Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENGEMBANGAN FORMULA MAKANAN

“Pengembangan Formula Enteral Rendah Protein”

Mata Kuliah : Pengembangan Formula Makanan


Dosen : 1. Zulfiana Dewi, SKM, MP
2. Dr. Meilla Dwi Andrestian, SP, M.Si

Disusun Oleh
Kelompok 7
And Suci Kartika Putri (P07131218048)
Lucky Agustina (P07131218063)
Muhammad Raissa Azhar (P07131218068)
Raissa Kamelia (P07131218074)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah sehingga Proposal dengan judul “Pengembangan Formula Enteral
Rendah Protein” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis sangat berterimakasih kepada Ibu Zulfiana Dewi, SKM, MP dan Ibu Dr.
Meilla Dwi Andrestian, SP, M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan
Formula Makanan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya kepada kami.
Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan proposal ini,
maka dari itu mohon kritik dan saran guna membuat penulis jauh lebih baik lagi dalam
menyusun proposal untuk kedepannya.
Semoga proposal ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca
terutama civitas akademika Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin.

Banjarbaru, 8 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3.Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1. Enteral Nutrition (EN) ............................................................................. 4
2.2. Formula Enteral ....................................................................................... 5
2.3. Cara pemberian Nutrisi secara Enteral .................................................... 6
2.4. Rute Pemberian Nutrisi Enteral ............................................................... 8
2.5. Alternatif pemberian rutin formula .......................................................... 9
2.6. Gagal Ginjal Kronik (GGK) .................................................................... 11
2.7. Bahan Makanan yang digunakan ............................................................. 18
2.8. Alasan Memilih Bahan Makanan ............................................................ 23
BAB III METODE PRAKTIKUM ..................................................................... 27
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum ................................................................. 27
3.2. Kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) ......................................................... 27
3.3. Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi ............................................................. 28
3.4. Prosedur Pembuatan Resep Formula Awal ............................................. 28
3.5. Prosedur Pembuatan Resep Formula Modifikasi..................................... 30
3.6 Kandungan Gizi Formula Lama dan Modifikasi ...................................... 32
3.7 Analisa Biaya Formula Lama dan Modifikasi .......................................... 33
3.8 Prosedur Uji .............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
LAMPIRAN ........................................................................................................ 37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi dan
memperbaiki status gizi, dimana status gizi merupakan hasil keseimbangan antara
zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh. Disamping itu zat gizi dibutuhkan oleh
organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan yang dimanfaatkan secara
langsung oleh tubuh meliputi protein, vitamin, mineral lemak dan air. Zat gizi
diperoleh dari makanan yang didapatkan dalam bentuk sari makanan. Disamping
itu zat gizi dibedakan menjadi dua yaitu zat organik seperti lemak, vitamin,
karbohidrat, dan protein. Sedangkan anorganik adalah terdiri dari air dan mineral.
Pelayanan gizi menyediakan makanan sesuai dengan jumlah dan macam zat gizi,
yang diperlukan konsumen secara menyeluruh. Makanan yang dipersiapkan dan
disajikan bercitarasa tingi, yang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi. Untuk
mendapatkan makanan tesebut, diperlukan pengembangan resep terhadap menu
yang telah ada. Pengembangan resep bisa melalui pembuatan masakan (makanan)
baru, yang masih menggunakan bahan makanan yang sama, sehingga tercipta menu
yang lebih bervariasi (Aritonang, 2014).

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan


disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan
status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan panyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk
karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi
organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan
kekurangan gizi (Aritonang, 2014).

Penyelenggaraan makanan rumah sakit haruslah memperhatikan


kelengkapan, kecukupan zat gizi di dalam makanan yang disajikan dan susunan
menu. Susunan menu haruslah merupakan kombinasi yang serasi dari berbagai

1
masakan yang merupakan sumber energi, sumber protein, sumber lemak, vitamin,
mineral dan berbagai vitamin (Aritonang, 2014).

Dukungan terapi nutrisi bagi pasien yang dirawat harus dilakukan. Dengan
dukungan nutrisi yang cukup maka diharapkan penyembuhan berjalan dengan cepat
dan lancar. Jenis terapi nutrisi terdiri dari nutrisi oral, enteral dan parenteral serta
terapi nutrisi kombinasi. Tetapi nutrisi oral dan enteral diberikan pada pasien
dengan fungsi aluran pencernaan yang baik sedangkan terapi nutrisi parenteral dan
terapi nutrisi kombinasi diberikan pada pasien dengan fungsi saluran pencernaan
tidak baik.

Nutrisi enteral adalah pemberian asupan nutrisi melalui saluran cerna


dengan menggunakan feeding tube, kateter atau stoma langsung melintas sampai
bagian tertentu dari saluran cerna. Tujuan pemberiannya adalah untuk menyediakan
sokongan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan ketersediaan rute
pemberian nutrisi, menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolisme
yang telah ada serta mencegah dan mengatasi defisiensi makronutrien dan
mikronutrien.

Modifikasi resep sebagai salah satu cara untuk meningkatkan citarasa


makanan. Menu yang telah ada dimodifikasi, sehingga dapat mengurangi rasa
bosan/jenuh pasien terhadap masakan yang sering disajikan. Demikian pula
pengembangan resep untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus
meningkatkan daya terima pasien. Modifikasi resep dapat berupa modifikasi bahan
pendukungnya, modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya. Dengan demikian,
modifikasi resep dimaksudkan untuk : (1) Meningkatkan keanekaragaman masakan
bagi pasien ; (2) Meningkatkan nilai gizi pada masakan; dan (3) Meningkatkan
daya terima pasien terhadap masakan (Aritonang, 2014).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka mahasiswa tertarik untuk
membuat pengembangan resep formula untuk penyakit GGK agar dapat membantu
dalam proses penyembuhan.

2
1.3. Tujuan
1. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari hidangan
yang telah dimodifikasi.

2. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa dari hidangan yang


telah dimodifikasi.

3. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma dari hidangan


yang telah dimodifikasi.

4. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap tekstur dari hidangan


yang telah dimodifikasi.

5. Mengidentifikasi mutu fisik dari hidangan yang telah dimodifikasi.

6. Menganalisa zat gizi pada hidangan menu utama yang telah di modifikasi.

7. Menganalisa biaya yang akan dibutuhkan dalam pembuatan hidangan


modifikasi pada menu utama.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enteral Nutrition (EN)

Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya memalui rute oral. Formula nutrisi diberikan
kepada pasien melalui tube kedala lambung (gastric tube) , Naso Gastric Tube
(NGT), atau jejunum secara manual maupun pompa mesin. Rute pemberian
nutrisi secara enteral diantaranya melalui nasogastric, transpilorik, perkutaneus.

Tujuan dari pemberian nutrisi secara enteral adalah untuk memberikan


asupan nutrisi yang adekuat pada pasien yang belum mampu menelan atau
absorpsi fungsi nutrisinya terganggu. Pemberian nutrisi secara enteral juga
berperan menunjang pasien sebagai respon selama mengalami keradangan,
trauma, proses infeksi, pada sakit kritis dalam waktu yang lama.

Kontradiksi pemberian nutrisi secara enteral diantaranya keadaan dimana


saluran cerna tidak berjalan sesuai mestinya, kelainan anatomi saluran cerna,
iskemia saluran cerna, dan peritonitis berat.

Pemberian nutrisi enteral terkadang mengalami hambatan. Beberapa


hambatan yang terjadi diantaranya adalah :

a) Gagalnya pengosongan lambung


b) Aspirasi dari isi lambung
c) Sinusitis
d) Esopagitis
e) Salah meletakan pipa

Pada prinsipnya formula enteral dimulai dengan dosis rendah dan


ditingkatkan bertahap hingga mencapai dosis maksimum dalam waktu
seminggu. Makanan enteral yang telah disediakan sebaiknya dihabiskan dalam

4
waktu maksimal 4 jam, waktu selebihnya akan membahayakan karena
kemungkinan makanan tersebut telah terkontaminasi bakteri.

2.2 Formula Enteral

Makanan enteral sebaiknya mempunyai komposisi yang seimbang. Kalori


non protein dari sumber karbohidrat berkisar 60-70%, bisa merupakan
polisakarida, disakarida, maupun monosakarida. Glukosa polimer merupakan
karbohidrat yang lebih mudah diabsorbsi.

Sedangkan komposisi kalori non protein dari sumber lemak berkisar 30-
40%. Protein diberikan dalam bentuk polimerik (memerlukan enzim pancreas)
atau peptide. Pada formula juga perlu ditambahkan serat. Serat akan mengurangi
resiko diare dan megurangi resiko konstipasi, memperlambat waktu transit pada
saluran cerna, dan merupakan control glikemik yang baik. Serat juga membantu
fermentasi di usus besar sehingga menghasilkan SCFA. SCFA menyediakan
energy untuk sel epitel untuk memelihara integritas dinding usus.

1. Jenis Makanan/Nutrisi Enteral diantaranya:

a) Makanan / nutrisi enteral formula blenderized

Makanan ini dibuat dari beberapa bahan makanan yang diracik dan
dibuat sendiri dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan,
kandungan zat gizi, dan osmolaritas dapat berubah pada setiap kali
pembuatan dan dapat terkontaminasi. Formula ini dapat diberikan
melalui pipa sonde yang agak besar, harganya relatif murah.

Contoh :

1. Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein (susu full cream, susu
rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, sari buah).
2. Makanan cair rendah laktosa (susu rendah laktosa, telur, gula pasir,
maizena)
3. Makanan cair tanpa susu (telur, kacang hijau, wortel, jeruk)

5
4. Makanan khusus (rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin
untuk penyakit gout, diet diabetes)

b) Makanan / nutrisi enteral formula komersial


Formula komersial ini berupa bubuk yang siap di cairkan atau
berupa cairan yang dapat segera diberikan. Nilai gizinya sesuai
kebutuhan, konsistensi dan osmolaritasnya tetap, dan tidak mudah
terkontaminasi.

Contoh :

1. Polimerik : mengandung protein utuh untuk pasien dengan fungsi


saluran gastrointestinal normal atau hampir normal (panenteral,
fresubin)
2. Pradigesti : diet dibuat dengan formula khusus dalam bentuk susu
elementar yang mengandung asam amino dan lemak yang langsung
diserap usus untuk pasien dengan gangguan fungsi saluran
gastrointestinal (pepti 2000)
3. Diet enteral khusus untuk sirosis (aminolebane EN, falkamin),
diabetes (diabetasol), gagal ginjal (nefrisol), tinggi protein (peptisol)
4. Diet enteral tinggi serat (indovita)

2.3 Cara pemberian Nutrisi secara Enteral


• Pada anak dengan gangguan pernapasan (fungsi pulmo tidak adekuat), maka
nutrisi yang diberikan sebaiknya tinggi lemak (50%) serta rendah karbohidrat.
Pada penyakit hepar, sebaiknya menggunakan sumber protein tinggi BCAA,
asam amino rendah aromatik. Bila ada ensefalopati hepatik, protein sebaiknya
diberikan 25: 0.6-0.7 g/kgBB/hari.
• Pada pasien dengan gangguan renal sebaiknya diberikan rendah protein, padat
kalori, rendah PO4, K,Mg. pemberian protein dengan menggunakan patokan
GFR sebagai berikut : GFR >25 : 0,6-0,7 g/kgBB/hari, bila GFR <25: 0,3
g/kgBB/hari.

6
Pemberian dukungan nutrisi enteral dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu, bolus feeding dan continuuous drip feeding. Pemberian bolus feeding
dapat dilakukan dirumah sakit maupun dirumah, sementara pemberian nutrisi
enteral dengan menggunakan continuous drip feeding diberikan pada
penderita yang dirawat dirumah sakit.

1. Bolus feeding

Pemberian formula enteral dengan cara bolus feeding dapat dilakukan


dengan menggunakan NGT/OGT dan diberikan secara terbagi setiap 3-4 jam
sebanyak 250-350 ml. bolus feeding dengan formula isotonic dapat dimulai
dengan jumlah keseluruhan sesuai yang dibutuhkan sejak hari pertama,
sedangkan formula hipertonik dimulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan
pada hari pertama pemberian formula enteral secara bolus feeding sebaiknya
diberikan dengan tenang, kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan
pemberian air 25-60 ml untuk mencegah dehidrasi hipertonik dan membilas
sisa formula yang masih berada di feeding tube.

Formula yang tersisa disepanjang feeding tube dapat menyumbat feeding


tube, sedangkan yang tersisa pada ujung feeding tube dapat tersumbat akibat
penggumpalan yang disebabkan oleh asam lambung dan protein formula.

2. Continous drip feeding

Pemberian formula enteral dengan cara continuous drip feedingdilakukan


dengan menggunakan infuse pump. Pemberian formula enteraldengan cara ini
diberikan dengan kecepatan 20-40 ml/jam dalam 8-12 jam
pertama,ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan toleransi
anak. Volume formula yang diberikan ditingkatkan 23 ml setiap 8-12 jam,
dengan pemberian maksimal 50-100 ml/jam selama 18-24 jam.

Pemberian formula enteral denagn osmolaritas isotonik (300 mOsm/kg


air) dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, sedangkan
pemberian formula hipertonis (300 mOsm/kg air) harus dimulai dengan

7
memberikan setengah dari jumlah yang dibutuhkan. Pada kasus pemberian
formula yang tidak ditoleransi dengan baik, konsentrasi formula yang
diberikan dapat diturunkan terlebih dahulu dan selanjutnya kembali
ditingkatkan secara bertahap.

2.4.Rute Pemberian Nutrisi Enteral

Rute pemberian Nutrisi enteral dan alatnya Nutrisi enteral dapat diberikan
langsung melalui mulut (oral) atau melalui selang makanan bila pasien tak dapat
makan atau tidak boleh per oral. Selang makanan yang ada yaitu :

a) Selang nasogastrik
• Pemberian nutrisi melalui pipa penduga atau lambung merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi secara oral atau tidak mampu menelan
dengan cara memberi makan melalui pipa lambung atau pipa penduga.
• Selang nasogsatrik biasa yang terbuat dari plastic, karet, dan polietilen.
Ukuran selang ini bermacam/macam tergantung kebutuhan. Selang ini
hanya tahan dipakai maksimal 7 hari.
• Selang nasogastrik yang terbuat dari polivinil. Selang ini berukuran 7
french, kecil sekali dapat mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
makanan dan tidak terlalu mengganggu pernapasan atau
kenyamanan pasien.Selang ini tahan dipakai maksimal 14 hari
• Selang nasogastrik yang terbuat dari silicon. Ukuran selang ini bermacam-
macam tergantung kebutuhan. Selang ini tahan pakai maksimal 6 minggu.
• Selang nasogastrik yang terbuat dari poliuretan. Selang ini berukuran 7
french dan dapat dipakai selama 6 bulan.
b) Selang Nasoduodenal /nasojejunal. Ukuran selang ini bermacam-macam
namun lebih panjang dari pada selang nasogastrik.
c) Selang dan set untuk gastrotomi atau jejunostomi. Alat yang rutin dipakai
untuk pasien yang tidak dapat makan per oral atau terdapat obstruksi
esophagus /gaster.

8
2.5 Alternatif pemberian rutin formula

Pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral.
Tujuan dari pemberian nutrisi secara enteral adalah untuk memberikan asupan
nutrisi yang adekuat pada pasien yang belum mampu menelan atau absorpsi
fungsi nutrisinya terganggu.

Pemberian nutrisi secara enteral juga berperan menunjang pasien sebagai


respons selama mengalami keradangan, trauma, proses infeksi, pada sakit kritis
dalam waktu yang lama. Makanan enteral sebaiknya
mempunyai komposisi yang seimbang.

Kalori non protein dari sumber karbohidrat berkisar 60-70%, bisa


merupakan polisakarida, disakarida, maupun monosakarida. Glukosa polimer
merupakan karbohidrat yang lebih mudah diabsorbsi. Sedangkan komposisi
kalori non protein dari sumber lemak berkisar 30-40%. Protein diberikan dalam
bentuk polimerik (memerlukan enzim pancreas) atau peptide.

Jenis makanan/nutrisi enteral diantaranya :

a) Makanan /nutrisi enteral formula blenderized :

Makanan ini dibuat dari beberapa bahan makanan yang diracik dan dibuat
sendiri dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan, kandungan zat
gizi, danosmolaritas dapat berubah pada setiap kali pembuatan dan dapat
terkontaminasi. Formula ini dapat diberikan melalui pipa sonde yang agak
besar, harganya relative murah.

Contoh :

1. Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein (susu full cream, susu
rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, sari buah)

9
2. Makanan cair rendah laktosa (susu rendah laktosa, telur, gula
pasir,maizena)
3. Makanan cair tanpa susu (telur, kacang hijau,wortel, jeruk)
4. Makanan khusus (rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin untuk
penyakit gout, diet diabetes.
1. Bolus feeding

Pemberian dukungan nutrisi enteral dapat dilakukan dengan dua cara,


yaitu bolus feeding dan continuous drip feeding. Pemberian formula enteral
dengan cara bolus feeding dapat dilakukan dengan menggunakan NGT/OGT
dan diberikan secara terbagi setiap 3-4 jam sebanyak 250-350 ml. bolus
feeding dengan formula isotonic dapat dimulai dengan jumlah keseluruhan
sesuai yang dibutuhkan sejak hari pertama, sedangkan formula hipertonik d
mulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada hari pertama pemberian
formula enteral secara bolus feeding sebaiknya diberikan dengan tenang,
kurang lebih selama 15 menit, dan diikuti dengan pemberian air 25-60 ml
untuk mencegah dehidrasi hipertonik dan membilas sisa formula yang masih
berada di feeding tube.

2. Continous drip feeding

Pemberian formula enteral dengan cara continous drip feeding dilakukan


dengan menggunakan infuse pump. Pemberian formula enteral dengan cara
ini diberikan dengan kecepatan 20-40 ml.jam dalam 8-12 jam pertama,
ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan toleransi anak.
Volume formula yang diberikan ditingkatkan 25 ml setiap 8-12 jam, dengan
pemberian maksimal 50-100 ml/jam selama 18-24 jam.

Rute pemberian Nutrisi Enteral dan Alatnya Nutrisi enteral dapat


diberikan langsung melalui mulut (oral) atau melalui selang makanan bila
pasien tak dapat makan atau tidak boleh per oral. Selang makanan yang ada
yaitu :

a) Selang nasogastrik

10
• Pemberian nutrisi melalui pipa penduga atau lambung merupakan
tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
tidak mampumemenuhi kebutuhan nutrisi secara oral atau tidak
mampu menelandengan cara memberi makan melalui pipa lambung
atau pipa penduga.
• Selang nasogsatrik biasa yang terbuat dari plastic, karet, dan
polietilen. Ukuran selang ini bermacam - macam tergantung
kebutuhan. Selang inihanya tahan dipakai maksimal 7 hari.
• Selang nasogastrik yang terbuat dari polivinil. Selang ini berukuran 7
french, kecil sekali dapat mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
makanan dan tidak terlalu mengganggu pernapasan atau kenyamanan
pasien. Selang ini tahan dipakai maksimal 14 hari.
• Selang nasogastrik yang terbuat dari silicon. Ukuran selang ini
bermacam-macam tergantung kebutuhan. Selang ini maksimal 6
minggu.
• Selang nasogastrik yang terbuat dari poliuretan. Selang ini berukuran
7 french dan dapat dipakai selama 6 bulan
b) Selang Nasoduodenal /nasojejunal. Ukuran selang ini bermacam-macam
namun lebih panjang dari pada selang nasogastrik.
c) Selang dan set untuk gastrotomi atau jejunostomi. Alat yang rutin dipakai
untuk pasien yang tidak dapat makan per oral atau terdapat obstruksi
esophagus/gaster
2.6.Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1. Defini Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan


penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis 14 atau
transplantasi ginjal. Salah satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal
adalah uremia. Hal ini disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal
(Rahman,dkk, 2013).

11
2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR
(Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis didasarkan
pada tingkat GFR yang tersisa. Dan mencakup:
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Semakin banyak nefron yang mati.
d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang
dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di
seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju


Filtrasi Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73 m2 .
Berikut adalah klasifikasinya:

12
Tabel 1. Klasifikasi GGK

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73 m2 )


1 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ≥ 90
normal
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60 - 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30 - 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 15 - 29
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Sumber : Sudoyo, 2006)

3. Penyebab atau Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Beberapa penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
Glomerulonefritis terbagi menjadi dua, yaitu glomerulonefritis akut dan
glomerulonefritis kronis. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat
respon imun terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok streptokokus beta A).
Glomerulonefritis kronis tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus.
Inflamsi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan
akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau glomerulonefritis akut
(Sloane, 2004).
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri.
Inflamasi dapat berawal di traktus urinaria bawah (kandung kemih) dan
menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke
ginjal. Obstruksi kaktus urinaria terjadi akibat pembesaran kelenjar prostat,
batu ginjal, atau defek kongenital yang memicu terjadinya pielonefritis
(Sloane, 2004).

13
c. Batu ginjal
Batu ginjal atau kalkuli urinaria terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir
bersama urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan
menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal
ke selangkangan (Sloane, 2004).
d. Penyakit polikistik ginjal
Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan (Price dan Wilson, 2012).
e. Penyakit endokrin (nefropati diabetik)
Nefropati diabetik (peyakit ginjal pada pasien diabetes) merupakan salah
satu penyebab kematian terpenting pada diabetes mellitus yang lama. Lebih
dari sepertiga dari semua pasien baru yang masuk dalam program ESRD (End
Stage Renal Disease) menderita gagal ginjal. Diabetes mellitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah
istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes mellitus
(Price dan William, 2012).
4. Patofisiologi
Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah
sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah
sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan
glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua
itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan
perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi
(Rahman,dkk, 2013).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam
tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu

14
keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium
yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan
ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen
tubulus menuju kapiler peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi
.Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak
pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan
gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman,
2013).
Gangguan fungsi ginjal dapat berdampak pada kondisi klinis pasien,
diantaranya adalah:
a. Sindroma uremia (Irwan ,2016)
Ginjal merupakan organ dengan daya kompensasi tinggi. Jaringan
ginjal sehat akan mengambil alih tugas dan pekerjaan jaringan ginjal yang
sakit dengan mengkat perfusi darah ke ginjal dan flitrasi. Bila jaringan
ginjal yang rusak mencapai 77-85%, maka daya kompensasi tidak lagi
mencukupi sehingga timbul uremia yaitu penumpukan zat-zat yang tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal yang sakit. Gejala sindroma uremia adalah:
1) Gastrointestinal, yang ditandai dengan nafsu makan menurun, mual,
muntah, mulut kering, rasa pahit, perdarahan ephitel. Manifestasi
uremia pada saluran pencernaan adalah mual, muntah, anoreksia, dan
penurunan berat badan. Keadaan anoreksia, mudah lelah, dan
penurunan asupan protein menyebabkan malnutrisi pada penderita.
Penurunan asupan protein juga memengaruhi kerapuhan kapiler dan
mengakibatkan penurunan fungsi imun serta kesembuhan luka (Price
dan William, 2012).
2) Kulit kering, mengalami atrofi, dan gatal. Manifestasi sindrom uremia
pada kulit adalah gambaran kulit menyerupai lilin dan berwarna kuning
akibat gabungan antara retensi pigmen urokrom dan pucat karena
anemia, pruritus akibat deposit garam Ca++ atau PTH dengan kadar
yang tinggi, perubahan warna rambut, dan deposit urea yang berwarna
keputihan (Price dan William, 2012).

15
3) Pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, pembesaran jantung, payah
jantung, pericarditis
4) Anemia dan asidosis
5) Pada sistem neurologi yaitu apatis, neuropati perifer, depresi, prekoma.
b. Anemia
Anemia merupakan salah satu gejala komplikasi akibat dari penyakit
gagal ginjal kronik. Mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab
anemia pada gagal ginjal kronis, yaitu: defisiensi eritropoietin (Epo),
pemendekan panjang hidup eritrosit, metabolik toksik yang merupakan
inhibitor eritropoesis, dan kecenderungan berdarah karena trombopati.
(Pranawa,1993).
c. Hiperkalemia
Kelebihan kalium atau hiperkalemia biasanya akibat dari disfungsi
ginjal sementara atau permanen. Kelebihan ini sering terjadi dalam
kaitannya dengan gagal ginjal. Kelebihan ini juga dapat terjadi sementara
(dengan fungsi ginjal normal) setelah trauma jaringan mayor atau setelah
tranfusi cepat darah yang disimpan di bank darah (Tambayong, 2016).
Kalium serum akan meningkat karena penyerapan kalium yang
meningkat, penurunan eksternal ginjal, kematian sel dan pelepasan kalium
serta keadaan yang menimbulkan hipoaldosteronisme. Pada hiperkalemia
terpenting pada klinik gagal ginjal akut (ARF). Tidak bijaksana untuk
melakukan operasi, kecuali bila kalium dapat dibuang terlebih dahulu.
Hemodialisis atau dialysis peritoneum merupakan pilihan terbaik
(Sabiston, 1995).
d. Hipokalemia
Hipokalemia adalah konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5
mEq/1. Dapat terjadi akibat penurunan asupan dalam diet, peningkatan
pengeluaran kalium dari ginjal, usus, atau lewat keringat, atau perpindahan
kalium dari kompartemen ekstrasel ke intrasel. Pada hypokalemia yang
lebih parah, muncul gejala kelemahan, keletihan, mual dan muntah, dan
konstipasi (Corwin, 2009).

16
Hipokalemia biasanya berhubungan dengan penurunan kalium total
tubuh. Diantara penyebab terlazimnya adalah penggunaan diuretik
menahun dan disini hipokalemia plasma dapat menunjukkan adanya
kekurangan kalium total tubuh yang besar. Penyebab lain dari hipokalemia
meliputi pengeluaran gastrointestinalis akibat muntah dan diare, serta
pengeluaran ginjal akibat asidosis tubulus ginjal (Sabiston, 1995).
Ada beberapa penyebab kekurangan kalium serum diantaranya adalah
kekurangan masukan, penggunaan diuretik pembuang-kalium, prosedur
bedah gastrointestinal dengan pengisapan nasogastrik dan penggantian
yang tidak tepat, sekresi gastrointestinal berlebihan, hiperadosteronisme,
malnutrisi, dan trauma atau luka bakar. Hipokalemia menyebabkan
penurunan kemampuan tubulus ginjal untuk mengkonsentrasikan sisa,
yang menimbulkan peningkatan kehilangan air (Tambayong, 2016).
5. Manifestasi Klinik
Pasien GGK stadium 1 sampai 3 (dengan GFR ≥ 30 mL/menit/1,73 m2 )
biasanya memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini masih belum
ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-gejala
tersebut dapat ditemukan pada GGK stadium 4 dan 5 (dengan GFR < 30
mL/menit/1,73 m2 ) bersamaan dengan poliuria, hematuria, dan edema.
Selain itu, ditemukan juga uremia yang ditandai dengan peningkatan limbah
nitrogen di dalam darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam
basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut akanmenyebabkan gangguan
fungsi pada semua sistem organ tubuh (Rahman,dkk, 2013).
6. Asuhan Gizi
Asuhan gizi merupakan kegiatan pelayanan gizi RS, sebagai salah satu
jenis asuhan (care) atau pelayanan (service) paripurna seorang pasien (baik
rawat inap maupun rawat jalan), disamping asuhan medik dan asuhan
keperawatan. Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi
pasien. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi
medik. Tujuan utama asuhan gizi adalah memenuhi kebutuhan zat gizi pasien

17
secara optimal, baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat,
maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan (Aritonang, 2012 ).
2.7.Bahan Makanan yang Digunakan
1. Ikan Gabus

Ikan gabus (Channa striata) sangat kaya kandungan albumin , salah satu
jenis protein penting adalah albumin. Ikan gabus (Channa striata) memiliki
kandungan albumin sebesar 6,22 % (Wahyu et al, 2013). Ikan gabus
merupakan salah satu bahan pangan potensial kaya antioksidan yang dapat di
manfaatkan karena kandungan gizi yang tinggi yaitu kadar protein dalam
100 gram daging ikan sebesar 25,2 gram, selain itu ikan gabus kaya albumin,
kalori, lemak, besi, kalsium, phosphor, vitamin A dan B (Santoso, 2009).

Ikan gabus merupakan jenis ikan buas yang tumbuh di air tawar maupun
air payau. Merupakan ikan pancingan yang banyak ditemui di sungai, rawa,
danau dan saluran – saluran air, hingga ke sawah – sawah. Selain itu ikan ini
sering kali di asinkan dengan harga jual yang lumayan mahal. Ikan gabus
memiliki manfaat antara lain meningkatkan kadar albumin dan daya tahan
tubuh, mempercepat proses penyembuhan pasca – operasi dan juga
mempercepat penyembuhan luka dalam atau luka luar. Untuk mendapatkan
albumin dari ikan gabus dapat dilakukan dengan mengekstraknya
menggunakan ekstraktor vakum untuk memeroleh rendemen dan kualitas
yang lebih baik. (Ulandari, et al, 2011). Kandungan albumin dalam ikan
gabus umumnya lebih tinggi dari ikan air tawar lainnya bahkan tidak
dimiliki pada ikan lainnya seperti ikan lele, ikan gurami, ikan nila, ikan mas,
dan sebagainya. Menurut (Suprayitno et.,al, 2008) bahwa kandungan asam

18
amino essensial dan non essensial pada ikan gabus memiliki kualitas yang
lebih baik daripada albumin telur. Albumin merupakan protein yang mudah
rusak oleh panas. Albumim memiliki sifat dapat dikoagulasi dengan
pemanasan. Rentan suhu pada saat terjadi denaturasi dan koagulasi protein
sekitar 55ºC - 75ºC. Penurunan kadar protein diakibatkan adanya flokuasi
yaitu penggumpalan dari partikel yang tidak stabil menjadi partikel yang di
endapkan. Flokuasi merupakan tahap awal dari denaturasi. Pemanasan
menyebabkan protein terdenaturasi. Pada saat pemanasan, panas akan
menembus daging dan akan menurunkan sifat fungsional protein. Menurut
(Rizkha, 2009), bahwa pengeringan pada suhu 45ºC menghasilkan kadar
albumin 21,08%.

Hasil penelitian Siti Tsaniatul, dkk (2013) dalam pengolahan ikan gabus
menjadi abon dengan perlakuan suhu memiliki kadar protein 8,51 %, lemak
1,97 %. Ikan gabus kaya akan protein, bahkan kandungan protein ikan gabus
lebih tinggi dibandingkan beberapa jenis ikan lain. Protein ikan gabus segar
bisa mencapai 25,2%, albumin ikan gabus bisa mencapai 6,224 mg/100g
daging ikan gabus, selain itu di dalam daging ikan gabus terkandung mineral
yang erat kaitannya dengan proses penyembuhan luka, yaitu Zn sebesar
1,7412 mg/100g daging ikan (Sediaoetama, 1998).Komposisi kimia ikan
gabus dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

19
Tabel 1. Komposisi kimia ikan gabus per 100 g bahan

Komposisi Ikan Gabus Segar Ikan Gabus Kering


Kalori ( kal ) 69 24
Protein (g) 25,2 58,0
Lemak (g) 1,7 4,0
Besi ( mg ) 0,9 0,7
Kalsium ( mg ) 6,2 15
Fosfor (mg) 176 100
Vit A ( SI ) 150 100
Vit B 1 ( mg ) 0,04 0,1
Air ( g ) 69 24
BDD ( % ) 64 80
Sumber: Sediaoetama, 1998

Ikan gabus merupakan ikan konsumsi air tawar yang cocok untuk
dikembangkan lebih lanjut. Ikan yang dulunya predator ini merupakan salah
satu ikan yang bernilai tinggi dan tidak sulit untuk dikembangkan.

2. Tepung tapioka
Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung
yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia
disebut singkong. Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu,
sehingga kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini sering
digunakan untuk membuat makanan, bahan perekat, dan banyak makanan
tradisional yang menggunakan tapioka sebagai bahan bakunya. Tapioka
adalah nama yang diberikan untuk produk olahan dari akar ubi kayu
(cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu yang khas mengidentifikasikan
kadar air 70%, pati 24%, serat 2%, protein 1% serta komponen lain (mineral,
lemak, gula) 3%. Tahapan proses yang digunakan untuk menghasilkan pati
tapioka dalam industri adalah pencucian, pengupasan, pemarutan, ekstraksi,

20
penyaringan halus, separasi, pembasahan, dan pengering. Kualitas tapioka
sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
b. Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga
kandungan airnya rendah.
c. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu
yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat
dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
d. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi.
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan
dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi
tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga
digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih .
3. Gula pasir
Gula atau sukrosa adalah senyawa organik terutama golongan
karbohidrat. Sukrosa juga termasuk disakarida yang didalamnya terdiri dari
komponenkomponen D-glukosa dan D-fruktosa. Rumus molekul sukrosa
adalah C22H22O11 Gula dengan berat molekul 342 g/mol dapat berupa
kristal-kristal bebas air dengan berat jenis I ,6 g/ml dan titik leleh 160°C.
Sukrosa ini kristalnya berbentuk prisma monoklin dan berwama putih jemih.
Wama tersebut sangat tergantung pada kemumiannya. Bentuk kristal mumi
dapat tahan lama bila disimpan dalam gudang yang baik. Gula dalam bentuk
larutan yang baik ketika masih berada dalam batang tebu maupun ketika
masih berada dalam larutan. Bentuk gula selama proses dalam pabrik tak
tahan lama dan akan cepat rusak karena terjadi hidrolisis/inversi/penguraian.
Inversi adalah peristiwa pecahnya sukrosa menjadi gula-gula reduksi
(glukosa, fruktosa,dan sebagainya)
Gula pasir juga merupakan jenis gula yang digunakan dalam penelitian
ini.Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu
akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna

21
putih bersih atau putih agak kecoklatan (raw sugar). Gula merupakan suatu
karbohidrat sederhana yang umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga
bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti air bunga kelap aren, palem,
kelapa atau lontar. Gula sendiri mengandung sukrosa yang merupakan
anggota dari disakarida.
4. Minyak kelapa
Virgin coconut oil adalah minyak kelapa yang dihasilkan dari daging
buah kelapa ( cocos nucifera L) segar dan matang dengan cara mekanis atau
alamiah dengan atau tanpa pemanasan, yang tidak mengakibatkan perubahan
pada minyak. Virgin coconut oil baik untuk dikonsumsi manusia pada
keadaan alamiahnya (Alamsyah, 2005). Virgin coconut oil (VCO) adalah
minyak yang dibuat dari buah kelapa segar yang diproses secara mekanik
atau alamiah dengan atau tanpa pemanasan dan tanpa penambahan bahan
kimia dan zat aditif lainnya.
5. Wortel

Wortel adalah anggota Apiaceae atau Umbeliferae yang berkembang


paling besar. Penyebaran dan kompleks keluarga tanaman termasuk
beberapa sayuran lainnya, seperti parnsnip, fennel, seledri, akar parsley,
celeriac, arracacha, dan rimpang-rimpangan lainnya. Seperti tanaman
lain dari keluarga ini, biji wortel bersifat aromatik dan telah lama
dimanfaatkan sebagai bumbu atau obat herbal. Faktanya, biji wortel
ditemukan pada situs tinggal manusia pada awal selama 3000 hingga
500 tahun yang lalu di Switzerland dan Gerrman.

Wortel (Daucus carota L.) adalah bagian tanaman yang dikonsusmi


sebagai buah atau sayur dengan nilai nutrisi tinggi. Wortel dapat dikonsumsi
langsung (mentah), diproses terlebih dahulu atau diolah prabrik menjadi
produk bervariasi sepertu jus, sup kering, dan makanan bayi. Selain itu,
wortel juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan yang dibekukan.

22
2.8.Alasan Pemilihan Bahan Makanan yang Digunakan
1. Ikan Gabus
Karena memiliki protein bernilai biologik tinggi. Dalam proses cuci
darah, beberapa asam amino penting ikut dikeluarkan sehingga diperlukan
asupan protein yang lebih tinggi untuk mengganti protein yang hilang. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, malnutrisi sangat mungkin terjadi.
Ikan gabus terbukti memiliki gizi dan manfaat kesehatan yang tinggi.
Ekstraknya telah diperkenalkan dan terbukti secara signifikan mempercepat
proses penyembuhan luka pada pasien pasca operasi. Ikan gabus juga
mengandung asam amino lengkap bersamaan dengan nutrisi mikronutrien
lainnya seperti seng, selenium dan zat besi

Albumin ikan gabus juga mengandung senyawa asam amino penting


untuk tubuh seperti arginin, lisin, vialin, isoleusi, histidin, serta
glutamin.Glutamin,berperan di dalam tubuh dalam merangsang kekebalan
tubuh hingga membantu mempercepat pengobatan luka.Secara umum
kehadiran asam amino itu penting untuk pembentukan sel-sel baru serta
mengganti sel-sel yang rusak di tubuh.

2. Tepung Tapioka
Tepung tapioca merupakan salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Teepung
tapioca umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel
umbi singkong. Tepung tapioca merupakan bahan yang memiliki kandungan
karbohidrat tinggi. Energy yang dihasilkan dari 100 gr tepung tapioca adalah
363 kkal dengan presentase karbohidrat 88,2%, protein 1,1%, dan lemak
0,5%. Selain itu, tepung tapioca memiliki harga yang terjangkau dan mudah
ditemukan di pasar maupun supermarket.
3. Gula Pasir
Gula pasir merupakan salah satu karbohidrat sederhana yang sulit untuk
dicerna dan diubah menjadi energi karena gula pasir mengandung jenis gula
disakarida yaitu sukrosa, sehingga dapat menjadi gula darah dengan sangat
cepat dan akan menjadi tidak sehat bila dikonsumsi secara berlebih.

23
Tabel komposisi zat gizi gula pasir per 100 gram.

4. Minyak kelapa
VCO dalam bentuk minyak kelapa murni, berwarna putih/jernih seperti
air, dan mengandung vitamin E alamiah dan tidak mengalami proses
hidrolisa atau oksidasi sebagaimana dibuktikan dengan nilai FFA dan
bilangan peroksida yang rendah. VCO adalah minyak yang dapat
dikonsumsi langsung tanpa mengalami proses selanjutnya. Umumnya mutu
VCO yang baik diproduksi dengan temperatur yang rendah (600C) dan
tergantung pada cara atau metode yang digunakan.
Berdasarkan SNI 01-2902-1992, minyak kelapa merupakan hasil dari
pengepresan kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra.
Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan
oksigen yang disebut dengan asam lemak. Komponen-komponen asam
lemak tersebut akan membentuk gliserida saat bergabung dengan gliserol
(Arpi dan Noviasari, 2007). Gliserida dalam minyak adalah trigliserida yang
dibentuk dari tiga molekul asam lemak dan dikombinasikan dengan satu
molekul gliserol (Syah, 2005).
Golongan asam lemak jenuh dan MCTs, asam laurat merupakan
komponen utama karena memiliki persentase yang paling besar
dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Syah, 2005). Oleh karena itu,
minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat (C12:0). Asam
lemak jenuh lainnya yang memiliki persentase cukup tinggi adalah asam
miristat (C14:0) dan asam palmitat (C16:0) yang tergolong LCTs (Syah,
2005).

24
Komponen lain yang terkandung dalam minyak kelapa diantaranya
adalah sterol, tokoferol, dan tokotrienol. Berdasarkan Codex-Stan 210-1999,
sterol yang terdapat dalam minyak kelapa sebagian besar berupa beta
sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat tidak
berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer dalam
minyak.Berdasarkan Codex-Stan 210-1999, tokoferol dan tokotrienol yang
terdapat dalam minyak kelapa adalah α-tokoferol, β-tokoferol, γ-tokoferol,
α- tokotrienol, dan γ-tokotrienol. Persenyawaan tokoferol dan tokotrienol
berfungsi sebagai antioksidan.
Jenis lemak yang paling banyak ditemukan dalam minyak kelapa dan
minyak kedelai adalah Medium Chain Triglyceride (MCT), asam lemak
linoleat, dan asam lemak linolenat. MCT dimetabolisme seperti halnya
karbohidrat. MCT lebih cepat terhidrolisa, lebih lengkap daripada LCT, dan
lebih cepat terserap. Sifat MCT yang tidak termetabolisme seperti lemak
konvensional, dapat menjadi sumber energi yang baik bagi penderita GGK
karena dapat membantu mencegah pemecahan protein dalam pemenuhan
energi. Kandungan asam lemak linoleat dan linolenat berfungsi dalam
menguatkan sistem imunitas tubuh. Asam lemak linoleat dan linolenat
bekerja secara antagonis sebagai antiinflamasi dan proinflamasi. Asam
lemak ini dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh melalui beberapa
mekanisme antara lain mengubah komposisi membran fosfolipid dan melalui
penetrasi sel.
5. Wortel
Wortel merupakan sayuran umbi yang berwarna orange karena
kandungan karoten yang tinggi, kulitnya tipis, rasanya enak, dan agak manis.
Warna cerah tersebut dapat menadi salah satu indikator untuk meningkatkan
daya terima. Selain itu kandungan lainnya adalah vitamin A, mineral, dan
antioksidan. Dalam setiap 100 gr wortel mengandung energy 41 kkal,
protein 1,5%, lemak 1 gr, dan karbohidrat 7%
Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel

25
sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin
A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Selain
sebagai gudang vitamin A, wortel juga berkhasiat untuk penyakit, dan
memelihara kecantikan. Wortel mengandung enzim pencernaan dan
memilikisifat diuretik. Meminum segelas sari daun wortel segar ditambah
garam dan sesendok teh sari jeruk nipis berkhasiat untuk mengantisipasi
pembentukkan endapan dalam saluran kencing, memperkuat mata, paru-
paru, jantung dan hati. Bahkan dengan hanya mengunyah daun wortel dapat
menyembuhkan luka-luka dalam mulut/nafas bau, gusi berdarah dan
sariawan.
Wortel memiliki karoten yang membantu melawan kanker dan
menghilangkan racun dan logam berat dari ginjal.Serat yang ada dalam
wortel untuk mengikat racun dan menghilangkannya dari tubuh. Orang
dengan penyakit ginjal kronis disarankan untuk makan makanan yang
mengatur hipertensi dan wortel adalah salah satu sayuran untuk itu. Wortel
membantu untuk mengontrol diabetes yang merupakan penyebab utama
penyakit ginjal.

26
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum dilakukan pada hari Senin tanggal 19 April 2021 di
Laboratorium Kuliner Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin Jurusan
Gizi. Pengembangan resep ini dimulai dari persiapan bahan makanan,
pengolahan bahan makanan hingga penyajian makanan dan penilaian subjektif
panelis terhadap makanan.

3.2 Kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK)


Seorang laki-laki berinisial X berusia 50 tahun dengan berat badan 65 kg
dan tinggi badan 172 cm di diagnosa mengalami gagal ginjal kronik (GGK)
tanpa hemodialisa. Banyaknya urine pasien dalam sehari yaitu 300 ml. Hasil
pemeriksaan didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, TD 110/70, nadi
95x/menit, suhu 36,7 oC dengan laju pernafasan 22x/menit.
a. Data umum pasien
No. Data Keterangan
1 Nama Tn. X
2 Umur 50 tahun
3 Jenis Kelamin Laki-laki
4 BB 65 kg
5 TB 172 cm
6 IMT 21,97 kg/m2 (normal)

27
3.3 Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi
Zat Gizi Perhitungan Jumlah Rentang ±10%
Energi = 35 kkal x BBA 2.275 kkal 2047,5 – 2502,5 kkal
= 35 kkal x 65 kg
Protein = 0,7 g x BBA 45,5 gr 40,95 – 50,05 gram
= 0,7 g x 65 kg
Lemak = 25% x keb. energi 63,194 gr 56, 875 – 69, 513
= 25% x 2.275 kkal gram
= 568,75 kkal / 9
Karbohidrat = (100% - 25% + 8%) 381,062 gr 342,956 – 419,168
x kebutuhan energi gram
= 67% x 2.275 kkal
= 1.524,25 kkal / 4
Cairan = (Urine sehari) + 600 900 ml
ml
= (Urine sehari) + 600
ml

• Menu diberikan sebanyak 7x pemberian setiap 2-3 jam sekali


Jam 07.00 297,6 kkal
Jam 09.00 297,6 kkal
Jam 12.00 297,6 kkal
Jam 14.00 297,6 kkal
Jam 16.00 297,6 kkal
Jam 19.00 297,6 kkal
Jam 21.00 297,6 kkal

3.4 Prosedur Pembuatan Resep Formula Awal


1. Alat dan Bahan
a. Bahan
1) Maizena 50

28
2) Tepung beras 50
3) Telur ayam 20
4) Gula pasir 60
5) Minyak kelapa 25
6) Cairan
b. Alat
1) Timbangan
2) Blender
3) Panci
4) Pengaduk
5) Sendok
6) Mangkuk
2. Prosedur Kerja
a. Larutkan maizena dan tepung beras dengan menggunaikan air sesuai
takaran
b. Blender larutan maizena, tepung beras, minyak kelapa dengan telur
dan gula pasir sampai homogen
c. Blender hingga halus, lalu masukan ke dalam panci
d. Tambahkan sisa air, masak dengan api kecil dan terus diaduk hingga
mendidih
e. Dinginkan formula yang sudah jadi lalu tuang dalam wadah dan
sajikan
3. Diagram Alir Pembuatan Produk
Larutkan maizena dan tepung beras dengan menggunaikan sedikit air
sesuai takaran

Blender larutan maizena, tepung beras, minyak kelapa dengan telur


dan gula pasir sampai homogen

Blender hingga halus, lalu masukan dalam panci

29
Tambahkan sisa air, masak dengan api kecil aduk terus hingga
mendidih

Dinginkan formula yang sudah jadi lalu tuang dalam wadah. Sajikan

3.5 Prosedur Pembuatan Resep Formula Modifikasi


RESEP FEGA (FORMULA ENTERAL IKAN GABUS)
1. Alat dan Bahan
a. Bahan
1) Tepung tapioka 50 gram
2) Ikan gabus 225 gram
3) Wortel 400 gram
4) Gula pasir 280 gram
5) Minyak kelapa 60 gram
6) Cairan
b. Alat
1) Timbangan
2) Blender
3) Panci
4) Pengaduk
5) Sendok
6) Mangkuk

2. Prosedur Kerja
a. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
b. Bersihkan wortel dari kulitnya, timbang sesuai kebutuhan, lalu potong
wortel seperti dadu
c. Blanching wortel selama ± 10 menit, sisihkan dalam wadah yang
bersih
d. Bersihkan ikan gabus, lalu ambil bagian dagingnya yang sudah
dipisah dari tulang

30
e. Rebus ikan gabus sebentar, lalu masukan dalam wadah yang bersih
f. Blender wortel yang telah diblanching dan tambahkan daging ikan
gabus, gula pasir, minyak kelapa serta tepung tapioka yang sudah
diencerkan dengan cairan 500 ml
g. Blender adonan hingga halus, lalu masukan ke dalam panci
h. Tambahkan sisa air, masak dengan api kecil dan terus diaduk hingga
mendidih
i. Dinginkan formula yang sudah jadi lalu tuang dalam wadah dan
sajikan

3. Diagram Alir Pembuatan Produk


Timbang wortel sesuai kebutuhan, bersihkan dari kulitnya. Potong wortel
seperti dadu

Blanching wortel selama ± 10 menit, lalu sisihkan dalam wadah bersih

Bersihkan ikan gabus, lalu ambil bagian dagingnya saja

Rebus ikan gabus sebentar, lalu masukan dalam wadah yang bersih

Blender wortel yang telah diblanching dan tambahkan daging ikan


gabus, gula pasir serta tepung tapioka yang sudah diencerkan dengan
cairan 500 ml

Blender adonan hingga halus, lalu masukan ke dalam panci

Tambahkan sisa air, masak dengan api kecil. Aduk terus hingga
mendidih

Dinginkan formula yang sudah jadi lalu tuang dalam wadah. Sajikan

31
3.6. Kandungan Gizi Formula Lama dan Modifikasi
A. Kandungan Gizi Menu Lama

Berat Energi Protein Lemak KH


Bahan
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr)
Makanan

Maizena 50 171.5 0.15 0 42.5

Tepung beras 50 182 3.5 0.25 40


Telur ayam 20 32.4 2.56 2.3 0.14

Gula pasir 60 218.4 0 0 56.4

Minyak kelapa 25 217.5 0.25 24.5 0


139.0
Total/Porsi
821.8 6,46 27.05 4

B. Kandungan Gizi Menu Modifikasi

Menu
Berat Energi Protein Lemak KH
makanan Bahan
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr)
Makanan
FEGA Tepung 50 190,5 0,2 0,1 45,7
tapioka
Ikan gabus 225 188,8 41 1,6 0
Wortel 400 103,3 3,9 0,8 19,2
Gula pasir 280 1083,5 0 0 279,7
Minyak 60 517,3 0 60 0
kelapa
Total/Porsi 2083,2 45 62,4 344,6

32
3.7.Analisis Biaya Formula Lama dan Baru
a. Analisis Biaya Formula Lama

BDD Harga
Nama Bahan Berat
(%) Harga Satuan Jumlah
Maizena 50 gram 100 Rp 6.000 Kg Rp 300
Tepung beras 50 gram 64 Rp 6.000 Kg Rp 300
Telur ayam 20 gram 88 Rp 2.500 Butir Rp 2.500
Gula pasir 60 gram 100 Rp 12.000 Kg Rp 720
Minyak kelapa 25 gram 100 Rp 12.500 liter Rp 350
Total/porsi Rp 4.170

b. Analisis Biaya Formula Baru

BDD Harga
Nama Bahan Berat
(%) Harga Satuan Jumlah
Tepung tapioka 50 gram 100 Rp 6.500 Kg Rp 325
Ikan gabus 306 gram 64 Rp 33.500 Gram Rp 20.502
Wortel 448 gram 88 Rp 8.500 Kg Rp 3.808
Gula pasir 280 gram 100 Rp 12.000 Kg Rp 3.360
Minyak kelapa 60 gram 100 Rp 12.500 liter Rp 750
Total/porsi Rp 28.745

3.8.Prosedur Uji
1. Uji Organoleptik
Untuk uji organoleptik, uji yang digunakan adalah Uji Hedonik dengan cara
panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya
(ketidaksukaan) dari tiap kriteria organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan
tekstur pengembangan formula 135.
Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya,
mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat - tingkat kesukaan ini
tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “ dapat

33
mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.
Sebaliknya jika tanggapan itu “ tidak suka “ dapat mempunyai skala hedonik seperti
suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan
suka tetapi juga bukan tidak suka. Jumlah panelis : 10 orang.
a. Prosedur Uji Hedonik
• Semua panelis dikumpulkan di suatu tempat yang telah ditentukan dan
diberi penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian kuisioner
kuisioner
• Sampel disiapkan di dalam wadah.
• Panelis diminta mengisi formulir kuisioner yang telah disediakan
b. Alat Uji
• Formulir Uji Hedonik
• Pulpen
c. Pengolahan Skor Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistik.

34
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.Tanpa tahun. Bab II Kajian Pustaka


http://eprints.umm.ac.id/36803/3/jiptummpp-gdl-khairuluma-51645-3-
babii.pdf . Di akses tanggal 9 Maret 2021.
Anonim.Tanpa tahun. Bab 2 Landasan Teori.
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-00833-
HM%20Bab2001.pdf . Di akses tanggal 9 Maret 2021.
Anonim.Tanpa tahun. Bab II Tinjauan Pustaka
http://eprints.polsri.ac.id/876/3/3.BAB%20II.pdf .Di akses tanggal 9
Maret 2021.
Aritonang,Irianto.2014.Penyelenggaraan Makanan Mamajemen Sistem Pelayanan Gizi
Swakelola dan Jasaboga di Instalasi Gizi Rumah
Sakit.Yogyakarta:PT.Leutika Nouvalitera.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing. Dalam
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses pada 8
maret 2021

Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Dalam http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses
pada 8 maret 2021

Galuh,Anastry.Tanpa tahun. Paper Makalah Budidaya Tanaman Wortel.


https://www.academia.edu/35122909/Paper_Makalah_Budidaya_Tanam
an_Wortel . Di akses tanggal 9 Maret 2021.
Irwan ,2016. Epidemiologi penyakit tidak menular. Yogyakarta: Deepublish. Dalam
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses pada 8
maret 2021

Mustika dkk. Tanpa tahun. Pengembangan Tepung Labu Kuning, Tepung Ikan Gabus,
dan Konsentrat Protein Kecambah Kedelai sebagai Bahan Penyusun

35
Formula Enteral bagi Penderita Gagal Ginjal Kronik (Analisis Mutu
Fisik, Kandungan Gizi, dan Kepadatan Energi)
file:///C:/Users/New%20User/Downloads/57-Article%20Text-93-1-10-
20180907.pdf . Di akses tanggal 9 Maret 2021.
Price dan William, 2012. Dalam http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf.
diakses pada 8 maret 2021

Price dan Wilson, 2012. Dalam http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf.


diakses pada 8 maret 2021

Rahman. Rudiansyah & Triawanti. (2013). Hubungan antara adekuasi hemodialis dan
kualitas hidup pasien di RSUD Ulin Banjaramsin. Jurnal Berkala
Kedokteran Vol 9. No 2 (2013). Diakses pada tanggal 16 Juni 2016 dari
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/. Dalam
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses pada 8
maret 2021

Sloane, Ethel. 2004. Anatomy and physiology: an easy learner. Diterjemahkan oleh:
James Veldman, EGC, Jakarta. Dalam
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses pada 8
maret 2021

Sudoyo, 2006. Dalam http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses


pada 8 maret 2021

Tambayong Jan. 2009. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Dalam


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1024/4/Chapter2.pdf. diakses pada 8
maret 2021

36
Lampiran 1. Kuesioner Uji Organoleptik

Kuesioner Uji Daya Terima

Nama :

Produk :

Tanggal :

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berilah tanda (√ ) pada kolom di


bawah ini sesuai dengan pilihan anda.

Agak Agak Tidak Tidak


Sangat Suka Suka
Tingkat Kesukaan Suka Suka Suka

(5) (4) (3) (2) (1)

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

Total

Komentar :

.............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
..................................................................................................................

37

Anda mungkin juga menyukai