Anda di halaman 1dari 13

UNIVERSITAS INDONESIA

ASAS KECUKUPAN DALAM PENERIMAAN PAJAK

LITERATURE REVIEW

ELVANI AZZUHRA
1906405306

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI FISKAL
JAKARTA
2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
a. Definisi Asas Kecukupan..........................................................................................................1
b. Karakteristik Asas Kecukupan................................................................................................2
c. Pemengaruh Asas Kecukupan.................................................................................................3
d. Klasifikasi Asas Kecukupan.....................................................................................................5
e. Metode Penentuan Asas Kecukupan.......................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................iii

ii
a. Definisi Asas Kecukupan

Menurut Hector S. De Leon, terdapat tiga prinsip dari suatu sistem perpajakan yaitu : (1).
kecukupan pajak; (2). Kesamaan atau teori keadilan; dan (3). kelayakan administrasi [CITATION Oyo10
\l 1033 ]. Asas kecukupan atau bisa juga disebut dengan principle of fiscal sufficiency adalah asas
dimana sumber penerimaan negara harus cukup untuk memenuhi pengeluaran belanja pemerintah
dan kebutuh masyarakat di suatu negara. Asas kecukupan merupakan asas yang sangat penting bagi
negara dan seisinya, karena setiap pendapatan suatu negara akan selalu dikeluarkan pemerintah
dalam menjalankan kepentuntingan negara. Sebagaimana yang disebutkan oleh Mihaela Onofrei
yang mempercayai bahwa “the main deficiency is that the content of fiscal policy is not in any
reference to public expenditure and collects a certain amount of financial resources available to
public authorities, without determination of public expenditure financed form, an option may be
unrealistic and doomed to failure.” [CITATION Mat12 \l 1033 ] hal tersebut memperlihatkan bahwa
kebijakan fiskal masih belum berhubungan dengan pengeluara yang dilakukan oleh negara, sehingga
sulit untuk mencapai yang didefinisikan sebagai asas kecukupan.
Di negara Indonesia, suber penerimaan negara yang terbesar berasal dari pajak, sampai saat
ini pajak masih menjadi pemasukan yang sangat diandalkan di negara Indonesia. Penerimaan pajak
di Indonesia diharapkan dapat memenuhi asas kecukupan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih
bergantung dengan pajak, penerimaan pajak di Indonesia dipengaruh positif bagi pertumbuhan
ekonomi. dapat dijelaskan jika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, penghasilan
yang diterima oleh masyarakat di Indonesia naik, saat itulah penerimaan pajak di Indonesia juga
semakin tinggi. Hal tersebut juga berhubungan dengan inflasi, dimana saat inflasi perederan uang di
masyarakat sedang tinggi, semakin tinggi pula penerimaan pajak yang diterima oleh negara. Asas
kecukupan dapat dipenuhi dengan penerimaan pajak yang diterima setiap negara, sejalan dengan
salah satu fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair atau fungsi anggaran dimana pajak yang merupakan
salah sumber pendapatan negara memiliki fungsi untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak dapat
digunakan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban negara seperti melakukan pembangunan dan
memenuhi tugas-tugas rutinnya, yaitu membayar gaji pegawai, melakukan belanja tahunan,
melakukan pemeliharaan barang publik, dan lain-lain. Pajak yang diterima negara diharapkan dapat
mencukupi pengeluaran pemerintah dan juga kebutuhan negara sejalan dengan maksud asas
kecukupan.

1
b. Karakteristik Asas Kecukupan

Asas kecukupan memiliki ciri khusus untuk menggunakan dan memenuhinya, untuk
mencapai kecukupan yang sempurna pemerintah berkebutuhan untuk harus selalu memenuhi target
pendapatan baik dalam bentuk waktu maupun jumlah, tetapi tidak boleh selalu ada surplus atau
defisit setiap saat. Karena defisit akan mengarahkan negara untuk berhutang, dan surplus
menyebabkan perkiraan yang berlebihan dari kapasitas membayar pajak suatu orang dan pengeluaran
yang boros. Dalam keadaan normal, kebutuhan suatu negara dari tahun ke tahun bisa terbilang cukup
seragam, namun pendapatan suatu negara bisa saja terbilang cukup dari tahun ke tahun, tetapi belum
tentu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan yang beragam tersebut. Dengan ini asas
kecukupan memiliki karakteristik yaitu dengan sumber penerimaan negara yang tidak selalu surplus
dan juga tidak mengalami defisit atau pendapatan negara harus mampu meningkat atau menyusut
setiap tahun akibat respon dari variasi pengeluaran negara yang dilakukan oleh pemerintah.
Walaupun pada realitanya, suatu negara belum tentu dapat mengatur surplus dan juga defisit yang
diamali oleh anggarannya karena pendapatan negara yang memang tidak elastis, pemerintah mau
tidak mau harus menyesuaikan pengeluaran negara yang sesuai dengan penerimaan yang masuk pada
kas negara. Di negara Indonesia, anggaran juga tentu dibutuhkan untuk merencanakan pengeluaran
secara sistematis dan kemudian dinyatakan dalam unit moneter yang biasanya meliputi seluruh
kegiatan negara, dudasarkan dengan anggaran tahun sebelumnya. APBN Indonesia tidak luput dari
terjadinya defisit, terjadinya defisit pada APBN mengantarkan negara untuk tetap memenuhi
kebutuhan pengeluaran negara dan kebutuhan masyarakat dengan melakukan pinjaman ke luar
negeri, dan pastinya menambah jumlah hutam yang dimiliki oleh negara [CITATION Kho14 \l 1033 ].

Karakteristik asas kecukupan yang lainnya adalah jumlah penerimaan pajak yang dimiliki
oleh suatu negara. Rendah tingginya jumlah penerimaan pajak di suatu negara menentukan kondisi
perekonomian negara tersebut. Jika suatu negara memiliki penerimaan pajak yang rendah, hal
tersebut dapat disebabkan karena pendapatan masyarakatnya yang rendah atau bisa juga dikarenakan
oleh kesadaran masyarakat di suatu negara masih rendah dalam membayar pajak. Hal tersebut dapat
ditegaskan dengan pembuatan kebijakan fiskal agar dapat tercapai tujuan kecukupan fiskal yang
dimaksud. Namun, efektivitas kebijakan fiskal dalam mendorong pemulihan ekonomi dipengaruhi
oleh bagaimana suatu negara mengadopsi kebijakan tersebut. Keputusan harus diambil segera setelah
jatuhnya perekonomi, menjadi signifikan sebagai bagian dari PDB, tidak mempengaruhi keuangan
publik dan keuangan publik difokuskan untuk mendukung konsumsi [CITATION Mat12 \l 1033 ].

2
c. Pemengaruh Asas Kecukupan

Pada dasarnya faktor terbesar yang mempengaruhi asas kecukupan adalah sumber
penerimaan di suatu negara. Tetapi sebenarnya faktor yang mempengaruhi asas kecukupan di setiap
negara berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing negara, salah satu yang menjadi faktor
adalah sumber penerimaan dari pajak. Tetapi tidak ada faktor yang paten untuk dijadikan dasar
apakah penerimaan pajak suatu negara dapat mencukupi anggaran belanja yang telah dibuat
pemerintah untuk satu periode [CITATION Pol17 \l 1033 ]. Dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi asas kecukupan di suatu negara bergantung kepada kondisi suatu negara tersebut.
Ada beberapa faktor pemengaruh asas kecukupan yang saya ambil setelah melakukan literature
review.
Yang pertama adalah sumber penerimaan suatu negara secara universal, pada dasarnya untuk
mencukupi dan memenuhi government spending atau pengeluaran pemerintah dan kebutuhan
masyarakat adalah penerimaan yang diterima oleh suatu negara. Namun, tidak ada bukti kuat dan
jelas dari pengeluaran pemerintah mempengaruhi pendapatan nasional suatu negara. Dengan kata
lain, pengeluaran pemerintah didasari oleh selutuh kegiatan yang dilakukan oleh negara dan biasanya
seragam dengan pengeluaran di tahun sebelumnya. Tentu saja, hasil ini bergantung pada periode
waktu diperiksa dan metode statistik yang digunakan. Secara umum, pertumbuhan pendapatan
menyebabkan pertumbuhan yang tinggi dalam pengeluaran pemerintah maka lebih banyak diminta
dari layanan yang diproduksi oleh sektor publik, dan ini, pada gilirannya, membutuhkan pajak yang
lebih tinggi. Menaikkan pajak dapat menimbulkan ketidakefisienan, terutama di negara-negara
dimana pajak sudah relatif tinggi. Namun, perilaku ini berdampak pada keberlangsungan publik
keuangan atau mengarah pada pinjaman yang berlebihan jika pemerintah memutuskan untuk tidak
menaikkan pajak [ CITATION Man19 \l 1033 ]. Anggaran belanja di suatu negara dapat mengalami
surplus dan defisit, dapat dikatakan surplus jika pengeluaran nyata yang dikeluarkan pemerintah
lebih kecil jumlahnya dibanding yang tercantum pada anggaran belanja, sedangkan sebaliknya, dapat
dikatakan defisit jika pengeluaran nyata suatu negara melebihi jumah anggaran belanja yang sudah
ditetapkan sebelumnya. Defisit anggaran belanja negara dapat berpengaruh pada tidak tercapainya
tujuan asas kecukupan, dimana pemerintah harus memutar otak agar dapat menutupi kekurangan
yang ada. Jika selisih terjadi menunjukkan aktual yang lebih kecil daripada jumlah pengeluaran
yang ditetapkan dalam anggaran (underspending) maka berarti kinerja sebuah satuan kerja adalah
baik. Jika dalam pelaksanaan anggaran mengalami perubahan maka yang dijadikan tolak ukur adalah
anggaran setelah mengalami perubahan [CITATION Kho14 \l 1033 ].

Faktor kedua yang menjadi pemengaruh asas kecukupan adalah kebijakan fiskal yang
mengatur pajak dan perekonomian negara. Pajak adalah konstribusi wajib yang dibayarkan oleh
wajib pajak atau orang yang diwajibkan untuk membayar pajak kepada negara yang bersifat
memaksan dan diatur oleh Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. penerimaan pajak
yang diterima oleh setiap negara pun jumlahnye berbeda, tergantung dari penghasilan masyarakat
dan tarif pajaknya. Di Indonesia penerimaan pajak terus meningkat dari tahun 2000 sampai 2015,
pengeluaran negara Indonesia juga menunjukkan adanya kenaikan setiap tahunnya. Tetapi
sayangnya, kenaikan penerimaan pajak yang diterima oleh negara Indonesia masih kalah jumlahnua

3
dengan pesatnya peningkatan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena
masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak, sedangkan kebutuhan
negara dan masyarakatnya setiap tahun semakin meningkat. Hal tersebut membuat Indonesia masih
menggunakan kebijakan fiskal defisit anggaran untuk tetap menjalankan pembangunan negara
[CITATION Rid17 \l 1033 ]. Kebijakan fiskal defisit anggaran adalah kebijakan yang ditetapkan dengan
cara mengendalikan pepengeluaran pemerintah yang jumlahnya lebih besar daripada penerimaan
yang diterima oleh pemerintah. Dengan adanya defisit yang dialami oleh anggaran belanja negara
Indonesia, pemerintah akan mensiasati pertumbuhan ekonomi negara dengan mencari dana dari
pihak lain untuk tetap memajukan perekonomian negara. Sayangnya, kebijakan ini mengandung
banyak pro dan kontra karena dampak negatif yang disebabkannya.
Faktor ketiga yang mempengaruhi asas kecukupan adalah jumlah penerimaan pajak yang
diterima oleh suatu negara. Pejak merupakan penerimaan yang sangat penting bagi negara-negara di
dunia karena pajak juga membantu pemerintah dalam mencapai asas kecukupan. Jumlah seluruh
penerimaan pajak yang diterima oleh suatu negara sangat bergantung dengan kesadaran
masyarakatnya dalam membayar pajak, semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat dalam suatu
negara dalam membayar pajak, semakin tinggi pulang penerimaan pajak yang diterima. Jika
masyarakan dalam suatu negara tingkat kesadaran membayar pajaknya sudah itggi, dan tarif pajak
yang ditetapkan oleh negara tersebut juga sudah dapat dibilang tinggi, potensi uatu negara untuk
mencapai asas kecukupan juga akan menjadi lebih tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan negara dan
masyarakatnya.

4
d. Klasifikasi Asas Kecukupan

Asas kecukupan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu sufficiency as minimum dan sufficiency
as maximum. Sufficiency as minimum adalah kelompok asas kecukupan yang berfokus pada
distribusi keadilan, dimana yang terpenting adalah setiap orang memiliki kecukupan yang cukup,
walaupun hanya di ambang batas minimum. Batas minimum yang dimaksud oleh sufficiency as
minimum adalah bagaimana ambang batas tersebut kemudian akan ditempatkan pada tingkat yang
sesuai dengan titik di mana dasar kebutuhan dipenuhi daripada di mana semua yang dibutuhkan
untuk kehidupan yang baik tersedia. Diharapkan ada konsensus yang cukup luas di antara orang-
orang yang peduli akan keadilan bahwa setidaknya minimum ini harus diterapkan. Dengan itu,
sufficiency as minimum dengan distribusi keadilan adalah bahwa setidaknya setiap individu
mempunyai cukuo untuk memenuhi kebutuhan individunya,
Sedangkan sufficiency as maximum adalah kelompok asas kecukupan yang merupakan
perhatian terhadap dampak yang ditimbulkan kepada lingkungan dari pola konsumsi masyarakat,
namu hal tersebut menimbulkan banyak perdebatan karena masih belum diketahui apakah jumlah
konsumsi masyarakat harus dikurangi dan apakah pengurangan konsumsi tidak meningbulkan
dampak negatif. Pada sufficiency as maximum masih belum mempunyai batasan maksimum yang
bagi individu untuk melakukan konsumsi, yang terpenting setiap individu tidak menggunakan
sumber daya terlalu berlebihan dan dianjurkan untuk memakai sumber daya berkelanjutan. Dalam
implementasinya sufficiency as maximum tidak perlu untuk ditetapkan batas maksimum, namun
hanya perlu untuk kewajaran individu atas konsumsinya [ CITATION Lau16 \l 1033 ].

Selain dua kelompok asas kecukupan di atas, menurut Virage Energie, asas kecukupan dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu asas kecukupan dimensional, asas kecukupan berdasarkan
pemanfaatannya, dan asas kecukupan berdasarkan dampaknya terhadap lingkungan [ CITATION
Hel15 \l 1033 ]. Yang pertama adalah asas kecukupan dimensional, kelompok asas kecukupan
dimensional ini merupakan kelompok yang melihat suatu dapat dibilang cukup dengan
menyesuaikan ukuran dan kebutuhan. Kelompok asas kecukupan ini contohnya dapat dilihat dari
bagaimana suatu negara dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sesuai dengan ukuran dari
negara tersebut. Misalnya Indonesia, Indonesia memiliki luas keseluruhan 1.905 juta km persegi dan
penduduknya berjumlah 268.583.016 jiwa per 30 Juni 2020. Sayangnya, dengan luas keseluruhan
negara Indonesia yang dapat dibilang sangat luas, penduduknya masih belum merata di beberapa
daerah dan menumpuk di daera-daerah besar. Seperti di Jakarta, jumlah penduduk dibanding luas
daerahnya sudah melampaui batas ideal jumlah penduduk per kilometer persegi, dimana dapat
terjadinya tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah dan penduduk di Jakarta, maka asas
kecukupan pun belum dapat tercapai.

Yang ledua adalah asas kecukupan berdasarkan pemanfaatannya, pada kelompok asas
kecukupan ini difokuskan pada durasi pemakaian dari suatu sumber pemanfaatan. Contohnya seperti

5
tidak membuang-buang listrik, tetapi di beberapa daerah di Indonesia masih kesulitan untuk
mendapat akses listrik, dan masih memiliki jadwal kapan listrik dialirkan. Maka dari itu, pemerintah
diharuskan melakukan pemerataan pembangunan terhadap daerah-daerah terpencil yang masih
kesulitan untuk mendapatkan aliran listrik, karena kebutuhan akan listrik pada zaman sekarang
sangat besar mengetahui adanya kemajuan tekonologi. Jika pemerataan pembangunan telah
dilaksanakan, asas kecukupan di daerah-daerah terpencil juga akan terpenuhi.

Dan yang terakhir adalah asas kecukupan berdasarkan dampaknya terhadap lingkungan,
kelompok asas kecukupan ini berfokus kepada perencanaan kota kolektif untuk meningkatkan
hubungan sosial, bagaimana caranya memberikan dampak yang ramah kepada lingkungan.
Contohnya seperti mengurangi pemakaian kendaraan bermotor karena kendaraan bermotor
menghasilkan gas karbon dioksida yang menyebabkan polusi dan efek rumah kaca, pemakaian
kendaraan bermotor dapat diganti dengan penggunaan transportasi umum atau sepeda. Pengurangan
pemakaian bermotor tidah hanya bermanfaat bagi lingkungan karena akan mengurangi tingkat
polusi, tetapi juga menghemat bahan bakar minyak yang seharusnya dipakai untuk kendaraan
bermotor sehingga persediaan BBM tidak terjadi kelangkaan.

6
e. Metode Penentuan Asas Kecukupan

Untuk mencapai tujuan asas kecukupan diperlukan metode-metode untuk menentukan asas
kecukupan itu sendiri. Asas kecukupan mengharuskan suatu negara memiliki sumber penerimaan
yang cukup untuk memenuhi seluruh pengeluaran pemerintah dan juga kebutuhan masyarakatnya,
suatu negara butuh untuk menentukan metode atau cara untuk mencapai asas kecukupan sesuai
dengan kondisi negara tersebut. kecukupan penerimaan suatu negara dapat ditentukan dengan dua
metode yaitu tax elasticity dan tax buoyancy. Tax elasticity adalah metode yang mengukur respon
pendapatan terhadap perubahan yang terjadi pada pendapatan setelah dikurangi tindakan pajak
diskresioner, sedangkan tax buoyancy merupakan metode yang mengukur respons pendapatan pajak
terhadap perubahan pendapatan suatu negara [CITATION Dan10 \l 1033 ]. Disebutkan bahwa tax
elasticity cocok dipakai oleh negara yang masih berkembang. Menurut konsep elastisitas sistem
perpajakan, dengan meningkatnya pendapatan nasional sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi
maka penerimaan Pemerintah dari pajak juga akan meningkat. Di negara berkembang, porsi
penerimaan pajak sebagai proporsi pendapatan nasional lebih rendah dibandingkan dengan negara
maju. Porsi penerimaan pajak ini akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan nasional,
jika sistem perpajakan cukup elastis. Perpajakan progresif atas pendapatan dan kekayaan
memberikan elastisitas ini pada sistem pajak. Pengenaan biaya tidak langsung yang lebih tinggi
(sumbu pada barang mewah yang memiliki elastisitas pendapatan yang tinggi terhadap permintaan
juga membuat sistem pajak menjadi elastis.

Tax buoyancy memiliki manfaat untuk mengukur responsa tau elastisitas penerimaan pajak
terhadap kondisi perekonomian dilihar dati pendapatan negaranya. Penerimaan pajak suatu negara
dapat dibilang sudah pada tahap yang baik jika kinerjanya sudah dapat mengimbangi atau bahkan
melampaui pertumbuhan perekonomian suatu negara. mungkin berbeda antara jangka pendek dan
jangka panjang. Tax bouyancy jangka pendek terkait erat dengan fungsi stabilisasi kebijakan fiskal.
Memang, jika penerimaan pajak meningkat lebih dari PDB, sistem pajak adalah penstabil otomatis
yang baik. Jika tax bouyancy jangka pendek lebih kecil dari satu, penerimaan pajak lebih stabil
daripada PDB dan kurang berfungsi sebagai penstabil otomatis. Tax bouyancy jangka panjang
penting untuk memberikan dampak pertumbuhan ekonomi pada kesinambungan fiskal jangka
panjang. Tax bouyancy jangka panjang yang melebihi satu akan ceteris paribus menyiratkan bahwa
pertumbuhan yang lebih tinggi akan meningkatkan keseimbangan fiskal melalui sisi pendapatan
anggaran, sedangkan dengan daya apung jangka panjang yang lebih kecil dari satu pertumbuhan
akan melakukan hal sebaliknya [CITATION Vin14 \l 1033 ].

Zimbabwe adalah salah satu negara yang masih sangat mengandalkan pajak untuk memenuhi
pengeluaran pemerintahannya, selama satu dekade ke belakang penerimaan pajak masih menjadi
penerimaan yang dominan dan menjadi sumber utama pendapatan Zimbabwe. Karena pajak masih
menjadi sumber penerimaan utamanya, tax elasticity dan tax buoyancy akan sangat bermanfaat untuk
Zimbabwe dalam hal reformasi struktur pajak dan penerimaan negaranya. Cotton Joseph Jason
mmaparkan bahwa “Tax elasticity and buoyancy can aid in identifying weaknesses in the tax

7
structure and in formulating strategies to correct these weaknesses and improve the outturn on the
fiscal accounts given the prevailing macroeconomic conditions” [CITATION Jos12 \l 1033 ], dengan itu
tax elasticity dan tax buoyancy dapat membantu dalam mengidentifikasi kelemahan dalam struktur
pajak dan pajak merumuskan strategi untuk memperbaiki kelemahan ini dan meningkatkan kinerja
pada akun fiskal yang diberikan kondisi makroekonomi yang berlaku. Selain itu, tax elasticity dan
tax buoyancy juga dapat membantu pemerintah dalam memperkirakan pengeluaran negara yang akan
dimasukkan ke dalam anggaran tahun selanjutnya [CITATION Wel15 \l 1033 ]. Hal tersebut sangat
bermanfaat karena dapat menghindari terjadinya defisit anggaran yang dapat mengganggu jalannya
perekonomian suatu negara dan dapat memperbesar probabilitas suatu negara untuk melaakukan
pinjaman dana ke luar negeri yang akan memperbanyak utang yang dimiliki oleh suatu negara.

8
9
DAFTAR PUSTAKA

Daniel, Kwabena Twerefou, et al. "BUOYANCY AND ELASTICITY OF TAX: EVIDENCE


FROM GHANA." Journal of Monetary and Economic Integration (2010): 36-70. Document.
<http://ugspace.ug.edu.gh/handle/123456789/2206>.
He´le`ne, Gorge, et al. "What Do We Really Need? Questioning Consumption Through Sufficiency."
Journal of Macromarketing (2015): 11-19. Document.
<https://remote-lib.ui.ac.id:2158/doi/full/10.1177/0276146714553935>.
Institute, Policy Research of Bangladesh. "Adequacy of Fiscal Policy - a critical challenge." (2017):
1-4. Document.
<https://bit.ly/theadequacyofromanianfiscalpolicy>.
Joseph, Jason Cotton. "The Buoyancy and Elasticity of Non-Oil Tax Revenues in Trinidad and
Tobago." (2012): 1-31. Document.
<https://www.researchgate.net/publication/327226049_The_Buoyancy_and_Elasticity_of_N
on-Oil_Tax_Revenues_in_Trinidad_and_Tobago>.
Khoirul, Anwar. "Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Ekonomi Makro di Indonesia."
Jejaring Administrasi Publik (2014): 588-603. Document.
<http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-admp73df7f120efull.pdf>.
Laura, Spengler. "Two types of ‘enough’: sufficiency as minimum and maximum." Journal of
Environmental Politics (2016): 921-940. Document.
<https://www.researchgate.net/publication/299477293_Two_types_of_'enough'_sufficiency_
as_minimum_and_maximum>.
Manuchehr, Irandoust. "Wagner on government spending and national income:." Journal of Policy
Modeling (2019): 637-646. Document.
<http://uindonesia.summon.serialssolutions.com/#!/search?
bookMark=eNqFkd1KxDAQhYOs4O7qIyh5AFuTtmkbb2QR_0DwRvEyZJNJN2ubLElX8e
2NrhcKggzMwMx3zsWcGZo47wChY0pySmh9ts7XG98PXucFoTwnRU5IuYemtG3KrCU1
maBp4mjW8rI9QLMY14QQli5T9PgsOwcBe4c7_wrBDeBGHDfgtHUdlk5jJ0frneyxdc>.
Mathei, Gheorge and Ionuţ-Cătălin Croitoru. "THE ADEQUACY OF ROMANIAN FISCAL
POLICY TO CURRENT." (2012): 728-735. Document.
<http://bit.ly/adequacyoffiscalpolicy>.
Oyok, Abuyamin. "NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) DAN." Jurnal Wawasan Hukum,
Vol. 22 (2010): 110-123. Document.
<http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/jwy/article/download/6/7>.
Ridha, Elvianti. "HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA PENERIMAANPAJAK DAN
PENGELUARAN NEGARA DI INDONESIA PERIODE 2000-2015." Jurnal Ekonomi dan
Bisnis (2017): 31-39. Document.
<https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jeb/article/view/1644>.

iii
Vincent, Belinga, et al. Tax Buoyancy in OECD Countries. IMF Working Paper, 2014. Document.
<https://books.google.com/books?
hl=id&lr=&id=zwoNBAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT7&dq=tax+buoyancy+oecd&ots=LDDIlk
JI12&sig=_tI44D3k6YEwcZEYxrUHWJFmUAM>.
Wellington, Garikai Bonga, Lizzy Dhoro-Gwaendepi Netsai and Mawire-Van Strien Fungayi. "Tax
Elasticity, Buoyancy and Stability in Zimbabwe." Journal of Economics and Finance (2015):
21-29. Document.
<https://www.semanticscholar.org/paper/Tax-Elasticity%2C-Buoyancy-and-Stability-in-
Zimbabwe-Bonga-Dhoro/757b95db5cfeaeb69e760f02f1335b30d7d13764?p2df>.

iv

Anda mungkin juga menyukai