Muslem, M.Pd. I
Sem.VI/PAI 3
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pada mata kuliah Statistik Pendidikan,
yang berjudul “Populasi dan Sampel”.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat
memudahkan pembaca untuk memahaminya. Adapun jika terdapat banyak kekeliruan atau
kesalahan didalam tugas ini, kami mohon kritik dan saran agar tugas ini dapat menjadi lebih
baik lagi ke depannya. Tentu saja kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan
pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu ibu
Fatmatu Zahro, S.Pd.I, M.Pd.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................... 10
B. Saran .............................................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekitar tahun 1920-an, para ahli sosiologi dari “mazhab chicago” sudah mulai
menggunakan penelitian kualitatif, yaitu menganalisis suatu fenomena dalam kehidupan
manusia. Dalam waktu yang bersamaan, para ahli antropologi juga menggambarkan
kerangka dari metode karya lapangan, yaitu melakukan observasi langsung ke lapangan
untuk mempelajari adat dan budaya masyarakat setempat. Menyimak fokus kajian dari
kedua kelompok pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan bidang penelitian tersendiri. Fungsi utama penelitian kualitatif adalah
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti
membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata – kata, laporan terperinci dari
pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif
menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis maupun lisan dari orang – orang
dan perilaku yang diamati.
Pada mulanya, orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah.
Peneliti bersifat pasif dan hanya memberi makna dari apa yang terjadi tanpa ada usaha
untuk mengubah. Masa ini disebut masa prapositvisme. Setelah itu timbul pandangan
baru, yakni peneliti dapat melakukan perubahan dengan sengaja terhadap dunia sekitar
melalui berbagai eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa
positivisme. Pandangan ini pun dibantah oleh pendirian baru yang disebut
postpositivisme. Menurut pandangan terakhir ini, kebenaran tidak hanya satu, tetapi
lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Konteks natural (alami), yaitu suatu konteks keutuhan (entity) yang tak akan
dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari
konteksnya.
b. Manusia sebagai instrumen. Hal ini dilakukan karena hanya manusia yang
mampu menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas dan menangkap
1
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 12.
2
Ibid, hlm. 15
3
makna, sedangkan instrumen lain seperti tes dan angket tidak akan mampu
melakukannya.
c. Pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan. Sifat naturalistik memungkinkan
mengungkap hal-hal yang tak terkatakan yang dapat memperkaya hal-hal yang
diekspresikan oleh responden.
d. Metoda kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metode kualitatif dari pada
kuantitatif karena lebih mampu mengungkap realistas ganda, lebih sensitif dan
adaptif terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
e. Pengambilan sample secara purposive.
f. Analisis data secara induktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih
mudah dideskripsikan. Yang dimaksud dengan analisis data induktif menurut
paradigma kualitatif adalah analisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit
dan dilanjutkan dengan kategorisasi.
g. Grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori
diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik
nampak bagus sebagai ilmu nomothetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai dengan
konteks idiographik.
h. Desain bersifat sementara. Penelitian kualitatif naturalistik menyusun desain
secara terus menerus disesuaikan dengan realita di lapangan tidak menggunakan
desain yang telah disusun secara ketat. Hal ini terjadi karena realita di lapangan
tidak dapat diramalkan sepenuhnya.
i. Hasil dirundingkan dan disepakati bersama antara peneliti dengan responden.
Hal ini dilakukan untuk menghindari salah tafsir atas data yang diperoleh karena
responden lebih memahami konteksnya daripada peneliti.
j. Lebih menyukai modus laporan studi kasus, karena dengan demikian deskripsi
realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan responden dapat
terhindar dari bias. Laporan semacam itu dapat menjadi landasan transferabilitas
pada kasus lain.
k. Penafsiran bersifat idiographik (dalam arti keberlakuan khusus), bukan ke
nomothetik (dalam arti mencari hukum keberlakuan umum), karena penafsiran
yang berbeda nampaknya lebih memberi makna untuk realitas yang berbeda
konteksnya.
4
l. Aplikasi tentatif, karena realitas itu ganda dan berbeda.
m. Ikatan konteks terfokus. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhan tidak
dihilangkan, tetap terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari
nilai lokalnya.
n. Kriteria keterpercayaan. Dalam penelitian kuantitatif keterpercayaan ditandai
dengan adanya validitas dan reliabilitas,
Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah salah satu jenis
penelitian yang proses penelitiannya menghasilkan data deskriptif dari sesuatu yang
diteliti.(Hadi dan Haryono, 1998: 56).3
Sementara menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
secara umum digunakan untuk meneliti tentang kehidupan masyarakat, tingkah laku,
dan aktivitas sosial.(Hadi dan Haryono, 1998: 56)
2. Pengertian Paradigma
3
David Nunan, Research Methods in Languageearning, (Cambridge: Cambridge University
Press, 1992), hlm 45
4
Op.Cit, hlm. 52
5
strength in that it makes action possible, their weakness in that the very reason for
action is hidden in the unquestioned assumptions of the paradigm.”
Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di
dalam mencari fakta – fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya.(Arifin,
2012: 146)
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Tahir (2011:59), adalah
sekumpulan anggapan dasar mengenai pokok permasalahan, tujuan, dan sifat dasar
bahan kajian yang akan diteliti.
Jadi, paradigma dapat didefinisikan sebagai acuan yang menjadi dasar bagi
setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta – fakta melalui kegiatan penelitian yang
dilakukannya .(Arifin, 2012: 146)
1. Postpositivisme
5
Sumadi surybrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawai Press), hlm. 55
6
2. Konstruktivisme
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan
dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan
satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir
seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi
berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang
berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman
terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti.
Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek,
hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi
merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran. (Arifin, 2012: 140)
6
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 29
7
Paradigma alamiah lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada paradigma positivisme. Paradigma
postpositivisme berpendapat bahwa peneliti tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu
kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang
ada.Paradigma ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif.(Emzir, 2012: 244)
“Asumsi atau anggapan dasar adalah suatu pernyataan yang tidak diragukan lagi
kebenarannya sebagai titk tolak dalam suatu penelitian.”(Arifin, 2012: 196)
Menurut Lincoln dan Guba dalam, asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah
dapat dipahami hakikatnya, antara lain :8
7
Sugiyono, Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis dan Skripsi, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm.
17
8
Ibid, hlm. 22
8
“Paradigma alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas.
Walaupun usaha penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke tingkatan
minimum, sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik
memerlukan pengertian tentang kem ungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan
dengan demikian perlu memperhitungkannya.”(Tahir, 2011:61)
Sebagai contoh tidak seperti dalam penelitian kuantitatif yang mematok jumlah
subjek minimal sebanyak tiga puluh individu agar dapat dianalisis dengan statistik ,
maka dalam penelitian kualitatif tidak mematok jumlah subjek yang ditelit tetapi lebih
mengarah kepada kasus – kasus tertentu.(Tahir, 2011:61)
9
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
10
hukum alam (natural laws). Sedangkan Paradigma kualitatif menyatakan
pendekatan konstruktif atau naturalistis, pendekatan interpretatif, atau sudut
pandang postpositivist (postmodern).
6. Asumsi-asumsi dasar dalam paradigma alamiah, antara lain :
a. Asumsi tentang kenyataan
b. Asumsi tentang peneliti dan subyek
c. Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang ‘kebenaran’
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12