. Penggunaan lain dari sambungan lem adalah pada
sambungan perpipaan, konstruksi logam ringan, pompa, peralatan pendingin,
katup geser dan sebagainya.

1.1.3 Bahan Perekat, Pemilihan, dan Pengerjaan

Pada sambungan lem digunakan bahan perekat dengan kualitas tinggi, seperti
epoxyd- atau phenol-resin (lihat Tabel 1.2).
Bahan perekat dibedakan berdasarkan jumlah komponennya:
Elemen Mesin 4
Konstruksi Sambungan

1. Bahan perekat satu komponen, yaitu bahan perekat yang dapat mengeras
dengan sendirinya, sehingga dapat diperlukan memegang komponen yang
disambung;
2. Bahan perekat dua komponen, yaitu bahan perekat yang terdiri dari resin
dan pengeras. Dalam penggunaannya kedua komponen harus dicampur.
Bahan perekat dibedakan berdasarkan suhu pengelupasannya:
1. Bahan perekat, yang dapat terkelupas pada suhu kamar atau suhu
pemanasan tertentu (lihat Tabel 1.2);
2. Bahan perekat, yang hanya terkelupas pada suhu pemanasan tertentu.
khususnya jika diinginkan konstruksi ringan. Sambungan ini banyak digunakan
pada penyambungan logam-logam ringan. Pada konstruksi pesawat terbang,
dijumpai sambungan lem pada sayap, badan, baling-baling, dan sayap
helikopter. Bentuk konstruksi sandwich merupakan contoh khas konstruksi
sambungan lem. Aplikasi

1.1.4 Bentuk Sambungan Lem

Bagian yang disambung hanya dimungkinkan menerima beban tekan, sehingga


lapisan perekatan harus diletakkan pada arah beban tersebut. Tegangan tarik,
tegangan pengelupasan, dan beban kejut harus dihindarkan. Bentuk sambungan
lem yang kurang baik dan lebih baik dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Hal yang perlu diperhatikan pada sambungan lem adalah permukaan perekatan.
Kekuatan sambungan lem (kekuatan geser) dari bahan perekat berada di bawah
kekuatan bagian yang disambung. Jika permukaan perekatan lebih luas,
kekuatan sambungan lebih besar. Panjang pelapisan lu sekitar 10 – 15 kali tebal
pelat yang disambung. Ketebalan film perekat sangat mempengaruhi kekuatan
sambungan. Semakin tebal film perekat, kekuatan sambungannya semakin
lemah. Kekuatan sambungan maksimum adalah pada ketebalan film perekat
sebesar 0,1 – 0,2 mm, untuk sambungan roda/naf sebesar 0,03 mm. Guna
menambah kekuatan tempat perekatan atau untuk menghindari penglepasan,
dilakukan penyambungan kombinasi (paku keling, sekrup, las titik). Tempat
perekatan harus mempunyai ketahanan terhadap tekukan. Selain itu, harus
diperhatikan juga pengaruh terhadap suhu dan korosi.

Elemen Mesin 5
Konstruksi Sambungan

1.1.5 Perhitungan Kekuatan Sambungan Lem

a) b)
Gambar 1.3 Beban F dan Momen Puntir M
Hal yang harus dihindari pada sambungan lem adalah terjadinya pembebanan
tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan benar. Contoh desain yang
disarankan seperti pada Tabel 1.1.
Pada Gambar 1.3a menggambarkan sambungan lem yang menahan beban F
dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
F F
g terjadi  
A b  lU
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang yang menahan (mm 2) = b  lU (mm2);
b = lebar sambungan (mm);
lU = panjang sambungan (mm).

Pada Gambar 1.3b menggambarkan sambungan lem yang menahan beban


momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
M M
g terjadi  
d  2
 db d b
2 2
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2);
M = beban momen (Nmm);
d = diameter sambungan lem (mm);
b = panjang sambungan lem (mm).

Elemen Mesin 6
Konstruksi Sambungan

Tegangan geser yang terjadi (g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan
geser bahan lem (g lem) dan menghasilkan faktor keamanan (S):
 g lem  g lem
S atau  g izin 
 g terjadi S

Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada


kondisi sambungannya.

Tabel 1.1 Bentuk Sambungan Lem


Kurang Baik Lebih Baik Keterangan
Lapisan perekat dalam arah
tegangan hanya mungkin
terletak pada tegangan tekan
saja

Penglepasan Tarik Tekan

Tidak ada pelemahan pada


Sambungan yang diaktifkan penampang melintang material
Sambungan tumpul
Dikehendaki bentuk
sambungan yang luas
Pelapisan rata Pelapisan tunggal
Diperhatikan terhadap kekauan
tekukan dan kesimetrian
pemberian gaya
Pelapisan bersirip ganda Sambungan bersirip ganda

Sambungan bersirip ganda yang


diruncingkan

Diperlukan selubung tabung

Pengkakuan sambungan susut

Elemen Mesin 7
Konstruksi Sambungan

Tabel 1.2 Perekatan Dingin dan Panas


2
(g adalah tegangan geser dalam N/mm )

Perbandingan
Suhu Waktu
Cara Perekatan No. Bahan Perekat Basis Kimia Pabrik Pembuat Campuran Keterangan
(ºC) (Jam)
Pengerasan

Baja, logam lunak, plastik keras,


kekuatan sambungan B pada:
20 24
1. AGOMET M Acryl resin Degusa, Hanau 100:3 Alu/Alu : sampai 48
50 1
Baja/Baja: sampai 39
Suhu ketahanan sampai 80ºC
20 30 Logam, gelas, keramik, duroplast
Araldit AY 105 CIBA AG. 60 5 B : Alu/Alu: 12... 20, tergantung
2. Epoxydresin 100:100
Pengeras HY 953 Wehr/Baden 120 1 pada suhu perkerasan.
150 0,33 Suhu ketahanan sampai 60ºC
Perekatan Dingin

Logam. Khusus waktu perekatan


Bostik GmbH
3. Bostik 778 Polyesterresin 100:120 23 48... 168 lebih dari 1 hari B : 15...18.
Oberursel
Suhu ketahanan sampai 80ºC
Logam, keramik, gelas, kayu
Henkel u. Cie GmbH, 20 24
4. Metallon K Epoxydresin 100:50 B :10... 20 (proses dingin)
Dusseldorf 100 1...3
28... 31 (proses panas)
Perekat 5dtk - 5mnt Logam dan material tidak berpori.
Sichel-Werke AG
5. Sicoment 85 Cyanacrylat komponen 20 tergantung B : Alu/Alu : 26
Hannover-Limmer
tunggal materialnya Keeratan setelah 36 jam.
20 24
Logam, duroplast,keramik, gelas
P. Beiersdorf chem. 1:1 60 2
6. Technicoll 876 Epoxydresin B :20... 25
Fabrik Hamburg bagian volume 120 1
Suhu ketahanan sampai 80ºC
150 0,25/0,5

Elemen Mesin 8
Konstruksi Sambungan

Perbandingan
Suhu Waktu
Cara Perekatan No. Bahan Perekat Basis Kimia Pabrik Pembuat Campuran Keterangan
(ºC) (Jam)
Pengerasan

7. Araldit AT 1 Epoxydresin CIBA AG, Perekat 110 28 Bentuk tersedia: tepung, logam,
Wehr/Baden komponen 200 0,5 keramik, gelas, plastik dikeraskan
tunggal 250 0,12 B: Alu/Alu : 35 ...57
Baja/Baja: 50...55

Logam, keramik, duroplast


Bostik GmbH 150 0,6
8. Bostik 776 Phenolresin - B: Alu/Alu : 38
Oberursel 200 0,3
Suhu ketahanan sampai 90ºC

Logam,
Epoxyd- CIBA AG,
Perekatan Panas

9. Hidux 1233 100:80 145 0,6 B: Alu/Alu : 20, 10 sampai 200ºC
Phenolresin Wehr/Baden
Suhu ketahanan sampai 200ºC

Phenolresin- CIBA AG, 145 0,5 Logam, tabung rem


10. Redux 64 -
Polyvinylformal Wehr/Baden 180 0,1 Suhu ketahanan sampai 300ºC
150 4,5 Logam, keramik, gelas, duroplast
P. Beiersdorf chem.
11. Technicoll 880 Epoxydresin - 175 1,75 B: 20 ... 30
Fabrik Hamburg
200 0,45 Suhu ketahanan sampai 150ºC
Scotch-Weld 3-M Company, Logam, gelas, keramik, AFK
Nylon- 175 1,0
12. Klebefilm AF-42 Niederlassg. - B: Alu/Alu: 34
Epoxydresin 230 30 detik
Primer EC 1956 Dusseldorf Suhu ketahanan sampai 120ºC

Bloomingdale Rubber Logam, sambungan dasar


FM 34
13. Plyimid Company - 260 1,5 B: Baja/Baja: 30 sampai 20ºC
Primer BR 34
Niederlassung Zurich Suhu ketahanan sampai 350ºC

Elemen Mesin 9
Konstruksi Sambungan

1.2 Sambungan Solder

Sambungan solder merupakan proses penyambungan beberapa komponen


logam menjadi satu bagian. Sambungan solder juga memungkinkan
menyambung komponen keramik dari tungku pelapis perak. Baja, besi, tembaga,
kuningan, seng dapat disolder dengan mudah, tetapi aluminium dan
campurannya lebih mudah dilas. Penyambungan dengan solder diperoleh
dengan bantuan bahan tambah (solder) yang dilelehkan. Bahan tambah memiliki
titik lebur yang lebih rendah daripada komponen yang disambung. Untuk itu,
pemberian pembebanan berupa suhu pada komponen yang diseolder, harus
lebih rendah dari pada titik lebur bahan tambahnya. Hal dikehendaki dari
sambungan solder adalah ketahanan dan/atau kerapatan terhadap korosi akibat
penyolderan. Dalam proses penyolderan, permukaan yang akan disolder harus
dibersihkan dan diatur serapat mungkin satu sama lain dan pada tempat yang
disolder harus seluruhnya diberi media pengalir.
Media pengalir untuk membantu dalam proses penyolderan adalah sebagai
berikut:
 Solder keras: borax, natrium-tetraborat, asam ortho-bor;
 Solder lunak: sengkhlorida (air solder, pasta solder), asam garam untuk
seng, resin untuk keperluan teknik listrik dan penyolderan tangki.
Untuk komponen dari bahan aluminium dan campurannya, media pengalirnya:
khlorida, bromida, fluorida.
Penyolderan lunak adalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di bawah
450ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang ringan dan
suhu rendah, misalnya untuk penyambungan listrik, peralatan pendingin, tangki,
tabung dan konstruksi dengan beban rendah yang memerlukan kerapatan.
Penyolderan keras adalah proses penyolderan dengan titik lebur solder di atas
500ºC. Jenis sambungan solder keras digunakan untuk beban yang besar dan
suhu tinggi (di atas 200ºC, tidak rusak), misalnya untuk mengikat sambungan naf
dan roda, untuk penyambungan pipa pada rangka sepeda atau sepeda motor,
untuk sambungan antara flens dengan pipa, antara pipa dengan tangki, dan
sebagainya. Dalam banyak hal, sambungan solder dapat dibebaskan dari
pembebanan yang besar, misalnya pada sambungan kaleng melalui lipatan,
pada flens pipa melalui penjepitan atau pengaluran dengan penggilasan, dan
Elemen Mesin 10
Konstruksi Sambungan

sebagainya. Komponen yang disolder keras dapat dikeraskan setempat, karena


titik lebur dari solder Cu di atas suhu setempat. Sambungan solder sebaiknya
hanya dibebani dengan tegangan tekan saja, sedang pada solder keras dalam
keadaan tertentu dapat juga menerima beban tarik.
Pada proses penyolderan, solder dan benda kerja ditempatkan pada suhu kerja,
sebesar suhu titik beku solder, sehingga solder mengalir, permukaan yang
disolder terbasahi, dan komponen dapat tersambung. Solder cair akan terhisap
ke dalam celah penyolderan dengan adanya gaya kapiler. Gaya pengikatannya
merupakan gaya ikatan molekul antara komponen yang sambung – solder –
komponen yang disambung.
Keuntungan:
 Aliran solder yang optimal, karena kerataan dan kontinuitas sambungan;
 Tidak ada beban takik;
 Tidak ada pengurangan penampang (seperti pada sambungan baut dan
paku keling);
 Melalui pemilihan bahan solder yang tepat, suhu kerja dapat diturunkan;
 Pada dinding yang tipis tidak akan timbul bahaya tembus (seperti pada
sambungan las);
 Sambungan solder relatif lebih bersih dibanding sambungan yang lain,
sehingga tidak diperlukan pengerjaan lanjut.
Kerugian:
 Untuk penyolderan masal, komposisi campuran harus tepat;
 Hasil penyolderan yang kurang bagus dapat mudah dikenali;
 Konstruksi lebih rumit.

1.2.1 Proses Penyolderan


Penentuan penyambungan dengan solder ditentukan oleh komponen yang akan
disambung, temperatur yang diizinkan, dan kekuatan yang dikehendaki.
Besarnya kekuatan tarik dan kekuatan geser dari sambungan solder sangat
tergantung pada keeratan dari komponen yang disambung, lebar celah yang
dikehendaki (0,1 - 0,2 mm), dan permukaaan solder. Mengenai ketahanan
kekuatan sambungan solder masih belum banyak diteliti.

Elemen Mesin 11
Konstruksi Sambungan

Proses penyolderan tergantung pada kondisi pengerjaan dan dapat menentukan


proses pelaksanaan yang ekonomis, seperti berikut:
a) Penyolderan batang. Penyolderan dikerjakan dengan suatu batang
tembaga yang dipanaskan, hanya sesuai untuk penyolderan lunak dan
diperlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal dan
penyolderan masal pada kontak listrik;
b) Penyolderan nyala. Sesuai untuk penyolderan lunak maupun keras.
Dilakukan dengan api dari lampu solder atau api dari zat asam-asetilat dan
juga memerlukan media pengalir. Sesuai untuk penyolderan tunggal;
c) Penyolderan celup. Dilakukan mencelupkan bagian yang akan disolder dan
hanya bagian logam yang telanjang ke dalam bak solder lunak atau keras
yang dicairkan; atau mencelupkan (bagian khusus yang disolder) ke dalam
suatu bak garam panas, dimana solder udah disiapkan pada permukaan
penyolderan yang tepat. Sesuai untuk penyolderan masal;
d) Penyolderan tungku. Dilakukan dengan menyiapkan bagian yang disolder
dan bak garam penyolderan. Kemudian dilewatkan pada suatu tungku yang
menyala terus-menerus dengan pengurangan gas yang melingkupi, tanpa
penambahan media pengalir;
e) Penyolderan induktif. Dilakukan dengan memanaskan bagian yang disolder
bersama solder dan media pengalir di dalamnya. Pemanasan dilakukan
dengan gulungan induksi listrik. Proses ini menghemat waktu dan sangat
sesuai untuk penyolderan dengan ban berjalan dari penyolderan benda-
benda serupa;
f) Penyolderan ultrasonik. Penyolderan yang sangat dimungkinkan dalam
lingkungan solder dari aluminium dan campurannya. Ultrasonik dapat
mencegah pembentukan lapisan oksida.

Gambar 1.4 Sambungan solder pada pipa rangka sepeda

Elemen Mesin 12
Konstruksi Sambungan

1.2.2 Bentuk Sambungan Solder


Sambungan solder dirancang sedemikian rupa, supaya hanya menerima beban
tekan saja. Beban tarik dan beban bengkok, sebaiknya dihindarkan (terutama
pada sambungan solder lunak).
Celah penyolderan dibuat sejajar. Penampang melintang searah dengan arah
pengaliran cairan solder, arahnya dari suhu rendah menuju suhu yang lebih
tinggi, celahnya tidak melebar. Bagian yang disolder dipasangkan pada posisi
yang kuat, sehingga saling mempertahankan proses penyolderan. Semua
sambungan solder dirancang supaya terbebas dari tegangan yang terus-
menerus, misalnya dibuat pengaluran, pelipatan, pasak, sekrup, atau dudukan
yang dipres. Panjang pelapisan (overlapping) pada penyambungan kaleng 4 – 6
kali teban (s) dari kaleng yang tipis. Jika pelapisan lebih panjang, menjadi tidak
kuat, karena tidak seluruhnya dapat dialiri solder. Permukaan sebaiknya dibuat
sedikit kasar (Rmaks = 10 – 15 m). Pada permukaan yang halus (hasil poles),
solder sulit menempel, sehingga perlu dibuat kasar. Solder yang mengalir ke atas
dan mengalir melalui celah yang sempit, harus diusahakan dengan suhu yang
lebih panas. Kemampuan mengalir ke atas dalam celah dari elektrolit tembaga
sampai 100 mm.

1.2.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Solder

a)
b)
Gambar 1.5 Beban Tarik F dan Momen Puntir M
Seperti halnya sambungan lem, sambungan solder sebaiknya dihindarkan
terhadap terjadinya pembebanan tarik. Untuk itu, perlu dibuat desain dengan
benar. Contoh desain yang disarankan seperti pada Tabel 1.3.
Pada Gambar 1.5a menggambarkan sambungan solder yang menahan beban F
dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
F F
g terjadi  
A b  lU

Elemen Mesin 13
Konstruksi Sambungan

Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang yang menahan (mm 2) = b  lU (mm2);
b = lebar sambungan (mm);
lU = panjang sambungan (mm).

Pada Gambar 1.5b menggambarkan sambungan solder yang menahan beban


momen M dan mengakibatkan terjadinya tegangan geser (g terjadi):
M M
g terjadi  
d  2
 db d b
2 2
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2);
M = beban momen (Nmm);
d = diameter sambungan solder (mm);
b = panjang sambungan solder (mm).

Tegangan geser yang terjadi (g terjadi) selanjutnya dibandingkan dengan tegangan
geser solder (g solder) dan menghasilkan faktor keamanan (S):
 g solder g solder
S atau g izin 
 g terjadi S

Faktor keamanan (S) yang disarankan adalah sebesar 2 – 3 tergantung pada


kondisi sambungannya.

Tabel 1.3 Dimensi Celah Solder pada Suhu Kamar


Lebar Celah untuk Material Dasar
Solder
Logam Ringan Material Baja Logam Berat-NE
0,15 – 0,60, semakin
panjang sambungan
Logam ringan solder L-AISI
makin lebar
celahnya
0,05 – 0,10
0,25 – 0,40
Tembaga
pada penyolderan
baja – logam keras
Solder kuningan 0,10 – 0,25 0,10 – 0,40
Solder perak 0,20 – 0,30 0,10 – 0,40
Solder tembaga-fosfor 0,10 – 0,30

Elemen Mesin 14
Konstruksi Sambungan

Lebar Celah untuk Material Dasar


Solder
Logam Ringan Material Baja Logam Berat-NE
Solder perak-tembaga-fosfor 0,05 – 0,20
Solder perak 0,15 – 0,65 0,05 – 0,20 0,05 – 0,25
Solder lunak 0,20 0,10 0,10 – 0,20

Tabel 1.4 Bentuk Sambungan Solder


Penggunaan Kurang Baik Lebih Baik Keterangan

Pernukaan solder lebih luas.


Biasanya digunakan untuk tebal
pelat lebih dari 2 mm
Penyolderan lunak

Pernukaan solder lebih luas.

Adanya rongga dapat menhalangi


aliran kapiler
Penyolderan keras

Adanya lubang berfungsi untuk


pelepas saluran udara

Walaupun terjadi pemuaian akibat


panas, lubang masih dapat terisi
solder

Cicin geser berfungsi untuk


pemuaian akibat panas

Elemen Mesin 15
Konstruksi Sambungan

1.3 Sambungan Paku Keling


1.3.1 Aplikasi
Sambungan paku keling merupakan jenis sambungan tertua yang digunakan
untuk menyambung komponen berbentuk pelat atau profil. Jenis sambungan ini
dapat dilepas melalui perusakan kepala paku keling atau pengeboran paku
keling. Seperti halnya jenis sambungan yang lain, sambungan paku keling
banyak digunakan:
1. sebagai sambungan penahan beban, misalnya pada konstruksi baja,
pesawat angkat (crane), konstruksi pesawat terbang, konstruksi pesawat
luar angkasa, dan konstruksi kendaraan (konstruksi ringan);
2. sebagai sambungan pengikatan (tanpa beban yang jelas), misalnya
konstruksi asesori untuk bagian luar kendaraan atau pesawat terbang;
3. sebagai sambungan kedap, misalnya konstruksi tangki, cerobong asap
yang tidak bertekanan. Pada konstruksi pesawat terbang, umumnya tangki
dan rongganya disambang dengan paku keling guna mendapatkan
sambungan yang kedap udara.
Dalam berbagai aplikasi, sambungan paku keling sering digantikan dengan
sambungan las. Sambungan paku keling membutuhkan waktu pengerjaan relatif
lebih lama dan konstruksinya lebih rumit dibanding dengan sambungan las. Pada
sisi lain sambungan paku keling terlihat jauh lebih aman dan mudah dilakukan
pengontrolan. Khusus untuk konstruksi ringan, sambungan paku keling lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan sambungan las. Hal ini disebabkan oleh
adanya penurunan kekuatan akibat kenaikan temperatur pada proses
pengelasan.
Cara pemasangan paku keling dapat dilihat pada Gambar 1.6. Bagian yang akan
disambung (2 buah pelat) disatukan, dilubangi hingga tembus. Selanjutnya
dipasang paku keling dan dipukul dengan pembentuk kepala, hingga saling
mengikat dengan erat.
Pengelingan panas, yaitu proses pemasangan paku keling yang menggunakan
proses pemanasan. Paku keling baja berdiameter di atas 10 mm dipanaskan
hingga berpijar merah (sekitar 1000ºC). Pada saat proses pendinginan, paku
keling akan menyusut bersama lubangnya, hingga batas yield dan komponen
yang disambung menekan satu sama lain.

Elemen Mesin 16
Konstruksi Sambungan

Pengelingan dingin, yaitu proses pendingan tanpa adanya proses pemanasan.


Paku keling baja berdiameter di bawah 10 mm (begitu juga kuningan, tembaga,
dan logam ringan) dibentuk pada suhu dingin.

Gambar 1.6 Pemasangan dan Dimensi Sambungan Paku Keling

1.3.2 Bentuk
Material paku keling pada umumnya digunakan U St 36-1 dan untuk konstruksi
khusus yang menggunakan baja kelas tinggi seperti St 52-1 digunakan paku
keling dengan material RSt 44-2. Proses pembentukan paku keling untuk
diameter di bawah 10 mm menggunakan pemukulan dingin, sedang untuk
diameter di atas 10 mm, menggunakan proses pembentukan melalui
pemanasan. Pada paku keling yang terlalu panjang memungkinkan terjadinya
Elemen Mesin 17
Konstruksi Sambungan

pembengkokan saat pemukulan, sehingga panjang penjepitan ditentukan


s  4  d .
Spesifikasi untuk pemilihan diameter paku keling dapat dilihat pada Tabel 1.5.

Sebagai pendekatan d  50  s  2 , dimana s adalah tebal pelat yang paling tipis


dari bagian yang disambung. Panjang batang l  s  1,4...1,6  d , untuk jenis paku
keling setengah bulat dan l  s  0,6...1,0  d , untuk jenis paku keling terbenam.
Derajat kelangsingan yang diizinkan untuk batang tekan   250 pada konstruksi
baja bertingkat dan   150 pada konstruksi jembatan.
Pengaturan posisi paku keling harus dirancang sedemikian rupa, sehingga
bentuknya simetris dan tidak menimbulkan beban eksentrik. Lubang paku keling
harus dibuat melalui proses pengeboran dan peluasan (reaming). Lubang yang
ditusuk tidak diperbolehkan digunakan pada konstruksi baja.

Gambar Nama DIN Dimensi Material Aplikasi

d1 = 10 – 36 QSt 32-3
124 Konstruksi baja
d2 = 1,6 d1 QSt 36-3

QSt 32-3
Paku keling QSt 36-3
setengah bola d1 = 1 – 8 A2, A4 Konstruksi logam
660
d2 = 1,75 d1 SF-Cu Konstruksi kendaraan
CuZn 37
Al 99,5

d1 = 10 – 36 QSt 32-3
302 Konstruksi baja
 = 75º, 60º, 45º QSt 36-3
QSt 32-3
Paku keling tirus QSt 36-3
d1 = 1 – 8 A2, A4 Konstruksi logam
661
d2 = 1,75 d1 SF-Cu Konstruksi kendaraan
CuZn 37
Al 99,5

QSt 32-3
Portal, perlengkapan,
QSt 36-3
Paku keling d1 = 1,6 – 6 permukaan lantai, jalan
662 SF-Cu
cembung d2 = 2 d1 setapak, permukaan bergerigi,
CuZn 37
penampilan yang menarik
Al 99,5

QSt 32-3
Keling dinding luar pada
QSt 36-3
Paku keling d1 = 1,4 – 6 konstruksi kendaraan dan
674 SF-Cu
bulatan datar d2 = 2,25 d1 pesawat, perlengkapan, pelat
CuZn 37
halus, plastik, kardus
Al 99,5

Elemen Mesin 18
Konstruksi Sambungan

Gambar Nama DIN Dimensi Material Aplikasi

QSt 32-3
Paku keling tirus
d1 = 3 – 5 QSt 36-3 Untuk sabuk/belt dari kulit,
rata (paku keling 675
d2 = 2,75 d1 SF-Cu kain, dan plastik, ikat pinggang
sabuk)
Al 99,5

QSt 32-3
Paku keling
QSt 36-3 Untuk menyambung material
berlubang d1 = 1,6 – 10
6791 SF-Cu yang sensitif, pengerjaannya
setengah dengan d2 = 2 d1
CuZn 37 murah dengan mesin jahit
kepala bulat rata
Al 99,5

QSt 32-3
Paku keling
QSt 36-3 Untuk menyambung material
berlubang d1 = 1,6 – 10
6792 SF-Cu yang sensitif, pengerjaannya
setengah dengan d2 = 2 d1
CuZn 37 murah dengan mesin jahit
kepala tirus
Al 99,5
Untuk menyambung logam
Paku keling
dengan kulit, plastik, kertas,
berlubang dua sisi USt 3
7331 d1 = 2 – 6 dan lain-lain dan untuk
Form A: terbuka CuZn 37F30
menyambung logam yang
Form B: tertutup
sensitif
Al/AlA,
ENISO
AlA/AlA Untuk menyambung
15975
AlA/St, komponen-komponen, dimana
s/d
Paku keling buntu Cu/St, Cu/Br, pada satu sisi tidak tembus,
15984 d1 = 2,4 – 6,4
dengan takikan Cu/SSt, cepat, tidak pengerjaan lagi.
d2 = 2,1 d1
patah NiCu/St, Untuk komponen berongga,
16582
NiCu/SSt, konstruksi pelat, kendaraan,
s/d
A2/A2, logam, aluminium.
16585
A2/SSt, St/St

Paku keling QSt 32-3


Form A: pejal QSt 36-3
d1 = 3 – 10 Untuk sepatu kopling dan
Form B: berlubang 7338 USt 3, St 4
d2 = 1,9 d1 sepatu rem
setengah SF-Cu CuZn 37
Form C: berlubang Al 99,5

USt 3
Paku keling
St 4 Untuk menyambung logam
berlubang d1 = 1,5 – 6
7339 Al 99 W8 dengan material yang sensitif
(dari pelat yang
CuZn 37 F30 (kulit, karet, keramik, dan
dipres)
SF-Cu F22 sebagainya), karena hanya
membutuhkan kekuatan yang
Paku keling pipa St 35 rendah, elektroteknik,
berkepala d1 = 1 – 10 Al 99,5 konstruksi pelat, komponen
7340
Form A: rata CuZn 37 F37 berongga.
Form B: bulat SF-Cu F25

9SMnPb28K Untuk pengekleman yang


Paku keling pena d1 = 25 – 20 St 50 K + G panjang, sambungan
Form A: berlubang 7341 (h9, h11) komponen tersembunyi,
Form B: tirus sebagai poros.

Gambar 1.7 Macam-macam Paku Keling

Elemen Mesin 19
Konstruksi Sambungan

Ukuran dasar paku keling:


d1 = dn  1mm.
s1
dn
s2
d1
l = 1,26  (s1  s 2 )  11mm.
l
s = 6  dn
a
K = 0,63  dn
a = 1,5  dn  3  dn
K
R
s1

D = 1,6  dn
s2

R = 0,8  dn
D
a = 1,5  dn (baik)
Jarak antara paku keling (e)
e
Untuk sambungan kawah:
e = 2,5 . dn (paku kecil)
e = 2,2 . dn (paku besar)
Alat tempa (die)
Untuk konstruksi baja :
e = (3 ÷ 2,5) . dn
Gambar 1.8 Dimensi Paku Keling
Tabel 1.5 Dimensi Paku Keling pada Konstruksi Baja dan Logam Ringan

s 4-6 5-7 6-8 7-9 8 - 11 10 -14 13 - 17 16 - 21


Konstruksi Baja
d 12 14 16 18 20 22 24 27

s < 1,3 1,4 - 2 2 - 3,2 3 – 4,5 4,5 - 7 6 -9 7 - 10 8 – 12


Konstruksi Logam Ringan
d 2 3 5 7 10 14 16 20

Pada konstruksi baja, diameter lubang sama dengan d + 1 mm, sedang pada
konstruksi logam ringan, diameter lubang sama dengan d + 0,1 ... 0,2 mm.
Kerusakan paku keling dapat dibedakan seperti berikut:
a. terjadinya geser pada paku keling

Luasan geser yang terjadi pada paku keling

Elemen Mesin 20
Konstruksi Sambungan

Kemampuan paku keling menahan geser

b. terjadinya tumbukan pada paku keling

luasan tumbukan paku keling

Penyebab kerusakan paku keling:

a. F Paku tergunting
Bila beban F yang bekerja cukup besar dan bahan pelat tahan terhadap tarikan tersebut,
tetapi bahan paku keling yang kurang kuat, maka paku keling akan putus akibat tergeser.

b. F Jika beban F besar, maka tegangan yang terjadi tepat pada penampang pelat pada sisi
paku keling akan lebih besar. Hal ini akibat adanya lubang paku keling, sehingga luas
penampang pada bagian ini lebih kecil.
Jika tegangan yang terjadi ini lebih besar dari pada tegangan bahan pelat, maka pelat
akan robek.

F
c. F Ujung pelat yang terlalu pendek pada konstruksi sambungan paku keling dapat
mengakibatkan mudah lentur akibat gaya F yang bekerja, sehingga lubang dari paku
keling akan melebar.

Elemen Mesin 21
Konstruksi Sambungan

d. F Robekan pada pelat dapat terjadi sebagai akibat dari tegangan geser yang terjadi lebih
besar dari tegangan geser yang diizinkan dari bahan pelat.

F
e. F Ujung pelat di belakang paku keling pecah. Hal ini kemungkinan akibat pada saat
pemotongan pelat atau pada saat pembuatan lubang paku keling terjadi kerusakan kecil
pada bagian pelat tersebut, sehingga saat terkena gaya F akan menjadi lebih parah.

F
f. F F
Akibat beban yang tidak sentris pada sistem sambungan paku
keling tunggal mengakibatkan pelat melengkung.
Untuk menghindari hal ini, maka tebal pelat dan jarak antara paku
keling harus disesuaikan.
Gambar 1.9 Kerusakan Paku Keling
Metode Penyambungan dengan Paku Keling
a.
F
Sistem sambungan ini mengakibatkan terjadinya tegangan bengkok dan
F tegangan geser pada paku keling.
Sistem sambungan dua pelat kurang sesuai untuk sambungan kawah,
karena pelat terkena tegangan tekan.
b. F F b. dan c. Sistem sambungan tiga pelat. Pada sistem ini akan terjadi
tegangan geser pada paku keling dan tegangan tekan pada pelat.
c. F

F
d. Sambungan siku/sudut jika menggunakan paku keling.

Gambar 1.10 Metode Penyambungan Paku Keling

Elemen Mesin 22
Konstruksi Sambungan

Kerusakan plat pada sambungan paku keling

a. Sobek pada pinggir plat

m = 1,5 d
b. Sobek diantara dua paku keling

1.3.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Paku Keling


Perhitungan kekuatan dari sambungan paku keling diperoleh dari tegangan yang
terjadi pada paku keling (kepala dan batang) dan tegangan yang terjadi pada
pelat yang disambung.
Tegangan nominal pada paku keling:
1. Melalui gesekan, diperoleh gaya yang membebani setiap paku keling:

  d2
F1  FN    N  
4
2. Melalui beban geser pada batang paku keling, diperoleh gaya yang
membebani setiap paku keling:

Elemen Mesin 23
Konstruksi Sambungan

  d2
F2  s 
4
3. Total gaya yang membebani setiap paku keling:

  d2
F  F1  F2   (N    S )
4 .
Jenis pembebanan:
1. Beban geser pada kepala paku keling;
2. Beban geser pada batang paku keling;
3. Beban tarik pada batang paku keling;
4. Beban tekan pada landasan kepala paku keling;
5. Beban tekan pada permukaan lubang;

a. Asumsi untuk b. Tekanan yang


perhitungan sebenarnya

6. Beban tekan pada pelat;


7. Beban geser pada pelat di belakang paku keling;
8. Beban tarik pada pelat akibat pengurangan luasan;
9. Beban bengkok pada paku keling.

Gambar 1.11 Pembebanan pada Sambungan Paku Keling

Elemen Mesin 24
Konstruksi Sambungan

1) Sambungan dengan dua pelat (lap Joint)

Single rivet double rivet double rivet zigzag

Gambar 1.12 Tegangan tarik dan macam susunan paku keling lap joint

Elemen Mesin 25
Konstruksi Sambungan

1) Tegangan geser pada kepala paku keling:


Fz Fz
 g terjadi  
A d x
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm2);
Fz = beban aksial (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
x = ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).
2) Tegangan geser pada batang paku keling:
F F
 g terjadi  
A  2
d
4
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm).

3) Tegangan tarik pada batang paku keling:


Fz Fz
 t terjadi  
A  2
d
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2);
Fz = beban aksial (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm).

4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling:


F F
 t terjadi  
A  2
d
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm 2);
Fz = beban aksial (N);

Elemen Mesin 26
Konstruksi Sambungan

A = luas penampang menahan (mm 2);


d = diameter batang paku keling (mm).

5) Tegangan tekan pada permukaan lubang:


F F
 t terjadi  
A 0,5    d  t
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm);
t = tebal pelat (mm).

6) Tegangan tekan pada pelat:


F F
 t terjadi  
A 
 (D 2  d2 )
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
D = diameter kepala paku keling (mm);
d = diameter batang paku keling (mm).

7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling:


F F
 g terjadi  
A 2  t  e1
Dimana:
g terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
t = tebal pelat (mm);
e1 = jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).

Elemen Mesin 27
Konstruksi Sambungan

8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan:


F F
 t terjadi  
A t  (l  2  d)
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm2);
d = diameter paku keling (mm);
t = tebal pelat (mm);
l = panjang total pelat (mm).

9) Tegangan bengkok pada paku keling:


Mb Fy
b terjadi  
Wb  3
d
32
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2);
Mb = momen bengkok yang terjadi (N);
Wb = momen tahanan bengkok (mm2);
F = beban (N);
y = jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);
d = diameter paku keling (mm).

Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan


tegangan izin dari material yang digunakan.

Elemen Mesin 28
Konstruksi Sambungan

2) Sambungan dengan tiga pelat (butt joint)

Elemen Mesin 29
Konstruksi Sambungan

Gambar 1.13 Sambungan Tiga Pelat (butt joint)

1) Tegangan geser pada kepala paku keling:


Fz Fz
 g terjadi  
A d x
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada kepala paku keling (N/mm 2);
Fz = beban aksial (N);

Elemen Mesin 30
Konstruksi Sambungan

A = luas penampang menahan (mm 2);


x = ketinggian bagian kepala yang tergeser (mm).
2) Tegangan geser pada batang paku keling:
F F
 g terjadi  
A 
2   d2
4
Dimana:
g terjadi = tegangan geser yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm).

3) Tegangan tarik pada batang paku keling:


Fz Fz
 t terjadi  
A  2
d
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tarik yang terjadi pada batang paku keling (N/mm 2);
Fz = beban aksial (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm).

4) Tegangan tekan pada landasan kepala paku keling:


F F
 t terjadi  
A  2
d
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada landasan kepala (N/mm 2);
Fz = beban aksial (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm).

5) Tegangan tekan pada permukaan lubang:


F F
 t terjadi  
A 0,5    d  t

Elemen Mesin 31
Konstruksi Sambungan

Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada permukaan lubang (N/mm 2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
d = diameter batang paku keling (mm);
t = tebal pelat (mm).

6) Tegangan tekan pada pelat:


F F
 t terjadi  
A 
 (D 2  d2 )
4
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelat (N/mm2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
D = diameter kepala paku keling (mm);
d = diameter batang paku keling (mm).

7) Tegangan geser pada pelat di belakang paku keling:


F F
 g terjadi  
A 2  t  e1
Dimana:
g terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm2);
F = beban (N);
A = luas penampang menahan (mm 2);
t = tebal pelat (mm);
e1 = jarak sumbu paku keling sampai ke pinggir pelat (mm).

8) Tegangan tarik pada pelat akibat pengurangan luasan:


F F
 t terjadi  
A t  (l  2  d)
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2);
F = beban (N);

Elemen Mesin 32
Konstruksi Sambungan

A = luas penampang menahan (mm 2);


d = diameter paku keling (mm);
t = tebal pelat (mm);
l = panjang total pelat (mm).

9) Tegangan bengkok pada paku keling:


Mb Fy
b terjadi  
Wb  3
d
32
Dimana:
σt terjadi = tegangan tekan yang terjadi pada pelak (N/mm 2);
Mb = momen bengkok yang terjadi (N);
Wb = momen tahanan bengkok (mm2);
F = beban (N);
y = jarak yang menyebabkan beban bengkok (mm);
d = diameter paku keling (mm).

Tegangan-tegangan yang terjadi tersebut diperiksa dan dibandingkan dengan


tegangan izin dari material yang digunakan.

1.3.4 Sambungan Paku Keling dengan Beban Eksentrik


(MD, RS Khurmi, p.323-324)
1). Menentukan titik berat paku keling
X1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu y
X2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu y
X3 = dst

Y1 = jarak paku keling 1 dengan sumbu X


Y2 = jarak paku keling 2 dengan sumbu X
Y3 = dst

A1 = luas lubang paku keling 1


A2 = luas lubang paku keling 2
A3 = dst

Elemen Mesin 33
Konstruksi Sambungan

n = jumlah paku keling

2) Terjadi beban geser pada paku keling arah kebawah karena beban , yang
besarnya sama untuk setiap paku keling

P = beban
Ps = beban yang ditanggung setiap paku keling
e = jarak beban ke pusat berat

3) Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan


menggunakan persamaan phytagoras

c
c  a2  b2
a

Elemen Mesin 34
Konstruksi Sambungan

4) Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku


keling

F1 = gaya geser karena momen padapaku keling 1


F2 = gaya geser karena momen padapaku keling 2
F3 = dst

L1 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 1


L2 = jarak radial dari pusat berat ke paku keling 2
L3 = dst

dan

5) Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser kebawah akibat beban
dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku keling

Elemen Mesin 35
Konstruksi Sambungan

6) Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya,


kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.

Contoh soal (MD, RS Khurmi, p.325-326)


Beban eksentrik P = 50.000 N; jarak beban dengan pusat berat e = 400 mm;
jumlah paku keling n = 7; tegangan geser  = 65 N/mm2 dan tegangan tumbukan
c = 120 N/mm2

Elemen Mesin 36
Konstruksi Sambungan

1. Menentukan titik berat paku keling

2. Terjadi beban geser pada paku keling arah kebawah karena beban , yang
besarnya sama untuk setiap paku keling

3. Menghitung jarak titik pusat berat ke masing-masing paku keling, dengan


menggunakan persamaan phytagoras

Elemen Mesin 37
Konstruksi Sambungan

4. Menghitung gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku


keling

5. Menghitung besarnya gaya resultan antara gaya geser kebawah akibat


beban dengan gaya geser akibat beban momen pada masing-masing paku
keling

Elemen Mesin 38
Konstruksi Sambungan

6. Mencari resultan terbesar untuk menentukan ukuran paku kelingnya,


kaitannya dengan kekuatan geser ijin dari bahan paku kelingnya.

1.3.5 Sambungan paku keling untuk konstruksi (Lozenge Joint)


(MD, RS Khurmi p.314-322)
Sambungan paku keling untuk konstruksi disusun dalam bentuk diamond,
Baris 1 satu paku keling
Baris 2 dua paku keling
Baris 3 tiga paku keling....dst, kemudian pada sisi yang lain tersusun
kebalikannya.

1. Perhitungan diameter paku keling

t = tebal paku keling dalam mm


d = diameter paku keling
2. Perhitungan jumlah paku keling Pt =

Elemen Mesin 39
Konstruksi Sambungan

Jumlah paku keling adalah kekuatan tarik maksimum sambungan Pt, dibagi
oleh Ps atau Pc diambil yg nilainya kecil.

3. Susunan konstruksi paku keling dengan bentuk diamond

4. Ketebalan plat penjepit


Tp = 1,25 t untuk penjepit tunggal
Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda

5. Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling


Baris 1-1

Baris 2-2

ditambah tegangan geser 1 paku di depannya

Baris 3-3

ditambah tegangan geser 3 paku di depannya


Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps dan Pc dibagi dengan
tegangan plat P

Elemen Mesin 40
Konstruksi Sambungan

Contoh Soal:
Diketahui: suatu konstruksi dengan lebar plat lebar b = 350 mm dan tebalnya
t = 20 mm, dengan penjepit ganda. Tegangan t = 90N/mm2;  = 60 N/mm2;
dan c = 150 N/mm2

Penyelesaian
1. Perhitungan diameter paku keling

maka diameter lubang paku dibuat 2 mm lebih


besar  29 mm

2. Perhitungan jumlah paku keling Pt =

jumlah paku keling  9

3. Susunan paku lozenge joint

Elemen Mesin 41
Konstruksi Sambungan

4. Ketebalan plat penjepit


Tp = 0, 75 t untuk penjepit ganda

6. Efisiensi sambungan, ditinjau dari setiap baris paku keling


Baris 1-1

Baris 2-2

+ 1 Ps

Baris 3-3

+ 3 Ps

Baris 4-4

+ 6 Ps

Tegangan geser 9 paku keling

Elemen Mesin 42
Konstruksi Sambungan

Tegangan tumbukan 9 paku keling

Diambil nilai yang terkecil dari Pt1, Pt2, Pt3, Pt4, Ps dan Pc dibagi dengan
tegangan plat P
Tegangan plat tanpa paku keling

Jika 9 paku disusun dengan model rata Pt1

1 2 3
Dengan jumlah paku yang sama 9 buah paku keling, ternyata di susun dengan
model lozenge joint lebih efisien jika dibandingkan dengan susunan model baris
3x3

Elemen Mesin 43
Konstruksi Sambungan

1.4 Sambungan Baut

1.4.1 Penggunaan
Berdasarkan fungsi utamanya, baut dibedakan menjadi baut pengikat dan baut
penggerak. Fungsi utama baut adalah:
 Pengubah beban, artinya mengubah beban keliling yang kecil menjadi
beban aksial yang besar, seperti transmisi pada roda gigi cacing;
 Pengubah gerakan, artinya mengubah gerakan keliling yang besar menjadi
gerakan aksial yang kecil, seperti ulir penggerak pada mikrometer.
Sambungan baut adalah jenis sambungan yang paling banyak digunakan dalam
elemen mesin. Tujuan penggunaan sambungan baut adalah sebagai berikut:
1. sebagai baut pengikat untuk sambungan yang dapat disambung/dilepas;
2. sebagai baut pengencang untuk proses pengencang (baut pengencang);
3. sebagai baut penutup untuk menutup lubang, misalnya lubang
pembuangan oli;
4. sebagai baut landasan untuk melandasi atau mengatur keausan atau
kelonggaran;
5. sebagai baut pengukur untuk mengukur jarak, seperti pada mikrometer;
6. sebagai pemindah gaya untuk mengubah gaya yang kecil menjadi gaya
yang memanjang yang besar, seperti pada mesin pres;
7. sebagai baut penggerak untuk mengubah gerakan berputar menjadi
gerakan memanjang, seperti pada ulir pengarah atau mengubah gerakan
memanjang menjadi gerakan berputar, seperti pada ulir pengebor;
8. sebagai baut diferensial untuk menghasilkan lintasan yang kecil dalam
putaran yang besar.
Beberapa kekurangan dalam penggunaan sambungan baut dan perlu
diperhatikan dalam proses perancangan mesin adalah sebagai berikut:
 Pada baut pengencang, momen pengencangan, ketahanan pengencangan
sangat perlu diperhatikan, dan pengaruh takikan pada ulir;
 Pada baut penggerak memiliki efisiensi yang rendah, keausan sisi luar ulir,
kelonggoran ulir, dan kerusakan ulir.
Pembuatan alur ulir dapat dilakukan dengan tanpa pemotongan yaitu proses
pengerolan atau pengepresan alur ulir dan pencetakan kepala baut. Proses snei

Elemen Mesin 44
Konstruksi Sambungan

dilakukan dengan pemutaran atau penggilingan, desnei dengan suatu profil gigi
penggerus putaran tinggi atau digerinda dengan batu gerinda berprofil.

Gambar 1.16 Sambungan pada flens.


a) sambungan dengan baut yang ditembuskan; b) sambungan dengan baut pin;
c) sambungan dengan baut kepala; d) sambungan dengan baut elastis yang
ditembuskan dan bagian penjaga jarak; e) sambungan dengan baut elastis mur
ganda; f) sambungan dengan baut yang kepalanya disembunyikan. Pada saat
dikencangkan, permukaan flens dirapatkan a) samapai c) tanpa pengaman
penahan perantara.

1.4.2 Baut, Mur, dan Perlengkapan


Suatu sambungan baut pengikat terdiri dari:
 Baut (batang baut, batang ulir, spindel ulir) dengan ulir luar;
 Mur dengan uli dalam yang terkait;
 Ring (tidak selalu);
 Pengaman (tidak selalu);
 Perkakas untuk mengencangkan dan mengendorkan sambungan.
1) Baut
Pada sambungan baut disamping harus memiliki baut yang kuat, murnya harus
memiliki kekuatan yang sesuai. Untuk itu, biasanya digunakan cincin pengaman
dan juga pengaman yang lain.
Pada konstruksi mesin, baut dengan kepala segi enam atau mur segi enam
memegang peranan penting, misalnya sebagai baut tembus, baut sekrup kepala
(tanpa mur), dan sebagai stud (tanpa kepala dan mur). Jika ingin
menyembunyikan kepala bautnya, maka digunakan baut inbus.

Elemen Mesin 45
Konstruksi Sambungan

Baut khusus merupakan baut yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Pada
pembebanan dinamis digunakan baut elastis. Untuk pelat baja tipis dan plastik
digunakan baut pelat. Pembuatan ulir dalam (tapping) dilakukan langsung oleh
sekrupnya sendiri. Dalam beberapa aplikasi digunakan juga kepala mur dan baut
silindris yang untuk pengunciannya digunakan sisi yang diratakan atau lubang
radial, alur memanjang atau gerigi (mur berlubang melintang, mur beralur, dan
sebagainya). Beberapa bentuk khusus lainnya adalah baut penutup, baut
pengunci, baut angker, dan lain-lain. Macam-macam baut standar dapat dilihat
pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Macam-macam Baut Standar
DIN 601, 960, 931 DIN 558, 933, 961 DIN 601, 7990 DIN 561 DIN 564 DIN 609, 610, 7968

d. Baut segi enam e. Baut segi enam dengan f. Baut pas segi enam
a. Baut segi enam b. Baut segi enam c. Baut segi enam dan mur dengan tap ujung panjang
DIN 912 DIN 6912 DIN 84 DIN 88 DIN 7988 DIN 7971

l. Baut pelat silinder


i. Baut silinder alur j. Baut cembung alur k. Baut cembung alur silang alur
g. Baut inbus tinggi h. Baut inbus rendah
DIN 551 DIN 2509 DIN 833, 835, 836, 938, DIN 551 DIN 427 DIN 913
939, 940

m. Baut stud n. Baut sekrup o. Baut stud p. Stud ulir beralur q. Baut poros beralur r. Stud ulir inbus
DIN 910, 7604 DIN 906 DIN 464 DIN 14579

s. Baut penutup dengan t. Baut penutup ulir


sabuk kerucut u. Baut dengan kepala
bersabuk v. Baut inbus radius

2) Mur
Mur yang sering digunakan adalah mur yang sudah distandarkan, seperti pada
Tabel 1.7. Mur khusus merupakan mur dibutuhkan untuk tujuan tertentu,
misalnya mur yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan dinamis dari
sambungan baut. Mur bentuk khusus lainnya adalah mur plat jepit (untuk
pengamanan), mur kapsul untuk baut elastis, mur spindel, dan sebagainya.
Macam-macam mur dapat dilihat pada Tabel 1.7.

Elemen Mesin 46
Konstruksi Sambungan

Tabel 1.7: Macam-macam Mur Standar


DIN EN 24034, DIN 431, 936 DIN 935 DIN 935 DIN 1587 DIN 557
EN 24032, EN 28673 EN 24035, EN 24036,
EN 28675

a. Mur segi enam b. Mur segi enam (tipis) c. Mur mahkota d. Mur mahkota (>M12) e. Mur tutup f. Mur segi empat
DIN 548, 1816 DIN 1804 DIN 315 DIN ISO 582 DIN 928 DIN 929

g. Mur dengan lubang h. Mur beralur


melintang memanjang i. Mur kupu-kupu j. Mur cincin k. Mur las segi empat l. Mur las segi enam
DIN 466 DIN 546

m. Mur pelat untuk las o. Mur pelat dengan


titik n. Mur kepala bersabuk lubang tersembunyi p. Mur beralur melintang

3) Pengaman
Pengaman dibutuhkan untuk mengamankan sambungan baut terhadap
kemungkinan kendor atau lepas dengan sendirinya. Pengaman yang paling
sederhana dan handal adalah pemanfaatan gesekan dalam ulir dan gesekan
pada landasan kepala mur atau kepala baut. Pada baut pengencang tidak akan
terjadi pengendoran, selama pada proses pemasangan ditegangkan dengan
benar sesuai dengan besar momen pengencangan yang telah distandarkan.
Pengaman baut seperti pada Gambar 1.17 terdiri dari:
a) Mur mahkota dengan alur melintang;
b) Pelat pengaman;
c) Kawat pengaman;
d) Ring pegas;
e) Pelat pegas;
f) Pelat gerigi;
g) Dudukan kerucut (meningkatkan gesekan);
h) Mur yang mengamankan sendiri;
i) Mur kontra, j) Mur pengaman;
k) Ring pengaman plastik.

Elemen Mesin 47
Konstruksi Sambungan

Gambar 1.17 Pengaman Baut

1.4.3 Bentuk Ulir


Bentuk dasar dari ulir adalah garis baut seperti pada Gambar 1.17. Garis itu
terbentuk melalui penggulungan sebuah garis lurus dengan sudut kemiringan 
pada silinder dengan jari-jari r. Dari konstruksi penggulangannya dapat diperoleh:
y P
 tan  
x (2    r )

Dimana:
 = sudut kenaikan
P =kenaikan (pitch)
Ulir sebuah baut dapat dibentuk dengan arah ke kiri (ulir kiri), arah ke kanan (ulir
kanan), atau memiliki beberapa buah alur (ulir ganda, ulir tripel, dan seterusnya).
Bentuk (potongan melintang) sebuah ulir yang dinamakn profil ulir dapat berupa
segitia (ulir segitiga), trapesium (ulir trapesium), segiempat (ulir segiempat),
setengah lingkaran (ulir bulat), mata gergaji (ulir gergaji), dan sebagainya.
Berdasarkan besar kenaikan (pitch), ulir dapat dibedakan pula menjadi ulir kasar
dan ulir halus. Ulir halus banyak digunakan pada pipa dan poros dan ditetapkan
tinggi ulir h3 dengan kenaikan P yang berhubungan dengan sudut kenaikan 
adalah kecil. Sedang ulir beralur lebih dari satu, banyak digunakan untuk ulir
penggerak, untuk mendapatkan efisiensi  dan kenaikan P yang besar.

Elemen Mesin 48
Konstruksi Sambungan

b
sudut  kecil : pergeseran (jarak) besar c
- Cocok untuk baut pengikatan, gaya aksial besar;
- Pengaturan halus (pegerakan putaran besar sudut  besar : pergeseran (jarak) kecil
menghasilkan gerakan aksial kecil); - Cocok untuk baut penggerak, batang cacing;
- Efisiensi rendah, self-locking. - Efisiensi tinggi, tidak ada self-locking.
Gambar 1.18 Garis ulir dan penggulungannya dengan kenaikan P h dan sudut
kenaikan . a) Ulir umum; b) ulir tunggal; c) ulir beralur banyak (ulir
tripel dengan pembagi (lead) P sama, dan kenaikan (pitch) Ph)
1.4.4 Penerusan Gaya dan Efisiensi
Pada ulir datar dengan sudut sisi  = 0º seperti pada Gambar 1.19 diberikan
sebuah gaya memanjang F dan gaya keliling F U pada ulir dengan diameter sisi
d2. Akibat gesekan, maka dapat diperoleh gaya resultan F R pada arah normal
P
(tegak lurus bidang) dan FU  F  tan  , dengan tan   .
(2  π  d2)
Pada perhitungan gesekan dengan angka koefisien gesek   tan  , maka akan

mulai terjadinya gerakan, jika resultan gaya F R pada sudut gesekan  terhadap
normal meningkat. Maka:
FU  F  tan(  ) , (+) untuk menaikkan beban, (-) untuk menurunkan beban.

Untuk ulir runcing dengan  > 0º, maka  digantikan ’ dengan

Elemen Mesin 49
Konstruksi Sambungan

tan  
tan '  
serta '  , maka untuk gaya gesek selalu arahnya ke
cos( 2 ) cos( 2 )

bawah ke sisi ulir yang ditentukan oleh gaya yang bekerja. Pada ulir runcing,
pada kondisi yang sama, gaya gesek selalu lebih besar dari pada ulir datar,
sehingga ulir runcing hanya digunakan untuk baut pengencang.
Maka besarnya:
d2 d
FU  F  tan(  ' ) dan untuk momen putarnya MT  FU   F  tan(  ' )  2 .
2 2
Gaya gesek arahnya selalu berlawanan dengan arah gaya, (+) menunjukkan
pengencangan baut (pengangkatan beban), (-) menunjukkan pengendoran baut
(penurunan beban).

a b c d
Gerakan Naik + Turun Naik Turun Diam
Kondisi tidak ada self-locking self-locking
Gaya Dorong FU atau FS FU FS -FU (gaya pengendoran)
Efisiensi =1 WH F P WA Fu    d2
  s H  
WA Fu    d2 WH Fs  PH
tan  tan(  )
 
tan(  ) tan 
Diam (= angka koefisien gesek statis)
Gambar 1.19 Gaya-gaya pada baut dengan ulir datar (F S = gaya memanjang, Ph
= kenaikan, FU = gaya keliling, panjang lintasan =   d2 , W H = kerja
pengangkatan, W A = kerja pemutaran; pada ujung ulir ’ sebagai
pengganti ;   tan  (koefisien gesek dinamis); 0  tan0
(koefisien gesek statis).
Efisiensi adalah perbandingan antara pemakaian terhadap pengeluaran. Efisiensi
dari gerakan baut dan mur besarnya:
tan 
Pada perubahan momen putar menjadi gaya memanjang:  
tan(  ' )

Elemen Mesin 50
Konstruksi Sambungan

tan(  ' )
Pada perubahan gaya memanjang menjadi momen putar:  
tan 
Self-locking (penghentian sendiri) adalah merupakan tujuan dari sebuah baut
pengencang, jika gaya memanjang F tidak dapat menimbulkan momen putar, jika
FU  F  tan(  ' )  0 , yaitu   ' dan '  0 atau   0,5 . Pada baut metris

dengan   2,5 juga menghasilkan self-locking, selama nilai kekasaran


'  tan '  0,04 . Selama baut penguatan dikencangkan (F>>0), tidak dapat
kendor atau lepas akibat guncangan.

Gambar 1.20 Gaya normal pada ulir runcing


Gesekan kering:
Terjadi bila antara kedua permukaan itu kering.
Gesekan dengan pelumasan:
minyak
Terjadi bila antara kedua permukaan terdapat cairan.
Gambar 1.21 Gesekan
Pada sambungan baut biasanya terjadi gesekan kering, dimana hal ini
mempunyai manfaat agar sambungan dapat kuat/tidak kendor.

Tabel 1.8: Koefisien Gesek 

Bahan 
Baja/baja 0,22  0,25
Baja/perunggu 0,20
Besi tuang/perunggu 0,15
Besi tuang/besi tuang 0,15
Untuk gesekan licin antara baja/baja besarnya  = 0,1.
Pada sambungan baut umumnya digunakan  = 0,25, sehingga :
tan  = 0,25   = arc tan 0,25 = 14 40'

Elemen Mesin 51
Konstruksi Sambungan

1.4.5 Momen dan Gaya Pengencangan


Pada saat pengencangan baut, tidak hanya didapatkan gesekan pada ulir saja,
tetapi juga gesekan pada landasan kepala baut dan landasan mur yang
Da  Di
berhubungan (diameter gesekan dA = , dengan koefisien gesek A).
2
Jumlah momen keseluruhan untuk gaya pengencangan FV adalah:

MG = MT  MA  FV  
d2
2
 tan(  ' ) 
dA
2
 A 
(+) untuk momen pengencangan total MGA;
(-) untuk momen pengendoran total MGL (MGL < 0).
Untuk baut standar dengan  = 60º, momen pengencangan dapat
disederhanakan menjadi:
MGA = FV  0,16  P  0,5  'd2  0,5   A  dA 

Nilai ’ dan A berfluktuasi antara 0,008 – 0,4, sesuai permukaan luar dan
pelumasannya.
1.4.6 Pembebanan Baut
1) Baut dengan beban memanjang
Pada dasarnya, baut tidak boleh mengalami pemuaian, sehingga pada
sambungan baut tidak boleh dibebani lebih dari batas elastisnya. Alur ulir
berfungsi sebagai takikan untuk mempertinggi beban statis dan menurunkan
pembebanan dinamis.
Besarnya penampang tegangan, yaitu penampang yang menahan beban adalah:
2
  d2  d3   2
AS =     ds
4  2  4

Gambar 1.22 Baut elastis. a) Baut langsing, b) Baut berlubang

Elemen Mesin 52
Konstruksi Sambungan

Melalui hipotesa perubahan bentuk, tegangan besarnya pembanding:


FV FV
Tegangan tarik:  z = 
AS  2
 ds
4
Mt FV  d2  tan(  ' )
Tegangan puntir:  t = 
Wt 
2  d3s
16
Tegangan pembanding:
2 2
   
 F   F  d  tan(  ' ) 
 V = z  3  t  
2 2 V   3 V 2    Vdiizinkan
   d2   2
 3
 ds 
 s   
4   16 
Menurut hasil penelitian, pada ulir kasar  Vdiizinkan  0,9  0,2 atau

 Vdiizinkan  0,9  S , pada ulir halus  Vdiizinkan  0,8  0,2 atau  Vdiizinkan  0,8  S .

Besarnya σ0,2 dan σS dapat dilihat pada Tabel 3.1.

2) Baut dengan beban melintang


Sambungan baut yang dibebani melintang seperti terlihat pada Gambar 1.23.

a) Baut pas,
b) Baut tembus,
c) Baut tembus dan tabung belah.

Gambar 1.23 Sambungan Baut dengan Beban Melintang.


Baut pas (tidak ada kelonggaran pada poros) berfungsi seperti sambungan paku
keling. Bentuk rancangan ini mahal. Baut ini menerima beban melintang F
mengakibatkan terjadinya tegangan geser g pada penampang melintang poros
 2
sepenuhnya A   d dan tekanan badan σ1:
4

Elemen Mesin 53
Konstruksi Sambungan

F F
g   g izin dan 1   1izin
A  mi  n dsn

Dimana:
n = jumlah baut;
mi = jumlah patahan.

Baut tembus (dengan kelonggaran poros) akan meneruskan gaya melintang


melalui gaya gesekan .Fv yang ditimbulkan oleh gaya memanjang F v dari baut.
Pada konstruksi baja bertingkat sering digunakan sambungan HV (sambungan
kekuatan tinggi) dengan baut HV (DIN 6912 sampai 6918, kualitas 10.9). Nilai
gesekan  yang digunakan 0,45 (0,6) untuk bagian konstruksi dari St 37 (St 52).
Pada konstruksi mesin umumnya, permukaan yang dibaut dikerjakan dengan
halus dan tidak bebas lemak, sehingga digunakan nilai gesekan 1,1 – 0,15. Gaya
tegangan Fv yang diperlukan dengan faktor keamanan , maka diperoleh:
F
Fv 
  mi  n

Nilai batas:  = 1,25 untuk konstruksi bertingkat (bagian konstruksi St 37 atau St


52, pembebanan H),  = 1,6 untuk konstruksi jembatan dan konstruksi pesawat
angkat (bagian konstruksi St 37 atau St 52, pembebanan H) F v ≈ 8.F (konstruksi
mesin, baut ditanam). Besar gaya Fv  0,7  0,2  A . Pemeriksaan ulang melalui

tegangan pembanding  V   Vdiizinkan . Tegangan yang diizinkan untuk baut HV

0,2  900 N / mm 2 . Untuk bagian konstruksi dari St 37 dengan baut kualitas 4.6

dan pembebanan H, DIN 1050, 1izin  280 N / mm 2 dan untuk bagian konstruksi
dari St 52 dengan baut kualitas 5.6, g izin  0,5  1izin .

Tabung belah dan stud pas juga dapat meneruskan gaya melintang, sehingga
memerlukan baut tembus yang ringan saja.

Elemen Mesin 54
Konstruksi Sambungan

Tabel 1.9: Nilai Kekuatan Baut

Baru 3.6 4.6 4.8 5.6 5.8 6.6 6.8 6.9 8.8
Kelas kekuatan baut
Saat ini 4A 4D 4S 5D 5S 6D 6S 6G 8G
≤ M16 > M16
Kekuatan tarik σB N/mm2 330 400 420 500 520 600 600 600 800 830
Batas elastis σS N/mm2 190 240 320 300 400 360 480 - - -
0,2 Batas elastis N/mm2 - - - - - - 640 660
Perpanjangan patah % 25 22 14 20 10 16 8 12 12 12
C35 C35 C35
S185 S235
Material baut E295 E295 C45
9S2 9S20
35S20 10S20 34Cr4
Kelas kekuatan Mur 4 5 6 8
Tegangan percobaan (σZL) 1) N/mm2 5202) 520 – 6303) 600 600 – 7203) 600 800 – 9203)
C35 C35 C35
S235
Material mur E295 E295 C45
9S20
35S20
1) Tegangan percobaan σZL merupakan besarnya tegangan tarik terbesar baut, yang dipasangkan
dengan murnya, ketika kemampuan pembebanan sambungan dapat terjamin hingga batas
pembebanan pada baut, dengan kata lain pada pasangan baut yang masih rapat tersebut murnya
mengalami kerusakan;
2) untuk M 16 . . .M39;
3) tergantung pada diameter baut.

Elemen Mesin 55
Konstruksi Sambungan

1.4.6 Beban kombinasi tarik dan tarik karena momen


(MD, RS Khurmi, p.402-427)
Beban yang ditahan oleh baut adalah tarikan kebawah oleh beban W
terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban tarik kebawah karena
beban momen W dikalikan jaraknya.

1. Tarik karena beban ke bawah

Beban tarik pada jarak L1 dan L2

Persamaan momen

Total beban yang ditahan oleh baut

Elemen Mesin 56
Konstruksi Sambungan

1.4.7 Beban kombinasi geser dan geser karena torsi


Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W
terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban geser kebawah karena
beban momen W dikalikan jaraknya.

Beban geser ke bawah untuk setiap baut

Persamaan momen

Beban total yang diterima baut

Jika diketahui diameter minor baut, dc = 0,84 d; d = 25 mm

Elemen Mesin 57
Konstruksi Sambungan

1.4.8 Beban kombinasi geser dan tarik karena momen


Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W
terbagi sama rata untuk setiap baut dan di tambah beban tarik ke depan karena
beban momen W dikalikan jaraknya.

Beban geser ke bawah untuk setiap baut

Persamaan momen

Contoh perhitungan

Elemen Mesin 58
Konstruksi Sambungan

Beban geser ke bawah untuk setiap baut

Persamaan momen

Diameter minor baut yang diperlukan

1.4.9 Beban kombinasi geser dan tarik karena momen dan geser karena
torsi
Beban yang ditahan oleh baut adalah geser kebawah oleh beban W
terbagi sama rata untuk setiap baut dan beban tarik ke depan karena beban
momen W dikalikan jaraknya L= 300 dan beban geser karena momen W x e.

Elemen Mesin 59
Konstruksi Sambungan

e
Geser ke bawah

Tarik karena momen untuk kedua baut yang atas

Geser karena torsi

Elemen Mesin 60
Konstruksi Sambungan

Kombinasi beban menjadi tegangan tarik t

Kombinasi beban menjadi tegangan geser

Beban maksimum geser pada baut no 1 dan 4

Beban maksimum geser pada baut no 2 dan 3

Elemen Mesin 61
Poros dan Pasak

1.5 Sambungan Las


Sambungan las dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan, tidak
hanya untuk baja, baja tuang, dan besi tuang, tetapi juga untuk tembaga,
aluminium, paduan magnesium, nickel, seng, timah hitam, dan bahan sintetik
termoplastik. Konstruksi baja yang dilas, dimana sebelumnya disambung dengan
paku keling adalah tabung bejana atau ketel. Komponen yang sebelumnya
dituang atau ditempa, sekarang banyak dilas adalah untuk perbaikan kak atau
aus, sebagai penguat, untuk menutup bagian yang bocor. Komponen yang dilas,
tidak menjadi lebih murah, tetapi desain tertentu dengan kekakuan dan kekuatan
yang sama, menjadi lebih ringan daripada dituang atau disambung dengan paku
keling. Salah satu kekurangan sambungan las adalah kesulitan untuk
mengetahui kualitas hasil pengelasan dan pengerjaannya memerlukan
pengalaman khusus.
Untuk konstruksi baja (rangka baja, jembatan, Crane) yang dilas, beratnya
sekitar 20% di bawah konstruksi serupa yang disambung dengan paku keling.
Untuk konstruksi ketel dan tangki, digunakan sambungan las pada pelat dengan
kampuh temu (butt weld), untuk menghindari adanya overlap, sehingga lebih
mudah. Kekuatan sambungan bisa mencapai 70% hingga 100% dari kekuatan
pelatnya, sedang sambungan paku keling bisa mencapai 60% hingga 87%.
Sambungan las, banyak digunakan untuk konstruksi mesin, khususnya
pembuatan komponen dalam jumlah kecil dan waktu pemesanan yang cepat.
Sebagai bentuk sambungan tetap, sambungan las sangat cocok untuk tujuan:
- menerima gaya, momen bengkok dan momen torsi;
- biaya murah untuk komponen baik jumlah sedikit maupun produksi masal;
- komponen yang bekerja pada temperatur tinggi;
- bentuk desain yang mudah dirawat;
- sambungan yang rapat.

1.5.1 Macam-Macam Sambungan Las


Untuk mendapatkan hasil penyambungan las yang kuat (sesuai yang dirancang),
sambungan las harus dirancang sesuai dengan aplikasinya. Berbagai macam
bentuk kampuh merupakan variasi dari sambungan temu (butt joint) dan
sambungan sudut (fillet joint). Pada Gambar 1.24 ditunjukkan berbagai jenis
kampuh beserta petunjuk penggunaannya.
Elemen Mesin 62
Poros dan Pasak

Jenis Kampuh1) Simbol dan Gambar2) Jenis Kampuh1) Simbol dan Gambar2) Jenis Kampuh1) Simbol dan Gambar2)

Kampuh Kampuh
Kampuh U
Flens ganda J-ganda

Kampuh Kampuh
Kampuh I
U-ganda Muka datar

Kampuh
Kampuh V Kampuh HV
Titik atau garis

Kampuh Kampuh
Kampuh K
Sisi kaku Sudut tampak
Kampuh
Kampuh X Kampuh HY Sudut tak
tampak

Kampuh Kampuh
Kampuh Y
HY-ganda Sudut ganda

Kampuh Kampuh
Kampuh J
Y-ganda Sudut siku

1) Penggambaran simbol dihasilkan dengan garis lambang dan simbol


2) Kampuh flens sampai dengan J-ganda merupakan kampuh temu

Kampuh las berikut harus digambar lengkap dengan ukurannya:


Kampuh V Kampuh HV Kampuh K
Kampuh
dengan dengan dengan
Tiga pelat
Kampuh U Kampuh sudut ganda Kampuh sudut ganda

Tanda-tanda tambahan dan aplikasinya:

Kampuh datar Kampuh cembung Kampuh cekung Kampuh benam

Pada sambungan diratakan Pada sambungan diratakan Kampuh kepala terbalik Kampuh sudut kontinyu

Gambar 1.24 Jenis Kampuh

Atas dasar pengalaman, petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan adalah:


1. Jumlah kampuh harus dirancang seminim mungkin, karena biaya pengelasan
berbanding lurus dengan banyaknya kampuh. Untuk itu konstruksi las
dibangun dari potongan yang besar, lebih disukai kampuh las tipis yang

panjang. Pada volume yang lebih kecil (a 2  l) memiliki luas penampang yang
menahan sebesar (a  l) .
2. Komponen lebih baik dibuat dari bentuk profil, pelat, atau bentuk potongan
yang dipotong menggunakan api. Bentuk yang rumit dilas secara terpisah dan
skrap diusahakan seminim mungkin.
Elemen Mesin 63
Poros dan Pasak

3. Persiapan sebelum dilas dengan pengerjaan mesin diusahakan seminim


mungkin dan hanya sesuai untuk jumlah produksi kecil. Untuk produksi masal
perlu digunakan jig.
4. Tegangan akibat penyusutan dan tegangan takik dapat direduksi melalui
desain yang baik, misalnya: untuk mengurangi pengaruh pemuaian,
konstruksi diperbaiki dengan menggeser lokasi kampuh; penggunaan kampuh
yang tipis; penggunaan kampuh yang terputus pada daerah perpotongan.
5. Supaya konstruksi memiliki ketahanan getar, kekakuan, ketahanan bengkok,
dan ketahanan puntir tinggi, digunakan dinding lebih tipis dengan penampang
segi empat atau lingkaran, dengan konstruksi sel, atau konstruksi ringan.
6. Kampuh yang penuh (tidak terputus) cocok untuk support pelat dan segi
empat. Pada ujung support sebaiknya ditutup dengan las untuk meningkatkan
kekuatan dan ketahanan terhadap karat.
7. Support yang menahan beban bengkok, sebaiknya didekatkan dengan lokasi
beban untuk mengurangi momen yang terjadi.
8. Jika batang penumpu dipasang dengan baik, kampuh las dapat menerima
beban tekan sebesar 1/10 nya.
9. Pada penampang yang menerima beban tarik, jika tidak bisa diseimbangkan,
perlu diperhatikan timbulnya tegangan akibat penyusutan yang sulit digeser.
10. Pengelasan di dekat daerah yang dirol dingin perlu dihindarkan, karena akan
timbul tegangan sisa. Jika tidak, perlu dilakukan normalizing.
Tabel 1.10: Koefisien Bentuk Kampuh v1 pada Beban Dinamis
Jenis Kampuh V X atau V kepala V dgn pengerjaan Flens
Kampuh temu
(butt weld) Gambar

Penampang kampuh t l t l t l t l
v1 1),5) 0,5 0,7 0,9 0,5

2),4) 0,7 0,8 0,9 0,8

ll3),6) 0,42 0,56 0,72 0,56

Jenis Kampuh HV dgn rusuk HV tanpa rusuk K dgn rusuk K tanpa rusuk
Kampuh T
(K dan HV) Gambar

Penampang kampuh a l a l s l s l
v1 1),5) 0,4 0,6 0,5 0,7

2),4) 0,6 0,7 0,68 0,8

ll3),6) 0,32 0,48 0,4 0,56

Elemen Mesin 64
Poros dan Pasak

Satu sisi Dua sisi


Jenis Kampuh
Cembung Rata Cekung Cembung Rata Cekung
Kampuh T
(fillet weld) Gambar
Penampang kampuh a l 2 a l
v1 1),5) 0,28 0,3 0,33 0,38 0,42 0,5

2),4) 0,5 0,54 0,6 0,54 0,6 0,7

ll3),6) 0,28 0,3 0,33 0,38 0,42 0,5

Jenis Kampuh Rata Rata ganda V V fillet Butt weld with root
Kampuh sudut
Gambar

Penampang kampuh a l 2 a l a l a l s l
v1 1),5) 0,22 0,3 0,3 0,45 0,5

2),4) 0,44 0,6 0,5 0,7 0,8

ll3),6) 0,22 0,3 0,3 0,45 0,5

a) Tarik dan Tekan (σ1) b) Bengkok (σ1) c) Geser (ll)


1) Tarik – Tekan;
2) Bengkok;
3) Geser;
4) Koefisien v pada pembebanan bengkok dari kampuh las umumnya lebih menguntungkan daripada pembebanan tarik-tekan, karena
1
tegangan yang relevan berkurang pada serat terluar akibat pengaruh tumpuan;
5) Nilai σ dapat disarankan;
ll
6) Nilai  dapat disarankan.

Berbagai macam konstruksi, biasanya kembali pada penggunaan kampuh temu


atau kampuh sudut. Pada Tabel 1.10 ditunjukkan pembagian bentuk kampuh,
yang menyambung komponen satu dengan yang lain. Kampuh temu digunakan
pada pelat dan profil dengan pengelasan kontinyu. Kampuh temu lebih tahan
terhadap beban statis dan dinamis dibanding kampuh sudut, tetapi umumnya
lebih mahal biaya produksinya, karena perlu persiapan dalam pembuatan alur.
Pada pengelasan ganda dapat meningkatkan kekuatan terhadap beban dinamis.
Pelat hingga ketebalan 3 mm dapat dilas tanpa pembuatan alur, hingga
ketebalan 20 mm digunakan alur V (dengan sudut chamfer 60º), hingga
ketebalan 40 mm digunakan alur X, U, atau U-ganda. Kampuh T biasanya
digunakan menggunakan dengan permukaan datar. Dibandingkan dengan

Elemen Mesin 65
Poros dan Pasak

kampuh temu, kampuh T lebih murah. Pada beban dinamis biasany digunakan
kampu dengan permukaan cekung. Ketahanan jenis kampuh sudut satu sisi
sangat rendah.
Tabel 1.7 Tabel Bentuk Kampuh dan Tinggi (a) dan Panjang Kampuh (l)
No. Jenis Kampuh Gambar Tinggi kampuh (a) dan panjang kampuh (l)

1. Kampuh temu (butt) a = t1, jika t1 < t2

2. Kampuh HV-ganda (K) a = t1

a = t1
Kampuh HY-ganda  t1
3. 
(K dengan leher) c 5
 3 mm
Tinggi kampuh a adalah Kampuh satu sisi:
tinggi dari segitiga sama amax  0,7  t1
kaki.
Kampuh ganda:
4. Kampuh sudut (fillet) Untuk aluminium:
a ≤ 0,7. t1 amax  0,5  t1
Dimana:
amin  tmax  0,5 mm  3 mm

Kampuh sudut miring t1 > 10 mm


5.
(fillet miring) a = t1

Arah gaya:
t2 ke t3 a = t2, untuk t2 < t3
6. Kampuh tiga pelat t1 ke t2 atau t3 a=c

7. Kampuh temu

Kampuh sudut dgn. dahi l = b, jika tidak ada kawah yang bebas, selain itu l = b – 2a

1.5.2 Desain Konstruksi Las


Keberhasilan suatu konstruksi las sangat tergantung pada bentuk kerangka yang
dilas. Pada Tabel 1.11 dijabarkan berbagai contoh desain las yang dirancang
berdasarkan beberapa aspek.

Elemen Mesin 66
Poros dan Pasak

Tabel 1.11: Contoh Desain Las


Jelek Baik Keterangan
Persiapan pekerjaan, seperti proses penggerindaan
sebaiknya dihindarkan.

Rumah buffer:
Hindari pemborosan material sekrap.

Drum tali:
Penghematan dengan membatasi pemotongan, jumlah
kampuh las dan sirip. Kampuh ganda hanya untuk beban
berat

Sambungan kotak:
Hindari mengelas pada sambungan fitting. Las bagian dalam,
hanya untuk beban berat. Tebal flens digunakan ukuran
sebelum dikerjakan, dengan toleransi ± 2 mm untuk panjang
sampai 1 m dan ± 4 mm untuk panjang lebih dari 1 m.

Roda gigi:
Pada rodagigi yang besar, pengelasan lebih murah dibanding
tempa atau pemesinan.

Flens poros:
Pada flens yang besar, pengelasan lebih murah dibanding
tempa atau pemesinan.
Dapat dilakukan penghematan melalui:
Pemotongan dengan api (flame cutting);
Penggunaan baja profil;
Pembengkokan dengan radius.

Roda gigi:
Rim dirol tanpa kampuh. Rusuk diperlukan hanya pada roda
gigi miring.

Rusuk tidak dipotong, digunakan pelat (flat steel). Rim


sebaiknya berdiri di atas rusuk.

Elemen Mesin 67
Poros dan Pasak

Jelek Baik Keterangan

Hindari penumpukan kampuh (tegangan susut), kampuh


melintang dibuat putus-putus.

Tangki:
Kampuh memanjang dibuat bergeser (zig-zag).

Tangki:
Kampuh pada sudut tangki sangat berbahaya, perlu
dihindarkan.

Bahaya robek dapat direduksimelalui pengaturan kampuh


yang tepat.

Pada sambungan temu dengan beban dinamis harus


dihindarkan dari perubahan tebal pelat. Aliran beban yang
aman adalah melalui perubahan penampang yang bertahap.

Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban


tarik.

Lokasi kampuh dipindahkan dari lokasi yang menerima beban


tarik.

Sambungan pipa.

Kampuh untuk perapat dibuat di dalam.

Tekukan akibat penyusutan kampuh perlu dihindarkan.

Untuk kecepatan tinggi dan beban yang besar, pertemuan


sambungan pipa dibuat radius dan letak kampuh digeser dari
lokasi tersebut.

Support khusus untuk beban tinggi dibuat radius.


Pada ujungnya dilubangi, pemotongan dengan api,
dibengkokkan dalam kondisi panas, kemudian dilas penuh.

Elemen Mesin 68
Poros dan Pasak

1.5.3 Perhitungan Kekuatan Sambungan Las


Pada perhitungan kekuatan pengelasan diasumsikan bahwa:
- Beban dapat terdistribusi secara merata pada seluruh kampuh;
- Tegangan yang terjadi menyebar pada setiap titik penampang efektif.

1) Sambungan Temu
Sebuah alur las berbentuk V tunggal dibebani gaya tarik sebesar F. Gambar 1.26
menunjukkan dua buah pelat yang dilas dengan sambungan temu menerima
beban tarik. Pada kampuh las akan terjadi tegangan tarik (σt) sebesar:

F F
s

F F
l

Gambar 1.26 Beban Tarik pada Sambungan Temu


F F
t  
A s l
Dimana:
σt = tegangan tarik yang terjadi (N/mm 2);
F = gaya tarik (N);
s = tebal pelat (mm);
l = panjang kampuh (mm).

2) Sambungan Tumpang (lap joint)


Dua buah pelat yang dilas dengan sambungan tumpang menerima beban
sebesar F (Gambar 1.27). Pada kampuh las terjadi tegangan geser (g) sebesar:
l

F
F
s

a. Beban Geser pada Sambungan Tumpang

Elemen Mesin 69
Poros dan Pasak

a=s

0,707 a

a=s

rus ak ges er

b. Kerusakan dan tebal kampuh


Gambar 1.27

F F
g  
A 2  0,707  a  l

Dimana:
g = tegangan tarik yang terjadi (N/mm 2);
F = gaya tarik (N);
s = tebal pelat (mm);
l = panjang kampuh (mm).

3) Sambungan T (T joint)
Dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain dan menerima beban F sejajar
dengan panjang kampuh pada jarak tertentu dari lokasi kampuh (Gambar 1.28).
Pada kampuh las tersebut terjadi tegangan geser (g) secara langsung dan
tegangan bengkok (σb), sehingga tegangan total dapat dihitung seperti berikut:

l
F

a
s

Gambar 1.28 Pembeban Geser dan Momen pada Sambungan T

Elemen Mesin 70
Poros dan Pasak

Tegangan geser yang terjadi:


F
g 
0,707  A
Tegangan bengkok yang terjadi:
Mb F h
b  
Wb 0,707  W
Tegangan geser total yang terjadi:
2
F  6 h
total  g2  b2   1  
0,707  A  l 
Dimana:
A  2 a l ;
a  l2 l
W  2  A ;
6 6
A = luas penampang yang menahan beban geser (mm2);
W = Momen tahanan bengkok (mm 3).

Bila dua buah pelat yang dilas tegak lurus sama lain, menerima beban tarik
sebesar F sejajar sumbu dan momen M (Gambar 1.29), maka pada kampuh las
tersebut terjadi tegangan geser total (total) seperti berikut:

M F

a
s

Gambar 1.29 Pembeban Tarik dan Momen pada Sambungan T


Tegangan geser total yang terjadi:
M F
 total  
0,707  W 0,707  A

Elemen Mesin 71
Poros dan Pasak

Dimana:
A  2 a l ;
a  l2 l
W  2  A ;
6 6
A = luas penampang yang menahan beban geser (mm 2);
W = Momen tahanan bengkok (mm 3).

Bila sebuah profil bulat pejal dilas tegak lurus pada pelat dengan sambungan T,
menerima momen puntir Mt (Gambar 1.30), maka pada kampuh las tersebut
terjadi tegangan geser total (total) seperti berikut:

Mt
d

Gambar 1.30 Pembeban Momen Puntir pada Sambungan T


Tegangan geser total yang terjadi:
2  Mt
 total 
0,707  a  d2
Dimana:
Mt = Momen puntir yang terjadi (Nmm);
a = Tebal kampuh (mm);
d = Diameter profil bulat (mm).

1.5.4 Pengelasan Eksentrik


(MD, RS Khurmi, p.360-371)
Langkah awal adalah menentukan posisi titik berat, dimana beban P berada.

Elemen Mesin 72
Poros dan Pasak

Persamaan momen pada las bagian atas

Persamaan momen pada las bagian bawah

Total momen

Persamaan momen

Jarak titik berat

Elemen Mesin 73
Poros dan Pasak

Panjang las

1.5.4 Pembebanan tidak simetris dan beban kombinasi


1. Beban geser dan momen

Luasan kampuh las

Beban geser kebawah

Perhitungan momen

Beban gabungan dijadikan tegangan tarik

Elemen Mesin 74
Poros dan Pasak

Beban gabungan dijadikan tegangan geser

Luasan kampuh las

Beban geser kebawah

Tegangan kombinasi

2. Beban geser, tarik dan momen

Elemen Mesin 75
Poros dan Pasak

Luasan kampuh las dan tegangan geser

Perhitungan momen

3, Beban geser dan geser karena momen

Tegangan geser

Tegangan geser karena momen

Elemen Mesin 76
Poros dan Pasak

Tegangan geser kombinasi

Momen inersia polar

Luasan kampuh las

Geser kebawah karena beban 15 kN

Geser kebawah karena momen

Elemen Mesin 77
Poros dan Pasak

Geser kombinasi

Rumus diambil dari tabel

Elemen Mesin 78
Poros dan Pasak

Luasan kampuh las

Geser kebawah karena beban 60 kN

Geser kebawah karena momen

Geser kombinasi

Elemen Mesin 79
Poros dan Pasak

Elemen Mesin 80
Poros dan Pasak

BAB II
POROS DAN PASAK

2.1 Poros

Poros adalah bagian dari mesin yang berputar yang dipergunakan untuk
memindahkan daya dari satu mesin ke mesin yang lain. Daya yang dipindahkan
poros diakibatkan oleh adanya gaya-gaya tangensial dan resultan torsi atau
momen puntir yang bekerja pada poros dan memungkinkan daya tersebut dapat
dipindahkan ke beberapa mesin yang disambungkan pada poros tersebut. Untuk
memindahkan daya dari satu poros ke poros yang lain diperlukan beberapa
komponen seperti pulley, roda gigi, sabuk/belt, rantai dan sebagainya.
Komponen ini dipasangkan pada poros, sehingga dapat mengakibatkan momen
bengkok pada poros. Dengan kata lain bahwa poros yang digunakan untuk
memindahkan momen torsi juga akan menerima momen bengkok. Komponen-
komponen tersebut dipasang pada poros dengan bantuan pasak/key atau juga
spline, sehingga pada poros harus dibuat alur-alur sebagai tempatnya. Menurut
pembebanannya, poros yang digunakan untuk memindahkan daya
diklasifikasikan menjadi:
1- Poros Transmisi. Poros ini menerima beban puntir dan bengkok.
Pemindahan daya pada poros ini menggunakan kopling, pulley-belt, roda
gigi, rantai sproket, dan lain-lain. Poros jenis ini digunakan untuk
memindahkan daya dari sumber daya menuju mesin-mesin yang menyerap
daya. Ukuran standard dari poros transmisi :
 25 mm hingga 60 mm dengan 5 mm sleps.
 60 mm hingga ll0 mm dengan 10 mm sleps.
 110 mm hingga 140 mm dengan 15 mm sleps.
 140 mm hingga 500 mm dengan 20 mm sleps.
2- Spindel. Poros ini menerima beban utama berupa momen puntir. Dimensi
spindel pendek, banyak digunakan pada mesin perkakas. Pengerjaan poros
ini harus presisi dan deformasi yang diizinkan sangat kecil;

Elemen Mesin 81
Poros dan Pasak

3- Gandar (Axle). Poros ini berbentuk serupa dengan poros, tetapi merupakan
komponen mesin yang tidak ikut berputar (stasioner) dan jika dipergunakan
untuk transmisi hanya akan menerima momen bengkok saja. Poros ini
digunakan pada roda kereta api;
4- Poros. Poros yang digunakan untuk memindahkan daya dari mesin
penggerak ke peralatan yang lain. Poros ikut berputar, sehingga selain
menerima beban bengkok juga beban puntir;
5- Poros Fleksibel. Poros yang digunakan memindahkan dua mekanisme,
dimana porosnya berputar dan membentuk sudut satu sama lain. Daya yang
dipindahkan biasanya kecil.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam perancangan poros adalah sebagai
berikut:
a. Kekuatan poros. Poros harus dirancang untuk kuat menahan beban yang
terjadi. Pada umumnya poros menerima berupa: momen puntir, momen
bengkok, kombinasi momen bengkok dan momen puntir, atau beban aksial
dan kombinasi momen torsi dan momen bengkok. Selain itu, pengaruh
tegangan konsentrasi akibat bentuk poros bertingkat dan adanya alur
pasak harus dipertimbangkan dengan baik.
b. Kekakuan poros. Kekakuan poros harus diperhatikan dan disesuaikan
dengan jenis mekanisme yang ada. Selain kekuatan yang cukup, defleksi
atau puntiran yang terjadi dapat menimbulkan terjadinya getaran. Hal ini
dapat mengakibatkan kerusakan yang serius pada konstruksi.
c. Putaran kritis. Poros yang terkena beban dan mengalami defleksi, jika
berputar pada kecepatan putar tertentu, dapat mengakibatkan getaran
yang serius. Putaran ini disebut putaran kritis. Untuk itu, poros harus
dirancang sebaik mungkin, hingga putaran kerjanya tidak diperbolehkan
sama dengan putaran kritis.
d. Tahan korosi. Poros yang digunakan pada turbin air, turbin uap, dan
pompa harus dirancang supaya tahan terhadap korosi akibat kavitasi.

2.1.1 Material Poros

Material yang digunakan untuk poros biasanya mild steel. Akan tetapi bila
diperlukan kekuatan yang tinggi, dapat digunakan baja paduan seperti baja

Elemen Mesin 82
Poros dan Pasak

nickel, baja chrom atau baja chrom vanadium. Pada umumnya sebuah poros
dibentuk dengan proses pengerolan panas (hot rolling) dan proses pengerjaan
akhir (finishing) pada ukuran yang sesuai dengan proses cold drawing seperti
dengan mesin bubut (turning) dan mesin gerinda (grinding). Pengerjaan poros
dengan proses cold drawing hasilnya akan lebih kuat dari pada hot rolling (tetapi
memiliki tegangan sisa/residual yang lebih tinggi). Tegangan sisa/residual ini
dapat menyebabkan distorsi pada poros ketika dikerjakan dengan mesin,
terutama bila dipotong untuk tempat slot atau pasak. Poros dengan diameter
lebih besar biasanya dikerjakan dengan forging/tempa, kemudian dibubut dengan
menggunakan mesin bubut. Tegangan yang umum terjadi pada poros adalah:
1. Tegangan geser akibat momen torsi yang dipindahkan;
2. Tegangan bengkok (karena beban tarik/tekan) akibat berat dari komponen-
komponen seperti pulley, roda gigi, atau akibat berat poros sendiri;
3. Kombinasi dari momen torsi dan momen bengkok.

Besarnya tegangan izin poros transmisi yang menerima beban tarik/tekan atau
geser secara global dapat diperkirakan seperti berikut. Perkiraan ini harus
diperiksa kembali sesuai dengan jenis material yang digunakan, jenis beban
yang bekerja, proses pengerjaan, dan bentuk/desain yang dipilih.
Untuk beban tarik atau tekan dapat diambil:
a. 112 N/mm2 untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak;
b. 84 N/mm2 untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak.

Untuk poros tertentu tegangan tarik yang diizinkan dapat diambil 60% dari
tegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 36% tegangan tarik maksimum.
Tegangan geser yang diizinkan dapat diambil sebagai berikut:
a. 56 N/mm2 untuk poros tanpa pengurangan untuk alur pasak;
b. 42 N/mm2 untuk poros dengan pengurangan untuk alur pasak.
Untuk poros tertentu tegangan geser yang diizinkan dapat diambil 30% dari
tegangan elastisnya, tetapi tidak boleh lebih dari 18% tegangan tarik maksimum.

2.1.2 Perancangan Poros

1) Poros dengan Beban Momen Torsi


Poros yang menerima beban utama berupa momen puntir, seperti pada poros
motor yang dihubungkan melalui sebuah kopling. Momen puntir yang
Elemen Mesin 83
Poros dan Pasak

ditransmisikan dapat dihitung berdasarkan daya P (HP) dengan putaran n (rpm)


poros sebagai berikut:

2    Mt  n F V M n
P   t
33000  12 33000 63000
atau
P
Mt  63000  (lb in)
n
Dimana:
P = Daya yang ditransmisikan (HP);
Mt = Momen puntir yang terjadi (Nmm);
n = Putaran poros (rpm);
F = Gaya keliling (lb);
V = Kecepatan (fpm).

Apabila satuan dikonversikan menjadi metris, maka:


P
Mt  71620  (kg cm)
n
Dimana:
P = Daya yang ditransmisikan (HP);
n = Putaran poros (rpm);

Apabila momen puntir Mt (lb in) ditransmisikan melalui sebuah poros dengan
diameter dp (in), poros akan menerima tegangan puntir p (psi) sebesar:
Mt Mt 5,1  Mt
p   
Wt   dp
3
dp3
16
Dalam perancangan poros, tegangan puntir yang terjadi pada poros harus lebih
kecil dari pada tegangan puntir bahan poros yang digunakan, sehingga:
5,1  Mt
 izin
dp3

atau

5,1  Mt
dp  3
izin

2) Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Tresca)

Elemen Mesin 84
Poros dan Pasak

Pada umumnya poros mentransmisikan daya melalui pulley-belt, roda gigi, atau
rantai/sproket. Untuk itu, poros yang demikian akan menerima beban lentur dan
beban puntir. Beben geser akibat momen puntir dan beban lentur akibar gaya-
gaya yang bekerja pada transmisi. Untuk bahan poros yang ductile (ulet) dapat
digunakan teori tegangan geser maksimum dari Teori Tresca:
2
2  4  2  
maks    x   2
2  2 
Untuk poros dengan penampang bulat pejal yang menerima beban statis:
32  Mb 16  Mt
x  dan  t  , sehingga
  dp3   dp3

maks 
16  Mb 2  16  Mt 2
  dp3   dp3

Dalam perancangan poros, diharuskan tegangan maksimum yang terjadi selalu


di bawah tegangan yang diizinkan dari bahan poros. Tegangan geser yang
diizinkan dari bahan poros dapat diperoleh tegangan tarik yield (luluh) dibagi
dengan faktor keamanan, yang besarnya seperti berikut:
 yield  yield
izin  
 2
Selanjutnya dapat dihitung diameter poros dp:

16  Mb 2  16  Mt 2 
 yield
  dp3   dp3 2

10,2  
dp  3  Mb2  M2t
 yield

Dimana:
σx = Tegangan bengkok yang terjadi (Psi);
p = Tegangan puntir yang terjadi (Psi);
Mb = Momen bengkok yang terjadi (lb in);
Mt = Momen puntir yang terjadi (lb in);
σyield = Tegangan luluh bahan poros (Psi);
V = Faktor keamanan.
Untuk poros berlubang:

Elemen Mesin 85
Poros dan Pasak

16  yield
 Mb2  M2t 
 d  4 2
  d3o  1   i  
 
  o 
d

Apabila beban bekerja pada poros berlubang, maka digunakan persamaan


Soderberg:
2 2
1   yield     
  m   batas    m  yield  batas
 
  yield

4  e   e  2

Dimana:
σm = Tegangan rata-rata untuk bengkok atau tarik (Psi);
σbatas = Tegangan batas untuk bengkok atau tarik (Psi);
σyield = Tegangan luluh dari bahan poros (Psi);
σe = Batas ketahanan bengkok/tarik dari bahan poros (Psi);
1
= CR  CS  CD 
K f  Sn

e = Batas ketahanan geser dari bahan poros (Psi);


1
= CR  CS  CD 
K fg  Sng

Kf = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk bengkok;


Kfg = Faktor konsentrasi tegangan lelah untuk geser;
yield = 0,5 σyield = Tegangan geser luluh bahan poros (Psi);
m = Tegangan rata-rata untuk puntir (Psi);
batas = Tegangan batas untuk puntir (Psi);
yield = Tegangan geser luluh bahan poros (Psi).

Batas ketahanan (endurance limit) suatu material dapat dinyatakan dengan:


e  1e  CR  CS  CD

Dimana:
1e = batas ketahanan dari material

CR = faktor beban
CD = faktor ukuran
CS = faktor pengerjaan permukaan

Elemen Mesin 86
Poros dan Pasak

Tabel 2.1: Faktor Pembebanan


Faktor Jenis Beban
Bengkok Puntir Aksial
CR 1,0 0,58 0,9
1,0 D ≤ 0,4 in
CD 1,0
0,9 0,4 < D < 2 in
CS Lihat gambar

3) Poros dengan Beban Momen Bengkok dan Puntir (Teori Energi Distorsi)
Menurut teori Energi Distorsi pada teori kegagalan untuk tegangan dua dimensi
adalah:
2
  yield 
   12  1  2  22
  
 
σ1 dan σ2 adalah tegangan utama, bila diterapkan pada tegangan uniaksial,
 yield
 2x  3  2

Jika disubstitusikan, menjadi:
2 2
 yield   yield    
  m   batas   3   m  yield  batas
 


  e   e 
Sehingga diameter poros dapat dihitung:
 2 2
 32     yield  3    
dp    3  Mm   Mbatas     Mt m  yield  Mt batas

 
    yield  e  4  e 
 
 
4) Poros dengan Beban Berulang dan Kejut
Apabila selama poros bekerja menerim beban bengkok dan beban kejut, seperti
pada mesin pres dan mesin roll, maka pada perancangannya harus dimasukkan
faktor pengaruh kelelahan akibat beban yang berulang. Faktor K m untuk momen
bengkok dan Kt untuk momen puntir. Pada poros dengan beban bengkok tetap
besarnya Km = 1,5, untuk tumbukan ringan Km = 1,5 – 2,0, untuk tumbukan berat
Km = 2,0 – 3,0. Dengan demikian persamaan yang dipakai adalah:
a. Teori Tegangan Geser Maksimum:

Elemen Mesin 87
Poros dan Pasak

2 2
0,5   yield 16   yield    
  K m   Mb m   Mb batas   K t   Mt m  yield  Mt batas
 


   dp
3
 e   e 

b. Teori Energi Distorsi


2 2
 yield 32   yield    
  K m   Mb m   Mb batas   K t   Mt m  yield  Mt batas
 


   dp
3
 e   e 

2.1.3 Putaran Kritis dan Kekakuan Poros

Poros yang selalu bekerja pada putaran tinggi, dalam perancangannya harus
dipertimbangkan terhadap terjadinya putaran kritis. Putaran kerja dari mesin,
harus dirancang berada di bawah atau di atas putarn kritisnya. Secara umum
dapat diperhitungkan bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi
80 % putaran kritisnya. Perhitungan putana kritis pada poros dengah dengan dua
tumpuan, digunakan persamaan Rayleigh:

W1  Y1  W2  Y2  W3  Y3  .....  Wm  Ym
nc  187,7 
W1  Y12  W2  Y22  W3  Y 32  .....  W m2  Ym2

Dimana:
nc = putaran kritis (rpm);
Wm = berat masa yang berputar pada titik m (lb);
Ym = defleksi yang terjadi pada masa W m (in).

Kekakuan poros terhadap momen puntir sangat berpengaruh terhadap terjadinya


defleksi sudut. Jika defleksi melampaui batas tertentu, dapat menimbulkan
getaran, sehingga besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir pada
poros harus dibatasi. Untuk poros yang dipasang pada mesin secara umum yang
berada dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi sudut dibatasi 0,08 (º/ft)
panjang poros. Untuk poros transmisi besarnya defleksi sudut dibatasi 1,0 º
untuk panjang poros 20 x diameter poros. Untuk poros Cam pada motor bakar
dalam dibatasi 0,5 º untuk segala panjang poros. Besarnya defleksi sudut pada
poros dapat dihitung dengan rumus:
Mt  L
  584 
G  dp4

Elemen Mesin 88
Poros dan Pasak

Dimana:
 = defleksi sudut (º);
Mt = Momen puntir yang terjadi (lb in);
L = panjang poros (in);
dp = diameter poros (in);
G = modulus geser bahan poros (lb/in 2).

Elemen Mesin 89
Poros dan Pasak

Contoh soal 1
Sebuah poros lurus yang berputar pada 200 rpm digunakan untuk memindahkan
daya sebesar 25 hp. Poros ini terbuat dari mild steel yang memiliki tegangan
geser izin 420 kg/cm 2.
Tentukan diameter poros tersebut jika momen bengkok yang terjadi pada poros
diabaikan !
Penyelesaian:

Kecepatan putar poros : n = 200 rpm.


Daya yang dipindahkan : P = 25 hp.
Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros : s = 420 kg/cm2.
Momen torsi yang terjadi :
4500  P 4500  25
T   89,5 kgm = 8950 kgcm.
2  n 2    200
Diameter poros pejal:

T=  s  d3
16
16  T 3 16  8950 3
d=3   108,5  4,77 cm  5,0 cm.
  s   420

Elemen Mesin 90
Poros dan Pasak

Contoh soal 2
Tentukan besar diameter poros pejal yang digunakan untuk memindahkan daya
sebesar 25 hp pada putaran 200 rpm. Tegangan geser maksimum untuk steel
sebagai bahan poros 3600 kg/cm 2, sedangkan faktor keamanan 8 !
Tentukan pula dimensi dari poros jika untuk menggantikan poros di atas digu-
nakan sebuah poros berlubang (hollow shaft) dan diketahui perbandingan di-
ameter dalam di dan diameter luar d o adalah 0,5 (di = 0,5 . do) !
Penyelesaian :

Daya yang dipindahkan : P = 25 hp.


Kecepatan putar poros : n = 200 rpm.
Tegangan geser maksimum dari bahan poros : s maks. = 3600 kg/cm2.
Faktor keamanan : V = 8.
Tegangan geser yang diizinkan:
s maks. 3600
s izin =   450 kg/cm2 .
V 8
Momen torsi yang tejadi:
4500  P 4500  25
T=   89,5 kgm = 8950 kgcm.
2  n 2    200
Diameter poros pejal:

16  T 3 16  8950 3
d=3   101,3  4,66 cm  5,0 cm.
  s   450

Bila yang digunakan adalah poros berlubang:

 d4  di4  d  1
T=  s  ( o )  s  d3o  (1  ( i )4 )   450  d3o  (1  ( )4 )
16 do 16 do 16 2
Sehingga:

16  T 16  8950
do =   3 108  4,75 cm  5,0 cm.
3 1 4 3 1 4
  450  (1  ( ) )   450  (1  ( ) )
2 2
di = 0,5  do  0,5  5,0 = 2,5 cm

Elemen Mesin 91
Poros dan Pasak

Contoh soal 3 (dalam satuan SI)


Sebuah poros pejal sedang memindahkan daya sebesar 1 MW pada kecepatan
putar 240 rpm. Tentukan besar diameter poros, jika momen torsi maksimum yang
terjadi adalah 20 % lebih besar dari momen torsi rata-rata !
Tegangan geser dari bahan poros yang diizinkan 60 N/mm 2.
Penyelesaian:

Daya yang dipindahkan : P = 1 MW = 1 000 000 Watt.


Kecepatan putar poros : n = 240 rpm.
Torsi maksimum yang terjadi : Tmaks. = 1,2 . Trata-rata
Tegangan geser bahan poros yang dizinkan : s = 60 N/mm2.
Momen torsi yang dipindahkan :
2    n  Trata -rata
P=
60
6 2    240  Trata -rata
10 =
60

60  106
Trata rata =  39 788 Nm = 39 788 000 Nmm.
2    240
Jadi:
Tmaks . = 1,2  39 788 000 = 47 745 000 Nmm.
Perhitungan diameter poros:

Tmaks . =  s  d3
16

16  Tmaks. 3 16  47 745 000 3


d=3   4 052 770  159,4 mm  160,0 cm.
  s   60

Elemen Mesin 92
Poros dan Pasak

2) Poros dengan Beban Momen Bengkok


Jika suatu poros menerima momen bengkok, maka tegangan bengkok mak-
simum (akibat beban tarik atau beban tekan) yang terjadi diberikan menurut
persamaan:
M b
=
I y
Dimana :
M = momen bengkok yang terjadi (kgcm).
I = momen inersia dari penampang poros terhadap sumbu polar (cm4).
b = tegangan bengkok yang terjadi (kg/cm 2).
y = jarak terjauh dari sumbu netral ke sisi/serat terluar (cm).
 d
Diketahui bahwa untuk poros pejal: I =  d4 dan y =
64 2
Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh:
M b 
= , sehingga M =  b  d3
 4 d 32
d
64 2
Dengan menggunakan persamaan di atas akan diperoleh diameter poros.
 d
Untuk poros berlubang: I =  (do4  di4 ) dan y = o
64 2
Jika kedua harga di atas dimasukkan ke persamaan di atas, diperoleh:

M b  d4  di4  d
= , sehingga M =  b  ( o )  b  d3o  (1  ( i )4 )
 do 32 do 32 do
 (do4  di4 )
64 2
Dengan menggunakan persamaan di atas dan perbandingan antara diameter
dalam di dan diameter luar d o akan diperoleh dimensi dari poros berlubang.

Elemen Mesin 93
Poros dan Pasak

Contoh soal 4
Sepasang roda pada sebuah gerbong kereta api menerima beban 5 ton di setiap
roda pada axlenya. Jarak antara roda dari ujung axle tersebut 10 cm. Jarak
antara kedua rel 140 cm.
Tentukan besar diameter axle tempat memasang roda, bila tegangan dari bahan
tidak boleh melebihi 1000 kg/cm 2 !
Penyelesaian:
5 ton 5 ton
10 cm 140 cm 10 cm

A C D B

RC RD
Gambar 2.1 Poros dengan beban bengkok

Beban pada tiap axle : W = 5 ton = 5000 kg.


Jarak beban dari roda : a = 10 cm.
Jarak rel : L = 140 cm.
Tegangan yang terjadi maksimum : b = 1000 kg/cm2.
Momen bengkok maksimum yang terjadi pada roda di C dan D :
M = W  a = 5000  10 = 50 000 kg cm.
Diameter axle dapat dihitung dengan hubungan sebagai berikut:

M=  b  d3 , sehingga:
32
32  M 3 32  50 000 3
d=3   509  7,984 cm  8,0 cm.
  b   1000

Elemen Mesin 94
Poros dan Pasak

3) Poros dengan Beban Kombinasi Puntir dan Bengkok


Bilamana suatu poros menerima beban kombinasi momen puntir dan momen
bengkok, maka poros harus direncanakan dengan dasar kedua momen tersebut
secara simultan. Terdapat beberapa macam teori yang dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan dari tipe pembebanan kombinasi. Berikut ini ada dua teori
penting dari bermacam-macam teori di atas:
1. Teori tegangan geser maksimum atau teori Guest. Teori ini biasanya diper-
gunakan untuk bahan yang kenyal (ductile) seperti baja lunak/mild steel;
2. Teori tegangan normal maksimum atau teori Rankine. Teori ini biasanya
dipergunakan untuk bahan yang rapuh (brittle) seperti besi tuang/cast iron.
b = tegangan bengkok (tegangan tarik atau tekan) akibat momen bengkok.
s = tegangan geser akibat momen torsi.
Berdasarkan teori tegangan geser maksimum (teori Guest), tegangan geser
maksimum yang terjadi pada poros:
1
s =  b2  4  s2
2
Dengan memasukkan harga b dan s diperoleh:

1 32  M 2 16  T 2
s maks. =  ( )  4( )
2 d 3
  d3
16
b maks. =  M2  T 2
d 3

Atau:

 s maks.  d3 = M2  T 2
16

Faktor M2  T 2 dinamakan momen torsi ekivalen dan biasanya dinyatakan


dengan Te. Te ini diasumsikan sebagai momen torsi yang bekerja sendiri dan
mengakibatkan tegangan geser (s) yang sama seperti momen torsi sebenarnya.
Dengan pembatasan tegangan geser maksimum (s maks.) sama dengan tegangan
geser yang diizinkan (s izin) dari bahan poros, maka persamaan di atas:

Te = M2  T 2   s  d3
16
Dari persamaan di atas, besar diameter poros d dapat dihitung.

Elemen Mesin 95
Poros dan Pasak

Berdasarkan teori tegangan normal maksimum, besar tegangan normal


maksimum yang terjadi pada poros adalah:

1 1 32  M 32  M 2 16  T 2
b maks. =  b  ( 21  b )2  (s )2    ( 21  ) ( )
2 2   d3   d3   d3
32 1
  (  (M  M2  T 2 ))
d 3 2
 1
 b maks.  d3 =  (M  M2  T 2 )
32 2
1
Faktor (  (M  M2  T 2 )) dinamakan momen bengkok ekivalen dan biasanya
2
dinyatakan dengan Me. Me ini diasumsikan sebagai momen bengkok yang
bekerja sendiri dan mengakibatkan tegangan tarik atau tegangan tekan (b) yang
sama seperti momen bengkok sebenarnya. Dengan pembatasan tegangan
normal maksimum (b maks.) sama dengan tegangan bengkok yang diizinkan (b
izin) dari bahan poros, maka persamaan di atas menjadi:
1 
Me =  (M  M2  T 2 )   b  d3
2 32
Dengan persamaan di atas, maka diameter poros dapat dihitung.
Catatan :
1. Jika digunakan poros berlubang (hollow shaft), maka persamaan ii sampai
v dapat ditulis sebagai berikut :

Te = T 2  M2   s  d3o  (1  k 4 )
16
1 
Me =  (M  M2  T 2 )   b  d3o  (1  k 4 )
2 32
Dimana :
di
k=
do
2. Untuk pemilihan diameter poros dari hasil perhitungan kedua teori
tersebut di atas diambil harga yang terbesar (harga yang lebih aman).

Elemen Mesin 96
Poros dan Pasak

Contoh soal 5
Sebuah poros berpenampang bulat pejal menerima beban momen bengkok
sebesar 30 000 kgcm dan momen torsi l00 000 kgcm.
Poros ini dibuat dari baja karbon yang mempunyai tegangan tarik maksimum
7000 kg/cm2 dan tegangan geser maksimum 5000 kg/cm 2.
Jika faktor keamanan diambil 6, tentukan diameter poros tersebut !
Penyelesaian:

Momen bengkok yang terjadi : M = 30 000 kgcm.


Momen torsi yang terjadi : T = 100 000 kgcm.
Tegangan tarik maksimum dari bahan poros : t maks. = 7000 kg/cm2.
Tegangan geser maksimum dari bahan poros : s maks. = 5000 kg/cm2.
Faktor keamanan : V = 6.
Tegangan tarik yang diizinkan t izin :
 t maks. 7000
 t izin =   1166,67 kg/cm2 .
V 6
Tegangan geser yang diizinkan s izin :
s maks. 5000
s izin =   833,33 kg/cm2 .
V 6
Diameter poros dihitung dengan:
1. Teori tegangan geser maksimum :
Momen puntir ekivalen :

Te  M2  T 2  30 0002  100 0002  10,44  104 kgcm.


Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut :

Te =  s  d3
16

10,44  10 4 =  833,3  d3
16
Sehingga :

10,44  104  16 3
d=3  638  8,6 cm.
  833,3

2. Menurut teori tegangan normal maksimum :


Momen bengkok ekivalen :
1 1
Me =  (M  M2  T 2 )   (30 000  10,44  104 )  6,72  104 kgcm.
2 2

Elemen Mesin 97
Poros dan Pasak

Kemudian dipergunakan persamaan sebagai berikut :



Me =  b  d3
32

6,72  10 4 =  1166,67  d3
32
Sehingga :

6,72  104  32 3
d=3  586,6  8,37 cm.
  1166,67

Dari kedua hasil perhitungan diambil harga terbesar, yaitu :


d = 8,6 cm  9,0 cm.

Elemen Mesin 98
Poros dan Pasak

Contoh soal 6
Sebuah roda gigi yang dipasang pada poros dengan ditumpu pada dua buah
bantalan seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Diameter roda gigi 12,5 cm. Daya yang dipindahkan 5 pk pada kecepatan putar
120 rpm. Bahan poros mempunyai tegangan geser yang diizinkan sebesar 420
kg/cm2. Tentukan diameter poros tersebut !
Penyelesaian :

Diameter roda gigi : D = 12,5 cm.


Daya yang dipindahkan : P = 5 hp.
Kecepatan putar poros : n = 120 rpm.
Tegangan geser izin bahan poros : s = 420 kg/cm2.

Roda gigi

Poros
125 cm

10 cm 10 cm

Gambar 2.2 Poros dengan Beban Torsi


Besar momen torsi yang dipindahkan poros :
4500  P 4500  5
T=   29,85 kgm = 2985 kgcm.
2  n 2    120

F = 477,6 kg

Gambar 2.3 Pembebanan pada Roda Gigi

Elemen Mesin 99
Poros dan Pasak

Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi adalah :


2  T 2  2985
F=   477,6 kg  480 kg.
D 12,5
Momen bengkok yang terjadi pada pusat roda gigi D :
477,6  1255
M=  2985 kgcm.
2
Diameter poros dapat dicari dengan menggunakan persamaan T e dan diperoleh
sebagai berikut:

Te = M2  T 2  29852  30002  4232 kgcm.


Padahal telah diketahui bahwa :

Te =  s  d3
16
Sehingga :

4232  16 3
d=3  51,4  3,7 cm  4,0 cm.
  420

Elemen Mesin 100


Poros dan Pasak

Contoh soal 7
Sebuah poros dibuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya se-
besar 120 hp pada putaran 300 rpm. Panjang poros adalah 3 m. Poros ini juga
menerima beban dari dua buah pulley yang masing-masing mempunyai berat
150 kg dan bekerja pada jarak 1 m dari masing-masing ujungnya.
Jika harga tegangan yang diizinkan digunakan sebagai dasar perhitungan
kekuatan, tentukan diameter poros yang sesuai !

Penyelesaian:
150 kg 150 kg

A C D B
1m 1m 1m

RA RB
Gambar 2.4 Free Body Diagram

Daya yang dipindahkan : P = 120 hp.


Kecepatan putar poros : n = 300 rpm.
Panjang poros (jarak antara kedua bantalan) : L = 3 m.
Berat masing-masing pulley : W = 150 kg.
Jarak antara pulley ke ujung poros : a = 1 m.
Momen torsi yang dipindahkan :
4500  P
T=  286,4 kgm = 28 640 kgcm.
2  n
Gaya reaksi pada kedua bantalan A dan B akibat beban pulley :
RA = RB = 150 kg.
Momen bengkok maksimum yang terjadi pada titik C dan D :
M = 150  1 = 150 kgm = 15 000 kgcm.
Momen puntir ekivalen:

Te = M2  T 2  15 0002 + 28 6402  32 330 kgcm.


Perhitungan besar diameter poros d: Te =  s  d3
16

Telah diketahui bahwa: s = 600 kg/cm2, sehingga 32 330 =  600  d3
16
Jadi:

32 330  16 3
d=3  274,4  6,49 cm  6,5 cm.
  600

Elemen Mesin 101


Poros dan Pasak

Contoh soal 8 (dengan menggunakan satuan S.I.)


Sebuah poros lurus digerakkan sebuah motor yang terletak secara vertikal di
bawahnya. Sebuah pulley dengan diameter 1,5 m dipasangkan pada poros ini
dengan belt yang memiliki tegangan 5,4 kN pada sisi kencang dan 1,8 kN pada
sisi kendornya. Kedua tegangan ini diasumsikan tegak (vertikal). Pulley berada
overhang dengan jarak pusat 400 mm terhadap bantalan.
Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang diizinkan
dari bahan poros s= 42 N/mm2 !
Penyelesaian :

Diameter pulley : D = 1,5 m.


Radius pulley : R = 0,75 m = 750 mm.
Tegangan belt pada sisi kencang : S1 = 5,4 kN = 5400 N.
Tegangan belt pada sisi kendor : S2 = 1,8 kN = 1800 N.
Jarak antara pusat pulley terhadap bantalan : L = 400 mm.
Tegangan geser yang diizinkan : s = 42 N/mm2.

400

W S1 S2
Gambar 2.5 Pembebanan pada Poros
Momen torsi yang dipindahkan oleh poros :
T = (S1  S2 )  R  (5400 - 1800)  750 = 2 700 000 Nmm.

Dengan asumsi bahwa berat poros diabaikan, gaya total pada arah vertikal yang
bekerja pada pulley:
W = S1  S2  5400 + 1800 = 7200 N.

Momen bengkok yang terjadi :


M = W  L = 7200  400 = 2 880 000 Nmm.
Momen puntir ekivalen :

Te = M2  T 2  2 880 0002  2 700 0002  3,95  106 Nmm .


Perhitungan diameter poros d: Te =  s  d3 .
16

Elemen Mesin 102


Poros dan Pasak

Sehingga:

3,95  106 =  s  d3
16
Jadi :

3,95  106  16 3
d=3  479 000  78,2 mm  80 mm.
  42

Elemen Mesin 103


Poros dan Pasak

Contoh soal 9 (dengan menggunakan satuan S.I.)


Sebuah poros didukung oleh dua buah bantalan yang berjarak 1 m. Sebuah
pulley dengan diameter 600 mm dipasangkan pada jarak 300 mm di sebelah
kanan dari bantalan kiri dan digunakan untuk menggerakkan sebuah pulley yang
berada di bawahnya dengan bantuan belt yang mempunyai tegangan maksimum
2,25 kN. Pulley lain dengan diameter 400 mm dipasangkan pada jarak 200 mm di
sebelah kiri dari bantalan kanan dan digerakkan dengan belt oleh sebuah motor
listrik yang terletak horizontal di sebelah kanan. Sudut kontak untuk kedua pulley
adalah 180° dan koefisien gesek  = 0,24.
Rencanakan sebuah poros pejal yang sesuai, jika tegangan tarik yang diizinkan
dari bahan poros 63 N/mm 2 dan tegangan gesernya 42 N/mm 2 dengan asumsi
bahwa besar momen torsi yang terjadi pada semua pulley sama !
Penyelesaian:
Jarak antara kedua bantalan : L = 1 m.
Diameter pulley C : D1 = 600 mm = 0,6 m.
Radius pulley C : R1 = 0,3m.
Jarak pulley C dari bantalan kiri (dari A) : a = 300 mm = 0,3 m.
Tegangan maksimum belt pada pulley C : S1 = 2,25 kN = 2250 N.
Diameter pulley D : D2 = 400 mm = 0,4 m.
Radius pulley D : R2 = 0,2 m.
Jarak pulley D dari bantalan kanan (dari B) : b = 200 mm = 0,2 m.
Sudut kontak untuk kedua pulley :  = 180° =  radian.
Koefisien gesek :  = 0,24.
Tegangan tarik izin dari bahan poros : b = 63 N/mm2.
Tegangan geser izin dari bahan poros : s = 42 N/mm2.
Tegangan belt pada sisi kendor pada pulley C (S1 dan S2) :
S1
2,3  log =    = 0,24  
S2

S1 0,24  
log =
S2 2,3
S1
= 2,126
S2
S1 2,250
S2 =   1060 N.
2,126 2,126

Elemen Mesin 104


Poros dan Pasak

Beban vertikal yang bekerja pada poros di C adalah :


WC = S1  S2  2250 + 1060 = 3310 N.
Diagram beban vertikal ditunjukkan pada Gambar 2.6c.
Momen torsi pada pulley C :
T = (S1  S2 )  R1  (2250 - 1060)  0,3 = 357 Nm.
Tegangan yang terjadi pada pulley D (S3 dan S4) :
Momen torsi yang terjadi pada kedua pulley adalah sama, sehingga:
(S3  S4 )  R 2 = 357
357 357
S3  S 4 =   1785 N.
R2 0,2

S3 S1
=  2,126
S4 S2
S3 = 2,126  S 4

Harga S3 dari persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, akan diperoleh :


2,126  S4  S 4 = 1785
1785
S4 =  1585 N.
1,126
S3 = 1785 + 1585 = 3370 N
Beban horizontal yang bekerja pada poros di D :
WD = S3 + S4  3370 + 1585 = 4955 N.
Diagram beban horizontal ditunjukkan pada Gambar 2.6d.
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat
beban vertikal dan beban horizontal :
1. Akibat pembebanan vertikal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV) :
RAV + RBV = 3310 N.
Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
 MA = 0
0 = WC  0,3  RBV  L
WC  0,3 = RBV  L
3310  0,3 = RBV  1

3310  0,3
RBV =  993 N.
1
R AV = 3310 - 993 = 2317 N.

Elemen Mesin 105


Poros dan Pasak

Besar momen yang terjadi pada titik A dan B:


MAV = MBV = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik C :
MCV = R AV  0,3  2317  0,3 = 695,1Nm.
Besar momen yang terjadi pada titik D :
MDV = R AV  0,8  WC  0,5  2317  0,8 - 3310  0,5 = 198,6 Nm.
Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan
pada Gambar 2.6e.
2. Akibat pembebanan horizontal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) :
RAH + RBH = 4955 N.
Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :
 MA = 0
0 = WD  0,8  RBH  L
WD  0,8 = RBH  L
4955  0,8 = RBH  1

4955  0,8
RBH =  3064 N.
1
R AH = 4955 - 3064 = 991N.

Besar momen yang terjadi pada titik A dan B :


MAH = MBH = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik C :
MCH = R AH  0,3  991 0,3 = 297,3 Nm.
Besar momen yang terjadi pada titik D :
MDH = R AH  0,8  991 0,8 = 792,8 Nm.
Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan
pada Gambar 2.6f.
3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban
horizontal:
Resultan momen pada titik C :
2
MC = MCV  MCH
2
 695,12  297,32  756 Nm.

Resultan momen pada titik D :


2
MD = MDV  MDH
2
 198,6 2  792,82  817 Nm.

Elemen Mesin 106


Poros dan Pasak

Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan pada Gambar 2.6g.


Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah
pada titik D, yang besarnya :
Mmaks. = MD = 817,2 Nm.
Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung :
Dengan menggunakan momen torsi ekivalen :

Te = M2 + T 2  817,22 + 3572  892 Nm = 892  103 Nmm.


Telah diketahui bahwa: Te =  s  d3 , maka:
16

Te  16 3 892  103  16 3
d=3 =  108  103  47,6 mm.
  s   42

C D S5
A B

0,3 m 0,2 m S4
1m S1 S2
a. Diagram ruang
b. Diagram momen torsi

3310 N

c. Diagram beban vertikal

RAV RB V
4955 N
d. Diagram beban horizontal

RAH RB V

695,1 e. Diagram momen bengkok vertikal


198,6

792,8 f. Diagram momen bengkok horizontal


297,1

817,2
756
g. Diagram resultan momen bengkok

Gambar 2.6 Perhitungan Momen pada Poros

Elemen Mesin 107


Poros dan Pasak

Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen:


1 1
Me =  (M  M2 + T 2 )   (817,2  892) = 854,6  102 Nmm.
2 2
 
Telah diketahui bahwa: Me =  b  d3 , maka: 854,6  10 2 =  63  d3
32 32
Jadi:

854,6  10 2  32 3
d=3  138,1 103  51,7 mm.
  63
Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi :
d = 51,7 mm  55,0 mm.

Elemen Mesin 108


Poros dan Pasak

Contoh soal 10
Sebuah poros didukung oleh bantalan A dan B yang berjarak 80 cm. Sebuah
roda gigi lurus dengan  = 20° mempunyai diameter pitch 60 cm terletak 20cm di
sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan A) dan sebuah pulley dengan diameter
70 cm terletak 25 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan B).
Roda gigi digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial ke bawah,
sedang pulley digunakan untuk menggerakkan belt mendatar dengan sudut
kontak 180°. Pulley yang berfungsi sebagai roda gila ini mempunyai berat 200
kg. Tegangan belt maksimum 300 kg dan perbandingan tegangan 3:1. Hitung
besar momen bengkok maksimum yang terjadi dan diameter poros yang
diperlukan, jika tegangan geser poros yang diizinkan 400 kg/cm 2!
Penyelesaian:

Jarak antara bantalan A dan B : L = 80 cm.


Sudut tekan roda gigi C :  = 20°.
Diameter lingkaran pitch roda gigi C : D1 = 60 cm.
Rdius lingkaran pitch roda gigi C : R1 = 30 cm.
Jarak roda gigi terhadap bantalan A : a = 20 cm.
Diameter pulley D : D2 = 70 cm.
Radius pulley D : R2 = 35 cm.
Jarak pulley D terhadap bantalan B : b = 25 cm.
Sudut kontak belt pada pulley D :  = 180° =  radian.
Berat pulley D : W = 200 kg.
Tegangan maksimum belt : S1 = 300 kg.
Perbandingan tegangan : S1 : S2 = 3 : 1.
Tegangan geser yang diizinkan bahan poros : s = 400 kg/cm2.
Momen torsi yang terjadi pada poros di titik D :
S2 1
T = (S1 - S2 )  R 2  S1  (1- )  R 2  300  (1- )  36  7000 kgcm.
S1 3
Gaya tangensial yang bekerja pada roda gigi C :
T 7000
Ft =   233,3 kg.
R1 30
Diasumsikan torsi di D sama dengan di C.

Elemen Mesin 109


Poros dan Pasak

Beban normal yang bekerja pada roda gigi :


Ft 233,3
WC =   248,3 kg.
cos  cos 20
Beban normal yang bekerja pada sudut 20° terhadap arah vertikal ditunjukkan
seperti gambar berikut.
WC sin 20°

WC cos 20°
WC
20°

Gambar 2.7 Arah Pembebanan

Beban normal ini dapat diuraikan menurut arah vertikal dan horizontal seperti
berikut ini :
Komponen vertikal dari W C merupakan beban vertikal pada poros di C :
WCV = WC  cos 20  248,3  cos 20 = 233,3 kg.

Komponen horizontal dari W C merupakan beban horizontal pada poros di C :


WCH = WC  sin 20  248,3  sin 20 = 84,9 kg.
Tegangan belt :
S1 = 300 kg.
S1
=3
S2
S 300
S2 = 1 =  100 kg.
3 3
Beban horizontal yang bekerja pada poros di D :
WDH = S1 + S2 = 300 + 100 = 400 kg.

Beban horizontal yang bekerja pada poros di D :


WDV = W = 200 kg.
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat
beban vertikal dan beban horizontal :
1. Akibat pembebanan vertikal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAV dan RBV) :
R AV  RBV = 233,3 + 200 = 433,3 kg.

Elemen Mesin 110


Poros dan Pasak

Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :


 MA = 0
0 = WDV  55  WCV  20  RBV  L
W  55  WCV  20
RBV = DV
L
200  55  233,3  20
RBV =
80
RBV = 195,8 kg.
R AV = 433,3 - 195,8 = 237,5 kg.
Besar momen yang terjadi pada titik A dan B :
MAV = MBV = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik C :
MCV = R AV  20  237,5  20 = 4750 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D :
MDV = RBV  25  195,8  25 = 4895 kgcm.
2. Akibat pembebanan horizontal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RAH dan RBH) :
R AH  RBH = 84,9 + 400 = 484,9 kg.

Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :


 MA = 0
0 = WDH  55  WCH  20  RBH  L
W  55  WCH  20
RBH = DH
L
400  55  84.9  20
RBH =
80
RBH = 296,3 kg.
R AH = 484,9 - 296,3
= 188,6 kg.
Besar momen yang terjadi pada titik A dan B :
MAH = MBH = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik C :
MCH = R AH  20  188,6  20 = 3772 kgcm.

Besar momen yang terjadi pada titik D :


MDH = RBH  25  296,2  25 = 7405 kgcm.

Elemen Mesin 111


Poros dan Pasak

3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban
horizontal:
Resultan momen pada titik C:
2
MC = MCV  MCH
2
 4750 2  37722  6064 kgcm.

Resultan momen pada titik D :


2
MD = MDV  MDH
2
 4895 2  7405 2  8876 kgcm.

Dari diagram di bawah ini (Gambar 2.8) terlihat momen bengkok


maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya :
Mmaks. = MD = 8876 kgcm.
Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi
ekivalen:

Te = M2 + T 2  70002 + 88762  11300 kgcm.

 
Telah diketahui bahwa: Te =  s  d3 , maka 11 300 =  400  d3
16 16

11 300  16 3
Jadi: d = 3 = 143,8  5,5 cm.
  400
D WCV
S1
A C B WCH
S1 + S2
20 cm 25 cm
80 cm S2
700 kgcm a. Diagram ruang
b. Diagram momen torsi

233,3 kg 200 kg

c. Diagram beban vertikal

RAV RB V
84,9 kg 400 kg
d. Diagram beban horizontal

RAH RB V

4750 4895 e. Diagram momen bengkok vertikal

3775 7405 f. Diagram momen bengkok horizontal

6064 8876 g. Diagram resultan momen bengkok

Gambar 2.8 Perhitungan Momen pada Poros


Elemen Mesin 112
Poros dan Pasak

3) Poros dengan beban yang berfluktuasi (dengan standard ASME)


Dalam bab terdahulu telah dibahas tentang poros yang menerima beban momen
torsi dan beban momen bengkok secara konstan. Dalam praktek yang
sebenarnya poros tersebut menerima beban momen torsi dan momen bengkok
yang berfluktuasi. Untuk itu, dalam perencanaan suatu poros harus
dipertimbangkan adanya faktor kombinasi beban kejut (shock) dan faktor
kelelahan (fatigue) untuk menentukan besar momen torsi (T) dan momen
bengkok (M) yang terjadi.
Untuk poros yang menerima beban kombinasi momen bengkok dan torsi :
Besar momen torsi ekivalen :

Te = (Km  M)2  (K t  T)2

Besar momen bengkok ekivalen :


1
Me =  (Km  M  (Km  M)2  (K t  T)2 )
2
Dimana :
Km = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk bengkok.
Kt = Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk torsi.

Tabel 2.2 menunjukkan harga Km dan Kt (dari standard ASME) berdasarkan sifat
pembebanannya.

Tabel 2.2: Harga Km dan Kt


Sifat pembebanan Km Kt
1. Untuk poros stasioner :
a. Pembebanan normal/gradual 1,0 1,0
b. Pembebanan tiba-tiba/kejut 1,5 - 2,0 1,5 - 2,0
2. Untuk poros yang berputar :
a. Pembebanan normal/gradual 1,0 1,0
b. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut kecil 1,5 - 2,0 1,0 - 1,5
c. Pembebanan tiba-tiba dengan kejut besar 2,0 - 3,0 1,5 - 3,0

Elemen Mesin 113


Poros dan Pasak

Contoh soal 11
Sebuah poros yang digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada
kecepatan putar 200 rpm terbuat dari mild steel. Poros ini menerima beban yang
terpusat sebesar 90 kg dan didukung oleh bantalan yang berjarak 2,5 m.
Dengan asumsi sifat pembebanan gradual, hitung beban-beban yang terjadi
pada poros tersebut !
Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 420 kg/cm 2 sedang
tegangan tarik dan tegangan tekan maksimum yang terjadi tidak boleh lebih dari
560 kg/cm2, tentukan diameter poros yang diperlukan !
Penyelesaian :

Daya yang dipindahkan : P = 25 hp.


Kecepatan putar poros : n = 200 rpm.
Beban terpusat : W = 90 kg.
Jarak antara kedua bantalan : L = 2,5 m = 250 cm.
Tegangan geser yang diizinkan bahan poros : s = 420 kg/cm2.
Tegangan tarik/tekan maksimum yang terjadi : t = 560 kg/cm2.
Besar momen torsi yang dipindahkan :
4500  P 4500  25
T=   89,5 kgm = 8950 kgcm.
2  n 2    200
Besar momen bengkok yang terjadi :
W  L 90  250
M=   5625 kgcm.
4 4
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen :

Te = M2 + T 2  56252 + 89502  10 571kgcm.


Telah diketahui bahwa : Te =  s  d3 , maka :
16

10 571 =  420  d3
16
10 571 16 3
d=3 = 128,18  5,04 cm.
  420
Perhitungan diameter poros menggunakan momen bengkok ekivalen:
1 1 1
Me =  (M  M2 + T 2 )Me =  (M  M2 + T 2 )   (5625  5625 2  8950 2 )
2 2 2
 8098 kgcm.

Elemen Mesin 114


Poros dan Pasak


Telah diketahui bahwa : Me =   b  d3 , maka:
32

8098 =  560  d3
32
8098  32 3
d=3 = 147,29  5,28 cm  5,5 cm.
  560
Jika beban yang terjadi bersifat gradual, untuk menghitung diameter poros d
digunakan Km = 1,5 dan Kt = 1,0 :
Momen torsi ekivalen :

Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2 Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2
= (1,5  5625)2 + (1,0  8950)2
= 12 300 kgcm.


Telah diketahui bahwa : Te =  s  d3 , maka:
16

12 300 =  420  d3
16
12 300  16 3
d=3 = 149  5,3 cm  5,5 cm.
  420

Elemen Mesin 115


Poros dan Pasak

Contoh soal 12
Rencanakan sebuah poros untuk memindahkan daya sebesar 1,5 hp pada
kecepatan putar 120 rpm dari sebuah motor listrik pada sebuah head stock
sebuah mesin bubut melalui sebuah pulley dengan bantuan belt.
Berat pulley 20 kg dan terletak pada jarak 10 cm dari pusat bantalan. Diameter
pulley 20 cm. Sudut kontak dari belt 180° dan koefisien gesek antara belt dan
pulley 0,3. Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok 1,5 dan momen torsi
2,0. Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 350 kg/cm 2.
Penyelesaian :

Berat pulley : W = 20 kg.


Jarak antara kedua bantalan : L = 10 cm.
Diameter pulley : D = 20 cm.
Radius pulley : R = 10 cm.
Daya yang dipindahkan : P = 1,5 hp.
Kecepatan putar poros : n = 120 rpm.
Sudut kontak belt :  = 180° =  radian.
Koefisien gesek belt dan pulley :  = 0,3.
Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros : s = 350 kg/cm2.
Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok : Km = 1,5.
Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi : Kt = 2,0.
D
d

10 cm

S1  S2  W S1 W S2
Gambar 2.9 Pembebanan pada Poros
Momen torsi yang dipindahkan :
4500  P 4500  1,5
T=   8,95 kgm = 895 kgcm.
2  n 2    120
Jika tegangan belt yang kencang S1 dan yang kendor S2, maka :
T = (S1  S2 )  R
895 = (S1  S2 )  10
(S1  S2 ) = 89,5 kg.

Elemen Mesin 116


Poros dan Pasak

S1
2,3  log =     0,3  
S2
S 0,3  
log 1 =  0,4098
S2 2,3
S1
= 2,57
S2
S1 = 2,57  S2

Persamaan ii disubstitusikan ke persamaan i, maka :


2,57  S2  S2 = 89,5
1,57  S2 = 89,5
S2 = 57 kg.
S1 = 2,57  S2  2,57  57 = 146,5 kg.
Jumlah beban vertikal yang terjadi pada pulley :
FV = S1 + S2  W  146,5 + 57 + 20 = 223,5 kg.
Momen bengkok yang terjadi pada pulley :
M = (S1 + S2  W)  L  223,5  10 = 2235 kgcm.

Momen torsi ekivalen :

Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2 = (1,5  2235)2 + (2,0  895)2  3800 kgcm.

Sehingga besar diameter poros yang diperlukan :



Te =   s  d3
16

3800 =  350  d3
16
3800  16 3
d=3 = 55,3  3,8 cm  4,0 cm.
  350

Elemen Mesin 117


Poros dan Pasak

Contoh soal 13
Sebuah poros horizontal terbuat dari baja nickel didukung oleh dua buah
bantalan A di sebelah kiri dan B di sebelah kanan dengan jarak 250 cm. Pada
poros tersebut dipasangkan dua buah roda gigi, yaitu roda gigi C dengan jarak
30 cm di sebelah kanan bantalan A dan roda gigi D dengan jarak 45 cm di
sebelah kiri bantalan B.
Diameter pitch dari roda gigi C 60 cm dan dari roda gigi D 20 cm. Poros ini
digunakan untuk memindahkan daya sebesar 25 hp pada kecepatan 120 rpm.
Daya ini diterima oleh roda gigi C dan dikeluarkan oleh roda gigi D.
Berat roda gigi C 95 kg dan roda gigi D 35 kg. Faktor kombinasi shock dan
fatigue untuk bengkok 1,5 dan untuk torsi 1,2.
Tentukan diameter poros yang diperlukan, jika tegangan tarik yang terjadi
maksimum 900 kg/cm 2 dan tegangan gesernya 500 kg/cm 2 !
Penyelesaian :

Diameter pitch roda gigi C : DC = 60 cm.


Radius : RC = 30 cm.
Diameter pitch roda gigi D : DD = 20 cm.
Radius : RC = 10 cm.
Daya yang dipindahkan : P = 25 hp.
Kecepatan putar poros : n = 120 rpm.
Tegangan tarik yang terjadi maksimum : t = 900 kg/cm2.
Tegangan geser yang terjadi maksimum : s = 500 kg/cm2.
Berat roda gigi C : WC = 95 kg.
Berat roda gigi D : WD = 35 kg.
Faktor shock dan fatigue untuk momen bengkok : Km = 1,5
Faktor shock dan fatigue untuk momen torsi : Kt = 1,2
C D
A B

25 cm 175 cm 40 cm FtC FtD


RA RB
Gambar 2.10 Pembebanan pada Poros
Momen torsi yang dipindahkan :
4500  P 4500  25
T=   149,2 kgm = 14 920 kgcm.
2  n 2    120

Elemen Mesin 118


Poros dan Pasak

Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi C:


T 14 920
FtC =   497,3 kg.
RC 30
Beban total yang terjadi pada poros di titik C dengan arah vertikal ke bawah:
FC = FtC + WC = 497,3 + 95 = 592,3 kg.
Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D:
T 14 920
FtD =   1492 kg.
RD 10
Beban total yang terjadi pada poros di titik D dengan arah vertikal ke bawah :
FD = FtD + WD = 1492 + 35 = 1527 kg.
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi :
Gaya-gaya reaksi pada bantalan A dan B (RA dan RB) :
R A  RB = 592,3 + 1527 = 2119,3 kg.

Jumlah momen terhadap titik A adalah sama dengan nol ( MA = 0) :


 MA = 0
0 = FD  200  FC  25  RBV  L
F  200  FC  25
RB = D
L
1527  200  592,3  25
RB =
240
RB = 1334,2 kg.
R A = 2119,3 - 1334,2
= 785,1 kg.
Besar momen yang terjadi pada titik A dan B :
MA = MB = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik C :
MC = R A  25  785,1 25 = 19627,5 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D :
MD = RB  40  1334,2  40 = 53368 kgcm.
Jadi momen bengkok maksimum yang terjadi adalah pada titik D, yang besarnya:
Mmaks. = MD = 53368 kgcm.
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen:

Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2  (1,5  53368)2 + (1,2  14 920)2  82 029,7 kgcm.

Elemen Mesin 119


Poros dan Pasak


Telah diketahui bahwa : Te =  s  d3 , maka:
16

82 029,7 =  500  d3
16
16  82 029,7
d=3  9,42 cm.
  500
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen bengkok ekivalen:
1 1
Me =  (K m  M  (Km  M) 2 + (K t  T) 2 )   (1,5  53368 + 82 029,7)  81 040,85 kgcm.
2 2

Telah diketahui bahwa : Me =  s  d3 , maka:
32

81 040,85 =  900  d3
32
32  81 040,85
d=3  9,72 cm.
  900
Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu:
d = 9,72 cm  10,0 cm.

Elemen Mesin 120


Poros dan Pasak

Contoh soal 14
Sebuah drum hoisting berdiameter 50 cm diikatkan pada sebuah poros yang
didukung oleh dua buah bantalan dan dihubungkan dengan sebuah gear box
yang mempunyai perbandingan reduksi 12:1 dengan digerakkan motor listrik.
a. Barapakah daya penggerak motor listrik jika beban maksimum yang
digulung oleh drum hoisting adalah 800 kg dengan kecepatan
penggulungan 50 m/menit dan efisiensi dari penggerak 80 % ?
b. Hitung momen torsi yang terjadi pada poros drum dan kecepatan motor !
c. Berapakah diameter poros yang diperlukan jika poros tersebut terbuat dari
baja dengan tegangan tarik yang terjadi maksimum 1150 kg/cm 2 dan
tegangan geser yang terjadi maksimum 500 kg/cm 2 ? Roda gigi penggerak
yang digunakan mempunyai diameter 45 cm dan dipasangkan pada ujung
poros yang overhang 15 cm dekat bantalan.
Penyelesaian:

Asumsi : Km = 2,0, Kt = 1,5.


Kecepatan penggulungan : v = 50 m/menit.
Diameter drum : D = 50 cm.
Radius drum : R = 25 cm.
Perbandingan reduksi : i = 12 : 1
Beban maksimum : W = 800 kg.
Efisiensi penggerak :  = 80 % = 0,8.
Tegangan tarik yang terjadi maksimum : t = 1150 kg/cm2.
Tegangan geser yang terjadi maksimum : s = 500 kg/cm2.
Diameter roda gigi penggerak : D1 = 45 cm.
Radius roda gigi penggerak : R1 = 22,5 cm.
Jarak overhang roda gigi : a = 15 cm.
Daya dari motor penggerak: P = W  v = 800  50 = 40 000 kg m/menit.

Daya motor penggerak 40 000


Daya pada drum hoist: PHoist =   8,9 hp.
4500 4500
Karena efisiensi penggerak 80 %, daya motor penggerak akan lebih besar :
PHoist 8,9
Psebenarnya =   11,1hp.
0,8 0,8
Momen torsi yang terjadi pada poros drum: T = W  R = 800  25 = 20 000 kgcm.

v 50
Kecepatan sudut dari drum hoist:  =   200 radian/men it.
R 0,25
Elemen Mesin 121
Poros dan Pasak

Dengan perbandingan reduksi 12 : 1, kecepatan sudut dari motor listrik :


motor =   12 = 200  12 = 2400 radian/men it.

motor 2400
Kecepatan putar dari motor: n =   382 rpm.
2  2 
Gaya tangensial pada gigi roda gigi penggerak akibat momen torsi pada poros
drum 20 000 kgcm:
T 20 000
Ft1 =   890 kg.
R1 22,5
Denga asumsi bahwa sudut tekan pada roda gigi penggerak 20°, gaya tekan
maksimum yang terjadi pada poros yang ditimbulkan :
Ft1 890
Ftekan =   947 kg.
cos 20 cos 20
Sehingga mengakibatkan momen bengkok pada bantalan yang besarnya :
M = Ftekan  a  947  15 = 14 205 kgcm.
Perhitungan diameter poros d dengan menggunakan momen torsi ekivalen:

Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2  (2  14 205)2 + (1,5  20 000)2  41320 kgcm.


Telah diketahui bahwa Te =  s  d3 , maka:
16

41 320 =  500  d3
16
16  41 320
d=3  7,49 cm.
  500
Perhitungan diameter poros d menggunakan momen bengkok ekivalen:
1 1
Me =  (K m  M  (Km  M) 2 + (K t  T) 2 )   (2  14 205 + 41 320)  34 865 kgcm.
2 2

Telah diketahui bahwa Me =  s  d3 , maka:
32

34 865 =  1150  d3
32
32  34 865
d=3  7,49 cm.
  1150
Dari hasil kedua perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, yaitu :
d = 7,49 cm  7,50 cm.

Elemen Mesin 122


Poros dan Pasak

Contoh soal 15
Sebuah poros pejal didukung dengan dua bantalan yang barada pada 180 cm
dan berputar dengan kecepatan 250 rpm. Suatu roda gigi involventa D dengan
sudut 20° berdiameter 30 cm dipasangkan pada poros dengan jarak 15 cm di
sebelah kiri dari bantalan kanan (bantalan Q).
Dua buah pulley, yaitu pulley B berdiameter 75 cm terpasang pada poros dengan
jarak 60 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri (bantalan P) dan pulley C
berdiameter 60 cm dengan jarak 135 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri
(bantalan Q). Suatu unit penggerak memberikan daya sebesar 40 hp ke roda gigi
penggerak, dimana selanjutnya didistribusikan ke suatu permensinan dengan
mengambil 25 hp pada pulley C dan 15 hp pada pulley B. Putaran dari pulley B
mengarah vertikal ke bawah sedangkan putaran pulley C mengarah ke bawah
dengan sudut 60° terhadap garis horizontal. Pada kedua puley mempunyai
perbandingan tegangan 2 dengan sudut kontak 180°.
Faktor kombinasi shock dan fatigue untuk momen bengkok 2,0 dan untuk momen
torsi 1,5.
Tentukan dimensi poros yang sesuai jika bahan poros memiliki tegangan tarik
yang terjadi maksimum 840 kg/cm 2 dan tegangan geser 420 kg/cm 2 !
Penyelesaian:
Jaral antar bantalan P dan Q : L = 180 cm.
Kecepatan putar poros : n = 250 rpm.
Sudut tekan roda gigi D :  = 20°.
Diameter pitch roda gigi D : DD = 30 cm.
Radius pitch roda gigi D : RD = 30 cm.
Diameter pulley B : DB = 30 cm.
Radius pulley B : RB = 15 cm.
Diameter pulley C : DC = 75 cm.
Radius pulley C : RC = 37,5 cm.
Daya yang diterima oleh roda gigi D : PD = 40 hp.
Daya yang dipindahkan oleh pulley C : PC = 25 hp.
Daya yang dipindahkan oleh pulley B : PD = 15 hp.
Tegangan tarik yang terjadi maksimum : t = 840 kg/cm2.
Tegangan geser yang terjadi maksimum : s = 840 kg/cm2.
Faktor pembebanan untuk momen bengkok : Km = 2,0.
Faktor pembebanan untuk momen torsi : Kt = 1,5.

Elemen Mesin 123


Poros dan Pasak

Perbandingan tegangan pada pulley B dan C : SB1 : SB2 = 2, SC1 : SC2 = 2.


Sudut kontak pulley dan belt :  = 180° =  radian.
Beban total yang terjadi :
1. Pada roda gigi D :
Momen torsi yang diberikan ke roda gigi D :
4500  PD 4500  40
TD =   114,6 kgm = 11 460 kgcm.
2  n 2  n
Gaya tangensial yang terjadi pada roda gigi D :
TD 11 460
FtD =   764 kg.
RD 15
Beban normal yang terjadi pada gigi roda gigi D :
FtD 764
WD =   813 kg.
cos  cos 20
WD sin 20°
WD cos 20°

WD
20°

Gambar 2.11 Arah Pembebanan

Komponen horizontal W D :
WDH = WD  sin   813  sin 20  278,062 kg.
Komponen vertikal W D :
WDV = WD  cos   813  cos 20  763,9 kg.

2. Pada pulley C :
Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley C :
4500  PC 4500  25
TC =   71,6 kgm = 7160 kgcm.
2  n 2  n
Gaya yang terjadi pada belt :
TC = (SC1 - SC2 )  R C
7160  (SC1 - SC2 )  30
7160
(SC1 - SC2 )  = 238,7 kg.
30

Elemen Mesin 124


Poros dan Pasak

SC1
Telah diketahui bahwa = 2 , sehingga:
SC 2

(2  SC2 - SC2 )  238,7


SC2 = 238,7 kg.
SC1 = 2  SC2 = 477,4 kg.
Beban total yang terjadi pada pulley C :
WC = SC1 + SC2  477,4 + 238,7  716,1kg.

Beban ini bekerja pada arah 60° terhadap garis horizontal.


WC cos 60°

60°

WC

WC sin 60°

Gambar 2.12 Arah Pembebanan


Komponen horizontal W C :
WCH = WC  sin 60  716,1 sin 60  620 kg.

Komponen vertikal W C :
WCV = WC  cos 60  716,1 cos 60  358,05 kg.

3. Pada pulley B :
Momen torsi yang dipindahkan oleh pulley B :
4500  PB 4500  15
TB =   43 kgm = 4300 kgcm.
2  n 2  n
Gaya yang terjadi pada belt :
TB = (SB1 - SB2 )  RB
4300  (SB1 - SB2 )  37,5
4300
(SB1 - SB2 )  = 114,7 kg.
37,5
SB1
Telah diketahui bahwa = 2 , sehingga:
SB2

(2  SB2 - SB2 )  114,7


SB2 = 114,7 kg.
SB1 = 2  SB2 = 229,4 kg.
Beban total yang terjadi pada pulley B:
WB = SB1 + SB2  229,4 + 114,7  344,1kg.
Elemen Mesin 125
Poros dan Pasak

Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut :


Beban (kg)
Tipe pembebanan
di titik D di titik C di titik B
Vertikal 754 620 344,1
Horizontal 278 358 0
Perhitungan untuk mendapatkan momen bengkok maksimum yang terjadi akibat
beban vertikal dan beban horizontal :
1. Akibat pembebanan vertikal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPV dan RQV) :
RPV  RQV = 764 + 620 + 344,1 = 1728,1kg.

Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol ( MP = 0) :


 MP = 0
0 = WB  60 + WC  135 + WD  165  RQV  L
RQV  180 = WB  60 + WC  135 + WD  165

344,2  60 + 620  135 + 764  165


R QV =  1280 kg.
180
RPV = 1728,1 - 1280 = 448,1kg.

Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPV = MQV = 0.


Besar momen yang terjadi pada titik B:
MBV = RPV  60  448,1 60 = 26 880 kgcm.

Besar momen yang terjadi pada titik C:


MCV = RQV  45  WD  30  1280  45 - 764  30 = 34 680 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D:
MDV = RQV  15  1280  15 = 19 200 kgcm.
Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal ditunjukkan
pada gambar 14e.
2. Akibat pembebanan horizontal.
Gaya-gaya reaksi pada bantalan P dan Q (RPH dan RQH) :
RPH + RQH = 278 + 358 = 636 kg.
Jumlah momen terhadap titik P adalah sama dengan nol ( MP = 0) :
 MP = 0
0 = WC  135 + WD  165  RQH  L
RQH  L = WC  135 + WD  165

Elemen Mesin 126


Poros dan Pasak

358  135 + 278  165


RQV =  523,3 kg.
180
RPV = 636 - 523,3 = 112,7 kg.
Besar momen yang terjadi pada titik P dan Q: MPH = MQH = 0.
Besar momen yang terjadi pada titik B:
MBH = RPH  60  112,7  60 = 6 765 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik C:
MCH = RQH  45  WD  30  523,3  45 - 278  30 = 15 208,5 kgcm.
Besar momen yang terjadi pada titik D:
MDH = RQH  15  523,3  15 = 7 849,5 kgcm.
Diagram momen bengkok yang terjadi akibat beban horizontal ditunjukkan
pada gambar 14f.
3. Resultan momen bengkok yang terjadi akibat beban vertikal dan beban
horizontal :
Resultan momen pada titik B:
2
MB = MBV  MBH
2
 26 8802  6 765,52  27 720 kgcm.

Resultan momen pada titik C:


2
MC = MCV  MCH
2
 34 6802  15 208,52  37 870 kgcm.

Resultan momen pada titik D:


2
MD = MDV  MDH
2
 19 2002  7 849,52  20 740 kgcm.

Diagram resultan momen bengkok ditunjukkan pada gambar 14g.


Dari diagram ini terlihat momen bengkok maksimum yang terjadi adalah
pada titik C, yang besarnya: Mmaks. = MC = 37 870 kgcm.
Momen torsi maksimum pada titik C akibat daya yang dipindahkan ke roda
gigi D adalah :
Tmaks. = TD = 11 460 kgcm. (hasil dari perhitungan sebelumnya).
Selanjutnya diameter poros d dapat dihitung menggunakan momen torsi
ekivalen:

Te = (Km  M) 2 + (K t  T) 2  (2  817,2)2 + (1,5  357)2  7,77  10 4 kgcm.

Elemen Mesin 127


Poros dan Pasak

B C
P D Q

60cm 75cm 30cm 15cm


11460 a. Diagram ruang
7160
4300 b. Diagram momen torsi

3441 620 264


c. Diagram beban vertikal

RPV RQ V
d. Diagram beban horizontal
258 278

RPH RQ H
34 680 e. Diagram momen bengkok vertikal
26 880 19 200

15 282,5
7849,5
6765 f. Diagram momen bengkok horizontal

37 870
20 740
g. Diagram resultan momen bengkok
27 720

Gambar 2.13 Perhitungan Momen



Telah diketahui bahwa Te =  s  d3 , maka:
16

7,77  10 4 =  420  d3
16
7,77  10 4  16
d=3 = 9,8 cm.
  420
Dengan menggunakan momen bengkok ekivalen :
1 1
Me =  (K m  M  (Km  M) 2 + (K t  T) 2 )   (2  37870  7,77  10 4 ) = 76 720 kgcm.
2 2

Elemen Mesin 128


Poros dan Pasak


Telah diketahui bahwa Me =  b  d3 , maka:
32

76 720 =  840  d3
32
76 720  32
d=3  9,76 cm.
  840
Dari kedua harga hasil perhitungan di atas diambil harga yang terbesar, jadi :
d = 9,8 cm  10,0 cm.

Elemen Mesin 129


Poros dan Pasak

4) Poros dengan Beban Aksial serta Kombinasi Torsi dan Bengkok


Bila suatu poros menerima beban aksial (F) sebagai tambahan dari adanya
momen torsi dan momen bengkok seperti pada poros propeler dari perahu dan
juga poros pada roda gigi cacing, maka tegangan ditimbulkan harus ditambahkan
pada tegangan bengkok b. Dari persamaan tegangan bengkok :
M b
=
I y
d
M
M y 2  32  M
b = 
I  4   d3
d
64
Tegangan yang terjadi akibat beban aksial :
1. Untuk poros pejal :
F 4 F
a = 
 2   d2
d
4
2. Untuk poros berlubang :
F 4 F 4 F
a =  
   (do2  di2 )   do2  (1  k 2 )
 (do2  di2 )
4
di
Dimana k =
do
Resultan tegangan yang terjadi pada poros pejal :
32  M 4 F 32 F  d 32  M1
1 =    (M  )
d 3
d 2
d 3 8   d3
Fd
Dimana: M1 = M 
8
Resultan tegangan yang terjadi pada poros berlubang:

32  M 4 F 32 F  do  (1  k 4 )
1 =    (M  )
  d3o  (1  k 4 )   do2  (1  k 4 )   d3o  (1  k 4 ) 8
32  M1

  d3o  (1  k 4 )

F  do  (1  k 4 )
Dimana: M1 = M 
8

Elemen Mesin 130


Poros dan Pasak

Bilamana porosnya panjang menerima beban tekan, maka dalam perhitungan


perlu ditambahkan suatu faktor yang dikenal dengan column factor .
Jadi tegangan yang terjadi akibat beban tekan:
Untuk poros berbentuk silinder pejal:
  4 F
c =
  d2
Untuk poros berbentuk silinder berlubang :
  4 F
c =
  do2  (1  k 4 )

Harga column factor  untuk beban tekan diperoleh sebagai berikut:


L
1. Untuk  115 :
K
1
=
L
1 - 0,00044 
K
L
2. Untuk  115 :
K
y L
=  ( )2
C   E K
2

Dimana :
L = panjang poros/jarak antara bantalan (cm).
K = radius girasi terkecil (cm).
y = tegangan tekan yield dari bahan poros (kg/cm 2).
C = koefisien dalam formula Euler tergantung pada kondisi kedua ujung.
= 1,00 untuk kedua ujung bebas.
= 2,25 untuk kedua ujung tetap.
= 1,60 untuk ujung yang sebagian bersandar pada bantalan.
 = 1,00 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.
L/K = perbandingan silinder.

Catatan :
Pada umumnya untuk poros berlubang yang menerima beban yang berfluktuasi
antara beban momen torsi, momen bengkok dan beban aksial, persamaan untuk
momen torsi ekivalen (Te) dan momen bengkok ekivalen (Me) dapat ditulis
sebagai berikut :

Elemen Mesin 131


Poros dan Pasak

  F  do  (1  k 2 ) 2 
Te = (Km  M + )  (K t  T)2   s  d3o  (1  k 4 )
8 16
1   F  do  (1  k 2 )   F  do  (1  k 2 ) 2
Me =  (K m  M   (Km  M + )  (K t  T)2
2 8 8

  s  d3o  (1  k 4 )
32
Dimana :
K = 0 dan do = d untuk poros pejal.
F = 0 untuk beban aksial sama dengan nol.
 = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.
Stiffness suatu poros :
T C I
S= 
 L
Stiffness dari poros berlubang :
C 
SH =   (do4  di4 )
L 32
Stiffness dari poros pejal :
C  4
SS =  d
L 32
Perbandingan stiffness dari poros berlubang dengan poros pejal :
C 
  (d4  di4 )
SH L 32 o d4  d4
=  o 4 i
SS C  4 d
 d
L 32
Jika do = d dan k = do/di, maka :
do4
do4  (1  )
SH di4
=  1- k 4
SS do4

Elemen Mesin 132


Poros dan Pasak

Contoh soal 16
Sebuah poros berlubang menerima beban berupa momen torsi maksimum
sebesar 15 000 kgcm dan momen bengkok maksimum sebesar 30 000 kgcm.
Pada saat yang sama bekerja pula gaya axial sebesar 1000 kg.
Dengan asumsi bahwa beban bekerja secara gradually, perbandingan diameter
dalam dan diameter luar dari poros adalah 0,5 dan diameter luar poros 8 cm,
berapa tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut !
Penyelesaian :

Momen torsi maksimum yang dipindahkan : T = 15 000 kgcm.


Momen bengkok maksimum yang terjadi : M = 30 000 kgcm.
Beban aksial yang terjadi : F = 1000 kg.
Diameter luar : do = 8 cm.
Diameter dalam : di = 0,5 . do
Kondisi pembebanan gradually : Km = 1,5.
Kt = 1,0.
Selanjutnya dipakai hubungan sebagai berikut :

   F  do  (1  k 2 ) 2
  s  d3o  (1  k 4 ) = (Km  M + )  (K t  T)2
16 8
 1 1000  8  (1  0,5 2 ) 2
  s  83  (1  0,5 4 )  (1,5  30000 + )  (1 15000)2
16 8
94,22   s = 46 250 + 15 000 2
 4,86  10 4
4,86  10 4
s =  515,8 kg/cm2 .
94,22
Dalam hal ini  = 1 untuk beban aksial yang berupa beban tarik.

Elemen Mesin 133


Poros dan Pasak

Contoh soal 17
Sebuah poros berlubang yang mempunyai diameter luar 50 cm dan diameter
dalam 30 cm digunakan untuk menggerakkan propeller dari marine vessel. Poros
dirakit pada bantalan yang berjarak 6 m dan daya yang dipindahkan sebesar
7500 hp pada kecepatan putar 1500 rpm. Gaya dorong aksial maksimum dari
propeller 50 000 kg, sedang berat poros itu sendiri 7000 kg.
Tentukan :
a. Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros !
b. Sudut puntir yang terjadi pada poros sepanjang jarak antara bantalannya !
Penyelesaian :

Diameter luar : do = 50 cm.


Diameter dalam : di = 30 cm.
Panjang poros/jarak antara kedua bantalan : L = 6 m = 600 cm.
Daya yang dipindahkan : P = 7 500 hp.
Kecepatan putar poros : n = 150 rpm.
Gaya dorong aksial : F = 50 000 kg.
Berat poros : W = 7 000 kg.
Besar momen torsi yang dipindahkan oleh poros :
4500  P 4500  7500
T=   35 810 kgm = 3,581 106 kgcm.
2  n 2    150
Momen bengkok maksimum yang terjadi :
W  L 7000  600
M=   5,25  105 kgcm.
8 8
Column factor  dengan menggunakan persamaan radius girasi terkecil:


 (do4  di4 )
I 64 (do2  di2 )  (do2  di2 ) 1
K=     do2  di2
A  16  ( d 2
 d 2
) 4
 (do  di )
2 2 o i
4
1
  50 2  30 2  14,58 cm.
4
L 600
Jadi: =  41,15.
K 14,58
Column factor  :
1 1
=   1,2
L (1- 0,0044)  41,15
(1- 0,0044) 
K

Elemen Mesin 134


Poros dan Pasak

Sehingga :
a. Tegangan geser maksimum yang terjadi pada poros :

   F  do  (1  k 2 ) 2
  s  d3o  (1  k 4 ) = (Km  M + )  (K t  T)2
16 8
 1,2  50000  50  (1  0,6 2 ) 2
  s  503  (1  0,6 4 )  (1,5  525000 + )  (1 3581000)2
16 8
21 353   s = (656 250 + 518 500) 2 + 3 581 000 2
 3 768 760
3 768 760
s =  176,5 kg/cm2 .
21 353
b. Sudut puntir yang terjadi :
T G
=
I L
G = 8,4 . 105 kg/cm2.
T L 3 581 000  600 180
=   0,00478 radian = 0,00478   0,274
GI  
8,4  105   (50 4  30 4 )
32

Elemen Mesin 135


Poros dan Pasak

2.1.4 Perencanaan poros dengan mempertimbangkan rigiditas


Kadang-kadang suatu poros direncanakan dengan dasar rigiditas dari bahan
poros itu sendiri. Dalam hal ini akan dibahas dua jenis rigiditas, yaitu: rigiditas
torsional dan rigiditas lateral.

1) Rigiditas torsional
Rigiditas torsional ini penting sekali dalam perencanaan cam shaft pada suatu
motor bakar, dimana ketepatan waktu dari pembukaan dan penutupan katup
(valve) harus efektif. Sudut puntir yang terjadi tidak boleh lebih dari 0,25° untuk
tiap satu meter panjang poros. Untuk poros lurus atau poros transmisi batas
besar lendutannya 2,5° sampai 3° untuk tiap meter panjang poros.
Penggunaan luas lendutan untuk poros dibatasi sampai 1° untuk suatu panjang
poros yang sama dengan 20 kali diameter porosnya.
Defleksi torsional dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan torsi :
T G
=
I L
T L
=
GI
Dimana:
 = defleksi torsional atau sudut puntir yang terjadi (radian).
T = momen torsi yang terjadi pada poros (kgcm).
I = momen inersia polar luas penampang poros terhadap sumbu polar (cm 4).
 4
=  d , untuk poros bulat pejal.
32

=  (do4  di4 ) , untuk poros berlubang.
32
G = modulus rigiditas (modulus geser) dari bahan poros kg/cm 2.
L = panjang poros (cm)

2) Rigiditas lateral
Ini sangat penting dalam perencanaan poros transmisi dan poros yang bekerja
pada kecepatan tinggi, dimana lendutan lateral akan menyebabkan huge-out dari
kesetimbangan gaya-gaya. Rigiditas lateral juga penting untuk :
 menjaga clearance pantaloon yang dikehendaki.
 membetulkan kelurusan gigi-gigi dari roda gigi.

Elemen Mesin 136


Poros dan Pasak

Jika poros mempunyai penampang yang uniform, maka lendutan lateral poros
bisa diperoleh dengan menggunakan persamaan lendutan seperti dalam ilmu
kekuatan bahan. Tetapi pada poros yang mempunyai penampang bervariasi,
maka lendutan lateralnya dapat diperoleh dari persamaan dasar untuk kurva
elastis dari suatu batang, misalnya:

d2y M
=
dx 2 E I

Elemen Mesin 137


Poros dan Pasak

Contoh soal 18
Sebuah poros spindel terbuat dari baja digunakan untuk memindahkan daya
sebesar 5 hp pada kecepatan putar 800 rpm. Sudut puntir yang terjadi tidak
boleh lebih dari 0,25° tiap meter dari panjang spindel. Jika modulus rigiditas
bahan spindel 0,84 . 106 kg/cm2, tentukan diameter dari spindel dan juga
tegangan geser yang terjadi pada spindel tersebut !
Penyelesaian:

Daya yang dipindahkan : P = 5 hp.


Kecepatan putar spindel : n = 800 rpm.
Sudut puntir yang terjadi maksimum :  = 0,25° = 0,25   = 0,00436 rad
180
Panjang spindel : L = 1 m = 100 cm.
Modulus rigiditas : G = 0,84 . 106 kg/cm2.
Besar momen torsi yang dipindahkan :
4500  P 4500  5
T=   4,476 kgm = 447,6 kgcm.
2  n 2    800
Diameter poros dapat dicari menggunakan hubungan sebagai berikut :
T G
=
I L
447,6 0,84  10 6  0,00436
=
 4 100
d
32
Jadi :

32  447,6  100
d= 4  4 124,5  3,34 cm  3,5 cm.
  0,84  10  0,00436
6

Tegangan geser yang terjadi pada spindel:



T=  s  d3
16
Maka:
16  T 16  447,6
s =   53,17 kg/cm2 .
d 3
  3,5 3

Elemen Mesin 138


Poros dan Pasak

Contoh soal 19
Bandingkan berat, kekuatan dan stiffness dari poros berlubang yang mempunyai
diameter luar sama dengan diameter poros yang pejal. Diameter dalam dari
poros berlubang adalah setengah diameter luarnya.
Kedua poros tersebut mempunyai panjang dan bahan yang sama.
Penyelesaian:

Diameter dalam dari poros berlubang : di = 0,5 . do.


Perbandingan diameter luar dan dalam : k = di : do = 0,5
Diameter poros pejal : d = do
Perbandingan berat:
Berat dari poros berlubang:
WH = luas penampang  panjang  massa jenis

=  (do2  di2 )  panjang  massa jenis
4
Berat dari poros pejal:
WS = luas penampang  panjang  massa jenis

=  d2  panjang  massa jenis
4
Karena kedua poros tersebut mempunyai panjang yang sama dan terbuat dari
bahan yang sama, sehingga:

 (d2  di2 )
WH 4 o (d 2  d 2 )
=  o 2 i
WS  2 d
d
4
Karena do = d, maka:
di2
(1  )
WH (do2  di2 ) do2
= 2
 do2   1 - k 2  1 - 0,5 2  0,75
WS do do2
Perbandingan kekuatan:
Kekuatan poros berlubang :

TH =  s  d3o  (1  k 4 )
16
Kekuatan poros pejal:

TS =  s  d3
16

Elemen Mesin 139


Poros dan Pasak

Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan d o = d, maka:

   d3  (1  k 4 )
TH 16 s o d3  (1  k 4 )
=  o 3  1  k 4  1 - 0,5 4  0,9375
TS  do
 s  d3
16
Perbandingan stiffness:
Stiffness suatu poros:
T C I
S= 
 L
Stiffness poros berlubang:
C 
SH =   (do4  di4 )
L 32
Stiffness poros pejal:
C  4
SS =  d
L 32
Karena kedua poros terbuat dari bahan yang sama dan d o = d, maka :
C 
  (d4  di4 )
SH L 32 o (d 4  d 4 )
= = o 4 i
SS C  4 d
 d
L 32
Jadi :
SH
= 1  k 4  1  0,5 4  0,9375.
SS

Elemen Mesin 140


Poros dan Pasak

Tahukah anda :
1. Apakah perbedaan poros dengan axle ?
2. Bagaimanakah cara membuat poros ?
3. Terangkan macam-macam jenis poros dan ukuran standard dari poros
transmisi !
4. Apakah tipe tegangan yang terjadi pada poros ?
5. Bagaimanakah cara perencanaan poros jika poros menerima beban torsi ?
6. Apakah yang dimaksud dengan momen ekivalen untuk beban torsi dan beban
bengkok. Jelaskan bagaimana jika keduanya digunakan dalam perencanaan
suatu poros !
7. Jika poros menerima beban yang berfluktuasi, bagaimanakah momen bengkok
ekivalen dan momen torsi ekivalennya ?
8. Jelaskan tentang rigiditas tosional dan rigiditas lateral !

Latihan :
1. Sebuah poros pejal berputar pada 400 rpm digunakan untuk memindahkan
daya sebesar 15 hp.
Jika tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 400 kg/cm 2, hitung
diameter poros yang diperlukan !
(Jawab : 35 mm).
2. Sebuah poros berlubang dari rotary compressor digunakan untuk
memindahkan momen torsi maksimum sebesar 475 kgcm. Tegangan geser
dari bahan poros terbatas hingga 500 kg/cm².
Tentukan diameter dalam dan diameter luar poros, jika perbandingan
diameter dalam dan diameter luar 0,4 !
(Jawab : 32 mm ; 80 mm).
3. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros berlubang terbuat dari baja
digunakan untuk memindahkan daya sebesar 600 kW pada putaran 500 rpm.
Tegangan geser maksimum dari bahan poros 62,4 N/mm 2.
Tentukan dimensi dari poros, jika diameter luarnya dua kali diameter
dalamnya dan momen torsi maksimum 20 % lebih besar dari momen torsi
rata-ratanya ! (Jawab : 180 mm ; 90 mm).

Elemen Mesin 141


Poros dan Pasak

4. Sebuah poros dari motor sebuah mobil berbentuk silinder terbuat dari baja
dengan diameter dalam 30 cm dan tebal 4 mm. Mesin mobil menghasilkan
daya 15 hp dengan putaran 2000 rpm.
Berapakah tegangan geser yang terjadi, jika poros kemudian diberi beban
yang berfluktuasi pada pusat poros sebesar 25 N dengan tipe pembebanan
gradually !
Silinder tersebut mempunyai perbandingan maksimum 4 : 1, bila daya
dipindahkan melalui roda gigi.
(Jawab : 310 kg/cm2).
5. Sebuah poros lurus sedang berputar pada 200 rpm digunakan untuk
memindahkan daya sebesar 25 pk. Tegangan geser yang diizinkan dari
bahan poros 420 kg/cm 2. Jika poros juga menerima beban terpusat sebesar
90 kg yang ditumpu pada kedua bantalannya yang berjarak 3 m.
Tentukan diameter poros tersebut, jika tegangan tarik/tekan maksimum tidak
boleh melebihi 560 kg/cm 2 !
(Jawab : 50 mm).
6. Crank shaft sebuah mesin mempunyai panjang lengan piston 15 cm dan
tekanan udara yang menghasilkan momen torsi maksimum dari crank pin 4,2
kg/cm2.
Tentukan diameter poros, jika tegangan geser maksimum yang terjadi tidak
boleh melebihi 525 kg/cm2 !
(Jawab : 55 mm).
7. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah pompa sentrifugal digunakan untuk
sirkulasi suatu kondensor turbin uap dihubungkan pada sebuah motor dengan
kopling fleksibel. Pompa tersebut menghasilkan 30 000 liter/menit pada
putaran 900 rpm dengan head dynamic 8 meter. Efisiensi pompa 80 %.
Tegangan geser yang diizinkan dari bahan poros 56 N/mm 2.
Tentukan diameter poros yang diperlukan !
(Jawab : 35 mm).
8. Sebuah poros lurus digunakan untuk memindahkan daya sebesar 40 hp pada
putaran 160 rpm. Poros tersebut digerakkan oleh sebuah motor yang
diletakkan langsung di bawahnya dengan menggunakan sabuk/belt untuk

Elemen Mesin 142


Poros dan Pasak

transmisi dayanya. Pada ujung poros dipasang sebuah pulley dengan


diameter 100 cm.
Tegangan sabuk/belt pada sisi kencang 2,5 kali tegangan pada sisi
kendornya. Pusat pulley overhang sejauh 15 cm dari pusat bantalan pada
ujung poros.
Tentukan diameter poros yang sesuai, jika bahan poros mempunyai tegangan
geser izin 560 kg/cm 2 dan berat pulley 160 kg !
(Jawab : 60 mm).
9. Sebuah poros berlubang tergantung menyangga sebuah pulley yang
mempunyai diameter 90 cm dan berada pada jarak 25 cm dari bantalan yang
terdekat. Berat pulley 60 kg dengan sudut kontak 180°. Pulley tersebut
diputar oleh sebuah motor yang berada vertikal di bawahnya. Tegangan
sabuk/belt yang diizinkan 265 kg dan koefisien gesek antara permukaan
pulley dan sabuk adalah 0,3.
Tentukan diameter poros, jika diameter dalamnya adalah 0,6 diameter
luarnya !
Tegangan sentrifugal diabaikan, tegangan tarik dari bahan poros yang
diizinkan 840 kg/cm2 dan tegangan gesernya 630 kg/cm 2.
10. Sebuah poros menerima beban momen torsi sebesar 900 Nm dan momen
bengkok 500 Nm. Beban tersebut merupakan beban gradually.
Tentukan diameter poros yang sesuai !
(Jawab : 55 mm).
11. Sebuah poros terbuat dari mild steel digunakan untuk memindahkan daya
sebesar 20 hp pada putaran 210 rpm. Poros tersebut ditumpu oleh dua buah
bantalan yang mempunyai jarak 75 cm. Pada poros tersebut dipasangkan
dua buah roda gigi. Sebuah pinion yang mempunyai jumlah gigi 24 buah
dengan modul 6 mm terletak 10 cm di sebelah kiri dari bantalan kanan dan
memindahkan daya dengan arah horizontal ke sebelah kanan. Sebuah roda
gigi yang mempunyai jumlah gigi 50 buah dengan modul 6 mm terletak 15 cm
di sebelah kanan dari bantalan kiri menerima daya dengan arah vertikal dari
bawah.

Elemen Mesin 143


Poros dan Pasak

Jika tegangan geser yang terjadi tidak boleh lebih dari 530 kg/cm 2 dan faktor
kombinasi fatigue dan shock untuk momen torsi dan momen bengkok sama
dengan 1,5.
Hitunglah besar diameter poros tersebut !
(Jawab : 66 mm).
12. Sebuah poros dari mesin ditumpu oleh dua buah bantalan yang terpasang
pada jarak 75 cm dan digunakan untuk memindahkan daya sebesar 250 hp
pada putaran 600 rpm.
Sebuah roda gigi yang mempunyai diameter 20 cm dengan profil gigi 20°
terletak 25 cm di sebelah kanan dari bantalan kiri dan sebuah pulley yang
mempunyai diameter 45 cm dipasangkan pada jarak 20 cm di sebelah kanan
dari bantalan kanan.
Roda gigi tersebut digerakkan oleh sebuah pinion dengan gaya tangensial,
sedangkan pulley menggerakkan sabuk/belt dengan arah horizontal dan
mempunyai sudut kontak 180°.
Berat pulley 100 kg dan perbandingan tegangan sabuk/belt (sisi kencang dan
sisi kendor) adalah 3.
Tentukan besar diameter poros yang diperlukan, jika tegangan geser yang
diizinkan dari bahan poros 630 kg/cm 2 !
(Jawab : 80 cm).
13. Dari soal nomor 12 sabuk/belt pemutar mempunyai sudut 60° dari garis
sumbu horizontal, sedang faktor kombinasi fatigue dan shock untuk momen
bengkok adalah 1,5 dan untuk momen torsi 1,0.
Tentukan besar diameter poros yang diperlukan !
14. (Dengan menggunakan S.I.) Sebuah poros digunakan untuk memindahkan
daya sebesar 1 MW pada kecepatan putar 240 rpm. Sudut puntir yang terjadi
pada poros tidak boleh lebih dari 1° untuk suatu panjang yang sama dengan
15 kali diameternya.
Jika modulus rigiditas dari bahan poros 80 kN/mm 2, tentukan diameter poros
yang diperlukan dan juga tegangan geser yang terjadi pada poros tersebut !
(Jawab : 165 mm ; 46 N/mm 2).

Elemen Mesin 144


Poros dan Pasak

15. Diameter dalam sebuah poros berlubang 2/3 dari diameter luarnya. Jika
dibuat dalam bentuk pejal dengan bahan dan berat yang sama, bandingkan
kekuatan dan stiffness kedua poros tersebut dengan asumsi d o = d !
(Jawab : 1,93 ; 2,6).

Elemen Mesin 145


Poros dan Pasak

2.2 Pasak
Pasak adalah sepotong baja lunak (mild steel) yang dipasangkan/diselipkan di
antara poros dan hub atau boss dan pulley untuk menghubungkan keduanya
agar terjadi kebersamaan gerak/putaran. Pada umumnya pasak dipasangkan
sejajar dengan sumbu poros. Fungsi utama dari pada pasak adalah sebagai
pengunci sementara, sehingga beban yang bekerja berupa beban desak
(crushing) dan beban geser (shearing).
Untuk pemasangan pasak harus dibuat alur pada poros dan hub dari pulley.

2.2.1 Jenis Pasak


Berikut ini adalah beberapa jenis pasak yang sering digunakan :
 Sunk key (pasak benam).
 Saddle key (pasak sadel).
 Tangent key (pasak tangensial).
 Round key (pasak bulat).
 Spline.

1) Sunk Key (Pasak Benam)


Pasak ini dipasang pada poros sedalam setengah tebal pasak masuk dalam alur
poros. Sedangkan setengah lagi masuk ke dalam alur hub atau boss dari pulley
yang akan diikatkan pada poros tersebut.
Jenis-jenis pasak benam :
1. Rectanguler sunk key (pasak benam segi empat)

W
Taper 1 : 100
t
d

Gambar 2.14 Pasak Benam

d 2
Lebar pasak: W = ; Tebal pasak: t =  W
4 3
Dimana :
d = diameter poros atau diameter lubang hub.
Pasak ini mempunyai kemiringan/taper 1 : 100.

Elemen Mesin 146


Poros dan Pasak

2. Square sunk key (pasak benam bujur sangkar)


Dalam jenis ini lebar dan tebal pasak sama.
d
W=t=
4
3. Parallel sunk key (pasak benam paralel)
Pasak ini berbentuk bujur sangkar atau segi empat, tetapi tidak mempunyai
kemiringan dan umumnya digunakan untuk mengikat komponen yang tidak
tetap (yang dapat diluncurkan sepanjang poros itu). Biasanya dipasang
pada roda gigi, pulley dan lain-lain.
4. Gib head key (pasak benam dengan kepala)
Yaitu pasak benam segi empat dengan sebuah kepala pada salah satu
ujungnya dan dikenal sebagai gib head. Ini dimaksudkan untuk pasak yang
dapat dilepas.

Gib head key


Taper 1 : 100
1,75 t

d
45°
t

W 1,5 t Poros

Gambar 2.15 Pasak Benam dengan Kepala

d 2 d
Lebar pasak: W = ; Tebal pada ujung yang besar: t =  W =
4 3 6
5. Feather key
Yaitu pasak yang diikat pada salah satu komponen yang digabung dan
memungkinkan adanya gerakan relatif pada arah aksial, sehingga disebut
sebagai feather pasak. Jenis ini khusus seperti pasak paralel yang dipakai
untuk memindahkan momen puntir dengan kebebasan gerakan aksial.

pengikat pengikat

Gambar 2.16 Feather Key


Elemen Mesin 147
Poros dan Pasak

Pada gambar 2.16a, pasak diikat dengan sekrup pada poros sehingga
tetap, sedang pulley dapat berputar bersama poros dan pasak, disamping
itu pulley juga dapat bergerak relatif secara aksial terhadap pasak dan
poros.
Pada gambar 2.16b, pasak mempunyai gib head pada kedua ujungnya,
sehingga pulley akan diam di atas pasak tersebut. Sedangkan pasak
bersama pulley dapat berputar bersama poros hanya saja pasak dan pulley
dapat bergerak relatif secara aksial bersama poros.

Tabel 2.3: Pasak Paralel dan Pasak Berkepala Standard


Dporos Penampang pasak Dporos Penampang pasak
> (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) > (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)
6 2 2 85 25 14
8 3 3 95 28 16
10 4 4 110 32 18
12 5 5 130 36 20
17 6 6 150 40 22
22 8 7 170 45 25
30 10 8 200 50 28
38 12 8 230 56 32
44 14 9 260 63 32
50 16 10 290 70 36
58 18 11 330 80 45
65 20 12 380 90 45
75 22 14 440 100 50
6. Wood ruff key
Yaitu jenis pasak yang mudah diatur. Pasak ini berbentuk potongan silinder
yang penampang segmennya seperti pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17 Wood ruff key

Pembuatan pasak ini dapat dengan menggunakan cutter pada mesin


milling, tentunya yang memiliki cutter yang sama. Jenis ini banyak dipakai
pada mesin perkakas serta konstruksi kendaraan.
Keuntungan dari pasak jenis ini:

Elemen Mesin 148


Poros dan Pasak

a. Bila diperlukan adanya kemiringan pada hub atau boss dari komponen
yang akan dipasang, maka kemiringan tersebut dapat dihasilkan dengan
mengatur posisi pasak.
b. Berguna sekali pada poros dengan bentuk miring disampingnya. Adanya
kedalaman ekstra pada poros dapat mencegah kemungkinan
perputaran dalam alur kerja.
Kerugian :
a. Adanya kedalaman pasak akan mengurangi kekuatan poros.
b. Jenis ini tidak dapat dipakai untuk jenis feather (pasak yang disatukan
dengan poros).

2) Saddle key (pasak sadel)


Ada dua jenis pasak sadel :
1. Flat saddle key (pasak sadel rata).
2. Hollow saddle key (pasak sadel radius).
Flat saddle key adalah pasak dengan kemiringan yang diikat tetap dalam alur
pasak pada hub dan bagian yang rata pada porosnya (lihat Gambar 2.18).

t
W

Pasak sadel rata


t

Pasak sadel radius

Gambar 2.18 Saddle key

Pemasangan pasak sadel ini disisipkan pada poros lingkar dengan dipukulkan,
sehingga hanya sesuai untuk beban ringan saja.
Hollow saddle key dilengkapi dengan kemiringan pasak yang tetap pada alur
hub, sedang bentuk bawahnya sesuai bentuk kurva keliling porosnya.

3) Spline
Kadangkala pasak dibuat menjadi satu dengan poros yang mengikat erat alur
pasak yang dibaut pada hub. Poros macam ini disebut spline seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.19. Poros ini biasanya mempunyai 4, 6, 10 atau 16 spline.

Elemen Mesin 149


Poros dan Pasak

Dengan demikian spline relatif lebih kuat daripada poros yang mempunyai alur
pasak tunggal.

Gambar 2.19 Spline


Spline digunakan bila gaya yang dipindahkan besar dibanding ukuran poros,
seperti poros transmisi kendaraan dan transmisi roda gigi.
Dengan menggunakan spline akan diperoleh gerakan aksial, sehingga
didapatkan gerakan putar yang positif.

2.2.2 Gaya yang bekerja pada pasak benam


Bila sebuah pasak digunakan untuk memindahkan momen puntir/torsi dari
sebuah poros ke sebuah hub dari rotor, maka terdapat 2 macam gaya yang
bekerja pada pasak tersebut, yaitu :
1. Gaya (F1) yang akibat pengencangan pasak pada alurnya, seperti dalam
hal pengencangan pasak lurus/straight key juga pasak konis/tapered key
dengan mendorongkan pada tempatnya. Gaya ini mengakibatkan tegangan
tekan pada pasak yang besarnya sukar untuk diketahui.
2. Gaya (F) akibat momen puntir/torsi yang dipindahkan oleh poros, gaya ini
mengakibatkan tegangan geser (shearing stress) dan tegangan desak
(crushing stress).
L W
F1
F
F
t
D

poros

Gambar 2.20 Pembebanan pada Pasak


Distribusi gaya sepanjang pasak tidak merata/uniform karena gaya-gaya tersebut
hanya terpusat di dekat ujung dari input torsi. Ketidak merataan ini disebabkan
oleh puntiran poros dalam hub tersebut.

Elemen Mesin 150


Poros dan Pasak

Gaya-gaya yang bekerja pada pasak untuk torsi yang dipindahkan dari sebuah
poros ke sebuah hub dengan putaran ke kanan (searah jarum jam) ditunjukkan
pada Gambar 2.10. Dalam perencanaan pasak, beban yang disebabkan oleh
pengencangan pasak dapat diabaikan dan diasumsikan bahwa distribusi gaya
sepanjang pasak merata.

2.2.3 Kekuatan dari pasak benam


Pasak yang menghubungkan poros dengan hub ditunjukkan pada gambar 9.
Selanjutnya notasi yang digunakan adalah :
T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros.
F = gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros.
D = diameter poros.
L = panjang pasak.
W = lebar pasak.
t = tebal pasak.
s dan c = tegangan geser dan desak pasak.

Selama pasak memindahkan daya, maka kemungkinan pasak akan rusak akibat
beban geser/shear atau desak/crushing. Dengan memperhitungkan beban geser
pada pasak, maka gaya tangensial yang bekerja pada keliling poros adalah :
F = s  A

Dimana :
s = tegangan geser yang terjadi (N/mm 2).

A = luasan yang menahan (mm 2) = L . W


Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah :
d d
T =F  L  W  s 
2 2
Dengan mempertimbangkan beban desak pada pasak, maka gaya desak
tangensial pada sekeliling poros adalah :
F = c  A

Dimana :
c = tegangan desak yang terjadi (N/mm 2).

A = luasan yang menahan (mm 2) = L . t/2

Elemen Mesin 151


Poros dan Pasak

Sehingga momen torsi yang dipindahkan oleh poros adalah:


d t d
T =F  L   c 
2 2 2
Selanjutnya pasak akan mempunyai kekuatan-kekuatan yang sama baik
terhadap beban geser maupun desak, jika :
d t d W c   s
L  W  s  = L   c  , maka =
2 2 2 t 2
Pada umumnya besar tegangan desak yang diizinkan untuk bahan pasak
minimum dua kali tegangan geser yang diizinkan. Sehingga dari persamaan (iii)
diperoleh W = t.
Dengan kata lain, suatu pasak bujur sangkar mempunyai kekuatan sama
terhadap beban geser dan beban desak.
Untuk mendapatkan panjang pasak yang diperlukan untuk memindahkan daya
dari sebuah poros, dapat digunakan persamaan tegangan geser yang terjadi
pada poros yang besarnya sama dengan tegangan geser akibat momen torsi.
Diketahui bahwa persamaan tegangan geser pada pasak adalah:
d
T = L  W  s 
2
Sedang tegangan geser yang terjadi pada poros akibat momen torsi adalah:

T=  s1  d3
16
Dalam hal ini sl adalah tegangan geser dari bahan poros.

Dari persamaan (iv) dan (v) akan diperoleh hubungan sebagai berikut :
d 
L  s  =  s1  d3
2 16
Dengan W = d/4, maka :

 s1  d2
8   d  s1 1,571 d  s1
L=  
W  s 2  s s

Bila bahan pasak sama seperti bahan dari porosnya, maka s = s1. Sehingga

dari persamaan (vi) dengan W = d/4 akan diperoleh hubungan sebagai berikut:

  d2   d
L=   1,571 d
8W 2

Elemen Mesin 152


Poros dan Pasak

Contoh soal 1
Rencanakan sebuah pasak segi empat/rectangular key untuk poros yang
berdiameter 50 mm. Tegangan geser dari pada pasak maksimum 420 kg/cm 2
sedang tegangan desaknya 700 kg/cm 2.
Penyelesaian :

Diameter poros : d = 50 mm = 5 cm.


Tegangan geser maksimum dari bahan pasak : s = 420 kg/cm2.
Tegangan desak maksimum dari bahan pasak : c = 700 kg/cm2.
Perencanaan pasak segi empat :
Dari tabel 1, untuk diameter poros 50 mm diperoleh :
Lebar pasak : W = 16 mm = 1,6 cm.
Tebal pasak : t = 10 mm = 1 cm.
Panjang pasak diperoleh dengan memperhitungkan, bahwa pasak tersebut
menerima beban geser dan beban desak.
Selanjutnya dimisalkan bahwa :
L = panjang dari pasak.
T = momen torsi yang dipindahkan oleh poros.
Perhitungan pasak terhadap beban geser :
d  d
T = L  W  s  , atau  s  d3 = L  W  s 
2 16 2
Dimana :

T=  s  d3
16
 2 W
d =L
16 2
Sehingga:

  d2   5 2
L=   6,15 cm.
8  W 8  1,6
Perhitungan pasak terhadap beban desak :
t d
T =L  c 
2 2
 t d
 s  d = L   c 
3
16 2 2

Elemen Mesin 153


Poros dan Pasak

Maka :

  s  d2   420  52
L=   11,8 cm.
4  t  c 4  1 700
Kemudian dipilih harga terbesar dari kedua hasil perhitungan di atas, sehingga
panjang pasak adalah 11,8 atau 12 cm.

Elemen Mesin 154


Poros dan Pasak

Contoh soal 2
Sebuah rotor dengan daya 20 hp dan putaran 960 rpm mempunyai poros terbuat
dari mild steel yang berdiameter 4 cm, sedangkan penambahan panjang 7,5 cm.
Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak 560 kg/cm 2 sedang tegangan
desaknya 1120 kg/cm 2.
Rencanakan alur pasak pada poros motor tersebut dan periksa pula tegangan
geser pada pasak terhadap tegangan normal dari poros !
Penyelesaian:

Daya dari motor : P = 20 hp.


Putaran motor : n = 960 rpm.
Diameter poros : d = 4 cm.
Panjang tambahan : L = 7,5 cm.
Tegangan geser yang diizinkan dari bahan pasak : s = 560 kg/cm2.
Tegangan desak yang diizinkan dari bahan pasak : c = 1120 kg/cm2.
Momen torsi yang dipindahkan oleh motor adalah :
P  4500 20  4500
T   14,92 kgm = 1492 kgcm.
2    960 2    960
Perencanaan alur pasak :
Perhitungan pasak terhadap beban geser :
d
T = L  W  s 
2
4
1492 = 7,5  W  560 
2
Dimana :
W = lebar alur pasak.
1492  2
W  0,17 cm = 1,7 mm.
7,5  560  4
Lebar alur pasak ini amat kecil, sehingga digunakan lebar alur pasak minimum
yang besarnya d/4.
Jadi lebar dari alur pasak :
d 4
W=   1 cm = 10 mm.
4 4
Karena c = s . 2, maka pasak jenis segi empat dapat dipilih.

Pemeriksaan tegangan geser pada pasak terhadap tegangan normal poros :

Elemen Mesin 155


Poros dan Pasak

Tegangan geser pada pasak L  W   s  12 d


=
Tegangan normal pada poros  / 6   s  d2
8  L  W 8  7,5  l
=   1,2.
  d2   42

Elemen Mesin 156


Poros dan Pasak

2.2.4 Efek dari pada alur pasak


Adanya pemotongan sebagian poros untuk tempat alur pasak akan sedikit
mengurangi kekuatan poros dalam menerima beban/gaya yang dipindahkan. Hal
ini disebabkan timbulnya konsentrasi tegangan di dekat sudut-sudut alur pasak
serta adanya pengurangan luas penampang lintang poros tersebut. Dengan kata
lain tegangan torsi dari poros tersebut menurun. Berikut ini diberikan hubungan
antara pengaruh alur pasak terhadap kelemahan poros yang dihasilkan oleh
percobaan HF Moore.
W h
e = 1 - 0,2  - 1,1
2 d
Dimana :
e = Faktor kekuatan poros yang merupakan perbandingan kekuatan poros
alur pasak terhadap kekuatan poros sama tanpa pasak.
W = lebar pasak.
d = diameter poros.
h = kedalaman alur pasak.
Biasanya diasumsikan bahwa kekuatan poros dengan alur pasak adalah 75 %
dari kekuatan poros yang sama tapi pejal. Hal ini ternyata lebih besar dari harga
yang didapat dengan rumus HF Moore di atas.
Untuk pasak yang terlalu panjang dan pasak tipe luncur, maka sudut puntir akan
membesar dan ratio kQ diberikan menurut hubungan sebagai berikut :
W h
kQ = 1 + 0,4   0,7 
d d
Dimana :
kQ = faktor reduksi sudut puntir.

Elemen Mesin 157


Ulir Penggerak

BAB III
ULIR PENGGERAK

3.1 Macam-macam Penggunaan Ulir Penggerak


Ulir penggerak digunakan untuk meneruskan gerakan secara pelan dan merata
serta untuk menghasilkan gerakan linear dari gerakan berputar. Kiematika dari
gerakan ulir penggerak sama dengan gerakan kinematika dari baut dan mur,
tetapi hanya terdapat perbedaan dari geometri ulirnya. Ulir penggerak
memberikan aplikasi gerakan, sedang baut dan memberikan aplikasi sebagai
pengikat. Macam-macam aplikasi ulir penggerak adalah: dongkrak mobil, klem C,
penggerak komponen tempat tidur pasien, penggerak eretan pada mesin bubut,
penggerak pada mesin pres, dan lain-lain.
Secara umum ulir penggerak mempunyai efisiensi antara 30 % hingga 75 %,
tergantung pada sudut kemiringan ulir dan koefisien gesek antara bahan baut
dan mur. Bila diinginkan efisiensi lebih tinggi (hingga 90%), dapat digunakan ulir
bola (ball screw). Ulir ini telah dikembangkan oleh Saginav Steering Devision,
General Motor Corp.
Jenis ulir penggerak yang digunakan sebagai penggerak atau penerus gaya
adalah sebagai berikut: Ulir Acme, Ulir Stub Acme, Ulir 60º Stub Acme, ulir Segi
Empat, Ulir Gigi Gergaji.

1) Ulir Acme
Ulir Acme adalah tipe ulir penggerak pertama yang dibuat dengan mesin
perkakas. Ulir ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Ulir yang digunakan secara umum. Ulir ini diklasifikasikan menjadi 3 kelas fit,
yaitu 2G untuk penggunaan umum, 3G dan 4G yang digunakan menerima
reaksi balik yang kecil.
b. Ulir yang memusat. Ulir ini mempunyai unit toleransi, yaitu kelonggaran
antara diameter besar dengan ulir pada mur. Ulir yang memusat dibedakan
atas kelas-kelas seperti 2C, 3C, 4C, 5C, dan 6C tergantung pada diameter
minor dari ulir seperti pada Gambar 3.1.

Elemen Mesin 158


Ulir Penggerak

 =14  30º
h = 0,5 p
t = 0,5 p
F = 0,3707 p
p = pitch (in)
Gambar 3.1 Ulir Acme
2) Ulir Stub Acme
Ulir Stub Acme memiliki bentuk yang kasar dan dangkal. Ulir ini hanya
mempunyai satu kelas, yaitu 2G untuk penggunaan umum seperti ditunjukkan
pada Gambar 3.2. Ukuran dasar untuk ulir Acme dan ulir Stub Acme dapat dilihat
pada Tabel 3.1.

Gambar 3.2 Ulir Stub Acme


2 = 29 
 = 14  30º
p = pitch (in)
n = jumlah ulir setiap inch
N = jumlah putaran ulir setiap inch
h = 0,3 p, tinggi dasar ulir *)
Fcn = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread
Fcs = 0,4224 p, basic width of flat of crest of external thread
Frn = 0,4224 p – 0,259 X, major – diameter allowance on internal thread
Frs = 0,4224 p – 0,259 X, minor – diameter allowance on external thread – pitch diameter allowance
on external thread
*) modified stub acme forms exist having h = 0,375 p and h = 0,250 p

Elemen Mesin 159


Ulir Penggerak

Tabel 3.1: Ukuran Dasar Ulir Acme dan Ulir Stub Acme (dalam inch)
Acne Thread Stub Acne Thread
General purpose (all classes)
Thread Centralizing classes
Nominal Basic and Centralizing Classes 2C,
per inch Height of 5C and 6C Basic Height Helix Angle of
size 3C, and 4C
1/p of Thread Basic Pitch
Thread h Basic Major Helix Angle of Basic Major Helix Angle of
h (in) Diameter 
(in) Diameter Basic Pitch Diameter Basic Pitch
D Diameter  D Diameter 
1
16 0,03126 0,2500 512’ - - 0,01875 554’
4
5
14 0,03571 0,3125 442’ - - 0,02143 428’
16
3
12 0,04167 0,3750 433’ - - 0,02500 420’
8
7
12 0,04167 0,4375 350 - - 0,02500 341
16
1
10 0,05000 0,5000 4 3’ 0,4823 413’ 0,03000 452’
2
5
8 0,06250 0,6250 4 3’ 0,6052 412’ 0,03750 452’
8
3
6 0,08333 0,7500 433’ 0,7284 442’ 0,05000 420’
4
7
6 0,08333 0,8750 350’ 0,8516 357 0,05000 341’
8
1 5 0,10000 0,1000 4 3’ 0,9750 410’ 0,06000 452’
1
1 5 0,10000 1,1250 333’ 1,0985 339’ 0,06000 325’
8
1
1 5 0,10000 1,2500 310’ 1,2220 315’ 0,06000 3 4’
4
3
1 4 0,12500 1,3750 339’ 1,3457 344’ 0,07500 330’
8
1
1 4 0,12500 1,5000 319’ 1,4694 323’ 0,07500 312’
2
3
1 4 0,12500 1,7500 248’ 1,7169 252’ 0,07500 243’
4
2 4 0,12500 2,0000 226’ 1,9646 229’ 0,07500 222’
1
2 3 0,16667 2,2500 255’ 2,2125 258’ 0,10000 250’
4
1
2 3 0,16667 2,5000 236’ 2,4605 239’ 0,10000 232’
2
3
2 3 0,16667 2,7500 221’ 2,7085 223’ 0,10000 218’
4
3 2 0,25000 3,0000 319’ 2,9567 322’ 0,15000 312’
1
3 2 0,25000 3,5000 248’ 3,4532 251’ 0,15000 243’
2
4 2 0,25000 4,0000 226’ 3,9500 228’ 0,15000 222’
1
4 2 0,25000 4,5000 2 8’ 4,4470 210’ 0,15000 2 6
2
5 2 0,25000 5,0000 155’ 4,9441 156’ 0,15000 153’

Elemen Mesin 160


Ulir Penggerak

3) Ulir 60º Stub Acme


Ulir ini memiliki sudut puncak 60º seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Ukuran
dasar untuk ulir 60º ulir Stub Acme dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Gambar 3.3 Ulir 60º Stub Acme


Tabel 3.2: Ukuran Dasar Ulir 60º Stub Acme (dalam inch)
Thread Width of flat (in)
Total Depth
Depth of Thread Thickness
Thread Pitch p of Thread
(Basic h=) 0,433 p (Basic) Crest of Screw Root of
per inch (in) (h+0,02 p) (Basic) Screw
(in) t =0,5 p
(in) F=0,250 p Fc=0,227 p
(in)
16 0,06250 0,0271 0,0283 0,0313 0,0156 0,0142

14 0,07143 0,0309 0,0324 0,0357 0,0179 0,0162

12 0,08333 0,0361 0,0378 0,0417 0,0208 0,0189

10 0,10000 0,0433 0,0453 0,0500 0,0250 0,0227


9 0,11111 0,0541 0,0503 0,0556 0,0278 0,0252

8 0,12500 0,0541 0,0566 0,0626 0,0313 0,0284

7 0,14286 0,0619 0,0647 0,0714 0,0357 0,0324

6 0,16667 0,0722 0,0755 0,0833 0,0417 0,0378

5 0,20000 0,0866 0,0906 0,1000 0,0500 0,0454

4 0,25000 0,1083 0,1133 0,1250 0,0625 0,0567

Elemen Mesin 161


Ulir Penggerak

4) Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat


Secara umum ulir segi empat lebih efisien dibanding jenis ulir lainnya, tetapi
memiliki kelemahan dalam hal keuntungan mekanis. Untuk itu, dilakukan
modifikasi ulir segi empat dan dapat memperbaiki kelemahan mekanis tersebut,
seperti terlihat pada Gambar 3.4. Ukuran Dasar Ulir SegiEmpat dapat dilihat
pada Tabel 3.3

a) Ulir Segi Empat

b) Modifikasi Ulir Segi Empat


Gambar 3.4 Ulir Segi Empat dan Modifikasi Ulir Segi Empat
p = pitch
h = basic depth of thread = 0,5 p
H = total depth thread of thread = 0,5 p + clearance
t = thickness of thread = 0,5 p
Fc = flat at root of thread = 0,4563 p – (0,17 . clearance)
F = basic width of flat at crest of thread = 0,4563 p

Elemen Mesin 162


Ulir Penggerak

Tabel 3.3: Ukuran Dasar Ulir SegiEmpat (dalam inch)


Square Thread Modified Square Thread
Nominal Diameter Minor Diameter Thickness of the Thread at the root
Thread per inch
(in) (in) (in)
1
10 0,163 0,0544
4
3
8 0,266 0,0680
8
1 1
6 0,366 0,0837
2 2
3
5 0,575 0,1087
4
1 4 0,781 0,1357

1
1 3 1,208 0,1812
2
1
2 2 1,612 0,2416
4
1
2 2,063 0,2718
4
3
3 1 2,500 0,3160
4
1
4 1 3,418 0,3624
2

5) Ulir Gigi Gergaji


Ulir gigi gergaji hanya mampu menahan beban dalam satu arah saja dan lebih
kuat dibanding jenis ulir lainnya, karena ketebalan gigi terutama pada daerah
kakinya seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Ulir Gigi Gergaji

Elemen Mesin 163


Ulir Penggerak

Keterangan Gambar:
Nominal major diameter D
Height of sharf V-thread h = 0,89064p
Basic height of thread h = 0,6 p
Root radius r = 0,07141 p
Root truncations = 0,08261 p
Depth of engagement he = h – G/2
Crest truncations f = 0,14532 p
Crest width F = 0,16316 p
Major diameter of internal thread (nut) Dn = D + 0,12542 p
Minor diameter of external thread (screw) Kt = D - 1,32542 p - G
Height of thread of internal thread (nut) hn = 0,66271 p
Height of thread of external thread (screw) hs = 0,66271 p

Ulir gigi gergaji sering digunakan pada propeler pesawat terbang, mekanisme
senjata berat. Mengingat aplikasi yang sangat khusus tersebut, ulir gigi gergaji
tidak mempunyai standar ukuran pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4: Asosiasi Pitch
Diameter (in) Assosiated pitches, (threads/in)
1 11
sampai 20, 16, 12
2 16
11
 sampai 1 16, 12, 10
16
1
> 1 sampai 1 16, 12, 10, 8, 6
2
1 1
1 sampai 2 16, 12, 10, 8, 6, 5, 4
2 2
1
2 sampai 4 16, 12, 10, 8, 6, 5, 4
2
> 4 sampai 6 12, 10, 8, 6, 5, 4, 3
1
> 6 sampai 10 10, 8, 6, 5, 4, 3, 2 ,2
2
1 1 1
> 10 sampai 16 10, 8, 6, 5, 4, 3, 2 , 2, 1 , 1
2 2 4
1 1 1
> 16 sampai 24 8, 6, 5, 4, 3, 2 , 2, 1 , 1 , 1
2 2 4

6) Ulir Bola (Ball Screw)


Ulir bola berfungsi sama dengan jenis lainnya. Pada saat proses pemindahan
daya maupun putaran, gesekan yang timbul ulir jenis ini sangat kecil. Hal ini
disebabkan oleh gerakan bola yang berputar, tidak bergesekan dengan alur pada
batang ulir. Efisiensi ulir bola bisa mencapai 90% ke atas, jika digunakan untuk
merubah gerakan aksial menjadi gerakan berputar, efisiensi bisa mencapai 80%
Elemen Mesin 164
Ulir Penggerak

ke atas dan bila sudut maju cukup kecil, maka ulir bola dapat mengunci sendiri.
Bentuk ulir bola dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Ulir Bola


Keuntungan penggunaan ulir bola:
a. Efisiensi tinggi  ≥ 90%;
b. Umurnya lebih panjang;
c. Tidak ada pengaruh terhadap slip;
d. Panas yang ditimbulkan kecil dan bisa diabaikan;
e. Momen puntir awal rendah, dapat dipakai pada motor yang berdaya kecil;
f. Gerakannya halus dan dapat dikontrol selama gerakan
g. Bentuknya kecil, karena mur dengan bola kecil, tetapi mampu menahan
beban tinggi;
h. Dapat mengeliminasi beban balik tanpa menambah gesekan;
i. Mempunyai posisi yang tepat.

Kerugian penggunaan ulir bola:


a. Diperlukan pelumasan;
b. Akibat gesekan kecil, memiliki efisiensi tinggi, tetapi supaya dapat mengunci
sendiri diperlukan rem;
c. Bila ada kotoran masuk, dapat mengganggu dan mengurangi umurnya;
d. Akibat kemampuan menahan beban tinggi, perlu diperhatikan lenturan dan
putara kritis yang ditimbulkan.

Elemen Mesin 165


Ulir Penggerak

Contoh penggunaan ulir bola:


a. Mesin perkakas: kontrol posisi, kontrol pahat, kontrol meja, dan slide;
b. Pesawat udara: pengatur flap dan slot, pengatur gigi pendaratan, pengatur
pemasukan udara, pengatur dorongan baik;
c. Senjata: pengatur sudut elevasi Canon, pengatur Roket;
d. Pesawat angkat: kesetimbangan rantai, konveyor, meja cetakan, lengan;
e. Aplikasi lain: dongkrak, kaki antena, peralatan instrumen, tempat tidur pasien
di rumah sakit.

3.2 Definisi
Bila dilihat pada satu putaran dari sebuah ulir, dapat digambarkan sebagai satu
segi tiga siku-siku, yang alasnya merupakan keliling dari lingkaran dengan
diameter rata-rata ulir dan tingginya sama dengan jarak majunya (lead). Sudut 
adalah sudut maju dari ulir (helix angle) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Segitiga siku-siku merupakan hubungan keliling dengan jarak maju dari sebuah
ulir yang dibentangkan.  adalah sudut antara garis menyilang tegak lurus sumbu
atau bidang tegak lurus sumbu normal dengan kemiringan berputarnya satu ulir.

l=np

  dm

Gambar 3.7 Segitiga Siku-siku


p = Jarak puncak (pitch) adalah jarak antara bentuk ulir yang berdekatan diukur
sejajar dengan sumbu ulir.
l = Jarak maju (lead) adalah jarak mur bergerak sejajar denagnsumbu sekrup bila
mur diberi satu putaran (3600). Untuk ulir tunggal jarak maju sama dengan
jarak puncak. Bila ulir ganda, maka jarak maju (l) sama dengan dua jarak
puncak dan seterusnya (n p), sehingga dapat dirumuskan.
l=np

Elemen Mesin 166


Ulir Penggerak

Dimana:
l = jarak maju
n = jenis ulir
p = jarak puncak
 =sudut helikal (helix angle)

3.3 Momen Torsi dan Efisiensi Ulir


Ulir penggerak adalah alat yang dipakai dalam pemesinan untuk mengubah
gerakan sudut menjasi gerakan linier dan biasanya bertujuan untuk
memindahkan daya. Dalam pemakaiannya pada mesin press yang digerakkan
oleh motor seperti terlihat pada gambar 3.8. satu momen torsi diberikan pada
ujung skrup melalui transmisi roda gigi, sehingga menggerakkan kepala mesin
press ke bawah terhadap beban. Pada Gambar 3.8 ulir penggerak yang
digunakan adalah jenis ulir segi empat dengan ulir tunggal dengan diameter rata-
rata dm, jarak puncak p, sudut maju , dan sudut ulir  dibebani dengan gaya
tekan aksial F dari diagram bebas seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.8 Mesin Press dengan Ulir Segi Empat

Elemen Mesin 167


Ulir Penggerak

Gambar 3.9 Ulir Segi Empat


Kesetimbangan gaya dari gaya-gaya yang bekerja, pada saat menaikkan beban
diperoleh:
Fx  0, P - N  sin -   N  cos  0

Fy  0, F    N  sin  N  cos   0

Dari persamaan di atas diperoleh:


F  (sin     cos )
P
cos     sin 
Sedangkan kesetimbangan pada saat menurunkan beban diperoleh:
Fx  0, - P - N  sin    N  cos  0

Fy  0, F    N  sin  N  cos   0

Dari persamaan di atas diperoleh:


F  (  cos   sin )
P
cos     sin 
Dari kedua persamaan P, jika kedua ruas dikalikan 1/cos  dan digunakan
persamaan tan  = l/( dm), maka diperoleh gaya P untuk menaikkan dan
menurunkan beban sebesar:
 l     l 
F       
 F    
    d  

    dm     m 
PNaik  dan PTurun  , sehingga
 l   l 
1      1     
   dm     dm 
Elemen Mesin 168
Ulir Penggerak

dm
Momen puntir yang bekerja pada ulir penggerak: MT  P 
2
Apabila gaya P dimasukkan pada persamaan momen puntir, diperoleh:
F  dm  l      dm  F  dm      dm  l
MT Naik  dan MT Turun 
2    dm    l 2    dm    l

Momen puntir tersebut yang diperlukan untuk melawan sebagian gesekan dalam
menaikkan beban (MT Naik) dan menurunkan beban (MT Turun). Jika momen puntir
(MT Turun) negatif atau nol, maka beban akan turun dengan sendirinya dan
menyebabkan uir berputar tanpa usaha dari luar. Jika momen puntir (MT Turun)

positif, maka ulir penggerak mengunci sendiri (self locking). Kondisi pada saat
locking adalah:     dm  l

Jika kedua ruas dibagi dengan     dm dan digunakan persamaan tan  = l/(

dm), maka diperoleh:   tan 


Untuk melakukan analisis terhadap ulir penggerak, maka digunakan efisiensi.
Jika  = 0 disubstitusikan pada persamaan momen puntir, diperoleh:
Fl
MT 0 
2
Mengingat gesekan ulir telah dieliminir, momen puntir yang diperlukan hanya
untuk menaikkan beban, maka efisiensinya:
MT 0 F l
 
MT Naik 2    T

Persamaan-persamaan di atas telah diaplikasikan pada ulir segi empat, dimana


beban normal sejajar dengan sumbu ulir penggerak. Untuk ulir acme, beban
normal ulir posisinya miring terhadap sumbu, karena sudut ulir 2  dan sudut
majunya . Karena sudut maju kecil, kemiringan ini dapat diabaikan dan sudut
ulir yang dipertimbangkan. Pengaruh sudut  adalah menaikkan gaya gesekan
pada ulir. Dengan demikian momen puntir yang dibutuhkan untuk menaikkan
beban adalah:
F  dm l      dm  sec 
MT Naik  
2   dm    l  sec 
Besarnya efisiensi:
tan   1    (sec   tan )

tan   (  sec )
Elemen Mesin 169
Ulir Penggerak

Harga koefisien gesek  yang dihubungkan dengan beban dimana gesekan


terjadi pada kondisi ulir sudah bergerak (well run-in) seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5: Koefisien Gesek 
Beban Ulir Baja Kuningan Perunggu Besi Tuang
Baja (kering) 0,15 – 0,25 0,15 – 0,23 0,15 – 0,19 0,15 – 0,25
Baja (pelumasan) 0,11 – 0,17 0,10 – 0,16 0,10 – 0,15 0,11 – 0,17
Perunggu 0,08 – 0,12 0,04 – 0,06 - 0,06 – 0,09

3.4 Analisis Tegangan


Untuk mengetahui kekuatan atau tegangan yang terjadi pada ulir penggerak,
dapat dilakukan analisis terhadap beban yang bekerja pada ulir tersebut dan sifat
bahan yang digunakan. Jenis tegangan yang terjadi adalah: tegangan bantalan,
tegangan geser, tegangan tarik, tegangan kombinasi, dan tegangan tekuk.
1) Tegangan Bantalan
Besarnya tegangan tekan yang terjadi antara permukaan ulir pada ulir penggerak
dengan permukaan ulir pada murnya, yang saling terkait, adalah sebagi berikut:
F
Tekan 
  dm  h  n
Dimana:
σTekan = tegangan tekan yang terjadi (psi);
F = beban pada ulir (lb);
dm = diameter rata-rata ulir (in);
h = kedalaman ulir (in);
n = jumlah ulir.
Tegangan yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan yang
diizinkan dari bahan yang digunakan. Pada Tabel 3.6 ditunjukkan penggunaan
dari beberapa material untuk bahan ulir penggerak dan murnya.
Tabel 3.6: Perancangan Tekanan Bantalan untuk Ulir
Bahan Perancangan Kecepatan gesek pada
Jenis Peralatan Tekanan Bantalan diameter rata-rata ulir
Ulir Penggerak Mur
(psi) (fpm)
Press Tangan Baja Perunggu 2500 - 3500 Rendah dengan pelumasan
Dongkrak Baja Besi Tuang 1800 - 2500 Rendah, v < 8
Dongkrak Baja Perunggu 1600 - 2500 Rendah, v ≤ 20
Ulir Pengangkat Baja Besi Tuang 600 - 1000 Sedang, v = 20 – 40
Ulir Pengangkat Baja Perunggu 800 - 1400 Sedang, v = 20 – 40
Ulir Gerak Maju Baja Perunggu 150 - 240 Tinggi, v ≥ 50

Elemen Mesin 170


Ulir Penggerak

2) Tegangan Bengkok
Untuk mendapatkan besarnya tegangan bengkok yang terjadi pada ulir,
diasumsikan bahwa ulir sebagai sebuah batang kantilever yang pendek, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.10. Tegangan bengkok yang terjadi adalah sebagi
berikut:
Mb 3Fh
Bengkok  
Wb   dm  n  b2

Dimana:
σBengkok = tegangan bengkok yang terjadi (psi);
Mb = momen bengkok yang terjadi (lb in);
Wb = momen tahanan bengkok (in3);
F = beban pada ulir (lb);
dm = diameter rata-rata ulir (in);
h = kedalaman ulir (in);
b = tebal ulir (in).

Gambar 3.10 Tegangan Bengkok pada Ulir


Tegangan bengkok yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan
bengkok yang diizinkan dari bahan yang digunakan.

3) Tegangan Geser
Tegangan geser yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari besarnya
beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan, seperti yang
diasumsikan pada batang (beam).
Tegangan geser yang terjadi pada batang ulir:
3 F
Geser 
2    dr  n  b

Elemen Mesin 171


Ulir Penggerak

Tegangan geser yang terjadi pada mur:


3 F
Geser 
2    do  n  b

Dimana:
Geser = tegangan bengkok yang terjadi (psi);
F = beban pada ulir (lb);
dr = diameter kaki ulir (in);
do = diameter besar ulir (in).
Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan
geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan.

4) Tegangan Tarik dan Tekan


Tegangan tarik dan tekan yang terjadi pada ulir penggerak, dapat dihitung dari
besarnya beban yang bekerja dibagi dengan luas penampang yang menahan,
yang besarnya:
F 4 F
Bengkok  Tekan  
A   dr2

Pada perhitungan luasan yang menahan, digunakan diameter kaki ulir atau
diameter batang yang tidak berulir.

5) Tegangan Kombinasi
Jika batang ulirnya pendek, maka beban pada kolom dapat diabaikan, sehingga
ulir penggerak hanya menerima beban tekan saja.
Jika ditinjau pada diameter kaki ulir, pada kondisi dua dimensi, maka pada
luasan tersebut akan terjadi tegangan kombinasi antara tegangan tekan dan
tegangan geser yang ditimbulkan oleh momen puntuir saat memutar ulir tersebut.
Berdasarkan teori kegagalan, yaitu teori tegangan geser maksimum atau teori
Tresca, besarnya tegangan geser yang terjadi:
2

maksimum      2
2
Tegangan geser yang terjadi akibat momen puntir:
d d
Mt  Mt 
g  2  2  16  Mt
I    dr3
 dr4
32
Elemen Mesin 172
Ulir Penggerak

Jika rumus tegangan tekan dan tegangan geser dimasukkan, menjadi:


2
 F   16  Mt 
2

maksimum      
3 
 2  A     dr 

Tegangan geser yang terjadi tersebut harus lebih kecil dibandingkan tegangan
geser yang diizinkan dari bahan yang digunakan.

6) Tegangan Tekuk (Buckling)


Pada saat ulir penggerak bekerja, sebagian batang ulirnya bergeser/keluar dari
murnya, sehingga batang ulir tersebut menahan beban secara aksial. Jika jarak
antara beban dan mur tersebut L, diameter ulir yang digunakan (diameter kaki)
dr, maka diperoleh perbandingan panjang dengan diameter ulir sebesar L/d r.
Jika perbandingan tersebut kecil, akan terjadi tegangan tekan seperti pada
umumnya, tetapi jika perbandingan tersebut terlalu besar, akan terjadi tegangan
tekuk.
L
 8 , terjadi tegangan tekan
dr

L
 8 , terjadi tegangan tekuk
dr

Untuk batang kolom yang panjang, perhitungan menggunakan rumus Euler,


dimana besarnya beban kritis:
K  2  A  E
FKritis  2
I
 
k
Untuk batang kolom pendek, perhitungan menggunakan rumus Ritter, dimana
besarnya beban kritis:

F  L  
2

Kritis   1     2 yield 
A   k    K  E 

Dimana:
σTekan = tegangan tekan yang terjadi (psi);
σyield = tegangan luluh (psi);
A = luas penampang yang menahan (in2);
L = panjang kolom di antara penyangga (in);
F = beban kolom (lb);
Elemen Mesin 173
Ulir Penggerak

E = modulus elastisitas (psi);


I
k = jari-jari girasi = (in);
A
K = faktor yang tergantung dari kondisi penyangga;
Kasus 1, K = 0,25
Kasus 2, K = 1,0
Kasus 3, K = 2,0
Kasus 4, K = 4,0

Apabila beban yang bekerja pada batang ulir adalah beban eksentrik dengan
eksentrisitas (e) sebagai jarak beban terhadap sumbu batang ulir, maka beban
ini akan menimbulkan beban momen bengkok, sehingga tegangan yang terjadi
merupakan tegangan kombinasi yang besarnya:

F  L  c  e
2

Kritis   1     2 yield  2 
A   k    K  E k 
Dimana:
c = jarak sumbu batang ulir ke kulit terluar (in);
L/k = angka kerampingan;
Jika L/k < 100, maka analisis menggunakan persamaan Ritter;
Jika L/k > 100, maka analisis menggunakan persamaan Euler.

7) Torsi yang diperlukan untuk menaikkan beban pada ulir segiempat

Elemen Mesin 174


Ulir Penggerak

Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan

Adanya beban aksial menimbulkan gesekan pada kerah dudukan beban, maka
diperlukan perhitungan besarnya torsi untuk mengatasi gesekan pada kerah

Total torsi

Jika untuk memutar konstruksi menggunakan lengan sepanjang L maka


besarnya gaya yang dibutuhkan untuk memutar beban P1 adalah

Elemen Mesin 175


Ulir Penggerak

8) Torsi yang diperlukan untuk menurunkan beban pada ulir segiempat

Besarnya torsi untuk mengatasi gesekan

9) Efisiensi ulir segiempat saat mengangkat beban

Elemen Mesin 176


Ulir Penggerak

7) Efisiensi ulir segiempat pada kondisi mengunci sendiri (self locking)

Self locking

Efisiensi self locking lebih kecil dari ½ atau 50%


W = beban yang diangkat
h = ketinggian beban diangkat

Elemen Mesin 177


Ulir Penggerak

Contoh soal (MD, RS khurmi, p.648)


Alat press hand wheel

Diameter ulir

Torsi ada ulir

Elemen Mesin 178


Ulir Penggerak

Gaya yang diperlukan untuk meutar hand wheel

Besarnya tegangan tekan

Jumlah ulir yang kontak dengan mur

Diameter rata-rata

Tegangan geser maksimum

Efisiensi

Elemen Mesin 179


Ulir Penggerak

Contoh soal 2 (MD, RS khurmi, p.658-665)


Perancangan screw jack

Torsi yang diperlukan untuk mengangkat beban

Gaya geser terjadi karena adanya torsi

Tegangan tekan karena beban aksial

Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan tekan

Elemen Mesin 180


Ulir Penggerak

Kombinasi tegangan tekan dengan geser diubah menjadi tegangan geser

Bearing pressure pada mur Pb


h = tinggi mur = n.p
n = jumlah ulir pada mur
p = pitch

Pemeriksaan tegangan yg terjadi pada ulir dan mur

t = p/2

D1 = diameter dalam
D2 = diameter luar
t1 = tebal kerah mur

Torsi yang diperlukan untuk mengatasi gesekan pada ulir bagian atas

Total torsi

Elemen Mesin 181


Ulir Penggerak

Diameter handle

Perhitungan buckling C = 0,25 dan k = 0,25 dc

Diketahui:

Perancangan ulir untuk spindel

Dari tabel ulir segiempat didapatkan data

Elemen Mesin 182


Ulir Penggerak

Koefisien gesek antara ulir dengan mur

Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir

Tegangan tekan dikarenakan beban aksial

Tegangan geser karena adanya torsi

Tegangan kombinasi

Tegangan tumbukan c

82,58 N/mm2 ≤ 100 N/mm2 berarti rancangan aman

Tegangan geser 

Elemen Mesin 183


Ulir Penggerak

47,315 N/mm2 ≤ 60 N/mm2 berarti rancangan aman

Bearing pressure Pb

Tegangan geser

Perhitungan mur (sobekan)

Perhitungan mur (tumbukan)

Elemen Mesin 184


Ulir Penggerak

Perhitungan mur (geser)

Perhitungan handel apabila gaya tangan diasumsikan 300 N

Total torsi yang harus diatasi

Jadi panjang handle yang diperlukan

Elemen Mesin 185


Ulir Penggerak

Contoh soal 3 (MD, RS khurmi, p.665-668)


Perancangan Dongkrak Mobil (toggle jack)

Diketahui:

Rancangan batang ulir segi empat

Elemen Mesin 186


Ulir Penggerak

Perhitungan diamater ulir

Gaya yang diperlukan untuk memutar ulir

Torsi yang diperlukan untuk memutar ulir

Dikembangkan lebih lanjut untuk perhitungan dimensi dari ulir, konstruksi dan
komponen lainya seperti pin pengunci dan dudukannya.

Elemen Mesin 187

Anda mungkin juga menyukai