Disusun Oleh:
Kelompok 5
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2021
BERAT BADAN LAHIR RENDAH
(BBLR)
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram, dahulu neonatus dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur
(Festy, 2009).
World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi
baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut Low Birth
weight Infant (Bayi Berat Badan Lahir Rendah/BBLR). Sedangkan pada tahun 1970,
kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London juga diusulkan definisi
untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi lahir, yaitu sebagai berikut :
a. Bayi kurang bulan : Bayi dengn masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
b. Bayi cukup bulan : Bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu
(259-293).
c. Bayi lebih bulan : Bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih (294 hari atau
lebih)
Menurut Saifuddin dalam (Syafruddin, 2009), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan
2499 gram). Menurut Depkes RI (1996), bayi berat lahir rendah ialah bayi yang lahir
dengan berat 2500 gram atau kurang tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Dari pengertian tersebut, BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
prematuturitas murni dan dismaturitas. Disebut Prematuritas murni jika masa gestasinya
kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasinya, biasa pula disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK).
Dismaturasi ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasinya. Artinya, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Syafruddin, 2009).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga
kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab
terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan
semakin besar resiko jangka panjang dan jangka pendek dapat terjadi (Proverawati dan
Ismawati, 2010).
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum
yaitu sebagai berikut (Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu :
1. Penyakit
a. Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia sel berat, perdarahan ante
partum, hipertensi, preeklampsia berat, eklampsia, infeksi selama kehamilan
(infeksi kandungan kemih dan ginjal)
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, HIV/AIDS, malaria,
TORCH.
2. Ibu
a. Angka kejadian prematurasi tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun.
b. Kehamilan ganda (multi gravida)
c. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun)
d. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
3. Keadaan sosial ekonomi :
a. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah
b. Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat
c. Keadaan gizi yang kurang baik
d. Pengawasan antenatal kurang
e. Kejadian prematurasi pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, yang
ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan
yang sah
4. Sebab lain:
a. Ibu perokok
b. Ibu peminum alkohol
c. Ibu pecandu obat narkotik
d. Penggunaan obat antimetabolik
b. Faktor janin :
1. Kelainan kromosom (trisomy autosomal)
2. Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan)
3. Disautonomia familial
4. Radiasi
5. Kehamilan ganda/kembar (gemeli)
6. Aplasia pancreas
c. Faktor Plasenta :
1. Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya (hidramnion)
2. Luas permukaan berkurang
3. Plasentilis vilus (bakteri, virus dan parasite)
4. Infark
5. Tumor (koriongioma, mola hidatidosa)
6. Plasenta yang lepas
7. Sindrom plasenta yang lepas
8. Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik
d. Faktor lingkungan :
1. Bertempat tinggal di dataran tinggi
2. Terkena radiasi
3. Terpapar racun
Berdasarkan tipe BBLR, penyebab terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi
sebagai berikut :
a. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh :
1. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi
2. Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia
3. Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu
4. Malaria kronik, penyakit kronik
5. Ibu hamil merokok
b. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh :
1. Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar
2. Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya
3. Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat
bayi dalam rahim)
4. Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage)
5. Ibu hamil yang sedang sakit
6. Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.
3. Patifisiologi
Patofisiologi menurut Surasmi (2009) adalah:
a. Pengendalian suhu
Bayi preterm cenderung memiliki suhu yang abnormal. Hal ini disebabakan oleh
produksi panas yang buruk dan penigkatan kehilangan panas. Kegagalan untuk
menghasilkan panas yang adekuat disebabakan tidak adanya jaringan adiposa coklat
( yang mempunyai aktifitas metabolik yang tinggi ), pernapasan yang lemah dengan
pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan makanan yang rendah.
Kehilangan panas yang meningkat karena adanya permukaan tubuh yang relatif
besar dan tidak adanya lemak subkutan, tidak adanya pengaturan panas bayi sebagian
disebabkan oleh panas immature dari pusat pengatur panas dan sebagian akibat
kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini sebagian
disebabkan oleh mekanisme keringat yang cacat, demikian juga tidak adanya lemak
subkutan. Pada minggu pertama dari kehidupan, bayi preterm memperlihatkan fluktuasi
nyata dalam suhu tubuh dan hal ini berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan.
b. Sistem pencernaan
Semakin rendah umur gestasi, maka semakin kecil / lemah refleks menghisap
dan menelan, bayi yang paling kecil tidak mampu minum secara efektif, regurgitasi
merupakan hal yang paling sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena mekanisme
penutupan spingter pilorus yang secara relatif kuat.
Pencernaan tergantuang dari perkembangan dari alat pencernaan, lambung dari
seorang bayi dengan berat 900 gr memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa,
glandula sekretoris, demikian juga otot kurang berkembang. Perototan usus yang lemah
mengarah pada timbulnya distensi dan retensi bahan yang dicerna. Hepar relatif besar,
tetapi kurang berkembang, terutama pada bayi yang kecil. Hal ini merupakan
predisposisi terjadinya ikterus akibat adanya ketidakmampuan untuk melakukan
konjugasi bilirubin yaitu keadaan tidak larut dan eksistensinya ke dalam empedu tidak
mungkin.
Pencernaan protein berkembang dengan baik pada bayi preterm yang terkecil
sekalipun. Protein baik dari tipe manusia dan hewani tampaknya dapat ditoleransi dan
diabsorbsi. Absorbsi lemak tampaknaya merupakan masalah, kendatipun sudah dapat
enzim pemecah lemak. Hal ini berakibat dengan kekurangan ASI, karbohidrat bentuk
glukosa, karbohidrat yang mudah diserap.
c. Sistem pernapasan
Lebih pendek masa gestasi maka semakin kurang perkembangan paru – paru
pada bayi dengan berat 900 gr. Alveoli cenderung kecil, dengan adanya sedikit
pembuluh darah yang mengelilingi stroma seluler. Semakin mature bayi dan lebih berat
badanya maka akan semakin besar alveoli. Pada hakekatnya dindingnya dibentuk oleh
kapiler, otot pernapasan bayi lemah dan pusat pernapasan kurang berkenbang. Terdapat
juga kekurangan lipoprotein paru – paru, yaitu surfaktan yang dapat mengurangi
tegangan permukaan pada paru – paru. Surfaktan diduga bertindak dengan cara
menstabilkan alveoli yang kecil, sehingga mencegah terjadinya kolaps pada saat terjadi
ekspirasi.
Ritme dari dalamnya pernapasan cenderung tidak teratur, seringkali ditemukan
apnea, dalam keadaan ini maka hal ini harus di hitung selama 1 menit untuk
perhitungan yang tepat. Pada bayi preterm yang terkecil batuk tidak ada. Hal ini dapat
mengarah pada timbulnya inhalasi cairan yang dimuntahkan dengan timbulnya
konsekuensi yang serius. Saluran hidung sangat kecil dan mengalami cidera bertahap,
mukosa nasal mudah terjadi, hal ini penting diingat untuk memasukkan tabung
nasogastrik atau endotrakeal melalui hidung.
Kecepatan pernapasan bervariasi pada semua neonatus dan bayi preterm. Pada
bayi neonatus pada keadaan istirahat, maka kecepatan pernapasan dapat 60–80 kali /
menit berangsur – angsur menurun mencapai kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34
– 36 kali / menit.
d. Sistem sirkulasi
Jantung relatif kecil pada saat lahir, pada beberapa bayi preterm kerjanya lambat
dan lemah. Terjadinya ekstrasistole dan bising yang dapat di dengar pada atau segara
setalah lahir. Hal ini hilang ketika apartusa jantung fetus menutup secara berangsur –
angsur. Sirkulasi perifer seringkali buruk dari dinding pembuluh darah intrakranial. Hal
ini merupakan sebab dari timbulnya kecenderungan perdarahan intrakranial yang
terlihat pada bayi preterm.
Tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan bayi aterm. Tekanan menurun
dengan menurunya berat badan. Tekanan sistolik bayi aterm sekitar 80 mmHg dan pada
bayi preterm 45 – 60 mmHg. Tekanan diastolik secara proporsional rendah, bervariasi
dari 30 – 45 mmHg. Nadi bervariasi antara 100 – 160 kali / menit cenderung ditemukan
aritmia, dan untuk memperoleh suara yang tepat maka dianjurkan untuk mendengar
pada debaran apeks dengan menggunakan stetoskop.
e. Sistem urinarius
Pada saat lahir fungsi ginjal perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan, fungsi
ginjal kurang efisien dengan adanya angka filtrasi glomerolus yang menurun, klirens
urea dan bahan terlarut yang rendah. Hal ini menyebabkan perubahan kemampuan
untuk mengkonsentrasi urine dan urine menjadi sedikit. Gangguan keseimbangan air
dan elektrolit mudah terjadi. Hal ini disebabkan adanya tubulus yang kurang
berkembang.
f. Sistem persyarafan
Perkembangan susunan syaraf sebagian besar tergantung pada derajat maturitas,
pusat pengendali fungsi fital, misalnya pernapasan, suhu tubuh dan pusat refleks kurang
berkembang. Refleks seperti refleks leher tonik ditemukan pada bayi prematur normal,
tetapi refleks tendon bervariasi karena perkembangan susunan saraf yang buruk, maka
bayi terkecil pada khususnya yang lemah, lebih sulit untuk di bangunkan dan
mempunyai tangisan yang lemah.
g. Sistem genital
Genital kecil pada wanita, labia minora tidak ditutupi labia mayora hingga
aterm. Pada laki – laki testis terdapat dalam abdomen kanalis inguinalis atau skrotum.
h. Sistem Pengindraan (Penglihatan)
Maturitas fundus uteri pada gestasi sekitar 34 minggu, terdapat adanya 2
stadium perkembangan yang dapat diketahui yaitu immature dan transisional
(peralihan) yang terjadi antara 24 dan 33 – 34 minggu. Selama setahun stadium ini bayi
bisa menjadi buta jika diberikan oksigen dalam konsentrasi yang tinggi untuk waktu
yang lama.
4. Penyimpangan KDM
5. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan umum pada bayi BBLR (Proverawati dan Ismawati,
2010).
a. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik,
metabolismenya rendah, dan permukaan badan relatif luas. Oleh karena itu, bayi
prematur harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam
rahim. Bila belum memiliki inkubator, bayi prematur dapat dibungkus dengan kain dan
disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas atau menggunakan metode kanguru
yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru dalam kantung ibunya.
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat di dalam inkubator. Inkubator
yang modern dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat
mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta
kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila incubator dibersihkan.
Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup bila mereka dirawat pada atau
mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu
permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi
panas (yang diukur dengan konsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi
dapat dipertahankan dalam batas normal. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar
panas yang hilang dan konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun
dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,50-37oC.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela” atau “lengan baju”.
Sebelum memasukkan bayi ke dalam inkubator, inkubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4oC, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2 oC untuk bayi yang lebih
kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang
adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih
mudah. Mempertahankan kelembaban nisbi 40-60% diperlukan dalam membantu
stabilisasi suhu tubuh yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah
2. Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan nafas terutama pada
pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea
3. Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insensible
dari paru.
b. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi
BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap.
ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada
bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum melalui
botol atau menekan pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT).
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR.
Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih
rendah.
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang. Sedngkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/kgBB dan kalori
110 gr/kgBB, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi
sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks
menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit,
tetapi dengan frekuensi sedikit yang lebih sering.
c. Pencegahan infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh khususnya
mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh
infeksi nasokomial. Rentan terhadap infeksi ini disebabkan oleh kadar immunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Fungsi perawat disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari
bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik
alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien
ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah
timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat. Bayi prematur mudah sekali
terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif
dapat dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas/BBLR.
d. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus
dilakukan dengan ketat.
e. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan sekitar 30-35%
dengan menggunakan head box, konsentrasi O2 yang tinggi dalam masa yang panjang
akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan
kebutaan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
1. Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, kehamilan kembar, malnutrisi
dan diabetes melitus.
2. Riwayat kelahiran prematur atau aborsi, penggunaan obat-obatan, alkohol dan rokok.
7. Leher :
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek, trauma atau akibat
fiksasi posisi bayi dapat menimbulkan hematom atau fibrosis.
8. Jantung :
Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 permenit pada bagian apical dengan
ritme yang teratur; pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada
seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan kiri
karena hipertensi atau atelektasis paru.
9. Abdomen :
Dapat tampak skafoid atau konkaf, pengeluaran mekonium biasanya terjadi
dalam waktu 12 jam ; ada atau tidak ada anus ; ketidaknormalan congenital
lain.
10. Genetalia :
Bagi perempuan: klitoris yang menonjol dengan labia mayora yang belum
berkembang; bagi laki-laki: skrotum yang belum berkembang sempurna
dengan ruga yang kecil, testis tidak turun ke dalam skrotum.
11. Anus :
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari feses.
12. Ekstremitas :
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya,
warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan.
13. Pertumbuhan dan Perkembangan :
Riwayat tumbuh kembang meliputi berat badan, panjang badan, lingkar
kepala/dada dan lengan saat lahir, BB lahir normal 2500-3000 gram, PB 45-50
cm, LK 32-37 cm
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada neonatus dengan BBLR antara lain:
a. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan produksi surfactan yang belum optimal.
b. Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih tipis.
c. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
lemah.
d. Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitas yang belum
sempurna, ketuban meconial.
e. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat.
f. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan
intensif.
3. Intervensi
a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas b/d produksi surfactan yang belum optimal.
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria :
1. Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
2. Pernafasan teratur.
3. Tidak cyanosis.
4. Wajah dan seluruh tubuh berwarn kemerahan (pink variable).
5. Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
Intervensi Raasional
b. Diagnosa 2 : Resiko terjadinya hipotermi b/d lapisan lemak pada kulit yang masih tipis.
Tujuan : Tidak terjadi hipotermia
Kriteria :
1. Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C.
2. Akral hangat
3. Warna seluruh tubuh kemerahan
Intervensi Rasional
d. Diagnosa 4 : Resiko terjadinya infeksi b/d tali pusat yang belum kering, imunitas yang
belum sempurna, ketuban meconial.
Tujuan : Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2. Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi Rasional
1. Lakukan teknik aseptik dan Pada bayi baru lahir daya tahan
antiseptik dalam memberikan tubuhnya kurang / rendah.
asuhan keperawatan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah penyebaran infeksi
melakukan tindakan. nosokomial.
3. Pakai baju khusus/ short waktu Mencegah masuknya bakteri dari baju
masuk ruang isolasi (kamar bayi). petugas ke bayi.
2. beri selimut dan bungkus bayi Menjaga kehangatan agar tidak terjadi
serta perhatikan suhu lingkungan proses pengeluaran suhu yang
berlebihan sedangkan suhu lingkungan
berpengaruh pada suhu bayi.
f. Diagnosa 6 : Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan
perawatan intensif.
Tujuan : Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu
Kriteria :
1. Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
2. Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
Intervensi Rasional
4. Evaluasi
a. Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
b. Tidak terjadi hipotermia
c. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
d. Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
e. Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan
f. Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu
DAFTAR PUSTAKA
Festy,pipit. 2009. Analisis Faktor Resiko pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Sumenep. Surabaya :
Fakultas Ilmu kesehatan UM
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Edisi I. Jakarta
Kun, Saputra. 2012 . Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).URL : http://kamusaskep.blogspot.com/2012/ 12/berat-badan-
lahir-rendah-bblr.html. diakses tanggal 10 mei 2013
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika
Syafruddin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC