Anda di halaman 1dari 14

PEMBIBITAN DURIAN DENGAN TEKNIK SAMBUNG MATA TEMPEL

DI UPT. BALAI INDUK HORTIKULTURA (BIH) GEDUNG JOHOR


MEDAN

REKAYASA IDE MAGANG II

OLEH:

JHON ALPIN SARAGIH 4173220001

DENI MARDIANA HARAHAP 4173520007

NURHANIDAH 4172220010

REFINA GINTING 4172220003

WINARSIH 4172220006

BIOLOGI NONDIK A 2017

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Durian (Durio zibethinus Murr) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang
telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja.
Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu tipe buah tropis asli
Indonesia (Rukmana, 2006). Durian merupakan tanaman spesifik tropis yang bernilai ekonomis
cukup tinggi untuk meningkatkan pendapatan petani, devisa negara, dan kebutuhan agribisnis
(Wulan dkk., 2010).

Tanaman durian merupakan buah asli Indonesia yang menempati posisi ke-4 buah
nasional dengan produksi yang tidak merata sepanjang tahun, lebih kurang 700 ribu ton per
tahun. Secara nasional, tanaman durian mengalami musim panen yang tidak serentak yang
berlangsung dari bulan September sampai Februari serta mengalami masa paceklik bulan April
sampai Juli (Yuniarti, 2011). Buah durian memiliki potensi yang besar sehingga menyebabkan
permintaan akan tanaman ini menjadi sangat besar. Tanaman ini termasuk tanaman musiman
berasal dari Kalimantan dan Sumatera (Yuniastati dkk., 2010).

Pada umumnya buah durian dikonsumsi dalam bentuk segar, namun telah banyak juga
yang diolah menjadi produk lain, seperti keripik, dodol, permen, biskuit, bahan makanan lain
berupa tepung untuk campuran roti dan es krim. Oleh sebagian masyarakat tertentu buah durian
difermentasi menjadi asinan dan produk lainnya. Buahnya mempunyai aroma khas yang
menyengat dengan kandungan gizi yang tinggi. Setiap 100 g daging buah tidak kurang
mengandung 67 g air, 2,5 g protein, 2,9 g lemak, 28,3 g karbohidrat, 1,4 g serat, 20 mg kalsium,
63 mg fosfor, 601 mg kalium, 0,27 mg tiamin, 0,29 riboflavin mg, dan 57 mg vitamin C (Sudjijo,
2009).

Untuk peningkatkan kualitas dan pengembangan tanaman durian, maka perlu dilakukan
pembudidayaan bibit durian secara vegetatif. Teknik perbanyakan vegetatif yang selama ini
dilakukan oleh petani masih kurang efisien baik dalam hal waktu maupun teknis pelaksanaannya,
sehingga kemampuan penyediaan bibit durian unggul masih terbatas dan harganya pun relatif
tinggi. Salah satu keistimewaan bibit durian hasil perbanyakan dengan cara vegetatif adalah
tanaman yang dihasilkan mempunyai kualitas yang tinggi dan sama dengan sifat induknya serta
masa panen lebih cepat (Untung, 2006).

Upaya peningkatan bibit durian baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat diperoleh
dengan perbanyakan bibit secara vegetatif. Perbanyakan bibit secara vegetatif dapat
menghasilkan kualitas bibit yang baik, selain dari pada itu dapat juga menambah ketersediaan
bibit secara kuantitas. Salah satu teknik yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik sambung
pucuk. Sambung pucuk merupakan teknik perbanyakan vegetatif yang dilakukan sedini mungkin
pada kondisi batang bawah yang masih kecil. Dalam proses penyambungan yang perlu mendapat
perhatian antara lain mengenai penyediaan batang bawah yang akan menjadi pangkal pohon
dengan perakarannya yang kuat dan tangguh sebagai langkah pertama. Kemudian langkah
berikutnya bagaimana dengan cara memilih batang atas yang memenuhi persyaratan sebagai
pohon induk (Sudjidjo, 2009).

Menurut Untung (2006), dalam penyambungan pucuk dapat dilakukan dengan beberapa
tipe yaitu sambung pucuk tipe V, dan metode tipe V terbalik. Masing-masing mempunyai tingkat
keberhasilan yang berbeda. Tip sambung pucuk memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga
untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang baik maka penting kiranya dilakukan pemilihan
metode sambung pucuk yang tepat. Selain penggunaan tipe sambung pucuk pemilihan media
tanam juga sangat menentukan pertumbuhan bibit durian. Media tanam adalah salah satu faktor
penting yang menentukan keberhasilan penanaman tanaman, karena umumnya media tanam
yang digunakan pada wadah tertentu seperti polybag dan pot jumlahnya dibatasi oleh volume
wadah tersebut, sehingga komposisi yang tepat akan membuat perakaran tanaman dapat
berkembang dengan baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Karya
Tani Mandiri, 2008).

Hal ini dikarenakan bibit akan tumbuh baik pada media tanam yang seusai. Media yang
digunakan harus dapat memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan
apabila media yang digunakan tidak dapat memberikan keuntungan dapat dipastikan tanaman
tidak memberikan hasil yang optimal. Sebagian besar unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman
disediakan melalui media tanam, selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses
fisiologis tanaman. Media tanam yang umum digunakan adalah tanah, karena di dalam tanah
tersedia faktor-faktor utama untuk pertumbuhan tanaman seperti unsur hara, air, dan udara. Akan
tetapi kondisi tanah sekarang semakin mengalami penurunan karena rendahnya bahan organik
oleh karenanya perlu dikombinasikan dengan media lainnya. Beberapa jenis media yang dapat
digunakan ialah lapisan top soil, arang, sekam padi, pasir, pupuk kandang, cocopeat/sabut
kelapa, dan lain sebagainya (Supriyanto dkk., 2012).

Syarat media tumbuh yang baik untuk pembibitan durian adalah ringan, murah, mudah
didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh yang tepat akan
menentukan pertumbuhan optimum bibit yang ditangkarkan. Komposisi media tanam untuk
mengisi polybag dapat digunakan campuran tanah, pupuk kandang dan sekam padi dengan
perbandingan 1:1:1. Sterilisasi pupuk kandang sebelum digunakan untuk campuran media
bertujuan membunuh penyakit, cendawan, bakteri, biji gulma, nematoda dan serangga tanah
(Prastowo dkk., 2006). Berdasarkan uraian diatas, untuk mengkaji tentang bagaimana cara
meningkatkan mutu dan kualitas bibit durian yang dihasilkan dari perbanyakan vegetatif, maka
perlu dilakukan penelitian tentang tipe sambung pucuk dan penggunaan media tanam yang tepat
terhadap keberhasilan sambung pucuk bibit durian (Durio zibertinus).

Durian nama latin durio zibethinus merupakan tanaman buah berupa pohon. Sebutan
durian diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga
menjadi durian. Kata ini terutama dipergunakan untuk menyebut buah yang kulitnya berduri
tajam. Tanaman buah durian berasal dari hutan Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan yang berupa
tanaman liar. Penyebaran durian ke arah Barat adalah ke Thailand, Birma, India dan Pakistan.
Buah durian sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad 7 M. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki varian durian terbanyak di dunia. Varian durian di Indonesia dapat
mencapai ratusan, dari durian yang memiliki rasa enak hingga durian yang memiliki rasa tidak
enak. Indonesia seharusnya dapat menciptakan jenis duria unggulan sendiri, tidak hanya
mengembangkan bibit durian dari luar negeri. Sehingga Indonesia dapat dibuat komoditas durian
unggulan yang dapat bersaing di dunia. Salah satu cara untuk menghasilkan komoditas unggulan
dilakukan melalui metode sambung mata temple “okulasi” dapat memperbaiki kualitas dan
kuantitas hasil tanaman, dihasilkan gabungan tanaman baru yang mempunyai keunggulan dari
segi perakaran dan produksinya, juga dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah (tanaman
berumur genjah) serta menghasilkan tanaman yang sifat berbuahnya sama dengan induknya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah yang akan dikaji sebagai
berikut :

(1) Bagaimana cara kerja penyambungan mata tempel pada durian?

(2) Jenis durian apa yang menjadi sumber mata tempel?

(3) Perlakuan apa saja sebelum dan sesudah penyambungan?

(4) Kendala apa saja dalam proses penyambungaan?

(5) Hasil proses di pasarkan kemana saja?

1.3 Tujuan

Tujuan penyusunan makalah yang berjudul “ Perbanyakan Durian Dengan Teknik Sambung
‘Mata Tempel’ ” adalah sebagai berikut :

(1) Untuk mengetahui cara kerja penyambungan

(2) Untuk mengetahui jenis-jenis durian yang dilakukan penyambungan.

(3) Untuk mengetahui perlakuan proses sebelum dan sesudah penyambungan

(4) Untuk mengetahui kendala dari proses penyambungan “mata tempel”

(5) Untuk mengetahui pemasaran hasil proses penyambungan


BAB II

METODE

2.1 Tempat dan waktu

Tempat dilakukan penelitian teknik sambung mata tempel yaitu di Balai Induk Hortikultura
(BIH) Gedung Johor Medan, pada tanggal 05 November 2020.

2.2 Bahan dan Alat

Alat: Bahan:

Alat tulis

Pisau cutter tipis mata tempel durian unggul

plastik kecil (plastik es lilin) batang bawah durian

2.3 Metode

· Observasi

Luas lahan yang dilakukan untuk praktek penyambungan adalah ± 1/Ha, terbagi kedalam empat
bagian antara lain:

· Luas lahan untuk persemaian batang bawah ± 20 m2

· Luas lahan untuk penyimpanan bibit dari persemian ± 300 m2 , terbagi kedalam 3 tempat
pemindahan

· Luas lahan untuk proses penyambungan “mata tempel” ± 130 m2

· Luas lahan untuk hasil proses penyambungan ± 130 m2

· Luas lahan untuk hasil yang sudah siap untuk di pasarkan ± 500 m2, terbagi kedalam 5 tempat
penyimpanan sesuai umur bibit durian.
Bibit durian yang dijadikan batang bawah untuk proses penyambungan adalah batang bawah
yang memiliki ketahanan pada hama penyakit, sebagai penyanggah yang kuat dan kebanyak dari
jenis durian biasa “lokal”. Mata tempel yang digunakan adalah jenis durian yang memiliki
kuantias dan kualitas yang baik, kebanyakan bahan mata tempel yang digunakan jenis durian
yang unggul dan mempunyai daya jual yang tinggi

· Wawancara

Hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu petani disana yang bernama Bpk Udin
Sebelum melakukan wawancara, terlebih dahulu telah menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungungan tentang perbanyakan durian. Beliau memaparkan berbagai tahap dari mulai
persemaian sampai pemasaran memiliki tahap-tahap pekerjaan diantaranya persemaian,
pemindahan bibit, proses penyambungan, penyeleksian, pemeliharaan bibit yang sudah jadi
hingga pemasaran. Bahkan beliau menyebutkan banyak berbagai kendala selama proses
perbanyakan dilakukan.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembibitan durian di Balai Induk Hortikultura (BIH) dilakukan pertama kali pada tahun
2000’an pembibitan ini didaerah sana sering disebut “tempel”. Pohon durian yang biasa
dilakukan penyambungan adalah durian jenis montong, matahari, dan lain-lain. Keunggulan dari
teknik sambung ini adalah pada masa berbuah yang cepat ketika pohon durian berumur 5-6 tahun
akan berbuah tetapi jika tidak menggunakan teknik sambung akan berbuah pada umur 7-10
tahun, dan pada pohon yang dilakukan sambung mata tempel telihat pendek berbeda dengan
yang tidak dilakukan teknik sambung.

Gambar 1. Proses persemaian

Dengan sambung mata tempel yang telah dilakukan di Balai Induk Hortikultura.
Pembibitan batang bawah dilakukan bukan pada saat musim durian. Karena daerah Johor lebih
tepatnya Balai Induk Hortikultura memiliki ketinggian ± 1000 meter di atas permukan laut.

Urutan kerja dalam mempersiapkan persemaian dan pendederan biji tersebut adalah :

1. Siapkan biji/benih yang berasal dari durian matang, Bersihkan dari sisa-sisa daging buah yang
masih melekat pada biji. Hindarkan dari terpaan sinar matahari langsung.

2. Buat bedengan pederan, kemudian Semaikan biji yang tersedia .


3. Beri perlakukan fungisida untuk menghidari serangan jamur dan perlakuan insektisida butiran
untuk mencegah serangan serangga, mislanya semut.

4. Buat naungan kolektif untuk bedengan pendederan benih selama satu bulan.

Setelah bibit berumur sekitar dua bulan, selanjutnya diseleksi, dan akar yang terlalu panjang
dipotong, disesuaikan dengan ukuran kantong plastik yang digunakan.

Gambar.2. Pemindahan persemaian bibit durian

Langkah berikutnya, bibit dipindahkan ke kantong plastik (polibag) yang berisi media
tumbuh tanah dan pupuk kandang. Dengan menggunakan kantong plastik ukuran kecil seperti
dikemukakan diatas, maka akan lebih banyak bibit yang dapat dipelihara dalam satuan luasan
tertentu. Sehingga setelah bibit berumur tiga bulan penyambungan sudah dapat dilakukan.
Kemudian dilanjutkan dengan penyambungan, mata tempel didatangkan dari Sidikalang, karena
didaerah Johor atau sekitarnya tidak terdapat perkebunan durian dan induk durian yang
menghasilkan buah yang banyak atau berkualitas.
Gambar.3. Bahan mata tempel

Ketika kegiatan penyambungan adalah mempersiapkan alat dan bahan-bahan yang


diperlukan, diantara lain pisau cutter yang sangat tipis. Selanjutnya, sediakan plastik pengikat
berupa plastik kemasan es lilin, kemudian iris mata tempel, Batang bawah disayat sesuai ukuruan
mata tempel, kemudian tempelkan pada batang bawah, dan selanjutnya diikat dengan lembaran
plastik pengikat upayakan tidak ada celah antara tunas sambung dengan batang bawah untuk
mencegah masukknya air dan penyakit pada bekas perlukaan tersebut yang dapat menggagalkan
mata tempel dengan batang bawah.
Gambar.4. Proses penyambungan dan hasil penyambungan

Ketika pemeliharaan bibit yang dilakukan hanya penyiraman, pemupukan dan


penyemprotan fungisida, penyakit yang dominan kemungkinan serangan jamur. Selanjutnya
penempatan bibit durian sambungan dalam sungkup berlangsung selama satu bulan, dan pada
akhirnya sungkup dibuka. Selama bibit durian sambungan dalam sungkup, tidak dilakukan
penyiraman karena kelembaban cukup tinggi dan penyiraman dapat memicu serangan penyakit,
terutama jamur.

Kegiatan lanjutan dimaksudkan dengan seluruh kegiatan berikutnya setelah sungkup


dibuka sampai bibit durian sambungan ditanam atau disalurkan kepada konsumen. Menurut pak
Dema “Penyiraman benih seperlunya saja, dan jika dilakukan pada sore hari, lebih bagus
sebelum matahari terbenam karena untuk menghindari serangan penyakit jamur.” Kegiatan
lanjutan berikutnya dilakukannya seleksi benih dengan memisahkan bibit sambungan jadi
dengan sambungan yang gagal, kemudian melakukan penyiangan dengan mencabut gulma yang
tumbuh pada polybag. Ketika semuanya telah dilakukan bibit durian dipindahkan ke polybag
yang berukuran lebih besar menggunakan media tanah pupuk kandang dicampur furadan dan
pupuk SP-36 seperlunya.
Gambar.5. Penyakit pada bibit durian.

Para pekerja disana menghawatirkan penyerangan jamur karena bibit durian rentan terhadap
jamur pada batangnya, daun muda bolong akibat sengatan matahari dan bercak kuning di
sebabakan oleh hama werang, para petani mengobatinya dengan cara tradisional yang itu dengan
menggunakan belerang yang di oleskan pada batang sehingga jamur mati, untuk pada daun yang
dilakukan hanya memotongnya.
BAB IV

KESIMPULAN

Dari uraian dan pembahasan yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses penyambungan mata tempel pada durian diawali dengan menyayat batang bawah dan
menyayat mata tempel, mata tempel yang sudah siap tempelkan pada batang bawah selanjutnya
diikat dengan lembaran plastik pengikat dari bawah ke atas, upayakan tidak ada celah.

2. Jenis durian untuk mata tempel yang digunakan adalah jenis durian unggul yang menghasilkan
kuantitas dan berkualitas yang baik dan berjual ekonomi tinggi seperti durian jenis montong,
matahari dan lain-lain.

3. Perlakuan sebelum bibit siap untuk dilakukan proses penyambungan adalah pemindahan
persemaian bibit durian ke polybag dan dilakukan pemeliharaan sebelum siap untuk di proses.
Kemudian untuk perlakuan sesudah penyambungan adalah dilakukannya seleksi, penyiraman,
penyiangan, pemotongan, dan pemindahan ke polybag yang sedang atau besar.

4. Pada saat proses penyambungan sering terjadi kendala-kendala yang mengakibatkan


penyambungan jarang dilakukan, kendalanya adalah ketika batang bawah belum siap atau stok
mata tempel tidak ada dan cuaca “hujan” yang terus menerus mengakibatkan penyambungan
sedikit terganggu.

5. Pemasaran hasil dari proses penyambungan hampir di sebar ke seluruh Indonesia bahkan di
ekspor ke negara-negara tetangga dengan harga sesuai umur bibit.
DAFTAR PUSTAKA

“Perpres No.6 Tahun 2011”. 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011. Brotur, 2005. Macam
Hama Tanaman Durian: Ghalia Indonesia. Jakarta

Prastowo, Nugroho H, James M.R, Gerhard E.S.M, Erry N, Juel, M.T, Fransiskus H, Teknik
Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah, World Agroforestry Center,
2006. Bogor

Setiwati, Tetty., Furqonita, Deswanti. 2007. Biologi Interaktif, Jakarta Timur: Penerbit Azka
Press.

Sumiasri, Nurul, Dkk 2005. Tanggap Stek Cabang Bambu Betung (Dendrocalamus asper) Pada
Penggunaan Berbagai Dosis Hormon Iaa Dan Iba. Jurnal Natur Indonesia. Vol 3
(2): 121 – 128.

Suprapto, A. (2004). Auksin: Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Stek Tanamam. Jurnal
Penelitian Inovasi, 21(1), 17658.

Syarifudin. 2008. Tanaman Unggulan : PT Cipta Widya Swara. Jakarta

Wudianto, Rini. 1998. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Jakarta: PenebarSwadaya.

Anda mungkin juga menyukai