Makalah Etika Kelompok IV
Makalah Etika Kelompok IV
Dosen Pengampu:
Joko Tri Nugraha, S.Sos., M.Si.
Disusun oleh:
Firman Pribadi ( NIM. 131312178)
Bambang Idayat (131312174)
Kristiningsih (131312164) Marniah
(131312154)
Supomo (131312156)
Sumantri ( 1313121 )
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Etika
Pelayanan Publik Di Indonesia”. Diharapkan melalui makalah ini akan
memberikan pengetahuan mengenai kontribusi filsafat ilmu dalam mengatasi
krisis etika moral para birokrat negara Indonesia yang akhir-akhir mengalami
degradasi sehingga menjadi suatu permasalahan yang begitu kompleks.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah “Etika Pelayanan Publik Di
Indonesia” dengan penuh rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung
pembuatan makalah ini dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca makalah
ini.
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui pengertian Etika dalam administrasi Negara dan bagaimana
cara implementasinya terhadap masyarakat di Indonesia dan menambah wawasan
mahasiswa tentang Etika Administrasi Negara dalam pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani etos, yang artinya kebiasaan atau watak,
sedangkan moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang artinya cara
hidup atau kebiasaan. Dari isilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi
artinya sudah jauh sekali dari pengertian asalnya. Moril bisa berarti semangat atau
dorongan batin. Disamping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa
Latin. (norma: penyiku atau pengukur), dalam bahasa inggris norma berarti aturan
atau kaidah. Dalam kaitannya dalam perilaku manusia, norma digunakan sebagai
pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau
menilai sebelum ia dilakukan. Moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat
spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, yang kesemuanya
tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum, sedangkan moralitas mempunyai
makna yang lebih khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas berfokus pada
hukum-hukum dan prinsip abstrak dan bebas. Orang yang telah mengingkari janji
yang diucapkannya dapat dianggap sebagai orang yang tidak dipercaya atau tidak
etis, tetapi bukan berarti tidak bermoral, namun menyiksa anak disebut tindakan
tidak bermoral. Secara Epistimologis etika dan moral memiliki kemiripan, namun
sejalan dengan perkembangan ilmu dan kebiasaan dikalangan cendekiawan ada
pergeseran arti. Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu dalam
filsafat yang mempelajari nilai baik dan buruk manusia. Sedangkan moral adalah
hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai
kewajiban atau norma. Etika merupakan seperangkat nilai sebagai pedoman,
acuan, referensi, acuan, penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan
tugasnya, tapi juga sekaligus berfungsi sebagai standar untuk menilai apakah sifat,
perilaku, tindakan atau sepak terjangnya dalam menjalankan tugas dinilai baik
atau buruk. Oleh karenanya, dalam etika terdapat sesuatu nilai yang dapat
memberikan penilaian bahwa sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk. Pemikiran
tentang etika berlangsung pada tiga aras: (1) filosofik, (2) sejarah, dan (3)
kategorial. Pada aras filosofik, etika dibahas sebagai bagian integral Filsafat,
disamping metafisika, Epistemologi, Estetika, dan sebangsanya. Pada aras sejarah,
etika dipelajari sebagai etika masyarakat tertentu pada zaman tertentu, misalnya
Greek and Graeco-Roman Ethics, Mediaeval Ethics, sedangkan etika pada aras
kategorial dibahas sebagai etika profesi, etika jabatan, dan etika kerja. Sebagai
bagian etika, Etika pemerintahan terletak pada aras kategorial, sedangkan sebagai
bagian Ilmu Pemerintahan, pada aras philosophical. Etika menurut Bertens (1977)
“seperangkat nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan dari
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Sedangkan Darwin (1999) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip
moral yang disepakati bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun
perilaku individu dalam berhubungan dengan individu lain masyarakat.
Selanjutnya Darwin (1999) juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi
Negara) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi
tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu kedua pendapat ini, maka
etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan, referensi
bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian
apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak
tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan
sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas
dan kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan
milik kantor, impersonal, merytal system, responsible, accountable, dan
responsiveness.
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa etika dan moral
menjadi suatu yang penting dalam membangun birokrasi negara Indonesia
menjadi lebih baik lagi. Degradasi nilai etika moral yang akhir-akhir ini sering
terjadi di dalam tubuh insitusi di Indonesia bahkan menjadi kasus besar sehingga
berdampak besar dan membuat citra birokrasi di Indonesia menjadi buruk di mata
masyarakat. Birokrat-birokrat di dalamnya menjadi suatu hal yang begitu
berpengaruh akan jalannya suatu birokrasi. Ketika suatu etika moral birokrat
dikatakan rendah maka institusi birokrasi tersebut juga akan terpandang rendah di
mata masyarakat. Akibat dari buruknya dalam melayani, mengapresiasikan, dan
mengimplementasikan kebutuhan masyarakat. Seorang birokrat harus lebih kritis
dalam merespon gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat. Dan dengan filsafat
ilmu diharapkan ada suatu perbaikan dari segi etika moral para birokrat negara.
Sehingga nantinya citra birokrasi dapat baik di mata masyarakat dan dapat secara
arif bijaksana membantu masyarakat ketika masyarakat membutuhkan suatu
bantuan di dalam institusi brokrasi. Selain itu melalui filsafat ilmu diharapkan
generasi muda yang nantinya akan menjadi birokrat-birokrat negara Indonesia
akan mempunyai sikap kritis, inovatif, dan kreatif serta etika moral yang baik
sehigga birokrasi tidak lagi dipandang buruk oleh masyarakat.
B. Saran
Perlunya menetapkan nilai-nilai etika moral dalam pelaksanaan kegiatan
birokrasi dan agar suatu kegiatan birokrasi tersebut dapat berjalan dengan baik
maka diperlukan sebuah payung hukum yang menaungi dan membatasi etika
moral para birokrat yang selama ini masih menjadi problem besar sebuah institusi
birokrasi di Indonesia. Selain itu adanya payung hukum tersebut dapat dijadikan
dasar acuan sebatas mana pelanggaran dari birokrat tersebut dan sanksi seperti apa
yang pantas diberikan apabila para birokrat melakukan pelanggaran yang melebihi
batas hukum yang telah ditentukan. Kesimpulannya adalah tentang perlunya
sanksi yang berat terhadap birokrat-birokrat yang kurang memiliki etika moral
yang baik ataupun birokrat yang melakukan pelanggaran dalam prinsip birokrasi
dalam membantu kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA