Anda di halaman 1dari 97

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019

MODUL
HUKUM PERDATA MATERIIL

DISUSUN OLEH :
TIM PENYUSUN MODUL
BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
2019
iv
v
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLATKEJAKSAAN RI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

B. DESKRIPSI SINGKAT ............................................................................... 3

C. TUJUAN PEMBELAJARAN ..................................................................... 3

E. INDIKATOR KEBERHASILAN ................................................................ 4

F. MATERI POKOK ........................................................................................ 4

BAB II HAKEKAT HUKUM PERDATA


A. PENGERTIAN HUKUM PERDATA DAN RUANG LINGKUP
HUKUM PERDATA ................................................................................... 6
B. PENGERTIAN HUKUM PERDATA DALAM ARTI SEMPIT
DAN DALAM ARTI LUAS ...................................................................... 12
C. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA
MATERIIL DI INDONESIA ..................................................................... 15
D. ASAS-ASAS HUKUM PERDATA ........................................................... 27

BAB III SISTEMATIKA HUKUM PERDATA


A. SISTIMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU

HUKUM/ILMU PENGETAHUAN ........................................................... 34

B. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT


UNDANG-UNDANG / KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA (KUH PERDATA) ................................................................. 35

BAB IV PERIKATAN
A. PENGERTIAN PERIKATAN .................................................................... 41

B. SUMBER PERIKATAN ............................................................................. 42


i
BAB V SUBYEK DAN OBYEK PERIKATAN
A. SUBYEK PERIKATAN ............................................................................. 50

B. OBYEK PERIKATAN (VOOR WERP/ONDER WERP) .......................... 50

C. SYARAT-SYARAT PERIKATAN ............................................................ 51

D. JENIS-JENIS PERIKATAN ....................................................................... 51

E. BERAKHIRNYA PERIKATAN (PASAL 1381 BW) ................................ 55

BAB VI PELAKSANAAN PERIKATAN


A. WANPRESTASI ......................................................................................... 60
B. OVERMACHT/FORCE MAJEUR ............................................................. 62

C. EXEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS (Kreditor yang Lalai)...... 63

D. PELEPASAN HAK (RECHTSVERWEKING).......................................... 64

BAB VII PERJANJIAN


A. HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA .................................................. 65
B. PENGERTIAN PERJANJIAN .................................................................... 65

C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN ........................................................... 65

D. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN ................................................................ 69

E. ASAS-ASAS PERJANJIAN ....................................................................... 70

F. PENAFSIRAN PERJANJIAN ..................................................................... 71

G. SIFAT PERJANJIAN .................................................................................. 71

H. BENTUK PERJANJIAN............................................................................. 73

I. JENIS PERJANJIAN .................................................................................... 73

J. PERJANJIAN STANDARD ........................................................................ 77

K. PERJANJIAN DALAM PERKEMBANGAN ............................................ 77

ii
BAB VIII KAPITA SELEKTA
A. PERJANJIAN SEWA BELI DAN CICILAN ............................................. 78
B. PERJANJIAN FRANCHISE /WARALABA ............................................. 78

C. PERJANJIAN TRUSTEE ........................................................................... 79

BAB IX PERJANJIAN KHUSUS (BW)

A. PERJANJIAN JUAL BELI ......................................................................... 81


B. PERJANJIAN SEWA MENYEWA. ........................................................... 81

C. PERJANJIAN PERSEKUTUAN (MAATSCHAP) .................................... 81

D. PERJANJIAN PENYURUHAN (LASTGEVING) .................................... 82

E. PERJANJIAN PENANGGUNGAN HUTANG (BORGTOCHT).............. 82

F. PERJANJIAN DAMAI (DADING /AOMPRINIS) .................................... 82

G. PERJANJIAN HIBAH/PEMBERIAN (SCHENKING) ............................. 82

H. PERJANJIAN KERJA ................................................................................ 82

BAB IX PENUTUP ........................................................................................................83

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya hukum perdata materiil adalah hukum yang


mengatur tingkah laku seseorang terhadap orang lainnya di dalam suatu
negara, tingkah laku antara warga masyarakat dalam hubungan keluarga
dan dalam pergaulan masyarakat.
Hukum perdata materiil meliputi Kitab Undang-undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Istilah Hukum perdata
dalam arti sempit untuk menunjukkan hukum perdata (Kitab Undang-
undang Hukum Perdata) tanpa Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Hukum perdata dalam arti sempit ini dikenal juga dengan istilah hukum
sipil.
Dari sifat hukum perdata sebagai hukum yang mengatur kepentingan-
kepentingan khusus pribadi, mengakibatkan negara/pemerintah tidak
dengan sendirinya ikut campur untuk mempertahankan peraturan-peraturan
hukum perdata tersebut, melainkan menyerahkan sendiri kepada orang yang
berkepentingan apakah yang bersangkutan akan bereaksi untuk
mempertahankan peraturan-peraturan tersebut atau tidak. Pemerintah baru
akan ikut campur dan memberikan sarana untuk mempertahankan haknya,
jika orang yang berkepentingan menghendakinya, yaitu melalui pengadilan.
Masalah orang yang berkepentingan itu mau mengajukan tuntutan
atau tidak, itu bergantung kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu hukum
perdata disebut sebagai hukum privat. Misalnya: jika A meninjam uang
kepada temannya (B). Dalam hubungan pinjam-meininjam tersebut, hak
dan kewajiban yang timbul hanya mengikat A dan B. Jika B tidak
melakukan pengembalian uang kepada A, diserahkan kepada pribadi A,
tidak ada menyangkut kepentingan umum. Jika A mempunyai kepentingan
untuk melakukan penagihan, maka A dapat menagihnya melalui hakim di
pengadilan.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku mutlak.
Tidaklah berarti bahwa para subyek hukum dapat menyampingkan
sesukanya. Pemerintah tidak bisa melepaskan sepenuhnya demikian,
karena pemerintah terikat pada asas negara hukum yang mengandung
keharusan adanya kepentingan umum dalam hukum perdata. Misalnya
dalam hukum perkawinan, Pertama-tama orang sebagai pribadi, sebagai

Hukum Perdata Materiil | 1


subyek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban (H. Perorangan),
kemudian manakala orang tesebut terikat perkawinan, maka akan timbul
kepentingan pribadi dari suami-isteri (Hukum Keluarga), kemudian
keluarga itu akan mempunyai anak, lambat laun akan timbul harta kekayaan
dan hubungan yang terkait dengan kekayaan (H.Kekayaan), dan pada saat
orang tersebut meninggal mengakibatkan adanya peninggalan (harta
warisan atau hutang). Semuanya itu termasuk lingkup hukum perdata,
tetapi juga dipandang sebagai salah satu dasar pergaulan dalam kehidupan
masyarakat, sehingga hubungan-hubungan hukum yang semula dalam
lingkup hukum keperdataan menjadi berkembang dan bersangkut paut
kepentingan masyarakat (kepentingan umum). Untuk itu negara
berpendapat bahwa dalam beberapa hal, kebebasan subyek hukum-subyek
hukum yang terkait kepentingan-kepentingan yang bersifat privat tersebut
harus dibatasi. Negara memberikan tugas dan kewenangan kepada instansi
Kejaksaan RI selaku lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara untuk melakukan tindakan-tindakan terkait dengan keperdataan
deini kepentingan umum (masyarakat).
Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur tugas dan wewenang
kepada Kejaksaan RI /Jaksa Pengacara Negara untuk melakukan tindakan
tertentu antara lain, 1) Kejaksaan wajib menuntut pembatalan kepada
Hakim atas sesuatu perkawinan sebagaimana temmaksud dalam pasal 27
hingga 34 B.W (Pasal 65); 2) Kejaksaan dapat menuntut kepada Hakim
agar seseorang dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua atau
ouderlijke machtnya (pasal 319 B.W); 3) Kejaksaan berwenang untuk
melakukan penuntutan kepada pengadilan seorang dipecat sebagai wali dari
anak yang belum (pasal 381 B.W.). Di samping itu Kejaksaan juga diberi
tugas dan wewenang di bidang keperdataan lainnya yang diatur dalam
hukum positif lainnya.
Berdasarkan ketentuan Vertegenwoodiging Van Den Lande In
Rechten (Staatsblad 1922-522), Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk
mewakili negara di depan hukum. Sampai saat ini ketentuan tersebut tetap
berlaku dan telah diadopsi, sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (2)
Undang-undang Nomor Kejaksaan 16 Tahun 2004 tanggal 26 Juli 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia : ―Di bidang Perdata dan Tata Usaha
Negara Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di
luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau Pemerintah‖ serta
sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Hukum Perdata Materiil | 2


Kejaksaan RI sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 29 Tahun 2016
yang dilaksanakan oleh Direktorat Perdata dan Direktorat Pemulihan dan
Perlindungan Hak pada JAM DATUN, Asisten Perdata dan Tata Usaha
Negara cq Kepala Seksi Perdata dan Kepala Seksi Pemulihan dan
Perlindungan Hak untuk tingkat Kejaksaan Tinggi dan Kepala Seksi
DATUN untuk tingkat Kejaksaan Negeri.
Untuk itu para Peserta Diklat Pembentukan Jaksa (PPPJ) wajib
mempelajari, memahami dan menguasai hukum perdata materiil, baik
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H
Perdata) maupun yang telah diatur dalam peraturan tersendiri, Dengan
penguasaan yang baik terhadap hukum Perdata materiil diharapkan menjadi
kekuatan bagi calon-calon JPN untuk beracara di peradilan Perdata dan
bahkan dapat memberikan pertimbangan hukum kepada instansi/pemerintah
pusat dan daerah maupun BUMN/BUMD bila diperlukan .

B. Diskripsi Singkat
Pada modul ini akan disajikan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan hukum perdata materiil. Menyadari betapa pentingny’a pemberian
pengenalan dan pemahaman tentang hukum perdata materiil kepada para
Peserta Diklat Pembentukan Jaksa (PPPJ), maka keberadaan modul ini
cukup penting.
Dalam modul ini, materi yang diberikan antara lain mengenai asas
hukum perdata, sejarah hukum perdata, sistimatika hukum perdata, dan
perihal hukum perikatan termasuk juga aneka perjanjian baik perjanjian
bernama maupun perjanjian jenis lainnya yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan
ruang lingkup hukum perdata, sejarah singkat hukum perdata, dan asas-
asas hukum perdata, sistematika hukum perdata materiil.
2. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan perihal pengertian
hukum perikatan, sumber perikatan, syarat perikatan, jenis perikatan
dan berakhirnya perikatan,
3. Peserta Diklat mampu memahami dan menjelaskan perihal perihal
hukum perjanjian, jenis perjanjian dan pelaksanaan perjanjian
4. Manfaat yang dapat diharapkan bagi peserta Diklat Pembentukan Jaksa
(PPPJ) setelah mengikuti mata ajar ini adalah mampu menjelaskan

Hukum Perdata Materiil | 3


tugas dan wewenang Kejaksaan/Jaksa Pengacara Negara di bidang
keperdataan sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil.

D. Indikator Keberhasilan
1. Widyaswara memberikan penjelasan mengenai pengertian Hukum
Perdata, ruang lingkup Hukum Perdata, asas-asas Hukum Perdata
hingga subyek dan obyek perjanjian serta bentuk-bentuk perjanjian
Hukum Perdata.
2. Latihan/praktek menganalisa permasalahan Hukum Perdata dalam
bentuk Pendapat Hukum.
3. Ujian.
4. Peserta Diklat mampu memahami ruang lingkup dan beberapa
permasalahan Hukum Perdata sehingga saat melaksanakan Tugas
Fungsi sebagai Jaksa Pengacara Negara sudah dapat memahami.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


I. Hakekat Hukum Perdata
1. Pengertian Hukum Perdata Dan Ruang Lingkup Hukum Perdata
2. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Sempit Dan Dalam Arti
Luas
3. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Materiil di Indonesia
4. Asas-asas hukum perdata
II. Sistematika Hukum Perdata
1. Sistimatika Hukum Perdata Menurut Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan
2. Sistematika Hukum Perdata Menurut Undang-Undang / Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
3. Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Perdata
III. Perikatan
1. Pengertian Hukum Perikatan
2. Sumber Perikatan
IV. Subyek Dan Obyek Perikatan
1. Subyek perikatan
2. Obyek perikatan (voor werp/onder werp)
3. Syarat-Syarat Perikatan
4. Jenis-Jenis Perikatan
5. Berakhirnya Perikatan (Pasal 1381 BW)
V. Pelaksanaan Perikatan
1. Wanprestasi

Hukum Perdata Materiil | 4


2. Overmacht/Force Majeur
3. Exeptio non Adimpleti Contractus (Kreditor yang Lalai)
4. Pelepasan Hak (Rechtsverweking)
VI. Perjanjian
1. Hukum Perjanjian Di Indonesia
2. Pengertian Perjanjian
3. Syarat Sahnya Perjanjian
4. Unsur-Unsur Perjanjian
5. Asas-Asas Perjanjian
6. Penafsiran Perjanjian
7. Sifat Perjanjian
8. Bentuk Perjanjian
9. Jenis Perjanjian
10. Perjanjian Standard
11. Perjanjian Dalam Perkembangan
VII. Kapita Selekta
1. Perjanjian Sewa Beli Dan Cicilan
2. Perjanjian Frenchise /Waralaba
3. Perjanjian Trustee

6. syarat perikatan, jenis perikatan dan berakhirnya perikatan.


4. Perihal hukum perjanjian, jenis perjanjian dan pelaksanaan
perjanjian.

Hukum Perdata Materiil | 5


BAB II
HAKEKAT HUKUM PERDATA

A. Pengertian Hukum Perdata dan Ruang Lingkup Hukum Perdata

1. Pengertian Hukum Perdata

Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum


antara orang yang satu dengan yang lain, dengan mengutamakan
kepentingan pribadi atau masing-masing individu (perseorangan). Hukum
perdata disebut juga dengan istilah hukum privat (privatrecht) atau hukum
sipil (civilrecht).
Beberapa pakar/ahli hukum memberikan pengertian tentang Hukum
Perdata, sebagai berikut:
a. Menurut Subekti (Subekti, 2003 : 9):
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil,
yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan.

b. Menurut Utercht (Utrecht/Moh. Saleh Djindang, 1989: 30-31) :


Hukum privat (Hukum perdata ) mengatur tata tertib masyarakat
mengenai family (keluarga) dan mengenai kekayaan para invidu, dan
mengatur pula hubungan-hukum yang diadakan antara para
indivisunyang satu denban yang lain, antara individu dengan badan
negara bila mana badan negara itu turut serta dalam pergaulan sebagai,
yaitu seolah-olah, individu.

c. H.F.A Volmar (H.F.A Folmar, 1996: 2) menyatakan bahwa hukum


perdata yang disebut juga hukum sipil atau Hukum privat, ialah aturan-
aturan atau norma-norma, yang memberikan pembatasan dan oleh
karena memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan
perseorang dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang
satu dengan yang lain dari orang-orang di dalam suatu masyarakat
tertentu.

d. Haruiniati Natadimaja, 2009: 2), menyatakan bahwa hukum perdata


adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang/badan

Hukum Perdata Materiil | 6


hukum yang satu dengan antara orang/badan hukum yang lain di dalam
masyarakat dengan menitikberatkan kepentingan persorangan (pribadi
/badan hukum).

e. C.S.T Kansil (C.T.Kansil, 2002: 214) menyatakan bahwa hukum


perdata (Burgerlijklijkrecht) adalah rangkaian peraturan-peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antaraorang yang satu dengan
orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa


Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di
dalam kehidupan masyarakat dengan menitik beratkan pengaturannya
kepada kepentingan pribadi secara tidak langsung juga besar pengaruhnya
terhadap terjaminnya kepentingan umum, yang pada hakekatnya merupakan
himpunan atau kesatuan dari kepentingan pribadi masing-masing individu
tersebut pula (Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim, Tahun 1987: 14).
Oleh karenanya, eksistensi Hukum Perdata pada dasarnya meliputi pasangan
nilai-nilai pokok (Purnadi Purbacaraka dan A.Ridwan Halim: Tahun 1987:
1-2), antara lain:

a. Unsur Kebebasan dan ketertiban:


Para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian mengenai apa saja,
(asas kebebasan berkontrak/Pasal 1338 BW/KUHPerdata), sepanjang
hal yang dijanjikan itu tidak mengganggu ketertiban atau melanggar
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (pasal 1320 BW/KUHPerdata).

b. Unsur Kepastian hukum dan kesebandingan hukum.


Dalam hal legitieme portie/bagian sah. Setiap ahli waris yang patut
menerima warisan, pasti berhak atas bagian sah (kepastian hukum)
tanpa bisa dihalangi dengan cara apapun. Tetapi berapa besarnya
legitieme portie yang berhak diterimanya’?

Besarnya legitieme portie/bagian sah tersebut tergantung dan


(kesebandingan hukum):
- Besar kecilnya harta warisan yang ditinggalkan.
- Ada tidaknya/besar kecilnya hutang/piutang si pewaris.
- Banyaknya ahli waris.

Hukum Perdata Materiil | 7


- Ada tidaknya/besar kecilnya hibah wasiat.

c. Unsur Keketatan dan keluwesan hukum.


Adanya keketatan hukum yaitu dibuktikan dari adanya sistem
tertutup Buku Kedua BW/KUHPerdata yang mengatur tentang hukum
benda.
Sedangkan adanya keluwesan dapat dibuktikan dari adanya sistem
terbuka Buku Ketiga BW/KUHPer mengatur Hukum
Perjanjian(Perikatan).

d. Unsur unifikasi hukum dan pluralisme hukum:


Adanya unifikasi hukum dapat dibuktikan dan telah terciptanya
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok
Agraria, yang berlaku secara seragam bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam hal keagrariaan.

Sedangkan adanya pluralisme hukum dapat dibuktikan dari masih


adanya hukum yang berbhineka dalam beberapa persoalan perdata
tertentu, misalnya dalam hal pewarisan dimana masih berlaku:
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut KUHPerdata.
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut Hukum Islam.
- Ketentuan-ketentuan hukum waris menurut Hukum Adat.

f. Dalam hukum perdata terkandung unsur proteksi hukum dan


restriksi hukum.

Adanya proteksi hukum dapat dibuktikan misalnya dari:


Adanya hak inilik sebagai hak kebendaan yang terkuat dan paling
sempurna serta memberikan jaminan kekuatan (perlindungan) hukum
yang penuh bagi pemilik barang atas benda rniliknya.

Sedangkan adanya restriksi hukum dapat dibuktikan misalnya


dari adanya pembatasan pemilikan secara yuridis yang berupa
larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu dalam macam
tertentu.Contoh :

Hukum Perdata Materiil | 8


Binatang-binatang langka yang termasuk satwa undung, tumbuh-
tumbuhan tertentu dan benda-benda penting yang mengandung nilai
budaya tinggi tertentu tidak boleh diiniliki secara pribadi.

Adanya larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu


melebihi batas jumlah tertentu. Contoh : Adanya batas maksimal luas
tanah yang boleh diiniiki secara pribadi.

Adanya larangan hukum untuk memiliki sesuatu tertentu


berdasarkan status suatu pihak. Contoh : Adanya larangan bagi orang
asing untuk memiliki tanah di Indonesia.

g. Hukum Perdata terkandung unsur kejasmanian dan kerohanian.

Adanya ketentuan bahwa, hak kebendaan mempunyai fungsi


sosial, dalam arti bahwa hak kebendaan itu (unsur
kebendaan/kejasmanian) tidak boleh mengganggu kepentingan antar
pribadi (unsur kerohanian).

h. Hukum Perdata terkandung kebaruan dan kelestarian

Unsur kebaruan nampak dalam Hukum Perdata sebagai adanya


ketentuan baru yang:
- Lebih lengkap, lengkap dan lebih cocok dengan situasi dan
kondisi dewasa ini;
- Secara keseluruhan atau sebagian besar sudah dapat mengganti
peraturan lama. mengganti peraturan-peraturan yang lama.

Contoh:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, maka ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks
Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S.
1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur

Hukum Perdata Materiil | 9


tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini,
dinyatakan tidak berlaku.

2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan


Atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah,
yang menggantikan peraturan lama (Credietverband sebagaimana
tersebut dalam Stb.1908-542 jo Stb 1909-584 sebagai yang telah
diubah dengan Stb 1937-190 jo Stb 1937-191 dan ketentuan
hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku Kedua
KUHPerdata).

Terbentuknya undang-undang baru agar dapat menampung


perkembangan yang terjadi dalam bidang pengkreditan dan hak
jaminan sebagai kemajuan pembangunan ekonomi.

Sedangkan unsur kelestarian akan nampak dalam Hukum Perdata bila:


- Masih ada/berlakunya peraturan lama karena bklum adanya
Peraturan yang baru (untuk mencegah kekosongan hukum).
- Peraturan -peraturan yang lama itu :
 Masih cocok untuk diterapkan pada situasi dan kondisi yang
tengah dihadapi dewasa ini.
 Belum dapat dihapus sebab masih diperlukan untuk
berbagai tujuan yang masih dapat dijangkaunya.
 Masih dapat disempurnakan dengan penafsiran atau
konstruksi bila perlu, sehingga dalam hal ini belum perlu
diadakan pembaharuan.

Pelaksanaan dan penerapan Hukum Perdata harus sedapat


mungkin diusahakan untuk mencapai:
a. Keserasian antara kebebasan dan ketertiban serta keserasian
antara unifikasi hukum dan pluralisme hukum, kedua-duanya
ialah untuk mencapai kedamaian.
b. Keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum
serta keserasian antara proteksi hukum dan restriksi hukum,
kedua-duanya ialah untuk mencapai keadilan.
c. Keserasian antara kelestarian dan kebaruan yakni untuk mencapai
kemajuan atau ―progress’.

Hukum Perdata Materiil | 10


d. Keserasian antara keketatan hukum dan keluwesan hukum ialah
untuk mencapai kewibawaan (hukum’).
e. Keserasian antara kejasmanian dan kerohanian yakni untuk
mencapai Kesejaheraan.

Dari uraian tersebut di atas, tujuan utama yang ingin dicapai


dalam pelaksanaan dan penerapan Hukum Perdata (Purnadi
Purbacaraka dan A. Ridwan Halim: 1987: 6) adalah:
a. Ketenangan, sebagai suatu keadaan pribadi dengan perasaan
bebas dan ketakutan akan kemungkinan adanya suatu bahaya atau
berbagai hal yang tidak diinginkan.
b. Ketertiban sebagai suatu keadaan antar-pribadi yang serba teratur
dengan segala hal terjadi atau berlangsung menurut ukuran yang
seharusnya.
c. Keadilan, yang pada hakekatnya dapat kita tinjau dari 2 (dua)
sudut pandangan pokok yakni:
1) Menurut pandangan awam (pandangan umum orang banyak):
Keadilan itu ialah suatu nilai yang nampak sebagai
ketenangan dan ketenteraman seseorang dalam menggunakan
hak dan melaksanakan kewajibannya dalam hukum.
Jadi suatu keadaan itu dikatakan adil bila keadilan tersebut
adalah hasil kebijaksanaan (dalam arti ―wisdom‖) yang
merupakan keleluasaan (dalam arti ―policy‖) positif yang
menjarnin kebebasan setiap orang untuk menggunakan hak
dan melaksanakan kewajibannya, tetapi juga sekaffgus
mengawasi dan bila perlu juga membatasi kebebasan tersebut
agar tidak menganggu ketertiban.
2) Menurut pandangan dan sudut hukum:
Keadilan itu ialah suatu nilai yang merupakan titik keserasian
antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum. Misalnya
dalam hal legitime portie/bagian sah yang diterima para ahli
waris tergantung pada besar kecilnya harta warisan dari si
pewaris, ada tidaknya hutang-piutang si pewaris, apakah ada
tidak/bsar kecilnya hibah wasiat, dan banyaknya ahli waris.

Hukum Perdata Materiil | 11


B. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Sempit dan Dalam Arti Luas
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit adalah
keseluruhan ketentuan-ketentuan Perdata yang terdapat didalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (B.W).
Sedangkan yang dimaksud dengan hukum perdata dalam arti luas
adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan perdata yang terdapat didalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) dan keseluruhan ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(Wetboek van Kopenhandel), beserta sejumlah serta peraturan perundang-
undangan lainnya, termasuk juga Hukum Kepailitan dan Hukum Acara
(H.F.A Vollmar, 1996: 4)
Antara Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W) dan kitab
Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Kopenhandel) mempunyai
hubungan yang erat, hal ini tercantum dalam Pasal I KUH Dagang, yang
menyatakan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata seberapa jauh
daripadanya dalam Kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-
penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
Kitab ini (KUHD).
Dalam hubungan ini berlaku asas lex specialis derogat lex generalis,
yakni ketentuan hukum yang ada dalam KUHD mengesampingkan hukum
yang berlaku umum sebagaimana diatur dalam KUHPerdata.
Maka akan timbul pertanyaan, mengapa Hukum Perdata itu dimuat
didalam 2 kitab yang berlainan?
Untuk mengetahui hal ini, kita harus kembali mempelajari sejarah
perkembangan timbulnya hukum Perdata itu sendiri.
Sebagai sumber utama pertumbuhan daripada hukum Perdata itu
adalah hukum Romawi. Pada saat itu di Romawi yaitu Zaman
Pemerintahan JUSTITIANUS telah dikenalkan adanya satu kitab undang-
undang hukum perdata ―CORPUS JURIS CIVILIZ‖ dan pada Zaman itu
dianggap bahwa Corpus Juris Civiliz ini telah merupakan kitab undang-
undang hukum perdata yang sempurna dan dapat menyelesaikan semua
pcrsoalan perdata yang akan timbul, tetapi ternyata tidak dernikian halnya.
Dengan adanya perkembangan masyarakat terutama dalam dunia
perdagangan timbul hal-hal atau peristiwa-peristiwa baru yang ternyata
tidak terdapat ketentuan yang bisa untuk mengatasi dan menyelesaikan
peristiwa yang baru tersebut.

Hukum Perdata Materiil | 12


Dengan adanya keadaan ini timbullah kesulitan-kesulitan, dengan
adanya kesulitan tersebut para ahli hukum mencari jalan keluarnya yaitu
dengan cara membentuk peraturan-peraturan baru yang dapat untuk
menyelesaikan peristiwa itu.
Peraturan-peraturan yang baru ini kemudian di bukukan atau di
Kodifikasikan dalam satu buku yang tersendiri yang kemudian merupakan
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U.H.D).
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa antara B.W/ K.U.H.
Perdata dengan W.v.K atau K.U.H.D sebenarnya tidak terdapat perbedaan
yang prinsip III, karena ke dua-duanya adalah sama-sama Hukum Perdata.
Perbedaan yang ada antara kedua macam Kitab Undang-undang tersebut
hanya dalam hal Sifat Hukumnya saja.
Sifat hukum yang termuat didalam K.U.H.Perdata adalah bersifat
Umum atau yang biasa disebut dengan Istilah ―LEX GENERALIS‖
sedangkan sifat hukum dan ketentuanketentuan yang terdapat di dalam
K.U.H.D atau W.v.K adalah bersifat khusus atau ―LEX SPECIALIS‖.
Dengan adanya perbedaan sifat hukum dan kedua macam Kitab
Undang-undang tersebut, maka ketentuanketentuan yang terdapat didalam
K.U.H.D jika berhadapan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat
didalam K.U.H. Perdata maka akan berlakulah azas yang berbunyi sebagai
berikut:
LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIS artinya azas
tersebut, bahwa semua ketentua-ketentuan yang berlaku khusus akan
rnengesampingkan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku umum.
Maksudnya apabila didalam suatu persoalan yang bersifat khusus yaitu
rnengenai perdagangan, maka harus dipergunakan lebih dulu ketentuan-
ketentuan yang ada didalam K UH.D.
Kecuali apabila mengenai persoalan itu tidak terdapat ketentuannya
didalam K.UH.D, maka akan diperlakukanlah ketentuan yang terdapat di
dalarn KUH. Perdata (B. W).
Sebagaimana diatas telah dikatakan bahwa sebagai sumber utama
hukum Perdata adalah Hukum Romawi. Kemudian dengan adanya
penjajahan yang dilakukan oleh Perancis dibawah Napoleon Bonaparte
maka hukum Romawi itu mempengaruhi pula terhadap hukum Perancis
yang mana pada waktu itu Perancis telah berhasil membentuk Kitab
Undang-undang Perdata-nya yang disebut dengan nama Code Civil ―
(C.C). Perancis menjajah juga Negeri Belanda dan Hukum Perancis ini

Hukum Perdata Materiil | 13


juga mempengaruhi terhadap hukurn Belanda, dan pada waktu itu
pemerintah Belanda telah memiliki Kitab Undang-undang Hukum Perdata-
nya yang disebut dengan nama ―Burgerlijklijk Wetboek― atau B.W.
Hukum Perdata materil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur
hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, yaitu mengatur kepentingan-
kepentingan perdata setiap subyek hukum.

Sesuai dengan kepentingan yang diaturnya, maka subyek hukum


perdata terdiri atas: manusia (Person) dan badan hukum (Rechtperson).

Di dalam hukum Perdata manusia pribadi sebagai subyek hukum


diakui mulai dari ia dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia.
Bahkan dalam Pasal 2 BW/KUHPerdata manusia diakui sebagai subyek
hukum sejak ia masih di dalam kandungan ibunya, asalkan ia dilahirkan
hidup. Sedangkan badan hukum adakah subyek hukum ciptaan manusia
pribadi yang oleh hukum diberi hak dan kewajiban seperti manusia
pribadi. Suatu perkumpulan dapat diinintakan pengesahan sebagai badan
hukum sepanjang telah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain ada
harta kekayaan sendiri, ada tujuan, dan sebagainya.

Menurut hukum tiap-tiap orang atau badan hukum harus mempunyai


tempat tinggal (domisili), yakni tempat dimana ia berdiam atau berada,
dan dianggap selalu ada dalam melakukan hak-hak dan pemenuhan
kewajibannya.

Sumber Hukum Perdata Materiil, antara lain:


- Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB) S.1847,
diumumkan secara resini pada tanggal 30 April 1847/Peraturan
Umum Mengenai Perundang-undangan untuk Indonesia.
- Burgerlijklijk Wetboek (BW)/Kitab Undang-undang Hukum Perdata ;
- Wetboek van Koophandel (WvK)/ Kitab Undang-undang Hukum
Dagang
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria (Undang-
undang ini mencabut berlakunya Buku Kedua KUHPerdata sepanjang
berkaitan dengan tanah, kecuali hipotik.
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(dengan adanya undang-undang ini, maka ketentuan-ketentuan
tentang perkawinan sebagaimana diatur dalam Buku Kesatu

Hukum Perdata Materiil | 14


KUHPerdata, Ordonansi Christen Indonesia 1933 No. 74,
Perkawinan Campuran (Regeling op gemeng de Hiwelijken S.1898
No.158), dan peraturan lain yang mengatur perkawinan sepanjang
telah diatur dalam undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
- Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
(Undang-undang ini menghapus Credietverband sebagaimana tersebut
dalam Staatsblad 1908-542 jo.Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad
1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo.
Staatsblad 1937-191, dan juga menghapus ketentuan mengenai
Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan
Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah)
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
- Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Pasal 146 ayat 1 huruf a menentukan bahwa Kejaksaan dapat
mengajukan pembubaran PT dengan alasan kepentingan umum atau
PT melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang.

EVALUASI:
1. Jelaskan perbedaan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang,
dan bagaimana keterkaitan antar keduanya.
2. Apakah yang dimaksud dengan hukum perdata materiil
3. Apakah tugas dan kewenangan Kejaksaan RI di bidang perdata dan
tata usaha negara. Jelaskan.

C. Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Materiil di Indonesia


Sebagaimana diatas telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa
sebagai sumber utama hukum Perdata adalah Hukum Romawi. Kemudian
dengan adanya penjajahan yang dilakukan oleh Perancis dibawah
Napoleon Bonaparte maka hukum Romawi itu mempengaruhi pula
terhadap hukum Perancis yang mana pada waktu itu Perancis telah berhasil
membentuk Kitab Undang-undang Perdata-nya yang disebut dengan nama
―Code Civil ― (C.C).
Selanjutnya Perancis menjajah juga Negeri Belanda dan Hukum
Perancis ini juga mempengaruhi terhadap hukum Belanda. Dan pada
waktu itu pemerintah Belanda telah memiliki Kitab Undang-undang

Hukum Perdata Materiil | 15


Hukum Perdata-nya yang disebut dengan nama ―Burgerlijklijk Wetboek
atau B. W.
Selanjutnya Pemerintah Belanda juga menjajah Indonesia dan hukum
perdata Belanda itu oleh pemerintahan Belanda telah pula diperlakukan di
Indonesia pada waktu itu. Hal ini dapat kita ketahui dan Pedoman Politik
Hukum Pemerintah Belanda di Indonesia, yaitu yang tercantum dalam
pasal 131 I.S.
Pasal 131 IS. tersebut antara lain mengandung kehendak-kehendak
Pemerintah Hindia Bclanda terhadap berlakunya hukum di Indonesia pada
saat itu:
(I) Pemerintah Belanda menghendaki agar diadakan Kodifikasi
(pembukuan hukum) di Indonesia terhadap hukurn Perdata, hukum
Pidana, Hukum Dagang, Hukum Acara;
(II) Pemerintah Belanda juga menghendaki berlakunya Azas
Konkordansi terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Yang dimaksud dengan Konkordansi hukum Belanda ini, Pemerintah
Belanda menghendaki terhadap golongan Eropah yang ada di
Indonesia atau mereka di persamakan dengan golongan Eropah akan
diperlakukan hukum Perdata sebagaimana yang ada di negeri
Belanda sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan Azas
Konkordansi ini sendiri adalah mempersamakan berlakunya hukurn
dan salti negara untuk diperlakukan terhadap Negara lain.
(III) Bahwa Pemerintah Belanda juga memberikan kesempatan kepada
golongan Tionghoa, Timur Asing. Jika masyarakat mereka
membutuhkan dapat mengadakan suatu Peraturan Bersama.
(IV) Juga bagi golongan-golongan lain jika terhadap hukum yang berlaku
bagi golongan Eropa baik secara keseluruhan atau untuk sebagian
atau untuk satu perbuatan tertentu.
(V) Bahwa Pemerintah Belanda juga menghendaki bagi golongan
Indonesia Asli Pribumi selarna hukurn mereka belurn tertuhis maka
tetap di perlakukan Hukum Adat mereka masing-masing.
Selanjutnya Pemerintahan Belanda disamping menghendaki
berlakunya hukum di Indonesia sebagairnana yang tercantum didalam
pasal 131 I.S. tersebut, Pemerintah Belanda juga telah mengadakan
pembagian golongan penduduk di Indonesia, hal mana dapat kita ketahui
melahui pasal 163 I.S yang menyatakan bahwa golongan penduduk di
Indonesia tersebut terdiri dari:

Hukum Perdata Materiil | 16


1. Golongan Eropa : termasuk mereka yang dipersamakan Golongan
Eropa
2. Golongan Tionghoa
3. Golongan Timur Asing (Pakistan, Arab, India dll) kecuali Tionghoa.
4. Golongan Indonesia Asli Pribuini
Bahwa sehubungan dengan adanya pembagian Golongan penduduk
Indonesia pada waktu pemerintahan Hindia Belanda yang kemudian
dihubungkan dengan Pedoman Politik Hukum Pemerintah Belanda di
Indonesia, sebagaimana tercantum dalampasal 131 I.S.
Hal ini mengakibatkan bahwa berlakunya hukum pada saat itu bagi
penduduk Indonesia saling berbeda antara golongan yang satu dengan
golongan lain sebagai berikut:
1. Untuk golongan .Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan
golongan tersebut diperlakukan bagi mereka seluruh Ketentuan-
ketentuan yang terdapat didalam Burgerlijklijk Wetboek‖ (B.W) dan
juga seluruh ketentuanl peraturan-peraturan yang terdapat didaham ―
Wetboek van Kopenhandel‖ (W.v.K);

2. Bagi golongan Tionghoa berlaku Ketentuan-ketentuan yang ada


didalam B.W dengan pengecualian yang mengatur mengenai upacara
pendahuluan perkawinan dan pencegahan atau penahanan perkawinan
yang ada didalam B.W tersebut dinyatakan tidak berlaku bagi mereka.
Selain itu untuk Golongan Tionghoa berlaku ―Burgerlijklijke Stand‖
atau B.S.
Kemudian untuk golongan Tionghoa berlaku adanya ―Adopsi― yang
mana didalam B.W itu senii Adopsi tidak dikenal ( pada Tahun 1956
di dalam BW Belanda yang baru diatur tentang Adopsi).
3. Bagi golongan Timur Asing kecuali Tionghoa berlaku bagi mereka
ketentuan-ketentuan yang ada didalam B.W (Burgerlijklijk Wetboek)
khusus hanya Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Harta
Kekayaan saja.
Sedangkan untuk hal-hal lainnya yaitu mengenai Hukum Kepribadian,
Hukum Kekeluargaan, Hukum Kewarisan, untuk golongan Timur
Asing berlaku Hukurn dan Negara asalnya mereka masing-masing;
4. Selanjutnya untuk Golongan Indonesia Ash atau Pribuini selama
hukum mereka belum Tertulis maka berlakulah Hukum Adat mereka
masing-masing.

Hukum Perdata Materiil | 17


Jadi kesimpulan yang dapat kita ketahui bahwa berlakunya Hukum
Perdata di Indonesia pada saat itu berbeda-beda antara golongan yang satu
dengan golongan yang lain, berarti didalam Satu Negara berlaku Hukum
Perdata yang ―beraneka ragam ―. Oleh sebab itu dikatakan bahwa Hukum
Perdata di Indoesia bersifat ―pluralistis‖.
Mengenai hukum Perdata Indonesia bersifat Pluralistis ini sampai
pada waktu sekarang masih berlangsung terus, sebab Hukum Perdata yang
dipergunakan Pemerintah Indonesia pada saat ini, yaitu yang tercantum
didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H. Perdata) masih
berasal dan peninggalan Pemerintah Belanda dulu.
Terhadap keadaan hukum Perdata yang bersifat pluralistis ini dan
sekaligus merupakan Hukum warisan penjajah, sebenarnya sudah tidak
sesuai lagi bagi Pemerintah Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan.
Sebab Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini dibuat berdasarkan adanya
Ras Diskriminasi, pembedaan golongan yang mana hal ini jelas
bertentangan dengan UUD’45 dan Pancasila yang justru menghendaki
adanya kesatuan bangsa.
Tetapi walaupun demikian hukum ini tetap kita pergunakan berhubung
pemerintah belum sanggup untuk membentuk Hukum Perdata Nasional.
Sebab untuk membentuk suatu hukum Perdata Nasional secara menyeluruh
adalah merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena untuk hal itu
membutuhkan beberapa hal,yaitu:
(1) Waktu yang cukup lama untuk mempelajari kejiwaan masyarakat
yang ada sebagai dasar dalam membentuk Hukum Nasional tsb;
(2) Selain itu karena juga banyak membutuhkan Ahli dalam bidang
hukum untuk menyusun Hukum Nasional yang baru
(3) Membutuhkan biaya yang cukup besar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, menyebabkan belum adanya dibentuk
Hukum Nasional secara menyeluruh. Apabila suatu hukum barn belum
dapat dibentuk dan hukum yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi, maka
hal itu akan rnengakibatkan Kekosongan Hukum didalam Negara tersebut
atau disebut “recht vacum “.
Pada saat ini Pemerintah telah berusaha tahap deini tahap untuk
mengarahkan membentuk Hukum Perdata Nasional sendiri. Usaha-usaha
ini telah dilakukan oleh Pemerintah melalui 2 jalan / cara, yaitu:

Hukum Perdata Materiil | 18


1. Usaha melalui Bidang Perundang-undangan

Melalui bidang ini yaitu dengan jalan membentuk Hukum Perdata


Nasional dalam bidang-bidang tertentu, sebagaimana yang kita
ketahui dan hasil usaha ini, yaitu:
a. Dalam Bidang Agraria telah terbentuk adanya Undang-undang
pokok Agaria (tanah dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanah) berlakulah Undang-undang ini bagi seluruh
Bangsa Indonesia.
b. Dalam Bidang Perkawinan yang telah terbentuk Hukum
Perkawinan yang berlaku bagi seluruh Bangsa Indonesia yaitu
dengan adanya Undang-undang Pokok Perkawinan No. 1
Tahun 1974, dengan Peratuan Pelaksanaannya, yaitu P.P No.9
tahun 1975.
2. Melalui Bidang Ilmu Pengetahuan
Usaha-usaha melalui bidang ini dilakukan dengan cara
menampung pendapat-pendapat para Sarjana Hukum terhadap
berlakunya B.W pada saat ini. Dan dengan adanya pendapat-pendapat
ahli hukum mengenai hal ini berarti pula mengurangi ketentuan-
ketentuan didalam B.W untuk dipergunakan, sehingga dengan
demikian usaha ini bersifat mendorong atau mendukung untuk dapat
dipercepatnya terciptanya Hukum Perdata Nasional tsb.
Dalam bidang Ilmu Pengetahuan ini kita ketahui pendapat-pendapat
dari:
1. SAHARDJO .
Menurut Sahardjo B.W (K.U.H. Perdata) yang kita
pergunakan sekarang ml adalah merupakan Hukum Perdata produk
(buatan) dan Pemerintah Penjajah (Belanda dulu). Oleh sebab itu
KUHPerdata itu pada waktu sekarang sudah tidak lagi merupakan
sebagai KUHPerdata atau ―Wetboek‖ melainkan hanya merupakan
sebagai ―Pedoman‖ hukum saja atau ―Rechtsboek ―. Pendapat
tersebut berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
(1) Bahwa B.W atau KUHPerdata itu dibentuk berdasarlan pasal
131 I.S yang mana pasal itu adanya ― Ras Diskrirninasi ―
(Pembedaan golongan) sebagaimana yang dipertegas didalam
pasal 163 IS

Hukum Perdata Materiil | 19


(2) Mengenai Ras Diskriminasi(pembedaan golongan) ini justru
tidak dikehendaki oleh Jiwa UUD’45 dan Pancasila, Oleh
sebab itu jelas bahwa B.W atau K.U.H Perdata ini berlakunya
bertentangan dengan Jiwa Bangsa Indonesia;
(3) Mengenai Ketentuan-ketentuan B.W yang jelas bertentangan
dengan jiwa bangsa Indonesia tidak diperlakukan lagi;
(4) Sedangkan mengenai ketentuan-ketentuan dan B.W yang tidak
bertentangan dengan Jiwa Bangsa
Indonesia masih dapat diperlakukan, tetapi tidak lagi
merupakan hukum Tertulis atau Kodifikasi, oleh sebab itu B.W
berlakunya hanya sebagai Buku Pedoman Hukum saja
(Rechtsboek).

2. MAHADI:
Mahadi berpendapat sebagai berikut:
(1) Bahwa B.W itu dibentuk berdasarkan pasal 1311 IS yang
menganut adanya faham Ras Diskriininasi
(2) Bahwa Ras Diskriminasijustru tidak dikehendaki oleh bangsa
Indonesia dan hal ini jelas bertentangan dengan UUD’45 dan
Pancasila;
(3) Mengenai ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan Jiwa
Bangsa Indonesia agar tidak dipergunakan;
(4) Sedangkan mengenai ketentuan-ketentuan yang tidak
bertentangan tetap masih dapat dipergunakan sebagai Hukum
yang Tertulis atau bagian dan Kodifikasi.
Dalarn hal ini Beliau tidak sependapat dengan Sahardjo yang
mengatakan bahwa untuk Ketentuan-ketentuan yang tidak
bertentangan dengan jiwa Bangsa Indonesia tetap berlaku, tetapi
sebagai Hukum yang Tidak Tertulis atau tidak merupakan bagian
dan Kodifikasi lagi. Indonesia masih dapat diperlakukan, tetapi
tidak lagi merupakan hukum Tertulis atau Kodifikasi, oleh sebab
itu B.W berlakunya hanya sebagai
Beliau selanjutnya berpendapat bahwa untuk menentukan
ketentuan-ketentuan mana didalam B. W yang bertentangan dengan
U.U.D’45 dan mana yang tidak bertentangan, penilaian ini

Hukum Perdata Materiil | 20


diserahkan saja kepada para ahli hukum dalam bidang praktek
(Hakim).
Perbedaannya:
Kalau Prof. Mahadi mengatakan : kalau mengenai ketentuan-
ketentuan yang tidak bertentangan itu masih berlaku, kalau DR
Sahardjo, SH tidak mengikat.
3. MATHILDA SOEMAMPOUW
Mathilda Soemampouw berpendapat bahwa jika kita
mengikuti Sahardjo dan Prof. Mahadi hal ini akan suatu keadaan
Ketidak-pastian Hukum.
Bahwa sebab itu mengenai hal ini tidak perlu dibicarakan
lagi. Selama B. W be/urn dicabut secara resini dengan Undang-
undang pencabutan tersendiri, maka B. W tetap berlaku sebagai
Hukum Tertulis dan Mengikat.
4. R. SOEBEKTI
Bahwa pada waktu menjabat sebagai Ketua Mahkamah
Agung R.I., R. Soebekti mengemukakan pendapat : bahwa BW
tetap berlaku sebagai hukum yang ―Mengikat ―, karena belum ada
Pencabutan secara Resini dengan Undang-udang terhadap
berlakunya B.W di Indonesia.
Sedangkan mengenai penilaian Ketentuan-ketentuan mana
yang ada didalam B.W, yang jelas bertentangan dengan Jiwa
Bangsa Indonesia, penilaian itu diserahkan saja kepada para Hakim
dalam praktek.
Sehubungan dengan pendapat ini, R.Soebekti mengingatkan
untuk memperhatikan adanya ―Surat Edaran MA ― No. 3 Tahun
1963 yang ditujukan kepada I. Kepala Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia (Surat Nomor :
1115/P/3292/M/1963, Perihal Gagasan menganggap Burgerlijk
Wetboek tidak sebagai Undang-undang).
Didalam ―Surat Edaran MA ― No. 3 Tahun 1963 ditentukan
pasal-pasal yang jelas bertentangan dengan U.U.D 1945. Menurut
Beliau Surat Edaran MA No. 3 Tahun 1963 bersifat sebagai suatu
―Ajakan atau Seruan untuk agar para Hakim didalam praktek tidak
lagi mempergunakan pasal-pasal yang ada didalam Surat Edaran
itu.

Hukum Perdata Materiil | 21


Pada prisnsipnya dan semua pendapat yang ada tersebut
mempunyai pengaruh terhadap berlakunya B.W pada saat sekarang
ini adalah pendapat Soebekti, sebab dengan seruan beliau agar kita
memperhatikan S.E No.3 Tahun 1963 tersebut berarti hal ini telah
mengurangi terhadap berlakunya pasal-pasal yang ada didalam
B.W tersebut. Dengan adanya usaha pemerinah yang dilakukan
melalui bidang Per- Undang-undangan dan Ilmu Pengetahuan ini
mengakibatkan B.W atau K.U.H Perdata tidak lagi berlakunya
sepenuhnya.
Dalam hal ini mengenai S.E No. 3 Tahun 1963 dikatakan
sebagai suatu ―Ajakan ―, sebab untuk mengadakan perubahan atau
pembentukan suatu hukum adalah bukan wewenang dan
Mahkarnah Agung atau Badan Yudikatif, melainkan yang berhak
dalam hal ini adalah ―Badan Legislatif ―.
Oleh sebab itu dengan S.E tersebut tidak dinyatakan bahwa
Peraturan-peraturan yang ada didalam S.E itu dikatakan dicabut,
melainkan para ahli hukurn dalam bidang praktek hanya diserukan
atau diajak untuk sebaiknya tidak mempergunakan pasal-pasal yang
ada didalam S.E No. 3 Tahun 1963.
Jadi S.E ini tidak secara tegas mengikat untuk tidak
mempergunakan pasal-pasal tersebut, tetapi dalam hal ini baik
Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi yang berhubungan
dengan pasal tersebut sebagai Instansi yang berada dibawah
Mahkamah Agung jelas akan mengikuti ajakan atau seruan
tersebut.
Gagasan ini oleh Ketua Mahkamah Agung dalam bulan
Oktober 1962 ditawarkan kepada khalayak ramai dalam seleksi
hukum dan Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia atau KIPI dan di
situ mendapat persetujuan bulat dan para peserta.
Kemudian terdengar banyak sekali suara-suara dan para
sarjana hukum di Indonesia yang menyetujui juga gagasan ini.
Sebagai konsekuensi dan gagasan ini, maka Mahkamah
Agung menanggap tidak berlaku lagi antara lain pasal-pasal berikut
dari Burgerlijkljk Wetboek.
1. Pasal 108 dan pasal 119 B.W tentang wewenang seorang isteri
untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di
muka pengadilan tanpa izin dan bantuan suami;

Hukum Perdata Materiil | 22


2. Pasal 284 ayat (3) B.W mengenai pengakuan anak yang lahir
diluar perkawinan oleh seorang perempuan Indonesia ash.
Dengan demikian pengakuan anak itu tidak lagi berakibat
terputusnya perhubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga
juga tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan di antara semua
warga Negara Indonesia;
3. Pasal 1682 B.W yang mengharuskan dilakukannya suatu
penghibahan dengan akta notaris;
4. Pasal 1579 B.W yang menentukan bahwa dalam hal sewa
menyewa barang, si pemilik barang tidak dapat menghentikan
persewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri
barangnya, kecuali apabila pada waktu membentuk persetujuan
sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan;
5. Pasal 1238 B.W yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu
perjanjian hanya dapat di muka Hakim, apabila gugatan ini
didahului dengan penagihan tertulis;
Mahkamah Agung sudah pernah memutuskan di antara dua
orang Tionghoa, bahawa pengiriman turunan surat gugatan
kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan, oleh
karena si tergugat masih dapat menghindarkan terkabulnya
gugatan dengan membayar hutangnya sebelum dan sidang
pengadilan.
6. Pasal 1460 B.W tentang resiko seorang pembeli barang, pasal
mana menentukan, bahwa suatu barang tertentu yang sudah
dijanjikan dijual, sejak saat itu adalah tanggung jawab pembeli,
meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan; Dengan
tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dan tiap-
tiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertanggung jawaban
atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan
dijual tetapi belum diserahkan, hams dibagi antara kedua belah
pihak, dan kalau ya, sampai dimana.
7. Pasal 1603 x ayat (1) dan ayat (2) B.W, yang mengadakan
diskriininasi antara orang Eropa di satu pihak dan bukan Eropa
di lain pihak mengenai perj anj ian perburuhan.
Demikian bunyi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun
1963 yang sangat terkenal itu, dimana dengan Surat Edaran yang
ditandatangani Wirjono Prodjodikoro tersebut, beberapa pasal B.W
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Hukum Perdata Materiil | 23


Dalam perkembangan selanjutnya Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 1963 itu mendapat tanggapan dan sorotan dari
Mahkamah Agung sendiri, ketika menjadi Ketua Mahkamah
Agung R. Subekti, yang disampaikan pada Pembukaan Seininar
Hukum Nasional 11 di Semarang pada tahun 1968.
Menurut Subekti, gagasan Menteri Kehakiman dan Surat
Edaran Mahkarnah Agung serta Seininar Hukum bukanlah suatu
sumber hukurn formil. Oleh karena itu gagasan Menteri Kehakiman
Dr. Sahardjo, SH yang menganggap Burgerlijklijk Wetboek (B.W)
bukan lagi suatu Wetboek tetapi hanya sebagai rechtboek yang
kemudian disetujui oleh Mahkamah Agung dengan dengan Surat
Edarannya No. 3 Tahun 1963, harus dipandang sebagai anjuran
kepada para Hakim untuk jangan ragu-ragu atau takut-takut
menyingkirkan suatu pasal atau suatu ketentuan dan B.W manakala
mereka berpendapat bahwa pasal atau ketentuan B.W itu sudah
tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman atau keadaan
kemerdekaan sekarang ini. Jadi, yang menyingkirkan suatu pasal
atau ketentuan dan B.W adalah putusan-putusan Hakim yang,
merupakan yurisprudensi, bukan oleh Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 1963 itu. Oleh karena itu, kata Subekti perlu
adanya pengakuan kewenangan Hakim dalam melakukan peradilan
perdata yang luar biasa, apabila ia berpendapat dan yakin bahwa
suatu ketentuan sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi dengan
perubahan dan kemajuan zaman, ia menyingkirkan ketentuan
tersebut, atau apabila perubahan dan kemajauan zaman sudah
menghendaki perluasan dan ketentuan tersebut untuk melakukan
perluasan ketentuan tersebut.
Dari uraian di atas ini dapatlah disimpulkan, bahwa secara
yuridis formil kedudukan B.W tetap sebagal undang-undang sebab
B.W tidak pemah dicabut dan kedudukannya sebagai undang-
undang. Namun, pada waktu sekarang B.W bukan lagi sebagai
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bulat dan utuh seperti
keadaan semula saat diundangkan, karena beberapa bagian
daripadanya sudah tidak berlaku Iagi, baik karena ada suatu
peraturan perundang-undangan yang baru dalam lapangan perdata
yang menggantikannya, maupun karena disingkirkan dan mati oleh
putusan-putusan Hakim yang merupakan yurisprudensi karena
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

Hukum Perdata Materiil | 24


masyarakat yang sudah sangat jauh beruhah dibandingkan dengan
keadaan masyarakat pada saat BW dikodifikasikan.
Perkembangan dan perubahan selanjutnya terhadap Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Djaya S.Meliala,2006: 18-
9),antara lain :
1. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), Undang-undang
Nomor: 5 Tahun 1960, ke berlaku tanggal 24September 1960.
Undang-undang ini menyatakan mencabut buku II KUHPerdata
sepanjang yang mengatur tentang buini,air, serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentua-ketentuan
mengenai hipotek.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3/1963,
perihal:Gagasan menganggap Burgerlijklijk Wetboek tidak
sebagai undang-undang. Sebagai konsekwensi dan gagasan ini,
maka Mahkamah Agung menganggap tidak berlaku lagi,antara
lain:
1) Pasal 108 dan 110 B.W
2) Pasal 284 ayat (3) B.W
3) Pasal 1682 B>W
4) Pasal 1579 B.W
5) Pasal 1238 B.W
6) Pasal 1460 B.W
7) Pasal 1603ayat 1 dan 2 BW

3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 105 k/Sip/1968


tentang diterimanya ―onheelbare tweespalt‖ (cekcok terus
menerus, membuat pasangan tidak bisahidup rukun) sebagai
alasan perceraian. Jurisprudensi ini memperluas alasan
perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KUHPerdata.

4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


(undang-undang ini antara lain menyatakan tidak berlaku lagi
ketentuan-ketentuan KUHPerdata yang mengatur tentang
perkawinan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
perkawinan).

5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan


Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah

Hukum Perdata Materiil | 25


(undang-undang ini mencabut ketentuan tentang Hypotheek
sebagaimana tersebut dalam Buku Ke II sepanjang mengenai
pembebanan hak atas tanggungan pada hak atas tanah
besertabenda-benda yang berkaitan dengan tanah.

6. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia

7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan


Anak

8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004


tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004


Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan.

10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006


tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

11. Undang-undang Republik Indonesia Nomor Nomor 23 Tentang


Adininistrasi Kependudukan yang telah menghapus Bagian
Kedua (tentang nama-nama, perubahan nama-nama dan
perubahan nama-nama depan), dan Bab Ketiga (tentang tempat
tinggal atau domisili) dari Buku Kesatu KUHPerdata,serta
menghapus Undang-undang Nomor 4/1961 tentang Perubahan
atau Penambahan Nama Keluarga (Undang-undang ini
menyatakan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, 9 dan Pasal 10
KUHPerdata tidak berlaku lagi)

12. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007


tentang Perseroan Terbatas.(Undang-undang ini mencabutdan
menyatakan tidak berlaku lagi Undang-undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah mencabut Buku
Kesatu Bagian Ketiga Pasal 36 sampai Pasal 56 KUHD berikut
segala perubahannya, dst).

Hukum Perdata Materiil | 26


EVALUASI :
Diskusikan:
1) Mengapa Hukum Perdata di Indonesia dikatakan bersifat
pluralisme. Jelaskan
2) Mengapa berlakunya BW/Kitab Undang-undang Hukum Perdata
sekarang ini tidak lagi yang bulat dan utuh seperti keadaan semula
saat diundangkan? Jelaskan

D. Asas-asas Hukum Perdata

Asas hukum adalah ―aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang


abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan
pelaksanaan hukum (Mas Marwan, 2004: 95). Dengan demikian, peraturan
hukum konkret (seperti undang-undang), pelaksanaan hukum dan putusan
pengadilan tidak boleh bertentangan dengan asas hukum.

Beberapa pakar (Sudikno Mertokusumo, 2001: 5-6, dan Marwan


Mas, 2004:95), mendefinisikan asas-asas hukum, sebagai berikut:
- Bellefroid berpendapat bahwa asas hukum umum adalah norma dasar
yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum
umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu
masyarakat.

- Vsan Eikema Hommes itu tidak boleh dianggap sebagai morma-


norma hukum konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar
hukum umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Pembentukan hukum, praktis perlu berorientasi pada asas hukum
tersebut. Dengan kata lain, asas hukum adalah dasar-dasar atau
petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

- Menurut Scholten, asas hukum adalah kecendrungan-kecendrungan


yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum,
merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai
pembawaan umum itu, yang tidak boleh tidak harus ada.

- Menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum mengandung nilai-nilai dan


tuntutan-tuntutan etis. Apabila Anda membaca suatu peraturan hukum,

Hukum Perdata Materiil | 27


mungkin kita akan menemukan pertimbangan etis di situ. Akan tetapi
asas hukum menunjukkan adanya tuntutan etis yang demikian itu, atau
setidak-tidaknya kita bisa merasakan adanya petunjuk ke arah itu.

Dari apa yang diuraikan di atas dapat disimpulkan (Sudikno


Mertokusumo, 2001: 5-6), bahwa asas hukum bukan merupakan hukum
konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau
merupakan latar belakang peraturan konkrtit yang terdapat dalam dan di
dalam sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan
dan putusan hakim yang merupakan hukum positif, dan dapat diketemukan
dengan sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit
tersebut.

Apabila dalam sistem hukum terjadi pertentangan, maka asas hukum


akan tampil untuk menyelesaikan pertentangan tersebut. Menurut
Klanderman Fungsi asas hukum (Sudikno Mertokusumo, 2001: 6), antara
lain sebagai berikut:

- Asas hukum dalam hukum bersifat mengesahkan dan mempunyai


pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.
- Asas hukum tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi dalam
hal juga menciptakan suatu sistem, yang tidak akan ada tanpa adanya
asas hukum tersebut.

Sedangkan Fungsi asas hukum dalam sistem hukum (Marwan Mas,


2004:95), antara lain :

- Menjaga ketaatan asas atau konsistensi, misalnya asas hukum yang


menyatakan ―ius curia novit‖ atau ―hakim dianggap mengetahui
hukum‖, artinya hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan
dengan alasan tidak ada aturan hukumnya.

- Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum.


Fungsi ini antara lain diwujudkan dalam asas hukum ―Lex superior
derogat legi inferiori‖, yaitu aturan yang hirarkisnya lebih tinggi,
diutamakan pelaksanaannya daripada aturan yang lebih rendah.
Misalnya undang-undang lebih diutamakan pemberlakuannya
daripada peraturan pemerintah.

Hukum Perdata Materiil | 28


Dengan demikian diharapkan asas hukum bukan hanya sekedar
simbol bagi peraturan konkrit dalam suatu sistem hukum dan sistem
peradilan di Indonesia. Asas hukum mempunyai keterkaitan dengan sistem
hukum dan sistem peradilan, sehingga setiap terjadi pertentangan di dalam
mekanisme kerjanya, senantiasa akan diselesaikan dengan asas hukum.

Asas hukum pada umumnya bersifat dinainis, dapat terpengaruh


waktu dan tempat (historisch bestimmt), berkembang mengikuti kaedah
hukumnya, sedangkan kaedah hukum akan berubah mengikuti
perkembangan masyarakat. Namun menurut G.J Scholten ((Sudikno
Mertokusumo, 2001: 9-10), ada asas hukum yang bersifat universal yang
berlaku kapan saja, tidak terpengaruh waktu dan tempat, antara lain
sebagai berikut:

- Asas keperibadian, manusia menginginkan adanya kebebasan


individu, ingin memperjuangkan kepentingannya. Asas keperibadian
ini menunjuk pada pengakuan keperibadian manusia, bahwa manusia
adalah subyek hukum, penyandang hak dan kewajiban.

- Asas persekutuan, manusia menghendaki hidup bersama yang tertib,


aman dan damai.

- Asas kesamaan, manusia menghendaki dianggap sama dihadapan


hukum, tidak dibeda-bedakan (equality before the law).

- Asas kewibawaan, memperkirakan atau mengasumsikan adanya


ketidak-samaan. Di dalam masyarakat harus ada yang meinimpin,
menertibkan masyarakat, yang diberi kewibawaan, yang mempunyai
wewenang dan kedudukan yang lain daripada orang kebanyakan.

Asas hukum dapat dibedakan dalam 2 macam (Sudikno


Mertokusumo, 2001: 10-11), sebagai berikut:

a. Asas hukum umum, yaitu asas hukum yang berhubungan dengan


seluruh bidang hukum, antar lain:

Hukum Perdata Materiil | 29


- Asas restitutio in integrum, yaitu pengembalian kepada
kedudukan semula. Ketertiban dalam masyarakat haruslah
dipulihkan pada keadaan semula, apabila terjadi konflik.Artinya
hukum harus memerankan fungsinya sebagai ―sarana
penyelesaian konflik‖
- Asas lex posteriori derogat legi periori, yaitu hukum yang
kemudian membatalkan hukum yang terdahulu.
- Asas Ne bis in idem, yaitu satu perkara yang telah diputuskan,
tidak boleh disidangkan untuk kedua kali.
- Asas eidereen wordt geacht de wette kennen, yaitu setiap orang
dianggap mengetahui hukum. Artinya apabila suatu undang-
undang telah diundangkan (tercatat dalam Lembaran Negara),
maka undang-undang tersebut dianggap telah diketahyu oleh
warga masyarakat, sehingga tidak ada alasan bagi yang
melanggarnya bahwa undang-undang itu belum diketahui
berlakunya.

b. Azas-azas dalam hukum perdata antara lain:

- Azas Monogami (dalam Hukum Perkawinan) : Pasal 27 BW,


sekarang diatur dalam pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Azas Konkordansi : - KB, 1 Mei 1948, - Stb 1848 Nomor 10
- Azas Recht fictie: Pasal 2 BW
- Azas Harta kekayaan debitor sebagai jaminan pelunasan
hutangnya: Pasal 1331 BW
- Asas Tiada suatu hukuman yang mengakibatkan kematian perdata
atau kehilangan segala hak perdatanya : Pasal 3 BW
- Pembatasan pasal 21(1) UU No. 5/1960.
- Larangan pemilikan tanah pertanian yang berada diluar
kecamatan dan tempat tinggal yang besangkutan tinggal yang
bersangkutan.
- Azas kebebasan berkontrak: pasal 1338 ayat (1) BW

Pembatasan harus mengindahkan:


1) Pasal 1320 sebagai syarat umum
2) Pasal 1851 ayat 2 BW Perjanjian perdamaian
3) Pasal 37 PP. 24 Tahun 1997

Hukum Perdata Materiil | 30


4) Perjanjian yang dimaksud mengalihkan hak atas tanah.

- Azas lex specialis derogate leg generalis :Pasal 1 KUHD

Perkataan Hukum Perdata dalam arti luas adalah segala hukum


pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Perkataan Perdata
lain juga dipakai sebagai lawan dan pidana sedangkan dalam arti
sempit lawan dan hukum dagang. Hukum Perseorangan dimana
seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu pekerjaan tentu tidak
dapat langsung dipaksa melakukan pekerjaan tersebut,demikian pula
kepentingan dalam warisan terbuka meskipun ia (bayi) masih dalam
kandungan.

Meskipun pada azasnya dikatakan setiap orang adalah pembawa


hak tapi dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri
seperti orang yang tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan
perbuatan melawan hukum seperti :
 Orang yang belum dewasa (BW— 21 tahun) kecuali kalau ia
telah kawin.
 Orang yang ditaruh dibawah pengawasan curatele.

Tiap orang harus ada domocilinya karena hal tersebut untuk


mengetahui tempat kediaman, dimana tempat ia kawin,dimana ia
dipanggil, dimana ia dicari, pengadilan mana yang berwenang.

Dalam perjanjian kontrak dapat diterangkan doinicile pemilik.


Hal ini memudahkan Penggugat menggugatnya bilamana perkaranya
diselesaikan didepan pengadi Ian (litigasi) atau berguna bagi
Penggugat untuk menggugat ahli warisnya.

Dengan pengertian Hukum Perdata sebagai mana tersebut diatas,


maka sebagai unsur yang terpenting dalam bidang hukum perdata
adalah unsur Kepentingan Perseorangan.

Contoh:

KASUS PERDATA

Hukum Perdata Materiil | 31


A menyewakan sebuah rumah kepada B dengan ketentuan setiap
bulan pihak B sebagai penyewa dan rumah tersebut wajib untuk
mengantarkan uang sewanya setiap bulan sebesar Rp. 10.000,- kepada
A, tetapi ternyata sudah berlangsung 1 tahun B tidak pernah
menyetorkan uang sewa tersebut kepada A.

Dalam contoh peristiwa Perdata ini sebagaimana tadi kita


katakan bahwa unsur yang terpenting adalah Kepentingan
Perseorangan.

Maka dalam contoh tersebut diatas kita dapat melihatnya


bahwa dalam perjanjian sewa menyewa itu yang ada hanyalah
kepentingan antara pihak A dengan pihak B, sedangkan orang lain
diluar mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan apapun juga.

Didalam sewa menyewa ini pihak A si pemilik rumah


mempunyai kepentingan yang disebut sebagai hak, berupa
kepentingan atau hak-nya terhadap jumlah uang sewa yang akan di
terimanya dan pihak si-B.
Selain pihak A itu mempunyai kepentingan atau hak-hak
tertentu, pihak A juga mempunyai kewajiban-kewajiban untuk
menyerahkan rumah yang bersangkutan untuk dapat disewa oleh
pihak B yang mana dalam contoh ini kewajiban tersebut telah
dilaksanakan dengan baik.

Sebaliknya si B sebagai si-penyewa juga mempunyai


kepentingan yaitu kepentingan untuk dapat menempati rumah tersebut
yang dalam hal ini kepentingan itu berupa kepentingan terhadap hak
menempati rumah. Apa yang menjadi hak daripada B tersebut telah
dipenuhi oleh si-A. Disamping hak itu B juga mempunyai kewajiban
yaitu kewajiban untuk membayar uang sewa kepada A tetapi ternyata
B mengingkari janji yaitu tidak pernah menyetorkan uang sewanya
yang disebut dengan istilah wanprestasi (ingkar janji).

Dalam kejadian contoh tsb yang menderita kerugian adalah


pihak si-A karena kepentingannya terhadap apa yang menjadi Hak-
nya ternyata tidak dipenuhi oleh pihak si-B.

Hukum Perdata Materiil | 32


Dalam keadaan tersebut diatas yang wajib untuk membela
kepentingannya adalab orang yang menderita kerugian itu sendiri
dalam hal ini si-A. Pihak lain ataupun Pejabat yang berwenang tidak
akan memberikan perhatian apapun juga kecuali pihak yang menderita
kerugian itu sendiri telah meininta bantuan secara tegas kepada
Pejabat yang berwenang dalam hal ini pengadilan dan tempat tinggal
pihak yang telah merugikan tersebut dan yang biasa disebut sebagai
tergugat (B).

Setelah ada permintaan tersebut barulah pihak yang berwenang


akan memberikan bantuan untuk menyelesaikan kepentingan daripada
pihak si-A melalui prosedur hukum yang disebut sebagai Hukum
Perdata Formil atau biasanya dipergunakan istilah dalam praktek
disebut sebagai Hukum Acara Perdata

EVALUASI:

1. Apa fungsi asas-asas hukum pelaksanaan hukum ?


2. Dapatkah orang menolak tuntutan hukum dengan dalih ia tidak
tahu adanya ketentuan hukum tersebut? jelaskan
3. Sebutkan contoh-contoh asas-asas hukum perdata.
4. Diskusikan bagaimana jika saudara temukan ada peraturan yang
lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi ?

Hukum Perdata Materiil | 33


BAB III
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA

A. Sistimatika Hukum Perdata Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan


Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan , sistematika hukum perdata
terdiri dari (Subekti, 2003: 16)
a. Hukum tentang diri seseorang (Personen Recht) :
Memuat peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-
peraturan perihal kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-
haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu;

b. Hukum Kekeluargaan (Familie Recht):


Mengatur mengenai hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan, seperti perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak
perwalian dan curatele;

c. Hukum Kekayaan (Vermogen Recht) :


Mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang. Dalam hal ini yang meliputi segala hak dan kewajiban orang itu,
dinilai dengan uang (nilai ekonoinis). Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang demikian itu, biasanya dapat dipindah-tangankan kepada orang lain.

Hak-hak kekayaan itu dapat dibagi lagi atas:


- Hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak
mutlak;
- Hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang
tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
- Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat dinamakan hak kebendaan.
- Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak
seorang atas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak
seorang pedagang untuk memakai sebuah merk.

d. Hukum Warisan (Erfrecht) :

Hukum Perdata Materiil | 34


Mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia
meninggal Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga
terhadap harta peninggalan seorang.

B. Sistematika Hukum Perdata menurut Undang-Undang / Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Sistematika Hukum Perdata dalam Burgerlijklijk Wetboek voor


Indonesiee /Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri atas 4 (empat) buku,
sebagai berikut:
- Buku I : Tentang Orang (Van Personen)
- Buku II : Tentang Kebendaan (Van Zaken)
- Buku III : Tentang Perikatan (Van Verbindtenissen)
- Buku IV : Tentang Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en
Verjaring)

Ad.1. BUKU KESATU : “TENTANG ORANG”


Di dalam buku Kesatu, dimuat semua ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai orang sebagai Subyek Hukum dan Hukum
Keluarga.
Dalam hal ketentuan yang mengatur orang sebagai Subyek Hukum
(Manusia dan Badan Hukum). Mengenai apa yang sebenarnya
dimaksud dengan Subyek Hukum? Siapa saja yang merupakan Subyek
Hukum itu? Apa yang menjadi Hak dan Kewajiban Subyek Hukum?
Bilamana kedudukan Subyek Hukum menjadi ―Hapus‖ atau ―hilang‖.
Sedangkan mengenai hukum kekeluargaan yaitu semua ketentuan
yang mengatur hubungan seseorang dengan pihak lainnya yang mana
hubungan itu ditimbulkan karena adanya perkawainan antara seseorang
pria dengan seseorang wanita, antara lain ketentuan itu meliputi
mengenai ketentuan yang mengatur hubungan antara suami-Isteri. Hak
dan kewajiban dari suami - isteri tersebut. Mengenai harta kekayaan di
dalam perkawinan apabila terlahir anak-anak juga timbul hubungan
antara orang tua dengan anak tersebut yang biasa disebut sebagai:
―Kekuasaan Orang Tua‖.
Dimasukkannya hukum keluarga ke dalam bagian hukum tentang
orang (Subekti, 2003: 17), karena hubungan-hubungan keluarga

Hukum Perdata Materiil | 35


memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk
memiliki hak-hak serta kecakapan untuk mempergunakan hak-haknya
itu.
Dalam semua sistem hukum terdapat pengertian tentang badan
hukum terdapat pengertian tentang badan hukum sebagai subyek hukum
(rechtpersoon), karena ada keinginan atau kebutuhan untuk membentuk
badan-badan atau perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan
melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia.Badan-badan
dan perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri dan dapat bergerak
dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya,dapat digugat
dan dapat juga menggugat di muka Hakim (Subekti, 2005: 21).
Sementara itu menurut ilmu pengetahuan (doktrin),syarat-syarat
yang dapat dipakai (harus ada) sebagai kriteria untukmenentukan
adanya kedudukan sebagai suatubadan hukum (Djaja S.Meliala,
2006:42) ialah:

Ad.2. BUKU KEDUA: “TENTANG KEBENDAAN “.

Didalam Buku Kedua dicantumkan semua ketentuan-ketentuan


yang mengatur mengenai persoalan Benda sebagai obyek hukum.
Disamping itu didalam Buku ini juga dimuat ketentuanketentuan yang
mengatur mengenai ―Hukum Kewarisan

Dalam hal hukum Kebendaan, diatur di dalamnya mengenai:


- Apa yang dimaksud dengan benda menurut hukum.
- Mengenai macam-macamnya benda menurut hukum.
- Mengenai hak-hak Kebendaan.
- Dan lain sebagainya.

Sedangkan dalam hal Hukum Kewarisan diatur mengenai cara


beralihnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang
meninggal dunia kepada para ahli warisnya.

Pembuat undang-undang memasukkan Hukum Waris ke dalam


bagian tentang hukum kebendaan (Subekti, 2005: 21), karena dianggap

Hukum Perdata Materiil | 36


hukum waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-
benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan oleh seseorang.

Ad.3. BUKU KETIGA : “TENTANG PERIKATAN”


Buku ke-III ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan antara seseorang dengan pihak lainnya, hubungan mana
menimbulkan adanya Hak dan Kewajiban diantara para pihak
tersebut.
Ketentuan-ketentuan ini antara lain meliputi:
- Apa yang dimaksud dengan Perikatan?
- Perikatan itu bersumber apa saja?
- Bagaimana membuat suatu Perjanjian yang sah?
- Hak dan Kewajiban apa yang timbul dan Perjanjian tersebut?
Misalnya : Penjanjian Jual-Beli

Dalam hubungan perjanjian Jual-Beli ini akan timbul Hak dan


Kewajiban antara Penjual dengan pembeli tersebut. Sebagai Penjual
berkewajiban untuk menyerahkan barang jualannya kepada Pembeli.
Sebaliknya
Penjual mempunyai juga hak untuk menerima uang pembayaran dan
barang yang dijualnya. Sedangkan sebagai Pembeli mempunyai
kewajiban untuk membayar dan menyerahkan harga barang yang
dibelinya. Sebaliknya mempunyai Hak untuk menerima dan meininta
barang yang telah dibelinya.

Ad.4. BUKU KE-IV: “TENTANG PEMBUKTIAN DAN


DALUWARSA”

Buku ini memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai


cara-cara mengenai cara-cara membuktikan sesuatu Hak mengenai
macam-macam alat bukti dan lain-lainnya.
Sedangkan mengenai daluarsa meliputi ketentuanketentuan yang
mengatur mengenai lewatnya waktu yang mana dapat menimbulkan
seseorang memperoleh sesuatu hak atau dengan lewatnya waktu

Hukum Perdata Materiil | 37


tersebut seseorang akan dibebaskan dan sesuatu kewajiban atau
tuntutan hukum.
Misalnya:
Dengan lewatnya waktu 30 tahun tanpa sesuatu gangguan dan
pihak manapun, maka seseorang yang telah menepati sebidang tanah
selama waktu tersebut dapat mengajukan permohonan agar tanah itu
menjadi iniliknya.
Dengan lewatnya waktu 1 tahun seseorang dapat dibebaskan dan
sesuatu penagihan dokter.
Perihal Pembuktian dan Lewat Waktu (daluarsa) sebenarnya adalah
soal hukum acara, menurut Subekti (Subekti, 2003: 17) hal ini
kurang tepat dimasukkan dalam BW yang pada asasnya mengatur
hukum perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa
hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan bagian
formil. Soal mengenai alat-alat pembuktian terhitung bagian yang
termasuk hukum acara materiil yang diatur juga dalam suatu undang-
undang tentang hukum perdata materiil.

Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Dagang :


Sistimatika Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) terdiri dari :
1. Buku Kesatu: Tentang Dagang umumnya

2. Buku Kedua: Tentang Hak dan Kewajiban yang terbit dari pelayaran.

Belanda telah mengganti Burgerlijk Wetboek dengan Nieuw Burgerlijk


Wetboek sejak 1992
Dalam sejarah perkembangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
telah diuraikan bahwa sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan
sudah diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia,dan menjadi
undang-undang yang berdiri sendiri, antara lain:
1) Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1960 TentangPeraturan
dasar pokok-pokok agraria

Pasal 57:

Hukum Perdata Materiil | 38


―Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam
pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-
ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-
542 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-190.

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal


66 disebutkan bahwa :
―Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan
berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie
Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan
peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah
diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku‖.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang


Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan
Tanah. Dalam Pasal 29 disebutkan bahwa:
―Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai
Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542
jo.Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah
diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan
ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai
pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi‖.

Hal ini berbeda dengan Burgerlijk Wetboek yang berlaku di negeri


Belanda yang juga telah mengalami perubahan, akan tetapi keberadaannya
tetap dalam bentuk kodifikasi. Dalam Konferensi Nasional Hukum
Keperdataan Nasional II, yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengajar Hukum
Keperdataan (APHK) tanggal 16-17 April 2015 di Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Bali, Prof. Dr. Tineke E. Lambooy dari Universiteit
Utrecht Belanda mengemukakan bahwa Belanda sudah mengganti BW yang

Hukum Perdata Materiil | 39


masih digunakan di Indonesia itu, dengan BW yang baru atau Nieuw Burgerlijk
Wetboek sejak 1992. Upaya rekodifikasi BW ini digagas oleh Prof (E.M.)
Meljers pasca perang dunia II pada 1947, atau dua tahun setelah Indonesia
merdeka dari Belanda. Ia mengatakan alasannya ketika itu sudah banyak
putusan hakim yang bersifat menemukan hukum dalam ranah perdata. ―Saat itu
motivasinya adalah karena banyak peraturan hukum yang sudah dikembangkan
oleh hakim di pengadilan, yang mana aturan itu tidak terdapat dalam BW 1838.
Dari putusan hakim itu-lah dilakukan interpretasi. Namun hukum secara
konstan terus menerus berkembang, dan Mahkamah Agung mempermudah
dengan mengeluarkan anotasi putusan-putusan penting (landmarks).
Nieuw Burgelijk Wetboek sudah memiliki 10 buku hingga kini. Yakni:
Buku 1: The Law of Natural Persons and Family Law (disahkan1970)
Buku 2: The Law of Legal Persons and Corporate Law (disahkan1976)
Buku 3: Property Law in General (disahkan1992)
Buku 4: Law of Succession (disahkan1992)
Buku 5: Property Rights (disahkan1992)
Buku 6: The Law of Obligations and Contracts (disahkan1992)
Buku 7: Specific Contracts (disahkan1992)
Buku 7A: Specific Contracts (disahkan1992)
Buku 8: Transport Law and Means of Transportation (disahkan1991)
Buku 10: International Private Law (disahkan2012)
Sedangkan, Buku 9 yang berisi muatan Intelectual Property Law atau
Hak Kekayaan Intelektual (Voortbrengselen van de geest) hingga kini masih
belum selesai. Menurut Tineke, di Belanda, pengaturan-pengaturan
mengenai hak kekayaan intelektual ini sudah diatur dalam peraturan
tersendiri.
Ditambah lagi ada perjanjian internasional (treaty) yang memiliki
keberlakuan internasional. ―Perusahaan-perusahaan (milik Belanda) itu kan
beroperasi di seluruh dunia,‖

Hukum Perdata Materiil | 40


BAB IV
PERIKATAN

A. Pengertian Perikatan
Istilah ―Perikatan‖ dalam bahasa Belanda ―Verbintenis‖ atau juga dikenal
dengan istilah ―Binding‖ (bahasa Inggris), ―Obligation‖ ( bahasa Perancis) dan
―Obligatio‖ (Latin).

Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan definisi tentang


―Perikatan‖. Beberapa pakar/ahli hukum memberikan pengertian tentang Hukum
Perdata, sebagai berikut:
- Menurut Hofmann, Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah
subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.

- Menurut Pitlo, Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditor) dan pihak yang lain berkewajiban (debitor) atas sesuatu prestasi.

- Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada
selama seseorang itu (debitor) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin
dapat dipaksakan terhadap (kreditor), kalau perlu dengan bantuan hakim.

Dengan demikian perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua atau
beberapa orang atau pihak, yang menjadi dasar dimana pihak yang satu (kreditor)
berhak atas suatu hal (barang) dari pihak lain dan pihak lain (debitor)
berkewajiban menyerahkannya kepada kepada kreditor.
Hubungan para pihak dalam perikatan ini adalah suatu hubungan hukum yang
diatur oleh hukum dan hak kreditor disini di jamin/dilindungi hukum apabila
debitor tidak memenuhi tuntutan kreditor secara sukarela maka kreditor dapat
menuntutnya ke pengadilan.
Menurut Buku III KUHPerdata, sering disebut pengertian dalam arti sempit
yakni hukum dalam lapangan hukum kekayaan dimana disatu pihak ada hak dan
dipihak lain ada kewajiban. Hak yang lahir dari hubungan seperti itu disebut hak
hukum sedangkan kewajibannya disebut kewajiban hukum.

Hukum Perdata Materiil | 41


Hal tersebut tercermin dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang menyatakan
bahwa : ― Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak
bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan‖, yang mengandung
arti bahwa :
- Pertama: setiap subyek hukum merupakan penyandang hak dan kewajibannya
sendiri yang hal ini terwujud dalam kepemilikan harta kekayaan, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, yang dimiliki oleh diri subyek hukum
tersebut,.
- Kedua: harta kekayaan seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu karena
perikatan yang dibuat, dilakukan, maupun yang terjadi atas subyek hukum
dari waktu kewaktu
Dengan demikian Hukum Perikatan pada umumnya adalah hukum yang
terletak dalam ―lapangan hukum kekayaan‖yang terjadi antara dua pihak atau
lebih, dimana yang satu berhakakan suatu prestasi dan pihak lain berkewajiban
untuk memenuhinya. Namun demikian tidak semua hubungan yang diatur oleh
hukum merupakan hukum kekayaan yang diatur dalam Buku III BW contoh :
a). Janji setia antara suami dan istri bukan hubungan hukum kekayaan tapi
hubungan hukum kekeluargaan.
b). Janji menghadiri undangan pernikahan bukanlah hubungan hukum

B. SUMBER PERIKATAN
Ketentuan yang pertama mengatur tentang perikatan, yaitu sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1233 KUHP Perdata, yang menyebutkan bahwa :
―Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-
undang‖.
Dengan demikian, dari rumusan Pasal 1233 KUHPerdata tersebut dapat
diketahui, suatu perikatan sekurang-kurangnya membawa serta di dalamnya 4
(empat) unsur (Gunawan Wijaya, 2006: 311-13), yaitu:
1. Perikatan itu merupakan suatu hubungan hukum
2. Hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih orang (pihak)
3. Hubungan hukum tersebut merupakan hubungan hukum dalam lapangan
hukum harta kekayaan
4. Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban (debitor) pada salah satu
pihak dalam perikatan.

Hukum Perdata Materiil | 42


Kewajiban-kewajiban tersebut dijabarkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata,
yang menyatakan bahwa: ―Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu‖. Dari rumusan
ketentuan tersebut menunjukkan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata
sangat menekankan pada kewajiban pemenuhan perikatan (prestasi), yang
dikelompokkan dalam 3 (tiga) macam, yaitu :1. Kewajiban untuk memberikan
sesuatu, 2. Kewajiban untuk berbuat sesuatu, atau 3. Kewajiban untuk tidak
berbuat sesuatu.
Kewajiban tersebut dapat lahir karena
1. Perikatan yang lahir dari Perjanjian.
Perikatan yang terbanyak terjadi, bersumber pada perjanjian karena itu
sumber perikatan yang sangat penting adalah perjanjian Perikatan yang lahir
dari perjanjian berdasarkan keinginan para pihak dan akibat hukum yang
timbul dikehendakioleh para pihak sedangkan yang timbul dari Undang-
undang perikatan tersebut diadakan oleh Undang-undang dan timbul diluar
kemauan para pihak.Perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu
peristiwa sedangkan perikatan adalah suatu yang abstrak.
Perjanjian adalah sumber perikatan.Perikatan lahir atau ada karena ada
perjanjian yang melahirkan perikatan. Perikatan sebagai hubungan hukum
antara dua pihak dimana satu pihak ada HAK dan dilain pihak ada kewajiban
Perjanjian itu menimbulkan dan berisi HAK Serta KEWAJIBAN dua
fihak, olehsebab itu dapat dikatakan bahwa ―Perjanjian berisi perikatan‖. Isi
perikatan ditetapkan oleh para pihak yang membuat perikatan begitu pula
akibat hukum yang diharapkan juga ditentukan oleh para pihak
Contoh :
Abidin sebagai penjual, melakukan perjanjian jual beli komputer
merekCannon seharga Rp 7 juta dengan Chaerunnisa sebagai pembeli.
Pembayaran disepakati secara tunai. Dari perjanjian ini lahir hubungan
hukum
a. Abidin berkewajiban menyerahkan komputer merek Cannon kepada
ChaerunnisaAbidin berkedudukan sebagai debitor (ada kewajiban)
sedangkan Chaerunnisasebagai kreditor (ada hak).
b. Chaerunnisa berkewajiban membayar tunai kepada Abidin senilai Rp 7
juta. Dilihat darisegipembayaran,Abidinberkedudukansebagaikreditor
(adahak)dan Chaerunnisa sebagai debitor (ada kewajiban)
Apabila terjadi ingkar janji maka akibat hukumnya dapat berupa ganti
rugiatau pembatalan perjanjian atau pembatalan perjanjian dengan ganti rugi

Hukum Perdata Materiil | 43


yang tergantung pula pada apa yang diperjanjikan. Apabila perjanjian hapus
maka perikatan juga hapus. Perikatan menimbulkan : hak dan kewajiban
antara para pihak dan tanggung jawab atas terlaksananya prestasi para pihak.

2. Perikatan yang lahir dari undang-undang

Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat terjadi menjadi


perikatan karena : 1) Undang-undang saja, dan 2) Undang-undang karena
perbuatan manusia.
a. Perikatan yang lahir dari undang-undang (Ps 1352 KUHP
Perdata)
Pada dasarnya adalah kehendak pembuat undang-undang. Pembuat
undang-undang sudah menentukan sendiri secara khusus kapan
perikatan seperti itu lahir dan apa isi perikatan yang lahir dari undang-
undang tidaklah tergantung dari kehendak para pihak tetapi tergantung
dari kehendak pembuat undang-undang.
Perikatan yang lahir dan undang-undang saja adalah perikatan
yang tercantum atau yang terdapat dalam perundang-undangan
sebagai berikut:
- Pasal 321 KUHPerdata, hubungan yang muncul dari kewajiban
pemeliharaan
- Pasal 385 KUHPerdata dan 409 KUHPerdata, hubungan antara
pupil (anak yang anak yang belum dewasa dan berada dibawah
perwalian) dengan wali.

b. Perikatan yang lahir dari UU karena perbuatan manusia :


1). Pengurusan kepentingan orang lain dengan sukarela/
Zaakwaameining (pasal 1354 KUHPerdata)
Zaakwaarneining atau Pengurusan kepentingan orang lain
adalah tindakan dengan sukarela atau disebut juga perbuatan
perwakilan sukarela, tanpa perintah dengan atau tanpa kerjasama
dengan yang bersangkutan dan terjadi terutama karena ketidak
hadiran yang bersangkutan, Pelaksanaan Zaak Waarneining
disebut Gestor yang bertindak atas nama sendiri atau atas nama
pemilik benda (Dominus) dan bertindak sebagai wakil.

Hukum Perdata Materiil | 44


Perikatan yang lahir dari UU akibat (karena) perbuatan
manusia yang bersifat rechtmatige adalah apa yang diatur dalam
pasal 1354 KUHPerdata (zaakwarneming)) dan pasal 1359
KUHPerdata tentang pembayaran yangtidak terhitung
(overishuldigde betaling) pembayaran yang tidak terhitung
(Onverschuldige Betaling) Pasal 1359 ayat 1. Pembayaran yang
dilakukantanpa adanya hutang/kewajiban membayar
menimbulkan perhitungan yaitu: hak untuk menuntut kembali
pembayaran dapat berupa uang, penye-rahanbarang, pekerjaan
atau dengan prestasi lainnya.Hak menuntut kembali hilangapabila
kreditor telah menguasakan surat-surat hutang namun tetap
dapatmenuntut dari debitor yang sesungguhnya. Penerima
bayaran dengan itikad buruk wajib mengem-balikan dengan
bunga dan hasil-hasilnya (pasal 1362) dan ganti rugi apabila nilai
barang berkurang.
Apabila barang musnah di luar kesalahannya, ia harus
mengganti hargabarang dan mengganti biaya kerugian dan bunga.
Hal ini terdapat juga didalam KUHD pasal 568 tentang
―pemberian pertolongan‖ (hulpverlening)
2) Onrechtmatige daad / Perbuatan Melawan Hukum (pasal
1365 KUHPerdata)
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam
konteks hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPerd, diatur
dalam Buku III BW, pada bagian ―Tentang perikatan-perikatan
yang dilahirkan demi Undang-Undang‖, yang berbunyi:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian


kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Perikatan yang lahir dari UU akibat perbuatan manusia yang


bersifatonrechtmatige diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata dan
peraturan hal yang sama terdapat pada Pasal 534 KUHD
mengenai tabrakan kapal (aanvaring). Contoh perikatan lahir dari
UU akibat perbuatan manusia yang melawan hukum adalah :
Ketika Sukron mengendarai sepeda motor di jalan raya dengan
kecepatan100 km perjam tanpa helm.

Hukum Perdata Materiil | 45


Menurut J. Satrio, SH dalam bukunya, hukum perikatan,
perikatan yang lahir dari undang-undang pada hal 13 menjelaskan
ternyata masih ada perikatan yang lahir dari tindakan hukum
sefihak atau ―keputusan pengadilan―yang tidak dapat
dikelompokkan sebagai perikatan yang lahir dari UU ataupun dari
perjanjian
Contoh :
1. Perikatan lahir antara ahli waris dan panerima legaat.
Hubungan hukum ini tidak muncul karena perjanjian tetapi
dari tindakan hukum sepihak yaitu membuat testamen yang
berisi legaat.
2. Perikatan yang lahir dari perintah Hakim untuk membuka
semua buku-buku Hubungan hukum ini muncul antara
Penggugat dan Tergugat. Perikatan yang lahir karena UU bila
terjadi ingkar janji tidak dapat dituntut ganti rugi
Perbuatan melawan hukum adalah berbuat atau tidak berbuat
yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan
kewajiban hukum si pembuat, bertentangan dengan kesusilaan,
bertentangan dengan kapatutan yang berlaku dalam lalu lintas
masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.
Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian bagi
orang lain mewajibkan orang karena salahnya untuk mengganti
kerugian. Dalam pelaksanaantuntutan ganti rugi karena perbuatan
melawan hukum sering terjadi kesulitankarena untuk itu harus
dipenuhi unsur-unsur:
1. Ada perbuatan melawan hukum
2. Ada kesalahan
3. Ada kerugian
4. Hubungan kausa antara kesalahan dan kerugian.

Onrechtmatig Daad adalah perbuatan melanggar hukum atau


melawan hukum. Sebenarnya terdapat hubungan antara
Onrechtmatigdaad (OD) dengan Wanprestasi (WP) menurutAsser
Ruter, WP adalah Spesies OD.WP adalah ODdaIam kedudukan-
nya sebagai debitor yang dilakukan sebagai debitor contoh.
Apabila seorang penyewa kamar hotel merobek robek wall paper
karena jengkel,dia telah melanggar kewajiban kontrak, berarti dia

Hukum Perdata Materiil | 46


WP disamping OD. Disini pihakyang dirugikan bisa meinilih OD
atau WP.
Adapun manfaat praktis membedakan OD dan WP untuk:
kepentingan beban pembuktian, perhitungan kerugian maupun
menentukan bentuk kerugian. Berikut ini perkembangan
pengertian Onrechtmatigdaad dalam 3 tahap
Tahap I
Sebelum 1883 HR menafsirkan OD sebagai perbuatan yang
bertentangan denganUU (Onvrechmatig=Onwetmatig). BW
Indonesia dianggap berdiri sendiri. Kerugianakibat kelalaian atau
ketidak hati-hatian tidak dikaitkan dengan bertentangandengan
ketentuan perundang-undangan pasal 1401 (1365 BW Indonesia)
Tahap II
 Pada tahun 1882 HR memutuskan bahwa pasal 1402
hanyalah pelengkap dari poser 1401 berlaku juga ada
kelalaian yang diatur dalam pasal 1402.
 Juga HR berpendapat bahwa OD tidak saja bertentangan
dengan kewajiban menurut UU si pelaku, tetapi juga
bertentangan dengan hak orang lain
 Prof . Molen Groof mempelopori pandangan luas yaitu : OD
sama denganbertindak menyimpang (Jari apa yang pantas
seseorang bertindak terhadap yang lain dalam masyarakat.
Dengan kata lain OD:OngeoorloofdatauOnwetmatig dan
bertentangan dengan moral yang berlaku.
 Putusan HR yang terkenal pada tahap ini adalah Zutphense
Juffrouw Arrest,10 Juni 1910
Tahap III
Putusan HR tanggal 31 Januari 1919 dalam kasus Lide Laum Vs
Cohen (keduanya pengusaha percetakan). Cohen menyuap
seorang karyawan Lidabaum untuk mem-bocorkan rahasia
perusahaan Linda. Linda melihat perbuatan
tersebutsebagaiODdan menuntu tganti rugi. Rechtbank
mengabulkan tuntutan Lindabaum. Gerechthofatas dasar
yurisprudensi tetap menolak dengan alasan Cohen tidak
melakukan OD.
HR : OD adalah berbuat (handelen atau membiarkan (nalaten)
yang bertentangandengan:

Hukum Perdata Materiil | 47


Hak orang lain.
 Kewajibanhukumperbuatan(Dadersrechtplicht)ataubertentang
andengankesusilaan (Goede Zeden).
 Kecermatan /kepatuhan (Zorgfu Digheid) yang berlaku dalam
masyarakatberkaitan dengan orang atau barang orang lain.

Hak orang lain adalah hak subyektif orang lain yang dilindungi
oleh hukum obyektif.
Hukum Subyektif meliputi :
a. Hak Absolut : Seperti hak kebendaan, termasuk Hak 1
b. Hak atas lntegritas Jasmani kehidupan dan kehormatan

Syarat - syarat untuk aksi OD


Ada 5 elemen yang disebut dalam pasal 1356 :
1. Daad (perbuatan)
2. Daad itu harus Onrechmatig
3. Ada Schuld (kesalahan) pada perbuatan
4. Oorzakelijk Verband (hubungan sebab akibat) antara Daad.
5. Dengan Schade (kerugian) pada pihak yang lain.

Untuk berhasilnya Aksi Normenthlorie memasalahkan satu syarat


Relativiteit yaitu melanggar norma yang melindungi kepentingan
yang dirusak.
Teori ini untuk membatasi terlalu luasnya penafsiran OD.
1. Daad (perbuatan)
 Pasal 1365 mengatur tentang perbuatan Daad
 Pasal 1366 mengatur tentang kelalaian atau tidak hati-hati
Nalatigheid enOnvoorzichtig)
 Maksud sebenarnya HR 31/1 Januari 1919 hiking arti
perbuatan kedua pasaltersebut.
2. Onrechtmatig.
 Perkembangan penafsiran arti Onrechmatig sesuai tahap-
tahap di atas.
 Sebelum 1919 Onrechmatig adalah : melanggar Hak
Subyektif orang lainbertentangan dengan kewajiban

Hukum Perdata Materiil | 48


hukumnya sendiri dimana Hak dan Kewajibantersebut harus
didasarkan pada UU Onrechmatig Onwetmatig)
 Selain itu yang dimaksud dengan Hak Subyektif adalah Hak
Absolut. Untuk pelanggaran terhadap Hak Relatif
diterapkan WP.

Catatan Hak Subyektif


1. Hak Absolut yang berlaku terhadap orang yang terdiri, dari :
a. Hak kepribadian (Persoonalijkheid Rechten ) a.1 : Hak atas
hidup.Hak initidak dapat diasingkan.
b. Hak-hak keluarga (Familie Rechten) seperti orang tua,
perwakilan dan Curatelle Hak-hak ini tidak bernilai uang
dan tidak mungkin diasingkan.
c. Sebagian hak kekayaan (Vermogens Rechten) yakni Hak
kebendaan danhak atas benda material.

Vermogens Rechten adalah dengan obyek yang bernilai uang


dialihkan seperti Hak inilik dan sebagainya
Schuld (Kesalahan) Kesalahan dalam arti luas :
a. Kelalaian (arti sempit)
b. Sengaja.
Kesalahan hares Selalu menyangkut Onrechmatig
Contoh:
Menyuruh pembantu membeli barang di toko –
tertabrak.Perbuatan menyuruh telah merugikan pembantu
tersebut Pembantu dapat dihindari (Vermijdbaar) tetapi tidak
dapat dicela (Verwijtbaar).

Tolak ukur Vermijdbaar menjadi Verwijtbaar adalah dapat diduga


(Voorzienbaar). Tolak ukur ini adalah manusia, maupun tolak ukur dapat
diduga.
a. Ukuran Obyektif yaitu Manusia normal (ditarik kebawah).
b. Ukuran Subyektif yaitu Keadaan pribadi yang bersangkutan,
apakahkeahliannya dan sebagainya (ditarik ke atas)
Opzet adalah mau dan tahu untuk berbuat atau tidak berbuat.Opzet disini
perlusebagai Niat (Ooerg),cukup apabila yang bersangkutan mengetahui
tentangkemung-kinan akibat kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya.

Hukum Perdata Materiil | 49


BAB V
SUBYEK DAN OBYEK PERIKATAN

A. SUBYEK PERIKATAN.
Subyek perikatan terdiri dari kreditor dan debitor
a. KREDITOR. Dapat berupa orang secara individual manusia (Naturlijike
person) maupun Badan Hukum (Recht Person.) Kreditor dapat berupa orang
yang ditunjuk secara individual atau badan hukum sehingga perikatan yang
dibuat disebut perikatan atas nama.Tuntutan yang terjadi disebut Tuntutan
AtasNama.
Contoh : Kristiadi Sebagai kreditor meininjamkan uang kepada Deborah
sebagaidebitor Tuntutan ini menurut pasal 613 dapat dialihkan kepada orang
lain.
Kreditor dapat berupa orang yang dapat berganti, dengan kata
aantoonderAantoonder yaitu peralihan kedudukan kreditor dengan
penyerahan surat semata-mata.Contoh cek kepada pembawanya.
Aan Order yaitu cara penyerahan surat disertai endorsemen dan tandatangan
pada punggung surat dari pihak yang menyerahkan.
Kreditordapat berupa pemegang kualitas tertentu peribadatannya disebut
perikatan kualitatif.

b. DEBITOR dapat berupa orang secara individual maupun badan hukum.


Debitorberupa seseorang yang ditempatkan secara individual, ditunjuk karena
kualitasnyaatau yang ditunjuk yang dapat diganti.

B. OBYEK PERIKATAN (VOOR WERP / ONDER WERP)


Obyek Perikatan adalah kewajiban Debitor atau Prestasi, Prestasi menurut pasal
1234 KUHPerdata adalah :
a. untuk menyerahkan (te geven)
b. untuk mernbuat (te doen)
c. untuk tidak berbuat (niet te doen)
Contoh :
 Te geven jual beli hand phone pembeli menyerahkan uang harga penjualan
dan penjual menyerahkan hand phone

Hukum Perdata Materiil | 50


 Te doen  Perikatan pemeliharaan kebun rumah inilik Robin, tukang
kebunRasiadi membersihkan kebun (membuat/te doen) dan Robin
menyerahkanongkos/biaya (memberi).
 Niet te doen  Perikatan petani anggota Koperasi unit Desa, berjanji untuk
menjual hasil panennya kepada tengkulak selain kepada KUD.

C. SYARAT-SYARAT PERIKATAN

Untuk sahnya perikatan, prestasi haruslah memenuhi syarat sebagai berikut :


1. Prestasi harus hal atau sesuai yang tertentu (bepaalbar) Contoh
perikatanmembangun gedung olah raga
2. Prestasi harus sesuatu yang diperbolehkan (geoorloofd) yaitu tidak
bertentangan dengan UU, ketertiban umum serta kesusilaan
3. Prestasi harus sesuatu yang mungkin untuk dilakukan (mogelijk)
Terhadapprestasi yang tidak mungkin dilakukan terdapat dua hal sebagai
berikut :
a). Secara obyektif : Mengirim sapi potong dari Tapos Bogor ke rumah
potongBekasi dalam waktu 30 menit.
b). Secara subyektif: Amalia, Seorang Polwan berjanji melakukan free fall
(terjun payung) padahal Debitor belum pernah
melakukansama sekali terjun payung (tidak dapat
melakukan terjun payung).

D. JENIS-JENIS PERIKATAN
Dalam garis besar perikatan terdiri atas perikatan perdata (Civil Verbiteniss)
danperikatan clam (natuurlijke verbiteniss), suatu perikatan perdata pada
umumnyamemiliki schuld (hutang) dan haftung jaminan atas hutang), sedangkan
perikatan calam hanya memiliki haftung saja.Suatu perikatan yang memiliki
schuld dan haftung berarti perikatan tersebut yang menjamin pembayaran hutang
tersebut dan apabila kewajiban membayar hutang tersebut tidak dipenuhi maka
kreditor mempunyai hakuntuk menuntut dimuka pengadilan, perikatan yang hanya
memiliki schuld (hutang) jadi tidak memiliki jaminan pembayaran-nya tidak
memiliki hak menuntut dimukapengadilan.
 Janis Perikatan Perdata
1. Perikatan untuk memberikan sesuatu (1234), berbuat sesuatu (1235) dan tidak
berbuat sesuatu (1239), berupa perikatan yang prestasinya adalah

Hukum Perdata Materiil | 51


perbuatannyayaitu memberi atau berbuat sesuatu (positif) atau tidak berbuat
sesuatu(negatif)
2. Bersyarat (ps 1253 - 1267)
Perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan masih
belum tentu akan terjadi. Dalam hal ini perikatan baru lahir apabila peristiwa
yang belum terjadi benar-benar terjadi Pasal 1253 KUHPerdata : Suatu
perikatan adalahbersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang dart yang masih belum tentu akan terjadi, baik secara
menangguhkan perikatanhingga terjadinya peristiwa semacam itu maupun
secara membatalkan perikatan berdasarkan terjadinya atau tidak terjadinya
peristiwa tersebut
Contoh : Perikatan yang didalamnya memuat klausul bila Haritzjadi Menteri
Pertanian maka lulusan IPB menjadi prioritas jabatan Peneliti Perikatan
bersyarat :
a). Perikatan bersyarat menangguhkan (syarat tunda ps 1263) Perikatan
baruberlaku apabila syarat dipenuhi, selama syarat belum dipenuhi kreditor
tidakdapat menuntut pemenuhan prestasi oleh debitor.
b). Perikatan bersyarat menghapuskan (syarat batal ps 1265) Perikatan
akanhapus apabila syarat dipenuhi, apabila syarat dipenuhi maka keadaan
kembaliseperti semula seolah-olah tidak ada perikatan atau perikatan hapus
untukselanjutnya, Contohnya perikatan atau tentang sewa menyewa, kerja
dll.
Suatu syarat tidak syah apabila melakukan sesuatu yang tidak
mungkin,bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan undang-
undangserta syarat potestatif (syarat yang menggantungkan pelaksanaanya
padakemauan salah satu pihak (ps 1256) maupun menambah syarat yang tidak
dapatdimengerti (ps. 888 rentang wasiat).
Contoh :
1. Perikatan akan diberi hadiah Rp. 1 Inilyar bila dapat merenangi samudra
(positifobyektif - Batal)
2. Saya beri Rp 5 juta bila bisa berenang di kolam renang selama 25 menit.
Dibitur tidak bisa berenang (subyektif - tidak batal.)
3. Perikatan dengan ketentuan waktu (ketentuan waktu) Perikatan yang berlaku
atau hapusnya digantungkan pada waktu atau peristiwa tertentu yang akan
terjadi dan pasti terjadi (Pasti terjadi tetapi tidak diketahui kapan terjadinya).
 Ketentuan waktu bisa untuk menunda atau mengakhiri pelaksanaan
perikatan

Hukum Perdata Materiil | 52


 Dengan demikian ada
 Ketentuan waktu yang menunda
 Ketentuan waktu yang membatalkan
a. Positif : Saya akan memberi kamu hadiah apabila rumah saya terjual
(pasal1258)
b. Negatif : Sewa menyewa akan diperpanjang apabila saya tidak jadi
pindahke USA (pasal 1259) n
 Jangka waktu mulainya kewajiban, dapat yang pasti dan dapat pula
yangtidak pasti tetapi tidak tentu kapan
 Yang Pasti - apabila harinya ditentukan atau ditentukan suatu jangka
waktutertentu. Contoh tanggal 1 Pebruari 2005
 Yang tidak pasti - mulainya dikaitkan dengan suatu kejadian yang pasti
akanterjadi tetapi tidak tentu kapan. Misalnya : kematian Si A
4. Perikatan Alternatif
Perikatan dimana debitor dapat meinilih pemenuhan kewajibannya diantara dua
atau lebih prestasi, baik pilihan debitor atau kreditor, dengan pengertianbahwa
pelaksanaan salah satu prestasi itu mengakhiri perikatan apabila salah satu
prestasi tidak lagi menjadi objek maka perikatan akan merupakan
perikatantunggal/murni Apabila kedua prestasi/ barang hilang karena salah
debitor (salah satu) maka debitor harus membayar harga barang yang paling
akhir hilang. Pasal 1273 KUHPerdata : hak meinilih ada pada debitor kecuali
secara tegas dinyatakan diserahkan pada kreditor.
5. Perikatan Fakultatif Perikatan yang objeknya hanya satu prestasi dan debitor
dapatmengganti dengan prestasi lain, apabila karena overmacht prestasi
primernya tidak lagi merupakan objek perikatan maka perikatan hapus.
6. Perikatan tanggung-menanggung Perikatan tanggung-menanggung
terjadikarena Undang-Undang atau perjanjian Perikatan tanggung-
menanggungaktif Perikatan tanggung-menanggung terjadi karena Undang-
Undang atau perjanjian.
a. Perikatan tanggung menanggung aktif. Setiap kreditor dari dua atau lebih
kreditor dapat menuntut keseluruhan prestasi dari debitor, dengan pengertian
pemenuhan prestasi kapada salah satu kreditor tersebut membebaskan
debitor dari kreditor-kreditor lain (mengandung kelemahan karena dapat
merugikan kreditor lain)
b. Perikatan tanggung-menanggung pasif.Setiap debitor dari dua atau lebih
debitor berkewajiban terhadap kreditor atas keseluruhan prestasi, dengan
dipenuhinya oleh salah satu debitor, makaakan membebaskan debitor

Hukum Perdata Materiil | 53


lainnya (kedudukan debitor lebih terjamin bagipemenuhan prestasi oleh
debitor)
Istilah lain dari perikatan tanggung menanggung adalah Perikatan Tanggung
Rentang (Hoofdelijk)
Perikatan Tanggung Rentang terjadi apabila :
a. Terdapat lebih dari seorang Kreditor
b. Terdapat lebih dari seorang Debitor. Dalam mana setiap Kreditor Debitor
dapatmenagih atau melunasi hutang untuk sesama Kreditor/Debitor (Pasal
1278 -1280 BW)
Tersebut ― a ‖ adalah Tanggung Rentang Aktif dan tersebut ― b ‖ adalah
Tanggung Rentang Pasif. Pada Tanggung Rentang Aktif, Debitor dapat
meinilih Kreditormana akan, dibayar (Pasal 279 BW).Pada tanggung Rentang
Pasif, Kreditoryang meinilih Debitor mana yang ditagih (pasal 283 BW)
Perikatan adalah Tanggung Rentang apabila :
a. Ditentukan secara tegas dengan Perjanjian antar pihak, atau melalui Surat
Wasiat. Para ahli waris dibebani secara Tanggung Rentang
b. Ditentukan oleh UU pada umumnya adalah Tanggung Rentang pasif.
Contoh : Pasal 1811 BW
Pengangkatan kuasa oleh beberapa orang bertanggung jawab secara Tanggung
Rentang (Pasal 1749 BW - peininjam oleh beberapa orang secara bersama-
sama)
Catatan : Dalam praktik yang paling banyak di jumpai adalah tanggung
rentangpasif (pasal 1296 - 1303)
7. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi Perikatan yang
prestasinyadapat dibagi, tetapi pembagian tersebut tidak dapat mengurangi
hakekat perikatan suatu perikatan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi
tergantung sifat barang yangmenjadi pokok perikatan obyeknya Pasal 1296
KUHPerdata, perikatan tidakdapat dibagi apabila obyeknya adalah penyerahan
barang atau perbuatan dalampelaksanaannya tidak dapat dibagi.
Contoh pembagian obyek berwujud/dapat dibagi adalah sejumlah uang
sejumlah benda dan sebagian tanah. Ada benda yang menurut sifatnya langsung
tidak dapat dibagi seperti : seekor kuda, Sebuah mobil. Tanah kadang-kadang
tidak dibagi Dapat dibagi yang tidak berwujud. Contohnya mencangkul
sebidang tanah tidak dapat dibagi dengan tanggung Rentang mempunyai
persamaan yaitu : Dalam hal prestasiObyek Perikatan tidak terbagi, sedangkan
Kreditor/debitor lebih dari satu.

Hukum Perdata Materiil | 54


Adao byek Perikatan yang karena sifatnya tidak terbagi (lndividuitas
Necessaria) pelaksanaan prestasi tidak terbagi secara mutlak. Ada obyek yang
karena maksudnya menjadi tidak terbagi : tidak terbaginya relatif (Individuitas
Obligatione) pasal 1297,
Dapat dibagi dan tidak dapat dibagi hanya dapat terjadi apabila kreditor
maupun debitor-nya lebih dari satu. Prestasi berbentuk tidak melakukan tidak
dapat dibagi.
8. Perikatan dengan ancaman hukuman Perikatan yang untuk jaminan
pelaksanaannya diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatan tidak dipenuhi
(penetapan hukuman sebagai ganti rugi akibat tidak dipenuhinya
perikatanmisalnya :
Perjanjian pemborongan, dengan ancaman denda apabila terlambat
penyelesaianpekerjaan yang harus dilakukan

E. BERAKHIRNYA PERIKATAN (Pasal 1381 BW)


1. Pembayaran (Betaling) Pasal 1382 dst.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti Konsinyasi - Pasal 1404 dst.
3. Pembaharuan hutang (Novasi) - Pasal 1413 dst
4. Kompensasi - Pasal 1425 dst
5. Pencampuran hutang (Konfusi) - Pasal 1436 dst
6. Penghapusan hutang - Pasal 1438 dst
7. Musnahnya benda terutang - Pasal 1444
8. Batalnya dan Pembatalan (Nietigheid en Vernietiging) Pasa11446 dst.
9. Berlakunya syarat batal - Pasal 1265
10. Lampau Waktu (Verjaring) - diatur dalam Buku IV
1. Pembayaran Dengan pembayaran dimaksudkan setiap pemenuhan perikatan
atau prestasi secara sukarela dalam pembayaran ini ada masalah subrogasi
yaitu apabila kreditor menerima pembayaran dan pihak ketiga ini akan
menggantikan hak dan kewajiban kreditor terhadap debitor. Subrogasi
baruterjadi apabila diperjanjikan atau ditentukan oleh Undang-Undang.
Subrogasi terjadi karena perjanjian : apabila ditetapkan dan diperjanjikan
dan harus dinyatakan tegas dalam per khusus dalam peininjaman uang atau
kreditharus dengan akta notaris (Pasal 1401 KUHPerdata).
 Pembayaran dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidakberkepentingan (pasal 1382) atas nama debitor.
Prestasi berupa ―berbuat sesuatu‖ hanya dapat digantikan pihak
ketigadengan sepengetahuan Kreditor (pasal 1383 BW).Pembayaran

Hukum Perdata Materiil | 55


berupapenyerahan barang harus oleh Pemilik barang, namun
pembayaran uang/barang yang dapat habis tidak dapat ditentukan
kembali dari orang yang beritikad baik( pasal 1384)Pembayaran harus
kepada Kreditor / Kuasa/Yang diberi kuasa oleh Hakim Pembayaran
kepada bukun Kreditor adalah syahasalkan Kreditor setuju atau telah
nyata-nyata beroleh manfaat pembayaran tidak boleh sebagian-
sebagian.

2.Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti dengan Penyimpanan Atau Penitipan


Konsinyasi.
Hal ini mungkin bagi perikatan untuk membayar sejumlah uang atau
sejumlah barang bergerak.Pasal 1404 KUHPerdata menyebutkan bahwa
apabilakreditor menolak pembayaran maka debitor dapat melakukan
penawaranyang diikuti dengan penitipan. Apabila penawaran tidak diterima
maka debitor dapat menitipkan (kas penyimpanan atau panitera pengadilan)
apa yang ia tawarkan, selama kreditor tidak menerima tawaran, debitor
masih dapat mengambilnya. Perikatan hapus apabila kreditor menerima
tawaran tersebut.

Syahnya Penawaran dengan Konsinyasi


 Secara formal kepada Kreditor langsung/Kuasa oleh Debitor
sendiriKuasa
 Oleh Debitor sendiri/Kuasa
 Seluruh hutang termasuk bunga dan ongkos-ongkos/biaya yang
telahdikeluarkan
 Penawaran dilakukan oleh Notaris/Juru Sita dengan 2 orang Saksi
 Berita Acara pemberitahuan penawaran disyahkan oleh Hakim.

Konsinyasi :Di Panitera Pengadilan Negeri/dengan resiko Akibat


Konsinyasi :Debitor bebas dari pemaksaan pembayaran hutang dan bunga.
Konsinyasinya dapat ditarik kembali oleh Debitor.Karena Debitor masih
tetap Pemilik.Kecuali surat putusan Hakim yang mempunyai kekuatan tetap
dan berharga.
Akibat penarikan kembali, Perikatan hidup lagi.

Hukum Perdata Materiil | 56


3. Pembaharuan Hutang (Novasi) Perjanjian Baru
Dalam ketentuan KUHPerdata dikenal dua macam notasi yaitu novasi
obyektif dan novasi subyektif.Novasi obyektif yaitu apabila diperbaharui itu
adalah obyeknya yaitu hutang, dimana debitor membuat hutang baru yang
menggantikan hutang lama yang hapus karenanya (misalnya hutang jual
beli menjadi hutang pinjaman). Novasi subyektif, adalah apabila yang
diperbaharui tersebut adalah orang atau subyek dalam perjanjian, dalam
perjanjian dapat ditunjuk debitor baru (pasif) atau kreditor baru
(aktif).Dalam novasi subyektif para pihak melakukan kesepakatan untuk
menggantiporn subyek dalam perjanjian apakah debitor atau kreditor yang
diganti.Dalam novasi terjadi atauterbentuk perjanjian baru yang
menggantikan perjanjian lama, dalam hal ini ketentuan perjanjian lama
tidak berlaku kecuali apabila dalam perjanjian baru secara tegas
dipertahankan oleh kreditor.
Pada Novasi subyektif pasif terdapat dua cara pergantian debitor :
a. Exproinissie, dimana debitor semula diganti oleh debitor baru tanpa
bantuan debitor semula.
b. Delegasi, dimana ada perjanjian antara debitor semula dan kreditor.
Dengan debitor baru tanpa persetujuan kreditor, debitor tidak dapat
diganti.Padanovasi subyektif aktifterdapat penggantian debitor dengan
yang baru.
Terdapat keiniripan antara Novasi subyektif aktif, subrogasi dan sesi
piutang atas nama (pasal 613 BW)
Perbedaan : Pada Novasi subyektif Aktif, penggantian
kreditormenghapuskan perikatan lama dan timbul perikatan
baru dan tidak berbentuk, Pada subrogasi maupun sesi
perikatan lama tetap ada dengan segala Accesoir dan
Exepsinya
Beda Sesi dan Subrogasi ialah :
Sesi merupakan perbuatan hukum formal membutuhkan akte atas dasar
perjanjian Obligatoir.Contoh : Jual beli, hadiah dsb
Subrogasi dan sesi boleh terjadidiluar kreditor

4. Perjumpaan hutang atau kompensasi atau perhitungan hutang bertimbal


balik (1425) Perikatan hapus dengan cara memperjumpakan atau
memperhitungkan hutang piutang secara timbal balik antara kreditor

Hukum Perdata Materiil | 57


dengan debitor, yaituapabila kreditor dengan debitor saling berhutang
(besar jumlah hutang dapatditetapkan dan dapat di tagih seketika)
Syarat terjadinya konpensasi :
- Kedua belah pihak saling berhutang.
- Obyek perikatan sejumlah uang/barang yang habis terpakai
dansejenisnya
- Tuntutan atas prestasi sudah dapat ditagih dan segera dapat
diperhitungkan.

5. Pencampuran Hutang (Konfusion) 1436 - 1437


Apabila kedudukan kreditor dan debitor ada pada satu tangan maka
secaradeini Wain terjadi percampuran hutang dan perikatan hapus
Penyatuan debitordan kreditor pada satu orang dapat terjadi karena
warisan.Debitor menjadi ahli waris kreditor.Konfusion yang terjadi pada
debitor menggugurkan tanggungjawab penjamin, sebaliknya tidak.

6. Pembebasan hutang (Penghapusan hutang/Kwitj Helding) 1438


perikatanhapus apabila kreditor melepaskan haknya atas pemenuhan
prestasi gieh debitor. Penghapusan ini tidak dipihak kreditor.

7. Musnahnya Barang terutang (1438)


Apabila barang yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak dapat
diperdagangkan lagi atau hilang, tidak diketahui lagi apa masih ada (bukan
karena kesalahan debitor dan terjadi sebelum debitor (lalai/wanprestasi)
makaperikatan hapus
Apabila benda itu tidak lagi dapat diperdagangkan atau hilang atau tidak
diketahui keberadaannyamembuat perikatan hapus.
Syaratnya ialah adanya Overmacht/force Majeur (diluar kesalahan debitor)
psl 1444 - 1445

8. Pembatalan (1446)
perjanjian yang tidak memenuni syarat subyektif dapat dibatalkan dan
berakibat pembatalan perikatannya

Hukum Perdata Materiil | 58


9.Berlakunya syarat batal (1265)
Syarat batal adalah Suatu syarat yang apabila terpenuhi menghentikan
perjanjian dan menghapuskan perikatan.

10. Lewat waktu (verjaring) diatur dalam buku IV


Lewat waktu adalah suatu keadaan yang mengakibatkan seseorang
memperoleh suatu hak atau kehilangan hak.
a. Lewat waktu untuk memperoleh hak (acquisitive)
b. Lewat waktu yang menyebabkan kehilangan hak/dibebaskan dari
suatuperikatan (extinctif)
- Untuk hapusnya perikatan karena lampau waktu Ekstriktif
yaituberlalunya waktu tertentu setelah memenuhi syarat UU,
menghapuskan perikatan.
- 30 tahun adalah ketentuan lampau waktu umum (Psl 1967)
- Selain itu ada ketentuan khusus contoh : 15 tahun - pasal 1975

Hukum Perdata Materiil | 59


BAB VI
PELAKSANAAN PERIKATAN

Barang siapa melaksanakan perikatan, berarti memenuhi isi perikatan atau


melakukan prestasi-prestasi atau objek perikatan bisa berupa :
a. Melakukan sesuatu (te doen)
b. Tidak melakukan sesuatu (niet te doen)
c. Memberi sesuatu (te geven)
Prestasi tersebut huruf a) dan c) adalah perbuatan positif (perikatan positif) ada
juga prestasi yang dilakukan secara sekaligus dan berakhir segera. Hal ini disebut
dengan ―perikatan sepintas‖ contoh perjanjian jual beli. Sedangkan prestasiyang
dapat berjalan terus menerus (voortdurende) disebut dengan perikatan berjalan.
Contoh perjanjian sewa menyewa atau per kerja.
 Siapa yang dapat melakukan prestasi?
Mereka adalah :
a. Hanya oleh debitor sendiri contoh : melukis
b. Oleh debitor tetapi dapat dibantu orang lain.
Contoh :- Perbaikan mobil di bengkel
- Perbaikan jam tangan di toko arloji
c. Oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitor, wakil /kuasa debitor.
A. WANPRESTASI
Apabila debitor tidak melakukan apa yang diperjanjikan maka dia telah
melakukan ingkar janji atau wanprestasi.
1. Bentuk Wanprestasi
a. Scala sekali tidak memenuhi apa yang ada dalam per
b. Atau memenuhi perjanjian tapi tidak sama sebagaimana diperjanjian,
c. Melakukan apayang diperjanjian tetapi tarlambat.
2. Sanksi atas wanprestasi.
a. Pemenuhan Perjanjian
b. Pemenuhan perjanjian disertai membayar ganti rugi.
c. Ganti rugi 1242 - 1252 (unsurnya : biaya (kosten), kerugian (schaden),
bunga(interessen)
d. Pembatalan perjanjian.
e. pembatalan disertai ganti rugi.

Hukum Perdata Materiil | 60


Pembatalan-Perjanjian.
Kreditor dapat menuntut pembatalan perjanjian (pada perikatan yang timbul
karena perjanjian/overeenkoms). Bila debitor wanprestasi dengan
adanyapembatalan perjanjian maka keadaan seperti tidak ada perjanjian.
Pembatalan perjanjian karena debitor wanprestasi diatur dalam pasal 1266
BW tentang perikatan bersyarat dan pembatalan harus diinintakan kepada hakim
bukan batal deini hukum.
Ganti Rugi (1243 - 1252)
Unsur ganti rugi terdiri dari :
 Biaya (Kosten) yaitu semua pengeluaran yang sudah benar - benardikeluarkan.
 Kerugian (Schaden) nilai barang yang rusak sebagai akibat kelalaian debitor
 dan keuntungan yang tidak diperoleh serta bunganya,disebut Luctum Cessans.
Bunga (Interessen) yaitu kehilangan keuntungan yang seharusnya
diperolehsesuai perhitungan. Menurut hukum Romawi, biaya dan kerugian
disebutDamnum Emersens.
Mengenai bunga ini ditentukan sendiri oleh pihak dalam perikatannya (Ps 249
BW).Bisa juga ditentukan oleh UU yang disebut bunga Horatoir (1250
B\/V).Diluar hal tersebut ganti rugi sama dengan kekayaan kreditor apabila
debitor tidak Wanprestasi.
- Ganti rugi itu harus berupa uang tidak dapat in-natura, perbaikan
ataupenggantian barang sejenis (1239 - 1240).
- Ganti rugi pun hanya atas kerugian ekonoini /materiil.
Apabila kesalahan ada pada kreditor, maka debitor hanya menanggung
sebagian ganti rugi dan kreditor di bebani beban.Ada hubungan kausal antara
Wanprestasi dengan kerugian.Ada Wanprestasi maka ada kerugian Bunga
(Interessen).
Mengenai bunga ada yang diperjanjikan (Konvensional) dan bunga yangtidak
diperjanjikan, Bunga sesuai dengan UU seperti tersebut dalam Stb 1848-22 adalah
670 disebut Moratoir sedangkan bunga yang tidak diperjanjikan disebut Non
Moratoir.
3. Prosedur terjadinya Wanprestasi /Lalai
a. Pernyataan Lalai (lngebreke /in Mora Stelling) pasal 1238 - 1248
 Wanprestasi baru membawa akibat setelah adanya pernyataan lalai
darikreditor terhadap debitor sesaat setelah batas waktu prestasi lewat (pasal
1234 BW).

Hukum Perdata Materiil | 61


 pernyataan lalai tidak dibutuhkan apabila ditentukan dalam perikatan bahwa
debitor lalai apabila waktu prestasi lewat.
 pernyataan lalai dilakukan dalam bentuk perintah atau Akta sejenis.
Catatan 1 pasal 1238 BW - termasuk dinyatakan tidak berlaku dengan SEMA
No. 3/1963 - gugatan harus dianggap sebagai penagihan tertulis. Tujuan
Suratgugat yang dikirim kepada tergugat dianggap sama dengan penagihan.
b. Pernyataan lalai harus disertai Samasi/Aanmaning atau peringatan agardebitor
melaksanakan prestasi sesuai dengan pertanyaan lalai yang telah disampaikan.
Didalam samasi ini kreditor menyatakan kehendaknya yaitu : Penentuan
bataswaktu prestasi dilaksanakan. Batas waktu tersebut juga harus pantas dan
wajar. Pertanyaan ―lalai ― ini diperlukan ketika kreditor menuntut ganti
rugiatau ketika kreditor menuntut pemutusan perikatan (out binding).
Pertanyaan lalai tidaklah diperlukan apabila debitor sama sekali tidak dapat
melakukan prestasi atau kreditor ininta dilaksanakannya perikatan (Nakoining).
Didalam praktek, pernyataan lalai ini tetap diperlukan dengan maksud,
mengakui debitormengakui atau Undang-undang menentukan hal tersebut.

B. OVERMACHT/FORCE MAJEUR
Dalam hukum perjanjian dikenal istilan resiko yaitu kewajiban untuk
meinikulkerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian diluar kesalahan para pihak,
Risikotimbul dari suatu keadaan memaksa atau overmacht /force majeure, yaitu
kejadian atau peristiwa yang tidak terduga pada waktu dibuat perjanjian dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan oleh debitor.
Overmacht terdiri dari overmacht yang Sifatnya absolut dan sifatnya relatif
1. Overmacht absolut siapapun tidak mungkin dapatterhindardari keadaan memaksa
tersebut, sehingga dapat membebaskan pihak debitor dari tanggung jawabnya
(contoh :barang musnah karena kebakaran atau banjir).
2. Overmacht yang relatif masih ada kemungkinan untuk menghindar diri
darikerusakan karena kejadian yang tidak terduga tersebut dalam hal ini maka
debitormasih dapat dipertanggung jawabkan atas kerusakan yang ditimbulkannya.
Terhalangnya debitor melakukan prestasi karena suatu peristiwa yang dialami
oleh semua orang (obyektif) dan bila terhalangnya debitor melakukan prestasi
karena suatu peristiwa yang dialaini oleh debitor sendiri (subyektif)
Mengenai Force Majeur, undang-undang menggunakan 2 istilah yaitu Overmacnt
dan Toeval.

Hukum Perdata Materiil | 62


Contoh :
 Pada pasal 1245 (Overmacht dan Toevel)
 Pasal 1497 dan 1716 ( Overmgcnt)
 Pasal 1444 ( Toevel )
 Pasal 1244 ( sebab yang tidak dapat diperkirakan)
Mengenai pembuktian adanya toevel majeur ada pada Debitor, karena debitor
yang menggunakan dalih Force Majeur menghadapi Wanprestasi. Akibat Force
Majeur :
1. Debitor dibebaskan dari ganti rugi. Dalam hal ini hak kreditor gugur dan
sifatnyapermanen mutlak.
2. Debitordibebaskan dari Kewajiban melakukan prestasi (Nokoining). Sifatnya
relatif sementara/menunda sampai selesai Force Majeur, kecuali prestasi ini sudah
tidak bermanfaat lagi bagi kreditor.
3. Resiko tidak beralih kepada debitor, kecuali :
a) Jika diperjanjikan bahwa debitor akan tetap menanggung resiko.
b) Bila ada kebiasaan bahwa dalam perjanjian tertentu resiko tetap pada debitor
walaupun Wanprestasi.
c) Ketentuan UU (contoh : Pasal 1613 pemohon /debitor tetap bartanggungjawab
atas perbuatan karyawannya, pasal 1803 : kuasa tetap bertanggungjawab atas
perbuatan kuasa (substitusi).
d) dalam hal debitor sudah dapat memperkirakan akan terjadinya force majeur.

C. EXEPTIO NON ADIMPLETI CONTRACTUS (Kreditor yang Lalai)


Eksepsi ini tidak diatur dalam perundang-undangan, namun berkembang dalam
yurispendensi
Dalam eksepsi ini debitor menyatakan bahwa kreditor lah yang lalai
(MoraCreditoris) karena :
1. Tidak melakukan kewajibannya (dalam perjanjian timbal balik).
2. Penyelesaian perjanjian hanya dapat dengan kerja sama. Kreditor yang
tidakmemberi kerja samanya.
a. Kerja sama diwajibkan oleh hukum karena secara tegas diperjanjikan oleh
pihak-pihak atau karena sifat per itu sendiri. Prestasi hanya mungkin dengan
kerjasama kreditor Conton : Levering hanya mungkin apabila kreditor
menerinalevering dalam perikatan alternatif dimana kreditor yang menentukan
pilihan.

Hukum Perdata Materiil | 63


b. Kerja sama kreditor yang bukan merupakan kewajiban Contoh :seorang pasien
(kreditor) tidak mengikuti petunjuk dokter sehingga terjadi infeksi.

D. PELEPASAN HAK (RECHTSVERWEKING)


Pelepasan hair, ini dilakukan oleh kreditor yakni tidak meininta ganti
rugi.Kreditor menerima dengan diam-diam prestasi yang tidak sesuai.Contoh konkrit
kreditor telah menerima penyerahan barang walaupun cacat.
Dari penjelasan tersebut diatas menunjukkan bahwa Overmacnt, Exeptionon
Adimpleti contractus dan Pelepasan adalah clot atau cara dari debitor untuk membela
diri karena tidak memasuki prestasinya.

Hukum Perdata Materiil | 64


BAB VII
PERJANJIAN

A. HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA


Hukum perjanjian di Indonesia masih bersifat dualis yaitu berlakunya
hukumperjanjian dalam system Hukum Perdata Berat (SW) dan system
Hukum/adat.Padaumumnya dalam perikehidupan bangsa Indonesia dewasa ini
terutama dikota-kotayang sering dipergunakan adalah ketentuan hukum
perjanjian berdasarkan KUHPerdata dan hukum adat terutama pada sifat
perjanjian.Dalam hukum adat, perjanjian selalu merupakan perjanjian yang
sifatnya riil (kontan dan konkrit). Serta bentuk perjanjian yang tidak tertulis
(Lisan atau lisan dengan saksi).Sedangkan sifat hokum perjanjian dalam KUHP
perdata pada umumnya adalah konsensuil meskipun ada yang bersifat riil
(misalnya perjanjian penitipan).Perjanjian menimbulkan perikatan antara kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian. Kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

B. PENGERTIAN PERJANJIAN
Perjanjian (overee-nkomst) adalah perbuatan hukum antara dua orang /pihak
atau lebih yang saling mengingatkan diri untuk melaksanakan suatu hal (Pasal
1313 KUHPerdata terlalu sempit karena hanya menyebutkan bahwa : perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengingatkan diri
terhadapsatu orang atau lebih). Bentuk perjanjian dapat tertulis dan tidak tertulis
balam praktek muncul istilah kontrak menurut Subekti kontrak adalah perjanjian
yang bentuknyatertulis. Istilah kontrak dalam Hukum perjanjian ini mendapat
pengaruh dari istilah hukum Inggris Contract yang masuk dalam pengertian
hukum perjanjian Indonesianamun berbeda dalam pengertian (dalam hukum
Inggris Contract bentuknya dapat tertulis dan tidak tertulis).

C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN


Perjanjian adalah sah apabila dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata Pasal 1320 KUHPerdata.
1. Kesepakatan antara para pihak (kemauan bebas) Toestemining. Beberapa
teoritentang kapan adanya kesepakatan :
1) Pernyataan kehendak (WIIIing theori)

Hukum Perdata Materiil | 65


2) Saat penawaran telah dinyatakan diterima oleh pihak yang lain saat
pengiriman pernyataan bahwa penawaran diterima.
3) Penerimaan (Ontvangs Theori)
Saat penawar menerima pernyataan bahwa penawarannya diterima.
4) Mengetahui (Verne Inings Theori)
Saat penawar mengetahui penawaran tawarannya diterima. Teori 1 dan
2dipakai oleh Yurisprudensi di Negara Belanda Terdapat 3 penyebab cacat
kehendak yakni :
a) Kekeliruan (dwaling)
b) Pemaksaan (geweld)
c) Penipuan (bedros)
d) Penyalahgunaan keadaan (Undue Influence)
Ad. a) Dwaling
Pembatalan perjanjian karena Dwaling hanya terjadi dalam 2 hal
1) Dwaling terjadi menyangkut hakekat (Zalfstandigheid) dari barang
obyek perjanjian dibedakan :het wezen der zaak dengan
hoeddaningheidnya.
2) Dwaling menyangkut person. Seseorang disangka person Dwaling ini
mengakibatkan batalnya perjanjian.
Contoh : sama nama mungkin juga sama profesi Dwaling ini tidak
berakibat batalnya perjanjian kecuali di orang itulah yang menjadi pokok
penanaman.
Ad. b) Paksaan (Geweld)
Orang yang dipaksa kehendaknya menjadi tidak bebas dan cacat.
- Kata Geweld (kekerasan) dalam UU, sesungguhnya adalah dwang
(paksaan) karena sifatnya psikis.
- Dapat berbentuk perbuatan (daad) bisa pula perkataan.
- Paksaan adalah paksaan psikis dengan ukuran manusia yang berakal
sehat atau kepatuhan (redelijk).
- Dengan paksaan (Geweld) yang bersangkutan tidak memberi
persetujuantetapi tidak bebas.Sedangkan pada dwang, yang
bersangkutan memberipersetujuan.
- Paksaan harus melawan hukum (onrechtmatig)
- Ancaman untuk melapor ke polisi bukanlah paksaan.
- Paksaan harus tertuju kepada memperoleh persetujuan /kesepakatan

Hukum Perdata Materiil | 66


- Paksaan bukan saja terhadap pihak dalam perjanjian, tetapi juga
terhadap suami, istri, dan keluarga dalam garis hukum ke atas /bawah.
- Paksaan dapat dilakukan pihak ketiga yang tidak berkepentingan.
Ad. c) Penipuan (Bedroq)
- Pembatalan perjanjian dapat disebabkan : kesepakatan yang
diperolehkarena penipuan.
Pernyataan kehendak pihak-pihak memang ada, namun murni
karenaterkecoh /mendapat gambaran yang keliru oleh pihak yang satu.
- Perjanjian tidak batal, tetapi dapat diininta pembatalan (Vernitibaar)
- Tidak cukup dengan suatu kebohongan, diperlukan adanya tipu
muslihat (Kunstgrepen) yang membuat kehendak yang melahirkan
kesepakatan.
- Tipu muslihat dapat berbentuk perkataan, perbuatan maupun berdiam
diri.
- Tipu daya itu harus menjadi dibuatnya perjanjian.
Ad. d) Penyalangunaan Keadaan (Undue Influenae)
Penyalahgunaan keadaan (Undue Influence) sebagai syarat pembatalan
suatu perjanjian lahir daripraktik peradilan negeri Belanda. Dalam BW
Belanda yang baru, Undue Influence ini sudah dimasukan dalam pasal
3dengan namaInisbruik V Omstandig Heden. Sebagai salah bentuk cacat
kehendak contoh.
a. Undue Influence karena keunggulan ekonoini salah satu pihak.
b. Undue Influence karena keunggulan psikis Selierti adanya hubungan
istimewa Suami–istri, Bapak – anak, Guru – murid, bodoh /kurang
pengetahuan/pengalaman.
2. Kecakapan Perikatan (Bekwaanheid)
Mereka yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :
a.Telah dewasa
Dalam system hukum Indonesia, dewasa adalah mereka yang telah
berumur18 tahun keatas Pasal 47 ayat (1) dan (2 ) Undang-undang No. 1
Tahun 1974jo Pasal 50 Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
b. Tidak dibawah pengampuan
Dulu dalam KUHPerdata ada ketentuan tentang ketidak cakapan seorang
wanita kawin tetapi ketentuan itu tidak berlaku lagi dan lahirnya Undang-
Undang No. 1 Tanun 1971 yang memberikan kedudukan sejajarantara

Hukum Perdata Materiil | 67


suamiistri yang memberikan kedudukan sejajar antara suami istri dan hak
suami maupun istri berhak melakukan perbuatan hukum ( pasal 31 ayat ( 2 )
Undang-undang No. 1 Tahun 1974).
Kecakapan (Bekwaamheid)
Terjadi 2 istilah dalam BW yang dicampur adukkan secara keliru tidak cakap
(Onbekwaam : orang-orang yang oleh UU dinyatakan tidak boleh membuat
sendiri suatu perjanjian, belum dewasa, dibawahkuratil perempuan bersuami).
Dengan dikeluarkannya surat edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 pasal
108 dan 110 BW tentang kewenangan istri sudah tidak berlaku lagi.
Pengertian atau
―Dibawah kuratil adalah orang dewasa yang karena perkembangan akal
yangtidak normal (onnozel =bebal, krankzining = gila, dan suka mengamuk =
razerni)sedangkan pengertian "Tidak berwenang (Onbevaegd seseorang yang
padaumumnya cakap, namun untuk perbuatan hukum tertentu (Oleh UU
dinyatakantidak dapat bertindak tanpa kuasa pihak ketiga).
3. Suatu Obyek tertentu (Bepaald Onderwerp)
Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu, dalam perjanjian ditentukan hak
dan kewajiban para pihak, obyek perjanjian harus dapat ditentukan. Suatu
obyek tertentu (Bepaald Onderwerp)
 Obyek perjanjian harus suatu benda, setidak-tidaknya ditentukan jenisnya.
 Jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan dikemudian hari jumlahnya
dapatditentukan.
 Obyek perjanjian dapat juga berupa benda yang akan ada (teokomstig)
a. Yang akan ada mutlak. Benda tersebut belum ada pada waktu perjanjian
dibuat Contoh : pemesanan lemari baru yang akan dibuat.
b. Yang akan ada relatif. Benda memang sudah ada, tetapi masih di tangan
orang lain. Warisan yang belum terbuka belum boleh menjadi obyek
perjanjian walaupun dengan persetujuan orang yang mewariskan.
4. Kausa /sebab yang halal (Gedorloofde Oorzaak)
Yang dimaksud dengan kausa atau sebab disini adalah isi perjanjian, dalam
halisi perjanjian harus halal yaitu sesuatu yang diperkenankan oleh hukum
(tidakdilarang) Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif
(kesepakatan dan kecakapan) menyebabkan perjanjian tersebut dapat
dibatalkan, sedangkanapabila tidak memenuhi syarat obyektif (hal tertentu dan
kausa yang halal ) maka perjanjian adalah batal deini hukum.

Hukum Perdata Materiil | 68


Perbedaan perjanjian yang dapatdibatalkan dengan batal deini hukum.
Perjanjian dibatalkan misalnya apabila jual beli atau sewa menyewa motor
dibuat oleh anak belum dewasa atau oleh orang yang dalam pengampunan.
Apabila perjanjiandibatalkan maka apa yang telah berjalan dalam perjanjian
tetap diakui sampai terjadi pembatalan (oleh hakim). Namun demikian suatu
perjanjian dapat dikuatkan(affirmation) oleh orang tua atau oleh pengampun
demikian pula apabila ada cacatpada kesepakatan dapat melakukan penguatan
dengan pernyataan secara tegasatau diam-diam. Sedangkan perjanjian batal
deini hukum atau batal apabila tidakmemenuhi syarat obyektif yaitu tidak ada
hal tertentu atau kausa tidak ada ataukausa tidak halal, maka perjanjian dan
perikatan yang timbul dianggap tidakpernah terjadi dan tidak pernah ada
perikatan antara para pihak yang berjanji tersebut.

D. UNSUR-UNSUR PERJANJIAN
a. Essensialia
Unsur Essensialia adalah unsur perjanjian yang harus ada didalam suatu
perjanjian Unsur ini mutlak tanpa adanya unsur tersebut perjanjian
tidakmungkin ada.
Contoh "Sebab yang halal" merupakan unsur Essensialia untuk
adanyaperjanjian, Dalam perjanjian jual beli, harga dan barang yang disepakati
duapihak harus ada.
Contoh pada perjanjian riil
- Syarat penyerahan obyek perjanjian merupakan unsur essensialia.
- Bentuk tertentu perjanjian formal ; merupakan unsur essensialia
b. Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang diatur oleh UU tetapi parapihak
dapat mengingkarinya atau mengabaikannya atau dapat diganti atau
meniadakan.
Contoh:
1. Pasal 1476 tentang kewajiban penjual penanggung biaya penyerahan
(disinipara pihak dapat meniadakan ketentuan mai dalam perjanjian)
2. Pasal 1491 tentang ketentuan untuk menjamin (hal ini dapat diabaikan
parapihak dalam perjanjian)
c. Accidentolia
Unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para
pihakdalam perjanjian, undang-undang tidak mengatur tentang hal ini.

Hukum Perdata Materiil | 69


Contoh : perjanjian jual beli mobil. Segala accessories (perlengkapan
mobil)bisa tidak termasuk dalam perjanjian (dikecualikan).

E. ASAS-ASAS PERJANJIAN
Dalam buku III banyak asas-asas yang tercantum didalamnya namun asas
yangsifatnya umum tidak dapat disimpangi adalah :
1. Asas Konsensual
Perjanjian yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak dan telah lahir sejak
terjadinya kesepakatan tersebut, jadi perjanjian sudah sah apabila telah
disepakati hal-hal pokok, tidak perlu formalitas. Perjanjian dan telah mengikat
para pihak sejak tercapai kesepakatan tersebut (pasal 1320 KUHPerdata)
2. Asas kebebasan berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak tersimpul dalam pasal 1338 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa :semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya setiap orang dapat
membuat perjanjian apa saja dan mengenai apa saja berdasarkan keinginan dan
kehendak mereka asal tidak bertentangan dengan undang-undang,ketertiban,
kesusilaan kepantasan dan kepatutan perjanjian tersebut harus dibuat secara sah
sebagaimana syarat sahperjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdatayat
(1) tersebut tarbuka jalan bagi perjanjian-perjanjian baru yang tidak
dikenaldalam KUHPerdata antara lain yang timbul karena masuknya modal
asing dan menimbulkan perkembangan hukum per dalam praktek.
3. Asas Terbuka
Asas terbuka ini terkandung dalam asas kebebasan berkontrak, karena
adaketentuan bahwa para pihak dapat melakukan perjanjian apa saja tersebut,
berarti membuka kemungkinan bagi semua bentuk perjanjian dan semua
jenispenjanjian sebagaimana dikehendaki oleh para pihak.
4. Asas kekuatan mengikat
Asas kekuatan mengikat ini terdapat dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat (1)
bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak
sebagaimanaundang-undang yang dalam korelasi dengan ayat (2) yang
menyebutkanbahwa perjanjian hanya dapat diputuskan dengan kesepakatan
para pihakatau karena alasan yang ditentukan dalam undang-undang.

Hukum Perdata Materiil | 70


5. Asas itikad baik.
Asas itikad baik terdapat dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat (3)
perjanjianharus dilaksanakan dengan itikad baik.Dalam pengertian itikad baik
adalahbukan hanya pada saat pembuatan perjanjian saja tetapi juga pada
pelaksanaan perjanjian tersebut.Dalam pengertian itikad baik tersimpul
pulaaspek kepantasan dan kepatutan.
6. Paata Sunt Servanda
Bahwa perjanjian harus sungguh-sungguh ditepati disini tersimpul bahwa para
pihak harus sungguh-sungguh menepati dan melaksanakan apa
yangdiperjanjikan (pasal 1338 ayat 1 &3)

F. PENAFSIRAN PERJANJIAN.
Penafsiran perjanjian (Pasal 1342 1351 BW)
 Dalam hal kata-kata suatu perjanjian jelas, maka tidak diperkenankan
memberipanafsiran yang menyimpang (pasal 1342). Apa yang dimaksud adalah
kata-kata yang jelas sulit untuk di jawab. Karena itu dihubungkan dengan
situasi tertentu.
 Apabila kata kata mempunyai makna yang bemacam-macam maka perlu
maksud dari pihak-pihak dengan menafsir (pasal 1343 & 1350).
 Kata-kata dengan allla maaarn pengertian, yang dipilih adalah kata-kata yang
sesuai dengan perjanjian (pasal 1345).
 Dalam hal terdapat hal yang meragukan, hal tersebut ditafsirkan sesuai
kebiasaan setempat dimana perjanjian dibuat (pasal 1346)
 Hal-hal yang biasanya dimuat dalam perjanjian dianggap tetap ada dalam
perjanjian, meskipun tidak dinyatakan dalam perjanjian (pasal 1347)
 Apabila masih ada tetap keraguan, maka penafsiran harus
denganmenguntungkan debitor (pasal 1349)

G. SIFAT PERJANJIAN
Perjanjian memiliki sifat riil dan konsensuil.
1. Perjanjian yang sifat riil perjanjian baru mengikat para pihak apabila
adaperbuatan nyata mengenal obyek jaminan, misalnya dalam
perjanjianpenitipan barang, perjanjian baru mengikat apabila barang yang
dititipkan telah diserahkan. Perjanjian secara hukum adat perjanjiannya selalu
riil. Contoh a)perjanjian pinjam pakai, b) perjanjian penitipan barang dan a)
perjanjian hutangpiutang,
2. Perjanjian bersifat konsensuil yaitu perjanjian telah mengikat para pihak
padasaat terjadi kesepakatan mengenai pokok isi perjanjian, misalnya

Hukum Perdata Materiil | 71


dalampasal 1458 KUHPerdata yaitu dalam perjanjian jual beli, perjanjian telah
mengikat para pihak apabila telah ada kesepakatan mengenal harga dan
barang. Meskipun harga belum dibayar dan barang belum diserahkan.Contoh :
beli buku perjanjian lewat Internet, sepakat tentang harga dan jenis bukuyang
dimaksud sudah mengikat walaupun harga belum dibayar dan belum
disarankan barangnya.
3. Perjanjian berantai /ketting beding
Suatu perjanjian antara dua pihak dimana dalam perjanjian tersebut di
perjanjianpula Suatu hal apabila pihak yang satu membuat perjanjian dengan
pinak lain lagi.
4. Perjanjian cuma-cuma (om Niet) dan perjanjian de rigan Titel yang berbeban
(Under Bezwar Ende Titel)
Berbeban apabila prestasi balasannya terkait langsung dengan prestasi sendiri.
Contoh: Cuma-Cuma = hadiah
Dengan beban = jual beli dan sewa
Catatan : walaupun prestasinya tidak seimbangtetap Berbeban kecuali
prestasi pura-pura. Contoh :jual rumah dengan harga Rp. 10.000
Pitlo perbedaan pada perjanjian timbal balik dan sepihak adalah
perbedaan Yuridis, Perbedaan antara berbeban dan tidakberbeban
adalah perbeciaan ekonoinis (pit Lo 169).
5. Perjanjian Denaan imbalan (Velgeldende) dan Perjanjian untung-
untungan(Kansovereenkomsten).
Perjanjian dertaan imbalan adalah Perjanjian dimana prestasi pada kedua belah
pit Lo adalah pasti.
Perjanjian untung-untungan = perjanjian dimana prestasi salah satu
ataukeduanya tidak pasti harus dilaksanakan atau tidak dan tidakjelas juga
berapa besar prestasi tersebut (pasal 1774) contoh perjanjian pertanggungan,
rijfrente, pertaruhan.
6. Perjanjian selesai perjanjian berlangsung terus (Aflopende en
voortdurendeOver)
 Perjanjian dimana prestasinya singkat dan cepat contoh : Jual beli rokok
 Perjanjian yang berlangsung terus selama belum berakhirnya masa
perjanjian
Contoh : sewa kerja dsb.
7. Perjanjian Pokok dan penunjang perjanjian pokok menjadi induk sedangkan
perjanjian penunjang sebagai aaacessoir (tambahan) contoh : perjanjian

Hukum Perdata Materiil | 72


peminjaman uang di bank dengan perjanjian pemberian kuasa oleh debitor
kepada pihak bank.

H. BENTUK PERJANJIAN
Dalam buku III KUHPerdata tidak ada keharusan bentuk perjanjian,
bentukperjanjian dapat tertulis maupun tidak tertulis Bentuk perjanjian :
1. Tertulis
a. Akta dibawah tangan
Berupa parjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda
tanganipara pihak, perjanjian memiliki kekuaran mengikat bagi para
pihak.Dalampernbuktian dipengadilan apabila perjanjian diragukan
Tergugat harus membuktikan kebenaran akta yang dibuatnya tersebut.
b. Akta Notaris
Perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis dan dibuat oleh dan dihadapkan
pejabat yangberwenang dalam hal ini notaris.Akta demikian
memilikikekuatan pembuktian yang kuat, apabila ada gugatan pada akta
penggugat yang harus membuktikan kebenaran akta tersebut.
2. Tidak tertulis.
Perjanjian tidak tertulis biasanya dalam bentuk lisan atau lisan dengan saksi
Perjanjian tidak tertulis sering dibuat berdasarkan kebiasaan (perjanjian dalam
hukum adat selalu dalam bentuk tidak tertulis).

I. JENIS PERJANJIAN
1. Perjanjian Sepihak dan Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimana pada kedua belah pihak ada
hak dan kewajiban (misalnya perjanjian jual beli).
Perjanjian timbal balik ada yang tidak sempurna. Pada situ segera
timbalkewajiban sedangkan pada pihak yang lain hanya murakinakan
timbalkewajiban
Contoh :
- Pemberian kuasa dengan upah adalah perjanjian dua pihak (timbal balik)
- Pemberian kuasa tanpa upah pada penerimaan kuasa segera terikat
adakewajibannya Si pemberi kuasa baru terikat dan ada kewajibannya
sesudahada biaya-biaya pelaksaan kuasa tersebut.

Hukum Perdata Materiil | 73


Catatan : walaupun prestasi imbalannya tidak seimbang perjanjian
tetapmerupakan perjanjian timbal balik, kecuali prestasi tersebut merupakan
prestasi pura-pura.
Arti praktis pembedaan sepihak dari timbal balik adalah pada pasal 1266
(syarat batal selalu dianggap ada pada perjanjian timbal balik di dalam hal
salahsatu pihak tidak melakukan prestasi). Perjanjian timbal balik tidak
sempurna diperlukan sebagai perjanjian sepihak Perjanjian sepihak adalah
perjanjiandimana pada satu pihak hanya ada hak saja dan pada pihak lain hanya
ada kewajiban saja (contoh ; hibah, hadiah, pe-nitipan barang)
Perjanjian sepihak : hanya pada satu pibak ada kewajiban
Contoh : hadiah
Catatan : hendaknya pengertian perjanjian sepihak jangan sampai dikacaukan
dengan perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum dua pihak (Meerzi
jdige Reahthandeling)
Setiap perjanjian baik perjanjian sepihak maupun perjanjian dua pihak adalah
perbuatan hukum dua pihak karena lahir dari kehendak dua pihak = perbuatan
hukum dua pihak (Meefzijdig) dengan demikian hadiah adalah perbuatan
hukum dua pihak namun bentuk perjanjiannya merupakan perjanjian satu
pihakkarena ada 2 perbuatan hukum tetapi hanya satu pihak yang berkewajiban
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat
hukum(Reahtgevolg) yang dikehendaki oleh subyek hukum Perbuatan hukum
sepihakadalah perbuatan yang terjadi karena pernyataan kehendak salah satu
pihak saja.
Contoh : pengesahan anak (pasal 3 280)Perbuatan hukum dua pihak atau lebih
adalah perbuatan hukum yang terjadi karena pernyataan kehendak dua orang
atau lebih.
2. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang diberi nama dan diatur KUHPerdata
dan dalam undang-undang atau peraturan perundangan lain (ketentuan
peraturan perundangan baru merupakan landasan dasar suatu perjanjian
bernama apabila ketentuan tersebut mengatur perjanjian tersebut secara
substansial). Contoh perjanjian yang diatur oleh BW : a) Jual beli, b) sewa
menyewa, c) hibah, d) kerja, e) pinjam, f) persekutuan (maotsanap),
g)penanggungan hutang dan h) damai (dading /aomproinis). Apabila
peraturanperundangan tersebut hanya menyebut dan tidak mengatur secara
substansial/detail maka perjanjian tersebut masuk dalam lingkup perjanjian
tidak bernama sedangkan yang tidak bernama adalah yang belum ada

Hukum Perdata Materiil | 74


pengaturan secarakhusus dalam undang-undang atau peraturan perundangan
dan merupakanperjanjian yang hidup dalam praktek yang timbul berdasarkan
asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 KUHPerdata).
3. Perjanjian konsensuil, Riil, Formil
a. Perjanjian Konsensuil
Begitu ada kata sepakat cukup untuk timbulnya perjanjian (perjanjian dalam
BW).
b. Perjanjian Riil
Baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
Contoh : Pinjam pakai, penitipan barang, hutang piutang.
c. perjanjian formil dengan formalitas tertentu, contoh : pemberian kuasa
hypotik pendirian PT.
Syarat tertulis saja contoh : perjanjian pertanggungan.
4. Perjanjian berantai /ketting beding
Suatu perjanjian antara dua pihak dimana dalam perjanjian tersebutdi perjanjian
pula Suatu hal apabila pihak yang satu membuat perjanjian dengan pihak lain
lagi.
5. Perjanjian cuma-cuma (om Met) dan perjanjian dengan Titel yang berbeban
(Onder Bezwar Ende Titel)
Berbeban apabila prestasi balasannya terkait langsung dengan prestasi sendiri.
Contoh : Cuma-Cuma = hadiah
Dengan beban jual dan sewa
Catatan : walaupun prestasinya tidak seimbang tetap disebut Berbeban kecuali
prestasi pura-pura.Contoh : jual rumah dengan harga Rp. 10.000
Pit Lo perbedaan pada per janjian timbal balik dan sepihak adalah perbedaan
yuridis. Perbedaan antara berbeban dan tidak berbeban adalah
perbedean ekonoinis (Pit Lo 169)
6. Perjanjian Dengan Imbalan (Velgeldende) dan Perjanjian untung-untungan
(Kansovereenkomsten)
Perjanjian dengan imbalan adalah perjanjian dimana prestasi pada kedua belah
pihak adalah pasti
Perjanjian untung-untungan = perjanjian dimana prestasi Salah satu
ataukeduanya tidak pasti harus dilaksanakan atau tidak dan tidak jelas juga
berapabesar prestasi tersebut (pasal 1774) contoh per pertanggungan,
rijfrente,pertaruhan.

Hukum Perdata Materiil | 75


7. Perjanjian selese dan perjanjian berlangsung terus (Afloperide en
voortdurendeOver)
 Perjanjian dimana prestasinya singkat dan cepat contoh Jual beli rokok
 Perjanjian yang berlangsung terus selama belum berakhimya masa
perjanjian Contoh Sewa kerja dsb.
8. Perjanjian pokok dan penunjang
Perjanjian pokok menjadi induk sedangkan perjanjian penunjang sebagai
accessoir (tambahan) Contoh perjanjian peminjaman uang di bank dengan
perjanjian pemberian kuasa oleh debitor kepada pihak bank
- Perjanjian terjadi adalah hasil dari dua pernyataan kehendak Pertamaada
―penawaran" (after atau aanbod) dan yang kedua adalah
―penerimaan‖(aaaeptanae atau aanvaardi rig)
Baik penawaran maupun penerimaan masing-masing adalah
perbuatanhukum sepihak apabila ada penawaran, dan penerimaan dan
terjadi―kesepakatan" disebut agreement atau toesteminig. Namun demikian
hal ini tidak selalu begitu sebagai contoh pada kontrak standar
- Kapan saat terjadinya perjanjian?
Dengan adanya penawaran yang bisa dilakukan lisan, tertulis, melalul
telex,telepon, telegram ketika Aininah naik angkot tanpa bicara apapun,
sisopirjuga tidak bicara berarti terjadi perjanjian diam diam.
Penawaran itu bersifat mengikat dengan adanya penerimaan terciptalah
perjanjian dan penawaran tidak dapat ditarik kembali (1338)
- Pendapat modern penawaran dapat ditarik kembali setelah waktu yang
pantas. Contoh 1 HR 19 Desember 1969 - Lendeboom menawarkan tanah
untuk di jual kepada kotamadya Amsterdam dengan syarat pembelian
harusterjadi antara 15 November 1964 - 15 Desember 1964.Tiba-tiba
Linaieboom menarik kembali penawarannya namun pemda Amsterdam
menolak.
- Pada perjanjian yang lahir dari negosiasi lisan, maka waktu lahirnya
perjanjianadalah pada saat ―kesepakatan‖ Pada perjanjian yang lahir dari
media tulisdapat ditentukan sbb:
a) Saat pembuatan surat akseptasi (penerimaan)
b) Saat akseptasi dikirim
c) Saat penawar mengetahui penawarannya diterima
d) Saat si penawar menerima surat akseptasi

Hukum Perdata Materiil | 76


J. PERJANJIAN STANDARD
Perjanjian baku /perjanjian standard /perjanjian adhesi
Perjanjian baku adalah perjanjian yang syarat-syaratnya dibakukan atauditentukan
oleh satu pihak saja. Disini kesepakatan tetap ada atau ditentukan oleh satu pihak
saja Disini kesepakatan tetap ada tetapi sangat tipis Dasarhukum perjanjian baku
adalah pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrakperjanjian baku
semula sering dilakukan oleh pihak pemerintah apabila mengadakan perjanjian
dengan pihak pihak lain Kemudian oleh perbankan dan lembaga pembiayaan dan
dalam praktek dalam perjanjian yang dilakukan oleh pihak swasta. Contoh :
undang-undang perlindungan konsumen memberikan pembatasan bagi perjanjian
baku yang tidak diperkenankan yaitu perjanjianbaku yang merugikan pihak
konsumen.

K. PERJANJIAN DALAM PERKEMBANGAN


Asas kebebasan berkontrak dan asas terbuka yang dianut dalam system hukum
perjanjian KUHPerdata merupakan landasan dasar bagi semua perkembangan
pertumbuhan hukum perjanjian di Indonesia.Perjanjian baru yang dibawa oleh
modalasing keIndonesia dapat tumbuh dan berkembang dengan segala
variasinya.Dalam perkembangannya hukum adininistrasi telah masuk dalam
segala aspek hukum termasuk dalam hukum perjanjian dalam beberapa perjanjian
pemerintah telah ikut berperan dan memberikan arahan, hal mana dimungkinkan
apabila menyentuh perkembangan yang berkaitan dengan kesejahteraan
masyarakat dalam hal ini system hukum perjanjian yang dianut dalam buku III
KUHPerdatatelah memberikan ruana pada setiap perkembangan yang terjadi.
System hukum perjanjian di Indonesia yang berorientasi pada system Eropa
continental telah dapat mulai menerima pengaruh system hukum Anglo Saxon
yang dalam penerapannya melalui penafsiran system hukum perjanjian dalam
hukum Eropa Kontinental.
Memorandum of Understanding adalah hal baru yang dikenal di Indonesia MCU
merupakan nota kesepakatan antara para pihak yang mengadakan kerja sama
yang dapat merupakan suatu awal dari suatu perjanjian, apabila nota kesepakatan
disetujui dapat di jabarkan dalam suatu perjanjian Tetapi MGU juga dapat
berdirisendiri dan tidak diikuti suatu perjanjian. Biasanya MOU hanya memuat
hal yang pokok saja serta isinya ringkas, biasanya dibuat secara tertulis secara
dibawah tangan.

Hukum Perdata Materiil | 77


BAB VlII
KAPITA SELEKTA

1. Perjanjian Sewa Beli dan Cicilan


Suatu perkembangan dalam jual beli yang berkembang bagi mereka
yangmembutuhkan suatu barang tetapi tidak tersedia uang tunai perjanjian
inimerupakan suatu modifikasi dari perjanjian jual beli yang ada dalam
KUHPerdata yang dengan dasar hukum pasal 1338 KUHPerdata berlaku
diindonesia. Dalam system hukum Indonesia beli sewa berbeda dengan
hirepurchase dalam system hukum Inggris, dalam system hukum Inggris
hirepurchase adalah perjanjian sewa yang pada akhir perjanjian sewa
menyewadapat dilakukan opsi apakah is akan membeli atau akan menyewa
(iniripfinanaial lease, tetapi leasing hanya untuk barang modal)
Dalam perjanjian sewa beli/beli sewa, tujuan para pihak dalam
perjanjianadalah untuk melakukan perjanjianjual beli dan bukan untuk melakukan
perjanjian sewa, dalam perjanjian sewa beli hak inilik atas benda obyek jual beli
baru berahir setelah pembayaran lunas, dalam system ini pembeli seolah-olah
penyewa karena benda selama belum lunas adalah inilik kreditor. Dalam jual beli
cicilan hakinilik telah beralih pada saat pembayaran pertama/down payment
dibayarkan
2. Perjanjian Frenchise /Waralaba
Perjanjian frenchise masuk ke Indonesia melalui asas terbuka dan
asaskebebasan berkontrak yang dianut dalarn system hukum perjanjian
Indonesia(pasal 1338 KUHPerdata)
Perjanjian frenchise adalah perjanjian antara dua pihak yaitu frenahisordan
frenahlsee, di mana frenahlsee memperoleh hak untuk menjual produk berupa
barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang/frenahisor dan kewajiban
untuk mengikuti metode dan tata cara serta prosedur yang ditetapkan
olehfrenahisor. Dalam pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar
yangtelah ditetapkan itu frenahisor juga akan memberi bantuan pemasaran serta
promosi untuk itu frenahisee berkewajiban membayar royalty.
Dalam black’s law dictionanyu disebutkan 1 A Frenchise is a license
fromowner of a trade mark or trade name perinitting another to sell a product or
service under that name or mark, more broadly stated, a frenchise has en volved
into and elaborate agreement under whitch the frenchise under takes to cunduct
abusiness or sell a product or a service in accordance with methods and

Hukum Perdata Materiil | 78


procedures prescribed by the frenchisor, and the frenchisor under takes to assist
thefrenchisee through advertising, promotion and other advisory service
Dalam PP Nomor 16 tahun 1997 disebutkan bahwa : waralaba perikatandimana
salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang diiniliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang atau
jasa.
Dalam perjanjian pemberian lisensi frenahise ini terdapat beberapa hakinilik
intelektual yang terangkum didalamnya yaitu merk, paten dan rahasia dagang.
Dengan beberapa hak inilik intelektual yang terdapat dalam perjanjiantersebut
terutama paten dan rahasia dagang mengakibatkan produk barang danjasa yang
dipasarkan di seluruh dunia akan memiliki Kesamaan baik pada rasa, penampilan
maupun kinerja. Manfaat system bisnis waralaba bagi frenahisor selain
mendapatkan royalty adalah pengembangan pemasaran produk tanpa
harusmengeluarkan modal sendiri. Ada dua jenis frenahise /waralaba yaitu :
a. Frenahise /waralaba atas produk dan merekdagang.
Dalam jenis frenahise ini pemberian izin diberikan dalam rangka
menjualproduk yang merupakan obyek frenahise. Frenahise akan memperoleh
royaltydimuka dan selanjutnya akan memperoleh royalty berjalan /keuntungan
melaluipenjualan produk.
b. Waralaba atas format bisnis.
Yaitu pemberian lisensi oleh seseorang (frenahisor) kepada orang
lain(frenahisee) untuk berusaha dan menggunakan merk dagang inilik
frenahisorserta seluruh paket yang merupakan seluruh elemen yang diperlukan
untukmembuat seseorang yang sebelumnya terlatih dalam bisnis dan
untukmenjalankannya untuk waktu yang terus menerus yang ditentukan
dalamperjanjian, Jadi waralaba format bisnis terdiri dari atas:
l. Konsep yang menyeluruh dan frenahisor
2. Ada proses permulaan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis
3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak frenahisor
3. Perjanjian Trustee
Kata Trustee berasal dari kata Trust, Perjanjian trustee adalah suatu perjanjian
dimana seseorang mempercayakan kepada orang lain untuk melakukansuatu
kepentingan untuk dirinya atau untuk pihak ketiga. Jenis perjanjian iniberasal dari
Anglo Saxon yang kemudian masuk ke Indonesia berdasarkansystem terbuka dan
asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 KUHPerdata), dalam system hukum
perjanjian indonesia sebenarnya ada ketentuan yang iniripdengan itu yaitu dalam

Hukum Perdata Materiil | 79


perjanjian pemberian kuasa dan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga (deden
beding)
Sistem trust disini adalah setiap perbuatan hukum dengan nama sesuatuharta
benda dialihkan kepada trustee agar harta benda tersebut dikelola olehtrustee
untuk kepentingannya atau untuk kepentingan orang lain /pihak ketiga
Trust adalah suatu kewajiban yang dibebankan atas suatu kepercayaan kepada
trustee untuk mengelola harta secara baik, yang dipergunakan untuk suatu tujuan
tertentu. Pengalihan dengan mempercayakan hak pengelolaan kepada truste,
karena :
a. Trustor memiliki skIII
b. Trustor tidak mempunyai waktu untuk mengelola sender,
c. pihak ketiga /benefialary tidak aakap
d. Trustor tidak memiliki kewenangan karena tidak diperkenankan oleh hukum.
Alasan-alasan tersebut dan perjanjian trustee tersebut dalam praktek sering
dipergunakan untuk penyelundupan hukum dimana seseorang yang tidak
diperkenankan oleh hukum dapat melakukan tersebut melalui orang lain /trustee
Perjanjian imbal beli (Counter Purchase)
Perjanjian imbal beli adalah salah satu jenis jual beli dari imbal dagang(aounter
trade) perjanjian imbal beli merupakan salah satu modifikasi dari pernjanjian jual
beli yang inirip dengan perjanjian barter.Perjanjian imbal beli adalah
perjanjianjual beli antar negara tetapi pembayaran dengan hardourrenay.

Hukum Perdata Materiil | 80


BAB IX
PERJANJIAN KHUSUS (BW)

1. Perjanjian Jual Beli


a. Terjadi cukup bila 2 pihak setuju tentang barang dan harga
b. Kewajiban penjual 3 a) menyerahkan barang dan menjamin pembeli
memilikibarang tersebut dengan tentram, b) bertanggung jawab terhadap
cacattersembunyi
c. Kewajiban pembeli, membayar harga pada waktu dan tempat yangditentukan
d. Sejak perjanjian ditutup, barang beralih pada si pembeli
e. Bila penjual tidak menyerahkan barang pada waktu yang ditentukan,
pembelidapat menuntut penyerahan tersebut bisa juga menuntut gantinya
sebagai pengganti penyerahan barang atau membatalkan perjanjian
f. Bila barang Sudah diserahkan, pembeli dapat menuntut penjual
bertanggungjawab bila : a) ada orang lain membantah hak inilik penjual atas
barang yangdibelikan, b) ada alat tersembunyi,
g. Bila pembeli tidak membayar harga, penjual dapat menuntut pembayaran atau
membatalkan perjanjian
2. Perjanjian Sewa Menyewa.
a. Bertujuan memberi ―hak pemakaian‖saja atas benda
b. Pemilik tidak harus punya hak inilik
c. Perjanjian sewa menyewa tidak memberikan hak kebendaan maka jikapenyewa
diganggu pihak lain dia harus mengujukan tuntutannya terhadap yang
menyewakan
d. Jika tidak diperjanjian, penyewa tidak dapat menyewakan lagi benda yang
disewa
e. Khusus sewa menyewa rumah, pemilik punya ―hak privilege" atas barang
perabot penyewa sebagai tanggungan bila sewa belum bayar Pemilik
dapatmenyita barang tersebut.
f. Menurut pasal 1576 BW jika rumah di jual, perjanjian jual beli
tidakmempengaruhi perjanjian sewa menyewa yang berlaku atas rumah
tersebut.Artinya perjanjian sewa menyewa harus dioper oleh pemilik baru.
3. Perjanjian persekutuan (Maatsahap)
a. Mufakat kerjasama bidang ekonoini untuk Cari untung.
b. Modal bisa material dan non material

Hukum Perdata Materiil | 81


c. Cara bagi keuntungan
d. Dapat dilakukan secara lisan (kata sepakat)
4. Perjanjian Penyuruhan (Lastgeving)
a. Perjanjian memberi perintah untuk melakukan perbuatan hukum
b. Disebut juga kekuasaan mewakili orang lain yang lahir karena perjanjian atau
undang-undang,
c. Bisa terjadi tanpa upah.
5. perjanjian penanggungan hutang (Borgtoaht)
a. Adalah perjanjian aaaessoir seperti pand atau hypotheek
b. pinjam uang yang ditanggung pembayarannya oleh Borg. Bila Borg
telahmelunasi hutang, ia berhak menagih pada si berhutang
c. Jika hutang dijamin dengan padn, hypotheek atau privilege, jaminan
turutpindah ketangan penanggung hutang.
6. Perjanjian Damai (Dading /aomprinis)
a. Perjanjian dua pihak untuk mengakhiri suatu perkara.
b. Masing-masing pihak melepas hak atau tuntutannya.
c. Harus dilakukan secara tertulis
7. Perjanjian Hibah/Pemberian (Sahenking)
a. Pasal1666 BW disebut"pemberian" yaitu perjanjian yang satu pihak
memberikan satu benda dengan Cuma Cuma (om niet) secara mutlak (on
herroepelijk) kepada orang lain
b. Pemberian ini seketika mengikat tidak dapat dicabut kembali
c. Pemberian benda tidak bergerak dark flak piutang atas nama harus denganakta
notaris
8. Perjanjian kerja
a. disebut juga perjanjian kerja (perburuhan) dimaksudkan untuk melindungi
pekerja terhadap majikan
Perjanjian kerja dibagi jadi :
a) Perburuhan sejati (arbids overeenkomat)
b)Pemborangan pekerjaan (aanneining van werk)
c) Melakukan suatu jasa (pekerjaan telepas)
d) Sifat perjanjian perburuhan sejati
b. Sifat perjanjian perburuhan sejati
a) Adanya hubungan atasan dan bawahan
b) Diperjanjikan gaji /upah, pengobatan, makan, pakaian

Hukum Perdata Materiil | 82


BAB X

PENUTUP

Melalui materi pembelajaran Hukum Perdata Materiil dan dengan latihan dan
praktek menganalisa permasalahan Hukum Perdata dalam bentuk suatu
Pendapat Hukum, diharapkan peserta diklat mampu memahami pengertian
Hukum Perdata, ruang lingkup, asas-asas Hukum Perdata hingga bentuk-bentuk
perjanjian Hukum Perdata serta beberapa permasalahan Hukum Perdata,
sehingga nantinya para peserta diklat yang telah dilantik sebagai Jaksa, pada
saat melaksanakan salah satu Tugas Fungsi dan Wewenang Jaksa yaitu sebagai
Jaksa Pengacara Negara, mampu memahami pengertian Hukum Perdata, ruang
lingkup, asas-asas Hukum Perdata hingga bentuk-bentuk perjanjian Hukum
Perdata serta beberapa permasalahan Hukum Perdata yang ada di Kejaksaan
tempat peserta diklat ditempatkan. Semoga modul ini bermanfaat bagi paserta
diklat untuk menambah ilmu dan menambah referensi pengetahuannya. Tak
lupa dalam kesempatan ini, penulis mohon saran dan kritik yang membangun
terhadap, demi sempurnanya penyusunan modul ini di masa-masa yang akan
datang.

Hukum Perdata Materiil | 83

Anda mungkin juga menyukai