Senyum ceria cahaya mentari menyambut pagi ini,terpancar pada wajah tampan Frans. Ia
seakan ditarik kembali pada sebuah kisah klasik, dimana dia sendiri yang menjadi pemeran
utamanya. Di depan rumah Ayahnya,Frans diam sejenak. Melihat keadaan sekitar,
merenungkan kenangan yang sempat dilupakan untuk sesaaat. Banyak sekali perubahan
setelah sepuluh tahun berlalu. Rumah yang menjadi saksi bisu semua kenangan yang pernah
terjadi.
Perlahan tapi pasti,Frans mulai berjalan mendekati pintu rumah. Berat rasanya hati Frans
ketika hendak membuka Pintu. Ia melihat ke samping,sebuah kuburan berukuran sedang yang
dihiasi lampu malam dan bunga serta batang-batang lilin yang sudah dinyalakan. Frans
merasa liburan kali ini sangat berbeda dari liburan yang sebelumnya.
Dengan menguatkan hatinya, Frans memegang gagang pintu dan membukanya.
Langkahnya terhenti begitu melihat sebuah baliho besar terpajang di depan dekat sofa.
Perlahan air mata Frans tidak dapat dibendung lagi. Ia menangis namun berusaha
menyembunyikannya. Rindu kepada Ibunya amat sangat mendalam merasuki tubuhya.
Semuanya berbeda, liburan yang biasanya disambut senyum cantik ibunya, menu masakan
ibunya yang selalu terasa lezat kini hanya bisa dikenang.
“Sayang! Kamu sudah pulang? Bagaimana kabarmu? Apa kamu sehat? syukurlah kamu
pulang nak. Ibu rindu sekali pada dirimu. Ayo kita makan! Ibu sudah masak makanan special
kesukaan kamu.”
“Frans!” sebuah tangan yang sudah keriput namun terasa hangat menyentuh belakang
Frans, menyadarkannya kembali dari lamunannya tentang kelakuan ibunya yang selalu
memperlakukannya layak seorang putra raja setiap kali liburan yang sangat ia rindukan.
“ Ayah!” Pekik Frans Kaget. Rasanya seperti sebuah mimpi buruk, ia bisa melihat
Ayahnya tapi tidak dengan ibunya. Dan lebih sedihnya lagi ayahnya seperti mengalami
gangguan di bagian telinga yang membuat pendengarannya jadi tidak jelas. Sehingga, apa
yang ditanyakan Frans hampir dijawab tidak sesuai.Ayahnya harus melihat bentuk mulut
Frans saat berbicara dan berusaha menjawab dengan Tepat.
“Ayah pikir liburan kali ini kamu tidak pulang. Tapi ayah senang kamu bisa pulang liburan
menemani ayah walaupun hanya beberapa hari saja.” Ucap Ayah Frans. Senyum simpul
tergambar jelas diwajah tua sudah keriput itu.
Frans tidak menghiraukan kata-kata Ayahnya, ia kembali memandang ke segala penjuru
ruang tamu. “ Semua sudah berubah, kan?” tanya Ayahnya yang mengikuti arah penglihatan
Frans. Frans mengangguk setuju. “ rasanya seperti aku sedang berada di tempat yang sangat
asing bagi diriku Ayah.”
Dinding yang dulunya berwarna putih pudar kini sudah dicat dengan berbagai warna yang
menarik, meja tua yang biasa dikelilingi oleh kursi-kursi tua yang terbuat dari kayu, kini
sudah diganti dengan sofa besar yang mewah, lantai yang biasanya dari semen licin sekarang
sudah menjadi Jubin berwarna putih mengkilat.
Ayo kita naik keatas adikmu pasti sudah menunggumu dengan tidak sabar. Langkah Frans
terhenti ketika ia melihat ruang makan.perlahan air matanya tak dapat dibendung
lagi.memang kursi dan mejanya sudah berubah tapi jumlah dan cara peletakannya masih
sama. Ia menangis dalam diam,rindu akan makan Bersama anggota keluarga yang utuh, rindu
akan raut manis ibunya kembali memeluk erat tubuh Frans.