Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FISIKA DAN BIOKIMIA ANESTESI


PENERAPAN TERMOFISIKA DALAM KEPERAWATAN ANESTESI
Dosen Pengampu:
Raden Sugeng Riyadi, S.ST., M.Psi

Untuk Memenuhi Tugas Praktikum dari Mata Kuliah


Fisika dan Biokimia Anestesi

Disusun oleh:

1. Elsa Aulya Pratiwi (2011604097) 7. Chika fajra cindana yunus (2011604103)

2. Hajutri prehatin (2011604098) 8. Hardiani Palupi Mumpuni (2011604104)

3. Desi Aprilianti (2011604099) 9.Sakina berlianti (2011604105)

4. Nurul Qalbi Syahrul (2011604100) 10.Yogi perasetio (2011604106)

5. Regita cahyani ointu (2011604101) 11.Irda Fitri Widya Sari (2011604107)

6. Lia Titin widya (2011604102) 12. A Khazelia Putra (2011604108)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Fisika dan Biokimia Anestesi. Makalah ini berisikan tentang
Penerapan Termofisika Dalam Keperawatan Anestesi, diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua.

Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat
bimbingan dari Dosen dan teman-teman saya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum
seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata Semoga Makalah Fisika dan
Biokimia Anestesi ini dapat memberikan manfaat untuk semua nya.

Yogyakarta, 4 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................I

DAFTAR ISI.........................................................................................................II

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................1

1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Termofisika

2.2 Penerapan Termofisika Dalam Keperawatan Anestesi

2.3 Pengertian Biolistrik

2.4 Penerapan Fisika Dalam Biolistrik Keperawatan Anestesi

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Termofisika merupakan materi yang harus dipahami dengan baik karena di
dalamnyamencakup cukup banyak materi lainnya, termometrik dan skala temperatur
pengaturan suhu, serta perpindahan panas. Termofisika adalah ilmu pengetahuan yang
mencakup semua cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari dan menjelaskan sikap zat
dibawah pengaruh kalor dan perubahan-perubahan yang menyertainya. Di dalamnya tercakup
: kalorimetri, termometri, perpindahan kalor,termodinamika, teori kinetik gas dan fisika
statistik.
Termofisika adalah alat untuk menunjukkan suhu suatu system thermometer yang
sering dipakai yaitu termomnerter klinik dari 32-45̊C dan punya titik. Kata "termodinamika"
berasal dari bahasa Yunani therme (kalor) dan dynamis (gaya). Termodinamika
adalah cabang ilmu fisika yang mempelajari temperatur, panas, dan pertukaran energi. Jadi
termodinamika adalah ilmu mengenai fenomena fenomena energy yang berubah ubah akibat
adanya pergiliran panas dan usaha yang dilakukan. Menurut sejarahnya, semula
termodinamika merupakan ilmu pengetahuan yang merangkaikan kalor dengan usaha
mekanik. Tetapi ilmu ini berkembang. meraih bidang-bidang di luar mekanik. Pada tahap
perkembangan sekarang, termodinamika merupakan akar bagi berbagai cabang ilmu
pengetahuan alam. Termodinamika mempunyai penerapan praktis dalam semua bidang IPA
dan teknologi seperti halnya dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, dan hubungan
dengan cuaca sampai memasak.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Termofisika?
2. Apa saja jenis penerapan Termofisika dalam Keperawatan Anestesi?
3. Apa yang dimaksud dengan Biolistrik?
4. Bagaimana penerapan Biolistrik dalam Keperawatan Anestesi?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Fisika
dan Biokimia Anestesi tentang Penerapan Termofisika Dalam Keperawatan Anestesi
untuk memahami lebih jauh terkait Mekanisme penerapan Biolistrik dalam Keperawatan
Anestesi.

1.4. Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi Termofisika


2. Untuk mengetahui jenis penerapan Termofisika dalam Keperawatan Anestesi.
3. Untuk mengetahui definisi Biolistrik.
4. Untuk mengetahui penerapan Biolistrik dalam Keperawatan Anestesi.
BAB II

Pembahasan

A. Pengertian Termofisika
Termofisika adalah ilmu pengetahuan yang mencakup semua cabang ilmu  pengetahuan
yang mempelajari dan menjelaskan sikap zat di bawah pengaruh kalor dan  perubahan-
perubahan yang menyertainya. Di dalamnya tercakup kalorimetri, termometri,  perpindahan
kalor, termodinamika, teori kinetik gas, dan fisika statistik.

B. Penerapan Fisika pada Termofisika Keperawatan


1. Termometer
Pembuatan termometer pertama kali dipelopori oleh Galileo galilei (1564-1642) pada
tahun 1595. Alat tersebut disebut dengan termoskop yang berupa labu kosong yang
dilengkapi dengan pipa panjang dengan ujung pipa terbuka. Mula-mula dipanaskan
sehingga udara di dalam labu mengembang. Ujung pipa yang terbuka kemudian
dicelupkan kedalam cairan berwarna. Ketika udara di dalam labu menyusut, zat cair
masuk kedalam pipa tetapi tidak sampe labu. Beginilah cara kerja termoskop. Untuk suhu
yang berbeda, tinggi kolom zat cair di dalam pipa juga berbeda. Tinggi kolom ini
digunakan untuk menentukan suhu. Prinsip kerja termometer buatan Galileo  berdasarkan
pada perubahan volume gas dalam labu. Tetapi dimasa ini termometer yang sering
digunakan terbuat dari bahan cair misalnya, raksa dan alkohol. Prinsip yang digunakan
adalah pemuaian zat cair ketika terjadi peningkatan suhu benda.
Zat cair yang sering digunakan sebagai pengisi termometer, yaitu raksa atau alkohol.
Keduanya dipilih karena masing-masing mempunyai kelebihan. Kelebihan raksa, yaitu
membeku pada suhu -390°C dan mendidih pada suhu yang cukup tinggi yaitu 357°C.
Kelebihan alkohol, yaitu membeku pada suhu -114,9°C dan mendidih  pada suhu 78°C.
Berdasarkan data ini, termometer raksa paling tepat untuk mengukur suhu-suhu tinggi,
sedangkan termometer alkohol paling tepat untuk mengukur suhu-suhu rendah.
Prinsip kerja termometer keping bimetal, yaitu apabila suhu berubah menjadi tinggi,
keping bimetal akan melengkung ke arah logam yang koefisien muainya lebih rendah.
Sedangkan jika suhu menjadi rendah, keping bimetal akan melengkung ke arah logam
yang keofisien muainya lebih tinggi. Logam dengan koefisien muai lebih besar (tinggi)
akan lebih cepat memanjang sehingga kepingan akan membengkok   (melengkung) sebab
logam yang satunya lagi tidak ikut memanjang. Pada termometer, keping bimetal dapat
difungsikan sebagai penunjuk arah karena jika kepingan menerima rangsang berupa suhu,
maka keping akan langsung melengkung karena  pemuaian panjang pada logam. Berikut
adalah jenis-jenis termometer.
1. Termometer laboratorium
Termometer ini menggunakan cairan raksa atau alkohol. Jika cairan bertambah
panas maka raksa atau alcohol akan memuai sehingga skalanya bertambah. Agar
termometer sensitif terhadap suhu maka ukuran pipa harus dibuat kecil (pipa kapiler)
dan agar peka terhadap perubahan suhu maka dinding termometer (reservoir) dibuat
setipis mungkin dan bila memungkinkan dibuat dari bahan konduktor. Tujuannya agar
air raksa setelah memuai, tidak mudah kembali ke
keadaan semula. Bagian atas kapiler dihampakan udara kemudian ujung kapiler
tersebut ditutup. Untuk mengukur tinggi permukaan air raksa dibuat skala yang
digoreskan pada dinding pipa tersebut. Pada dinding belakang yang berlawanan
dengan skala, di sebelah luarnya ruangan terdapat/diberikan lapisan perak agar dapat
memberikan gambaran skala lebih tajam.
2. Termometer klinis
Termometer ini khusus digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan biasanya
diisi dengan raksa atau alcohol. Termometer ini mempunyai lekukan sempit diatas
wadahnya yang berfungsi untuk menjaga supaya suhu yang ditunjukkan kedalam
pengukuran tidak berubah setelah termometer diangkat dari badan pasien.
3. Termometer ruangan
Termometer ini berfungsi untuk mengukur suhu pada sebuah ruangan. Pada
dasarnya termometer ini sama dengan termometer yang lain hanya saja skalnya yang
berbeda.
4. Termometer digital
Karena perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer digital yang
prinsip kerja nya sama dengan termometer yang lainnya yaitu pemuaian. Pada
termometer digital menggunakan logam sebagai sensor suhunya yang kemudian
memuai dan pemuaian nya ini diterjemahkan oleh rangkaian elektronik dan
ditampilkan dalam bentuk angka yang bisa dibaca.

C. Pengertian Biolistrik
Biolistrik adalah energi yang dimiliki setiap manusia yang bersumber dari ATP
(Adenosine Tri Posphate) dimana ATP ini di hasilkan oleh salah satu energi yang bernama
mitchondria melalui proses respirasi sel. Biolistrik juga merupakan fenomena sel. Sel-sel
mampu menghasilkan potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan positif pada
permukaan luar dan lapisan tipis muatan negatif pada permukaan dalam bidang
batas/membran. Kemampuan sel saraf (neurons) menghantarkan isyarat biolistrik sangat
penting.
Transmisi sinyal biolistrik (TSB) mempunyai sebuah alat yang dinamakan Dendries yang
berfungsi mentransmsikan isyarat dari sensor ke neuron. Stimulus untuk mentringer neuron
dapat berupa tekanan, perubahaan temperature, dan isyarat listrik dari neuron lain. Aktifitasi
bolistrik pada suatu otot dapat menyebar ke seluruh tubuh seperti gelombang pada
permukaan air.

D. Penerapan Fisika pada Biolistrik Keperawatan


1. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik
otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil
dengan memasang electroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli
untuk menentukan kondisi jantung dari pasien. Elektrokardiogram tidak menilai
kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG dapat memberikan indikasi
menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas.
Elektrokardiograf adalah salah satu alat kesehatan yang berfungsi untuk mendeteksi
sinyal potensial listrik pada jantung manusia. Suatu biolistrik yang berasal dari jantung,
akan diumpankan ke lead selector yang  berfungsi untuk memilih atau menentukan lead
yang akan diukur. Setelah memilih lead, sinyal akan dikuatkan dan akan di ukur pada pre
amplifier berkali-kali sehingga bisa menggerakkan galvanometer yang di kopel dengan
sebuah stylus. Stylus merupakan hasil outputan akhir.
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang berjalan dengan kecepatan standard
25 mm/detik dan defleksi 10mm sesua dengan potensial 1mV. Gambaran EKG normal
menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :
1. Gelombang P : Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil dan merupakan hasil
depolarisasi atrium kanan dan kiri.
2. Segmen PR : Segmen ini merupakan garis iso-elektrik yang menghubungkan antara
gelombang P dengan Kompleks QRS
3. Kompleks QRS: Kompleks QRS merupakan suatu kelompok gelombang yang
merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Kompleks QRS pada
umumnya terdiri dari gelombagn Q yang merupakan gelombang defleksi negatif
pertama, gelombang R yang merupakan gelombang defleksi positif pertama, dan
gelombang S yang merupakan gelombang defleksi negatif pertama setelah
gelombang R.
4. Segmen ST : Segmen ini merupakan garis iso-elektrik yang menghubungkan
kompleks QRS dengan gelombang T.
5. Gelombang T : Gelombang T merupakan pontesial repolarisasi dari ventrikel kiri
dan kanan.
6. Gelombang U : Gelombang in berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal
gelombang ini masih belum jelas.

Fungsi EKG:
1. Merupakan standar terbaik untuk mendiagnosis aritmia jantung
2. Memandu tingkatan terapi dan resiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot
jantung
3. Membantu menemukan gangguan elektrolit seperti hiperkalemia dan hipokalemia
4. Memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi seperti blok cabang berkas
kanan dan kiri
5. Sebagai alat untuk mencegah penyakit jantung sistemik selama uji stres jantung 6.
6. Mendeteksi penyakit bukan jantung seperti emboli paru dan hipotermia

2. Defibirillator
Defibrillator merupakan stimulator detak jantung yang menggunakan aliran listrk
bertegangan tinggi untuk memulihkan pasien yang terkena serangan jantung. Fungsi
utama dari defibrillator adalah untuk restart jantung dari seseorang yang menderita
serangan jantung. Pada prinsipnya semua yang ada dalam alat ini terdapat banyak konsep
fisika mulai dari elektroda paddle hingga gelombang yang ada dalam layar monitornya.
Energi listrik yang diberikan untuk memberikan shock kepada pasien merupakan
gelombang kotak yang dalam ilmu fisika disebut juga dengan shock gelombang artinya
energi diberikan secara keseluruhan dalam waktu yang sangat singkat.

3. Short Wave Diathermy (SWD)

Short Wave Diathermy (SWD) adalah suatu alat terapi yang menggunakan
pemanasan yang pada jaringan dengan merubah energi elektromagnet menjadi energi
panas. Short Wave Diathermy biasa disebut dengan Diathermy gelombang pendek.
Berfungsi untuk memanaskan jaringan dan pembuluh darah dengan gelombang pendek,
sehingga peredaran darah menjadi lancar.

Gelombang radio dilemahkan saat melewati jaringan, tetapi sesungguhnya dapat


menembus jaringan sampai dalam tergantung dari jaringan yang dilewati, frekuensi dan
karakteristik dari aplikator. Aplikator induktif meningkatkan pusaran medan magnet di
jaringan, dan sebagai pengatur dan penghasil temperature tinggi di  jaringan yang kaya
akan cairan, menginduksi dengan tinggi jaringan seperti otot. Kapasitator melengkapi
aplikator yang meningkatkan panas dari medan listrik. Temperatur maksimal cenderung
muncul pada jaringan yang kurang kandungan cairan seperti lemak, dan dapat
memungkinkan untuk membakarnya. SWD dapat meningkatkan suhu lemak subkutan
sampai 15°C dan pada kedalaman kedalaman 4-5 cm dengan panas 4°C- 6°C. Mesin
SWD dapat menghasilkan pulsa sama baiknya dengan Continous Wave output. CW SWD
digunakan apabila tujuan dari terapi adalah untuk memanaskan. Mesin SWD pada
dasarnya adalah sebuah radio transmitter yang dioperasikan seperti radio transmiter
lainya. Pasien diletakan mesin dan dilindungi dari luka dengan mengoperasikan sirkuit
dengan rangsanganmaksimum, seperti mesin automatis pada mesin SWD yang modern.
Sekali rangkaian maksimal dikerjakan,  pergerakan mesin dapat mengurangi panas.

Ada beberapa jenis aplikator inductive. Drum aplikator terdapat pada container yang
kaku, yang mana beberapa diantaranya terhubung dengan penggantung untuk dilalui
mengelilingi region seperti bahu. Pada aplikator umumnya sudah tersedia, keset kaki semi
fleksibel mengandung coil yang terhubung dengan sebuah mesin swd. Pad dapat
berdimensi 0.5x0.75 m dan sering digunakan pada low back pain. Kabel aplikator
mengandung kabel yang terbungkus karet yang digunakan dengan mengelilingi sekitar
ekstremitas dan mengelilingi seluruh tubuh. Untuk keamanan dari kabel dapat diganti
dengan drums dan pads.

Pada kebanyakan pengaturan kapasitas, pasien diletakan diantara dua elektroda.


Aplikator rectal dan vagina digunakan sebagai probe untuk pemanasan pelvis. Probe
diletakan dengan hati-hati, vaginal probe diletakan dibelakang servix pada fornix
posterior dan eksternal pad digunakan untuk melengkapi sirkuit. Probe yang di tahan oleh
pasien dan sekarang jarang digunakan meskipun dulu digunakan untuk penyakit  pelvic
inflamatori disease, cronic prostatitis, dan mialgia dinding pelvis.
Kemampuan dari sebuah alat diatermi untuk menghasilkan panas di jaringan
tergantung dari besarnya energi yang dihasilkan dari panas. Untuk alat SWD yang
berkerja kontinyu energy panas yang dihasilkan berkisar anatara 55-500 W. Energi yang
dihasilkan dari diatermi sangat adekuat, karena kebanyakan SWD digunakan untuk
meningkatkan suhu dijaringan dengan terapi range yang ekfektif berkisar antara 40°C
-44°C, energy yang deperlukan berkisar antara 80-120 W. Meskipun range dari  puncak
arus energy yang dihasilkan dari alat short wave diatermi berkisar antara 100-1000W,
potensi dari menghasilkan efek panas pada alat ini tergantung dari energy utama yang
disalurkan ke jaringan dengan secara berturut-turut. Seperti telah disebutkan diawal,
energy utama tertinggi yang dapat disalurkan pada pulsasi SWD (80W) lebih rendah
dibandingkan dengan energy yang dihasilkan dari pemakaian kontinyu SWD secara
berkelanjutan untuk pengobatan.

4. Microwave Diathermy

Micro Wave Diathermy merupakan suatu pengobatan menggunakan stressor fisis


berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi 2450 MHz
dengan panjang gelombang 12,25 cm. Prinsip produksi gelombang mikro pada dasarnya
sama dengan arus listrik bolak-balik frekuensi tinggi yang lain, hanya untuk memperoleh
frekuensi yang lebih tinggi lagi diperlukan suatu tabung khusus yang disebut magnetron.
Magnetron ini memerlukan waktu untuk pemanasan, sehingga output belum diperoleh
segera setelah mesin dioperasikan. Untuk itu mesin dilengkapi dengan tombol pemanasan
agar mesin tetap dalam posisi dosis nol antara pengobatan satu dengan yang berikutnya.
Pada posisi tersebut tabung tetap mendapatkan arus listrik, tetapi dosis ke pasien nol,
sehingga terhindar dari seringnya perubahan panas.

Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui co-axial cable, yaitu suatu kabel yang
terdiri dari serangkaian kawat di tengah yang diselubungi oleh selubung logam yang
dikelilingi suatu benda isolator. Kawat dan selubung logam tadi berjalan sejajar dan
membentuk sebagai kabel output dan kabel bolak-balik dari mesin. Konstruksi kabel
semacam ini diperlukan untuk arus frekuensi yang sangat tinggi dan panjangnya tertentu
untuk suatu pengobatan.

Co-axial cable ini menghantarkan arus listrik ke sebuah area dimana gelombang
mikro dipancarkan. Area ini dipasang suatu reflektor yang dibungkus dengan bahan yang
dapat meneruskan gelombang elektromagnetik. Konstruksi ini dimaksudkan untuk
mengarahkan gelombang ke jaringan tubuh yang disebut emitter, director atau aplicator
atau sebagai elektrode.

5. EEG (Electroencephalography)

Electroencephalography (EEG) merupakan suatu kegiatan perekaman dan interpretasi


terhadap aktifitas listrik otak melalui penempatan electrode di kepala. Sebelum
melakukan suatu perekaman atau interpretasi sebaiknya kita sedikit memahami tentang
mesin EEG serta persiapan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil rekaman yang
dibutuhkan. Electroencephalography merupakan suatu instrumen yang digunakan
merekam aktifitas listrik otak. Secara garis besar mesin ini melakukan dua hal pokok,
yaitu :

a. Menguatkan signal listrik otak yang bertegangan sangat rendah.


b. Menghasilkan sebuah grafik yang tertulis atau terdisplai dari aktifitas potensial listrik
otak.

Mesin EEG telah digunakan sejak tahun 1920 dan telah mengalami banyak
pengembangan. Meski elemen-elemen dasar memiliki kemiripan, namun perbaikan telah
demikian pesat. Mesin yang dimulai dari satu channel telah berekspansi menjadi mesin
dengan 8, 16, 20, 24, 32, 64, 128 channel dan mungkin lebih. Teknologi EEG digunakan
untuk merepresentasikan secara tepat signal listrik yang berasal dari aktifitas sinaptik
spontan di kortek serebri.

Elektrode menyalurkan potensial listrik dari pasien ke mesin EEG melalui kotak yang
disebut jackbox. Biasanya untuk penempelan elektrode ini dengan bantuan pasta sebagai
penghubung dengan kulit. Pasta ini memiliki dua fungsi yaitu melakukan transmisi
potensial listrik, dan meredam terjadinya artefak gerakan. Elektrode skalp yang
digunakan pada rekaman rutin EEG, mempunyai disain yang simpel dengan  permukaan
metal, kabel yang fleksibel serta berwarna agar memudahkan pemasangan. Sepatutnya
elektrode yang digunakan mempunyai resistensi yang rendah. Berdasar pada standar
internasional untuk EEG maka resistensi elektrode skalp yang dianjurkan adalah dibawah
5.000 ohm dan di atas 100 ohm.
6. Electrokauter

Listrik berfrekuensi tinggi dipergunakan untuk mengontrol perdarahan pada waktu


operasi. Searing (=cauterisasi=pembakaran) telah digunakan 2000 tahun yang lalu untuk
menghentikan perdarahan pada luka menganga yaitu dengan menggunakan gulungan
kawat panas diletakkan pada luka tanpa anasthesi/pembiusan. Kauterisasi yaitu suatu
pembakaran dengan menggunakan frekuensi listrik 2 Mhz, tegangan kurang atau sama
dengan 15Kv. Ini menunjukan dasar elektrokauter dan eletrosurgery.

Elektrocauter dan elektrosurgery keduanya berbeda dalam peralatan tetapi


menggunakan probe serta buttplate electrode yang sama. Sebelum melakukan
kauterisasai, mula-mula diolesi dengan pasta dipunggung penderita kemudian buttplate
electrode ditempatkan pada punggung penderita yang sedang berbaring dan diusahakan
agar kontak yang baik dengan badan agar dapat terhindar dari bahaya syok. Apabila
probe dimasukan kedalam jaringan maka akan dilewati arus dengan frekuensi tinggi
sehingga diperoleh daya sekitar probe tersebut.

Power density pada probe = 3,3 x103 W/cm3

Frekuensi kawat pada probe = 5 Mhz.

Jaringan dengan 0,25 mm diameter terdapat 15W.

Power density dapat meningkatkan temperatur sekitar 800C  

pada probe ; pada jarak 1,25cm dari probe terdapat 0,1C.

Arus listrik yang digunakan hanya bersifat lokal sehingga tidak menyebar ke  bagian
tubuh yang lain. Hal ini tidak akan mengganggu pasien pasien dengan alat alat listrik
yang tertanam di tubuhnya seperti pacemaker dan defiblilator jantung. Yang perlu
diperhatikan adalah apabila terdapat infeksi pada daerah yang akan di cauter, sebaiknya
infeksi diatasi terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya penyebaran.

Pada dasarnya electrocauter tidak akan menimbulkan bekas permanen. Hanya saja
proses penyembuhan luka setiap orang bervariasi sehingga dokter tidak bisa menjanjikan
sampai kapan bekas luka tersebut akan hilang. Biasanya berkisar antara dua minggu
sampai tiga bulan. Variasi ini tergantung banyak hal seperti usia dan kondisi kulit pasien.
Untuk mempercepat hilangnya bekas tersebut anda dapat meminta dokter memberikan
krim khusus untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

7. Elektro Surgery Unit (ESU)

Elektrosurgery Unit (ESU) adalah suatu alat bedah dengan memanfaatkan arus listrik
frekwensi tinggi. Prinsip yang paling mendasar dari suatu ESU adalah mengalirkan arus
listrik melalui suatu jaringan. Pada penggunaan Elektrosurgery Unit, digunakan arus
listrik yang besar dengan frekwensi tinggi yang berguna untuk memaksimalkan efek
panas (termal) dan meredam terjadinya efek faradik dan efek ekrolitik, oleh karena itu
dipergunakan frekwensi diatas 300 KHz. Penggunaan arus listrik di dalam pembedahan
untuk mengurangi pendarahan. Namun kerugiannya akan mengakibatkan terjadinya luka
bakar, dan memungkinkan sel-sel jaringan disekitarnya mati. Arus frekwensi tinggi yang
dihasilkan oleh rangkaian akan terjadi pada saat tombol elektroda aktif atau foot switch
ditekan, sehingga arus listrik frekwensi tinggi mengalir dari elektroda aktif kejaringan
tubuh dan tersalur menuju elektroda netral.

Dengan menggunakan ESU, pendarahan yang terjadi pada saat tindakan  pembedahan
dapat diminimalisir, karena pembuluh darah yang tebuka disekitar luka dapat langsung
menutup. Alat ini memiliki prinsip kerja merusak jaringan tubuh tertentu dengan
memanaskan jaringan tersebut. Panas didapat dengan cara pemusatan arus listrik
frekuensi tinggi pada jaringan tubuh tertentu dengan menggunakan elektroda sebagai
medianya. Adapun jangkauan frekuensi yang biasa dipakai berkisar antara 500 kHz
sampai dengan 2,5 MHz.

Pengoperasian ESU dibagi menjadi 2 (dua) mode, yaitu bipolar dan monopolar. Mode
bipolar biasa digunakan pada bedah minor untuk proses koagulasi (pembekuan). Sebuah
elektroda berbentuk pinset digunakan untuk menjepit jaringan yang tidak diinginkan,
kemudian arus listrik frekuensi tinggi mengalir dari ujung elektroda melewati jaringan
tadi kemudian menuju ujung elektroda yang lain. Pada mode monopolar digunakan dua
elektroda terpisah, yaitu elektroda aktif dan elektroda pasif/ netral dengan permukaan
yang lebih luas yang ditempatkan dekat dengan lokasi yang akan dibedah. Arus listrik
akan terpusat pada elektroda aktif dan elektroda netral didesain untuk mendistribusikan
arus listrik dengan tujuan mencegah kerusakan  jaringan. Mode monopolar lazimnya
digunakan pada bedah mayor dengan metode  pemotongan/cutting. Oleh karena itu, mode
bipolar lebih banyak digunakan untuk melakukan pembedahan minor.
8. Cardiotocography

Cardiotocography adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ (Denyut
Jantung Janin) pada saat kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan
DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian dilihat  perubahan DJJ
pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan
adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak  baik. Pemeriksaan CTG
penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan kondisi janin terutama dalam
keadaan:

a. Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksi
kronis, dll).  
b. Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction)
c. Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali).
d. Polihidramnion (air ketuban berlebih).

Syarat pemeriksaan CTG, yaitu:


a. Usia kehamilan mulai 28 minggu.  
b. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
c. Punktum maksimun denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
d. Prsedur pemasangan alat sesuai dengan petunjuk penggunaan.

Prosedur Pemakaian CTG:


a. Persetujuan tindak medik (Informed Consent), yaitu menjelaskan indikasi, cara
pemeriksaan dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik ini
dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).  
b. Kosongkan kandung kencing.
c. Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.
d. Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat
janin, ibu tidur miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter/menit.
e. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktum
maksimum DJJ.
f. Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelah
kontraksi berakhir.
g. Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah  punktum
maksimum.
h. Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet  bel
yang telah disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama
perekaman CTG.
i. Hidupkan komputer dan Cardiotokograf.  
j. Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingin
dicapai).  
k. Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).
l. Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali
m. Beritahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.
n. Berikan hasil rekaman CTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedik
membantu membacakan hasil interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter

 
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Termofisika adalah ilmu pengetahuan yang mencakup semua cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari dan menjelaskan sikap zat di bawah pengaruh kalor
dan  perubahan-perubahan yang menyertainya. Penerapan Fisika pada Termofisika
Keperawatan yaitu, termometer. Pembuatan termometer pertama kali dipelopori oleh
Galileo galilei (1564-1642) pada tahun 1595. Beberapa jenis termometer adalah
termometer laboratorium, termometer klinis, termometer ruangan, dan termometer
digital.
Biolistrik juga merupakan fenomena sel. Sel-sel mampu menghasilkan
potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan positif pada  permukaan luar
dan lapisan tipis muatan negatif pada permukaan dalam bidang  batas/membran.
Transmisi sinyal biolistrik (TSB) mempunyai sebuah alat yang dinamakan Dendries
yang berfungsi mentransmsikan isyarat dari sensor ke neuron. Penerapan Fisika dalam
Biolistrik Keperawatan yaitu, Elektrokardiogram (EKG), Defibrillator, Short Wave
Diathermy (SWD), Microwave Diathermy, EEG (Electroencephalography),
Electrokauter, Elektro Surgery Unit (ESU), dan Cardiotocography.
DAFTAR PUSTAKA

Asriwati.2017. Fisika Kesehatan Dalam Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish

Jumini, Sri. 2018. FISIKA KEDOKTERAN. Wonosobo : Penerbit Mangku Bumi

Anda mungkin juga menyukai