Anda di halaman 1dari 11

Hubungan Indonesia dengan Uni Eropa

Hubungan Eropa-Indonesia

Uni Eropa Indonesia

Hubungan diplomatik antara negara-negara Eropa dan Indonesia mulai kembali ke


tahun 1949. Pada awalnya, hubungan Uni Eropa (Uni Eropa) -Indonesia difasilitasi melalui
kerja sama Uni Eropa-Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Sejak saat itu,
hubungan Indonesia dengan Uni Eropa mengalami perkembangan yang signifikan. Hubungan
tersebut mencakup kerja sama di bidang politik dan keamanan, kerja sama ekonomi dan
perdagangan, kerja sama sosial budaya dan lainnya.

Sejarah

Pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Parlemen Eropa, Martin Schulz pada 21 April 2016 di


Brussels, Belgia.[1]
Sejak hubungan Indonesia dan Uni Eropa dimulai, kerja sama bilateral terus diperluas
dan akhirnya Delegasi Uni Eropa ke Indonesia dibuka pada tahun 1988.
Dialog ekonomi dan politik antara Indonesia dan Uni Eropa berbentuk Rapat Pejabat
Tinggi reguler. Pada tahun 2000 hubungan selanjutnya diperkuat dengan dikeluarkannya
komunikasi Komisi Eropa "Mengembangkan Hubungan yang Lebih Dekat antara Indonesia
dan UE".[2] Pada bulan November 2013, perwakilan tinggi Uni Eropa untuk kebijakan luar
negeri dan keamanan Catherine Ashton melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Indonesia
yang dipuji sebagai terobosan yang telah lama ditunggu dalam hubungan UE dengan
Indonesia.[3] Indonesia merupakan negara ASEAN pertama yang menandatangani Kemitraan
Komprehensif (Partnership and Cooperation Agreement - PCA) dengan Uni Eropa pada
tahun 2009. Kesepakatan itu merupakan payung hukum dan politik bagi hubungan bilateral
Indonesia dan Uni Eropa. PCA sendiri mulai berlaku di bulan Mei 2014 dan menyediakan
kerja sama luas di bidang keamanan dan dialog politik, perdagangan, investasi dan kerja
sama ekonomi juga usaha penguatan hubungan peope-to-people melalui mobilitas, program
pendidikan dan pertukaran budaya.[4]

Hubungan Indonesia dan Uni Eropa mengalami titik baru ketika Presiden Jokowi
melakukan kunjungan ke Brussels pada 21 April 2016. Presiden Jokowi menemui tiga
presiden dari tiga institusi utama Uni Eropa yakni Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk,
Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Jucker dan Presiden Parlemen Eropa, Martin Schulz.
[5]
 Kunjungan tersebut kemudian menjadi tonggak sejarah untuk kerja sama masa depan
antara Indonesia dan Uni Eropa dengan dihasilkannya Pernyataan Bersama antara Presiden
RI, Presiden Dewan Eropa, Presiden Komisi Eropa yang berisi komitmen politik untuk
memulai negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Menyeluruh Indonesia-Uni Eropa,
komitmen politik pemberlakukan Lisensi FLEGT, mendorong penghapusan hambatan
minyak sawit, pembebasan visa Schengen, dan pencabutan larangan terbang serta kerja sama
memberantas terorisme, promosi perdamaian dan toleransi, juga pendidikan.[5]

Pertemuan pertama Komisi Bersama (Joint Commitee/JC) dibawah Kemitraan


Komprehensif (PCA) kemudian dilaksanakan di Brussels, Belgia pada 28 - 29 November
2016. Pertemuan tersebut dibuka oleh Federica Mogherini selaku Perwakilan Tinggi Uni
Europa Urusan Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan dan Wakil Presiden Komisi Eropa,
serta oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi.[5] Dalam pertemuan ini,
kedua pihak membahas pelaksanaan Kelompok Kerja dan Dialog yangbaru dan lama,
menindaklanjuti kerja sama keamanan dan HAM, penjajakan kerja sama riset dan teknologi,
dan pembahasan kerja sama penanganan lahan gambut.[5]

Kerja Sama Politik dan Keamanan


Indonesia dan Uni Eropa setiap tahun menyelenggarakan dialog politik dan dialog
khusus mengenai hak asasi manusia. Dialog Keamanan sendiri diluncurkan pada bulan Mei
2016 dalam rangka memperkuat kerja sama di bidang tersebut, termasuk di dalamnya
pemberantasan ekstremisme dan terorisme. Peningkatan kapasitas dan pelatihan
pemberantasan terrorisme merupakan salah satu bagian dari kerja sama ini juga termasuk
proyek masyarakat sipil dalam pencegahan dan pemberantasan radikalisasi. Sebagai contoh,
pada tahun 2005, Uni Eropa mendirikan Aceh Monitoring Mission (AMM) yang berada
dibawah European Security and Defence Policy dan terus berkontribusi dalam proses
perdamaian melalui peningkatan kapasitas masyarakat jangka panjang, reintegrasi dan
program pelatihan polisi.[4]

Menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri, ada sejumlah isu yang menjadi prioritas
Indonesia dalam menjalin hubungan dengan Uni Eropa[6]:

 Kemitraan Komprehensif (PCA). Dalam forum ini dilakukan monitoring dan


evaluasi reguler kerja sama bilateral Indonesia-Uni Eropa secara menyeluruh melalui
Komite Bersama pada tingkat Menteri Luar Negeri.
 Dialog Strategis Menteri. Dalam forum ini dibahas isu-isu strategis di tingkat
bilateral, regional dan global. Dialog Strategis tingat Menteri Ke 1 antara Indonesia
dengan Uni Eropa dilaksanakan pada 8 April 2016. Dalam dialog tersebut dibahas
beberapa isu, antara lain:
o Indonesia sebagai model toleransi, demokrasi dan kerukunan beragama bagi
Eropa.
o Kerja sama penanggulangan terorisme dan pembentukan dialog keamanan dan
isu lintas batas negara (transnasional).
o Pengembangan kerja sama di bidang migrasi.
o Pengembangan kerja sama pasukan perdamaian.
o Perkembangan kawasan Semenanjung Korea dan isu Laut Tiongkok Selatan.
o Kesepakatan melaksanakan Dialog Strategis Tingkat Menteri secara reguler
dan Komite Bersama Indonesia - Uni Eropa.
 Parleman. Indonesia dan Uni Eropa berusaha meningkatkan interaksi antar
anggota DPR RI dan Parlemen Eropa melalui program Indonesia - EU
Parlianment Friendship Group (IEPFG) dan program kerukunan antar agama.
 Terorisme dan deradikalisasi. Realisasi kerja sama konkrit antara lain
penanggulangan Foreign Terrorist Fighters (FTFs), deradikalisasi di penjara dan/atau
bekas teroris.
 Maritim dan perikanan. Realisasi kerja sama konkrit antara lain
melawan pengkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan nirregulasi (Illegal, Unreported
and Unregulated Fishing-IUUF), manajemen perikanan berkesinambungan.
 Kerja sama konkret lainnya:
o Program Pelatihan Kesadaran terhadap Lingkungan Rawan atau Hostile
Environment Awareness Training (HEAT). Pada 6-9 Maret 2017, program ini
dilaksanakan di Markas Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI (PMPP). Dalam
pelatihan tersebut, Indonesia berbagi pengetahuan dan peningkatan kapasitas kepada
20 diplomat senior dari Uni Eropa.[7]
o Partisipasi TNI dalam Operasi Atlanta.
o Kerja sama Universitas Pertahanan dan mitranya, dan penjajakan kerja sama
penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
 Mekanisme bilateral lain:
o Dialog Keamanan (Dialogue on Security/ Dos) dengan pusat perhatian (focal
point) berada di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
o Dialog Tingkat Tinggi untuk Maritim dan Perikanan (High Level Dialogue on
Maritime and Fisheries/ HLDMF) dengan pusat perhatian Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman.
o Dialog Hak Asasi Manusia (Human Rights Dialogue/ HRD).

Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan


Indonesia dan Uni Eropa memiliki hubungan ekonomi yang dekat. Hal ini terbukti
dari tingginya minat perusahaan-perusahaan Eropa untuk melakukan ekspor ke Indonesia.
Perusahaan tersebut juga memiliki minat berinvestasi yang besar dikarenakan besarnya
pertumbuhan pasar Indonesia. Saat ini, perusahaan-perusahaan Eropa yang beroperasi di
Indonesia telah mempekerjakan lebih dari 1,1 juta orang.[4]

Perdagangan

Perdagangan bilateral antara Uni Eropa dan Indonesia dalam komoditas non-migas
mencapai € 25,1 milliar pada tahun 2016. Dari jumlah tersebut, € 14,6 milliar merupakan
hasil dari ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Pada tahun 2016, Uni Eropa merupakan tujuan
terbesar ketiga dari ekspor non-migas Indonesia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok.
Ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa adalah lemak dan minyak hewani atau nabati, mesin
dan peralatan, tekstil, alas kaki serta produk plastik dan karet. Minyak kelapa sawit dari
Indonesia merupakan komoditas yang paling banyak diekspor ke Uni Eropa. Jumlahnya
mencapai 49% dari total impor Minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Sedangkan, ekspor Uni
Eropa ke Indonesia kebanyakan merupakan peralatan teknologi tinggi, perlengkapan bidang
transportasi, produk manufaktur dan bahan kimia. Nilai perdagangan Indonesia dengan Uni
Eropa di bidang jasa berjumlah € 6,1 milliar.[4]

Perdagangan barang Indonesia dengan Uni Eropa 2014-


Perdagangan Jasa Indonesia dengan Uni Eropa 2014-2016[9]
2016[8]
Investasi

Uni Eropa merupakan sumber Foreign Direct Investment (FDI) terbesar keempat


untuk Indonesia. Dari jumlah FDI yang masuk ke Indonesia, Uni Eropa menyumbang sebesar
9% atau € 2,3 miliar dibelakang Singapura (31,7%), Jepang (18,6%) dan Tiongkok (9,3%).[4]

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Menyeluruh Indonesia - Uni Eropa


Putaran Keempat Negosiasi Perjanjian Kemitraan Menyeluruh Indonesia-Uni Eropa yang dilaksanakan di
Solo, 19-23 Februari 2018.[10]

Perjanjian Kemitraan Ekonomi Menyeluruh Indonesia - Uni Eropa (Indonesia -


European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement - IEU CEPA) merupakan
perjanjian ekonomi antara Indonesia dengan Uni Eropa dalam hal perdagangan bebas. Tujuan
dari perjanjian ini adalah untuk memfasilitasi dan membuka akses pasar yang baru,
meningkatkan perdagangan di antara Uni Eropa dan Indonesia serta menambah investasi.
Kesepakatan untuk merundingkan perjanjian ini didasarkan pada hasil kajian bersama yang
dilakukan pada 2010.[11] Pada 4 Mei 2011, hasil kajian bersama yang berjudul Invigorating
the Indonesia-European Union Partnership Towards a Comprehensive Economic
Partnership Agreement disampaikan kepada pihak Indonesia dan pihak Uni Eropa. Kajian ini
dibuat oleh tim yang terdiri atas berbagai latar belakang seperti dari kalangan pemerintahan,
akademisi dan kelompok bisnis dari kedua pihak.[12] Pada 2012, Indonesia dan Uni Eropa
melakukan pembahasan scoping paper untuk menentukan cakupan dan kedalaman komitmen
yang nantinya dirundingkan. Karena adanya transisi pemerintah, pembahasan scoping
paper sampai mengalami vakum dan baru dapat diselesaikan pada April 2016 ketika Presiden
Joko Widodo mengunjungi Brussels, Belgia.[12] Akhirnya, negoisasi antara Indonesia dan Uni
Eropa pertama kali diluncurkan pada 18 Juli 2016 dan putaran pertama atau kick-off
meeting dilaksanakan di Brussels pada 20-21 September 2016.[12] Kemudian, putaran kedua
dilaksanakan pada 24-27 Januari 2017 di Bali. [13] Putaran ketiga kembali dilaksanakan di
Brussels pada 11-15 September 2017.[14] Sedangkan putaran keempat dilaksanakan pada 19-
23 Februari 2018 di Solo, Jawa Tengah. [15] Putaran kelima dilaksanakan pada 9-13 Juli 2018
di Brussels, Belgia.[16]

Perjanjian Kemitraan Sukarela - Penegakkan Hukum Tata Kelola Perdagangan


di bidang Kehutanan

Peresmian lisensi FLEGT-VPA yang dihadiri Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Perwakilan Tinggi Uni
Eropa untuk urusan Luar Negeri dan Keamanan, Federica Mogherini, dan Komisioner Uni Eropa bidang
lingkungan hidup, kelautan dan perikanan, Kermanu Vella di Brussels.[17]
Perjanjian Kemitraan Sukarela - Penegakkan Hukum Tata Kelola Perdagangan di
bidang Kehutanan (Forest Law Enforcement, Governance and Trade - Voluntary Partnership
Agreement /FLEGT- VPA) merupakan perjanjian kerja sama penanggulangan perdagangan
kayu ilegal dan tata kelola hutan yang berkesinambungan.[6] Uni Eropa dan Indonesia
menandatangani perjanjian ini pada 30 September 2013 dan berlaku sejak 1 Mei 2014.
Indonesia meratifikasi FLEGT VPA dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 21 Tahun
2014 dan melalui Parlemen Uni Eropa pada bulan Maret 2014. Kesepakatan ini sendiri
diperoleh setelah melalui proses perundingan yang panjang sejak tahun 2007. [18] Setelah
hampir 10 tahun melakukan negosiasi, pada 15 November 2016, perjanjian ini sudah bisa
terlaksana secara penuh dengan adanya pengakuan terhadap Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) yang sudah sesuai dengan legalitas standar Uni Eropa. SLVK sendiri merupakan
sistem perdagangan kayu dengan mengutamakan perhatian terhadap prinsip legalitas,
pelacakan jejak kayu (traceability) dan keberlanjutan (sustainability) yang dalam
penyusunannya melibatkan banyak pemangku. Pada hari yang sama, kapal pengiriman yang
membawa kayu Indonesia yang bersertifikasi dikirim ke Belgia dan Inggris melalui
Pelabuhan Tanjung Priok.[18] Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara tropis pertama
yang mampu mendapat lisensi produk kayu dibawah FLEGT.[4] Dalam hubungan
perdagangan produk kayu, Indonesia merupakan eksportir terbesar ke Uni Eropa. Total
perdagangan produk kayu antara Indonesia dengan Uni Eropa mencapai € 485 juta pada
tahun 2015.[17]

Kerja Sama Pembangunan


Dalam kerja sama bidang pembangunan, Uni Eropa telah memberikan bantuan
pembangunan sebesar € 500 juta dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Bantuan pembangunan
tersebut utamanya digunakan untuk mempromosikan pendidikan dasar bagi semua kalangan
dan tata kelola pemerintah (terutama dalam penegakkan hukum dan pengelolaan finansial),
bantuan dalam rangka upaya melawan perubahan iklim dan laju deforestasi serta bantuan
pembangunan di bidang perdagangan. Kerja sama dengan Uni Eropa dirancang sebagai
bentuk dukungan terhadap kebijakan Indonesia yang tercantum dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Indonesia sendiri sudah tidak lagi dimasukkan
menjadi negara penerima bantuan pembangunan Uni Eropa dalam periode program 2014-
2022. Namun, sebagian besar program bantuan yang berada dalam periode anggaran 2007-
2013 dengan alokasi dana bantuan sebesar € 356 juta, masih dalam proses impelementasi dan
berjalan hingga 2019.[4]
Dalam program Kerja Sama Tematik dan Regional Uni Eropa (EU Thematic and
Regional Cooperation), Uni Eropa membantu Indonesia dalam mendukung sektor-sektor
yang menjadi prioritas kebijakan, antara lain[4]:

 Pendidikan Tinggi. Kerja sama di sektor pendidikan tinggi antara Indonesia dan Uni
Eropa dilakukan melalui penyelenggaraan Pemeran Pendidikan Tinggi Eropa, pemberian
beasiswa dan bantuan proyek Erasmus+;
 Perdagangan. Keberlanjutan dari dukungan terhadap Bantuan untuk
Perdagangan (Aid for Trade).
 Infrastruktur Hijau dan Pertumbuhan Hijau. Bantuan melalui Fasilitas Investasi
Asia (Asian Investment Facility) dan implementasi prinsip produksi dan konsumsi
berkelanjutan di bawah naungan SWITCH Asia.
 Perubahan Iklim dan Kehutanan. Bantuan ini memberikan pembiayaan regional
baru dalam pengelolaan lahan gambut dan biodiversitas serta pembiayaan tematik dan
global dalam mendukung pencegahan deforestasi dan sertifikasi produk-produk
kehutanan (FLEGT).
 Dukungan terhadap berbagai proyek dari masyarakat sipil.

Sejak 1995, Uni Eropa melalui Komisi Eropa juga telah menyediakan bantuan
kemanusiaan yang diberikan kapada Indonesia. Contohnya dalam rangka tanggap darurat
bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias, juga gempa bumi Yogyakarta. Uni
Eropa memberikan bantuan kemanusiaan sebesar € 246 juta.[19]

Kerja Sama Sosial Budaya


Dalam bidang sosial budaya, Indonesia dan Uni Eropa melakukan pendekatan people-
to-people dalam melakukan kerja sama. Uni Eropa menawarkan sejumlah beasiswa dan
bantuan dana untuk para pelajar Indonesia, peneliti dan staf universitas. Sebanyak 9.600
pelajar Indonesia kini belajar di Eropa. Dari jumlah tersebut 1.600 pelajar mendapatkan
beasiswa dari Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, serta 225 diantaranya merupakan
penerima beasiswa Erasmus+ mundus. Sebagai timbal balik, lebih dari 100 pelajar Eropa dan
akademisi kini menempuh pendidikan dan mengajar di Indonesia berkat adanya
beasiswa Erasmus+.[4]

Dari sisi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, selain kerja sama di bidang
pendidikan, ada sejumlah kerja sama lain yang menjadi prioritas. Dalam kerja sama di bidang
mobilitas, Indonesia mendorong pembebasan visa Schengen bagi penduduk Indonesia yang
ingin pergi ke Eropa. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan masyarakat
dan hubungan ekonomi kedua pihak. Indonesia juga mendorong peningkatan kerja sama
dalam mempromosikan kerukunan antar-agama dan toleransi/moderasi

Isu Terkini
Pencabutan Larangan Terbang Uni Eropa
Pada 14 Juni 2018, Komisi Eropa mengeluarkan Daftar Keselamatan Udara Uni
Eropa yang salah satunya berisi penghapusan larangan terbang ke Uni Eropa bagi seluruh
maskapai Indonesia. Berdasarkan daftar terbaru tersebut, 55 maskapai penerbangan Indonesia
yang masih berada dalam daftar lama kini sudah dapat beroperasi di wilayah Uni Eropa.
Pencabutan larangan terbang ini, merupakan hasil dari proses panjang yang terdiri dari
diplomasi, perbaikan regulasi standar keselamatan penerbangan Indonesia sejak 2007.[20]

Sebelumnya, Uni Eropa mengeluarkan daftar larangan terbang seluruh maskapai


Indonesia sejak 2007. Sejak periode 2009-2011, secara bertahap maskapai penerbangan
Indonesia dikeluarkan dari daftar larangan terbang Uni Eropa yaitu Garuda
Indonesia, Indonesia AirAsia, Airfast Indonesia, dan Ekspres Transportasi Antarbenua.
Kemudian pada 2016, menyusul tiga maskapai penerbangan Indonesia yang dikeluarkan dari
daftar larangan terbang Uni Eropa yaitu Lion Air, Batik Air dan Citilink.[20]

Penghentian Penggunaan Biodiesel dari Kelapa Sawit


Pada Januari 2018, Parlemen Eropa mengeluarkan persetujuan penghentian
penggunaan biodiesel berbaham dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada
tahun 2021 yang tercermin dalam pemungutan suara terhadap "proposal Direktif tentang
Promosi Penggunaan Energi dari Sumber Terbarukan.[21] Kebijakan ini kemudian direspon
oleh Pemerintah Indonesia dengan mengemukakan kekecewaannya dan menganggap
tindakan tersebut sebagai kebijakan diskriminatif.[21] Indonesia juga merespon kebijakan
tersebut dengan diplomasi dengan sejumlah pihak di Eropa. Utusan Khusus Presiden yang
dipimpin Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi Paus Fransiskus guna
mencari dukungan dari Vatikan soal kelapa sawit. Menteri Luhut juga mencari dukungan
dengan melakukan kunjugan diplomatis ke Belanda.[22]
Perbandingan Indonesia dengan Uni Eropa
 Indonesia[23]  Uni Eropa[24]

Ibu kota Jakarta Brussels (de facto)

Luas wilayah 1,904,569 km2 4,479,968 km2

Jumlah
260,580,739 jiwa 516,195,432 jiwa
penduduk

Pertumbuhan
0,86% 0,23% (2016)
penduduk

Bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Belanda, bahasa


Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bulgaria, bahasa Kroatia, bahasa Denmark, bahasa Estonia,
Bahasa Melayu, bahasa Sunda, bahasa Finlandia, bahasa Prancis, bahasa Yunani, bahasa
Bahasa resmi bahasa Banjar, Bahasa Minang, Hingaria, bahasa Irlandia, bahasa Italia, bahasa Latvia,
Bahasa Batak, Bahasa Bali, bahasa Lithuania, bahasa Malta, bahasa Polandia, bahasa
Bahasa Madura, dll. Roman, bahasa Slovak, bahasa Slovania, bahasa Spanyol
dan bahasa Swedia.

Islam 87,2%, Protestan 7%,


Katolik Roma 48%, Protestan 12%, Ortodoks 8%, Kristen
Katolik Roma 2,9%, Hindu 1,7%,
lainnya 4%, Islam 2%, agama lain 1% (Yahudi, Sikh,
Agama lainnya 1% (Buddha dan
Buddha, Hindu), ateis 7%, agnostik 16%, tidak ada
Konghucu), tidak ada spesifikasi
spesifikasi 2% (2012).
0,4% (2010)

GDP $ 1,011 triliun $ 16,52 triliun

GDP PPP $ 3,243 triliun $ 19,97 triliun

GDP Per
$ 12,400 $ 39,200
Kapita

Anda mungkin juga menyukai