Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN KASUS TUBERKULOSIS PARU

RSUD dr. H. MOCH ANSARI SALEH

DI BANJARMASIN

DOSEN PEMBIMBING : BAIDAH, S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD FAUZAN HADI

NIM : 11409719025

TINGKAT : II

SEMESTER : III

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN


KASUS TUBERKULOSIS PARU RSUD dr. H. MOCH ANSARI SALEH DI
BANJARMASIN, TELAH DI SETUJUI OLEH PEMBIMBING LAHAN DAN
PEMBIMBING AKADEMIK.

Banjarmasin, Januari 2021

Muhammad fauzan hadi


NIM : 11409719025

Menyetujui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Netty Herlina, AMK Baidah , S.Kep., Ns., M.Kep


NIP : 19780714 200003 2 001 NIK : 1105068201
TUBERKULOSIS PARU

I KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi


bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA
(bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. TB
dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB
meskipun dengan tingkat penularan yang kecil (Kemenkes RI, 2015).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2016).

B. ANATOMI DAN FISILOGI


Menurut Somantri dalam Setianto (2017), paru-paru terletak dalam rongga
dada (mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang selangka.Rongga dada dan
perut dibatasi oleh suatu skat yang disebut diafragma.Berat paru-paru kanan
sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing
paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh besar serta
struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Selaput yang membungkus yang
disebut pleura. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleura itu sendiri. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru kembang
kempis, dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan napas. Paru-paru kanan sedikit lebih besar
dari paru-paru kiri dan terdiri atas tiga gambar (lobus) yaitu gelambir atas (lobus
superior), gelambir tengah (lobus medius), dan gelambir bawah (lobus
inverior).Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir atas
(lobus superior) dan gelambir bawah (lobus inverior).Tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada
lobus inverior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen
pada superior, 2 buah segmen pada lobus medial, dan 3 buah segmen pada
lobus inverior. Tiap-tiap segmen terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.Diantara lobulus satu dan lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh darah getah bening dan syaraf dalam pada tiap-tiap
lobulus terdapat sebuah bronkiolus.
Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus
alveolus.Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0.2 sampai 0.3 mm.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis.Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada.Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2017). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer.Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen
bagijaringan dan mengeluarkan karbondioksida.Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubahsesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen
dan karbon dioksida tersebut (West, 2014). Udara masuk ke paru-paru melalui
sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di
kedua belah paru- paru utama (trachea).Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana
oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir.Ada
lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.Ruang
udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan
yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
(McArdle,2016).Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi
menjadi empamekanisme dasar, yaitu:
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
4. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2017)
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup ke posisi semula.Aktivitas bernafas merupakan dasar
yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume
udara bertambah (Syaifuddin, 2015)

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan


volume intratoraks.Selama bernafastenang, tekanan intrapleura kira-kira
2,5mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi
menurun sampai 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih
mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif
dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik
dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding
dada seimbang.Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit
positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru.Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang.Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.Selisih
tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Price,2015).

C. ETIOLOGI

Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman


ini dapat menyerang semua bagian tubuh manusia, dan yang paling sering terkena
adalah organ paru (Abd. Wahid, 2013). Proses terjadi infeksi oleh Mycobacterium.
tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi
klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian
besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet. Nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA) (Amin & Bahar, 2016)

Satu satunya yang diketahui menyebabkan tuberkulosis adalah infeksi


mycobacterium tuberculosis, dan ini dapat terjadi dengan menghirup droplet yang
ditularkan di udara yang mengandung nukleus organisme atau menghirup nukleus
kering yang di pindahkan melalui aliran udara. Ini dapat terjadi di tempat belanja
ketika penjamu berjalan melewati anda dan batuk atau bersin. Berbicara, tertawa,
atau menyanyi dapat mengeluarkan droplet yang terinfeksi ke udara. Tidak setiap
orang akan terkena Tb, karena organisme nukleus harus sampai ke bagian jalan
napas yang berlebih untuk dapat tersangkut di dalam alveoli tempaat nukleus
tersebut berkembang biak (Hurst, 2015)

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Wong (2014) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu– minggu
sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan
E. PATOFISIOLOGI & PATHWAY

Menurut Somantri (2017), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari
paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru
(lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk
sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian
tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk
materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif.

Menurut Widagdo (2015), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah
dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru
yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya
membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel .

G. KOMPLIKASI

Komplikasi dari TB paru adalah :


a. Pleuritis tuberkulosa
b. Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)
c. Tuberkulosa milier
d. Meningitis tuberkulosa

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Somantri (2017), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis


adalah:

a) Sputum Culture

b) Ziehl neelsen: Positif untuk BTA

c) Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)

d) Chest X-ray

e) Histologi atau kultur jaringan:positifuntuk Mycobacterium


tuberculosis

f) Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel- sel
besar yang mengindikasikan nekrosis

g) Elektrolit

h) Bronkografi

i) Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah


I. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN NONMEDIS

Menurut Huda & Kusuma (2015):


a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT): Rifampisin, INH, Pirazinamid,
Streptomisin, Etambutol;
b. Pengobatan Suportif/Simptomatik: pengobatan yang diberikan kepada
penderita TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan
c. Terapi pembedahan
1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
b. Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
2. Indikasi relative
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kaviti yang menetap
d. Tindakan invasif (selain pembedahan)
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Menurut Soemantri (2017), pengkajian keperawatan pada tuberkulosis


adalah:
1) Data pasien:
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara
laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada
pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.Tuberkulosis
pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun usia paling umum
adalah 1– 4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru
(extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3 : 1.
Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan
pada usia< 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia
5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja di
mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering
disertai lubang/kavitas pada paru-paru).

2) Status Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien pada saat pengkajian biasanya
mengalami batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam,
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.
(Muttaqin, 2016)
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengutip dari Muttaqin (2016) keluhan batuk timbul paling awal dan
merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula- mula
nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
terjadi kerusakan jaringan.
Jika keluhan utama adalah sesak napas, maka pengkajian ringkas
dengan menggunakan PQRST
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. (Muttaqin,
2016)
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien tuberculosis seperti dikutip dari
Muttaqin(2016) adalah:
a) Sistem Pernafasan B1 (Breathing)
1) Inspeksi: Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan
pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit).
2) Palpasi: Palpasi trachea. Adanya pergeseran trachea
menunjukkan-meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari
lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi
pleura massif dan pneumothoraks akan mendorong posisi
trachea ke arah berlawanan dari sisi sakit.
3) Perkusi: Pada klien dengan TB paru minimal tanpa
komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru
yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
4) Auskultasi: Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Klien dengan
TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal
pada sisi yang sakit.
b) Sistem Kardiovaskular B2 (Blood)
1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya perut dan kelemahan
fisik
2) Palpasi: denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi: batas jantung mengalami pergeseran pada TB
paru dengan efusi pleura massif mendorong kesisi sehat
4) Auskultasi: tekanan darah biasanya normal. Bunyi
jantung tambahan biasanya tidak didapatkan
c) Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.Pada
pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan


adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe
massif dan kronis, dan sclera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati.

d) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)


Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda
awal syok.

e) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)


Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada
klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

f) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritiabel,


feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat fungsi
perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill
time.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk
kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


2. Hipertermia behubungan dengan dehidrasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidak
mampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
4. Resiko penyebaran infeksipada orang lain berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung.
6. Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen
7. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual
dan nafsu makan yang menurun.

8. INTERVENSI KEPERAWATAN

1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan defisiensi pengetahuan teratasi.

Kriteria hasil :
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat

Intervensi ( NIC ) :

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses


penyakit yang spesifik
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini


berhubungan dengan anatomi fisiologi, dengan cara yang tepat
Rasional: agar keluarga mengetahui jalan terjadinya penyakit

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit


Rasional: keluarga mampu mengetahui tanda gejala penyakitnya

4. Gambarkan proses penyakit


Rasional: keluarga mampu mengetahui proses penyakitnya

5. Identifikasi kemungkinan penyebab


Rasional: keluarga mengetahui penyebab penyakitnya

6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya


Raional: agar pasien mengetahui kodisinya saat ini

2) Hipertermia behubungan dengan dehidrasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan masalah hipertermi teratasi

Kriteria hasil:
 Suhu 360-370C

 Tidak ada keluhan demam

 Turgor kulit kembali > 2 detik

 Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi:

1. Monitor tanda-tanda vita terutama suhu

Rasional: untuk memantau peningkatan suhu tubuh pasien

2. Monitor intake dan output setiap 8jam

Rasional: untuk mengatasi dehidrasi

3. Berikan kompres hangat


Rasional: untuk menurunkan suhu tubuh
4. Anjurkan banyak minum
Rasional: untuk mengatasi dehidrasi
5. Anjurkan memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional: agar sirkulasi udara ke tubuh efektif
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik
Rasional: mengatasi dehidrasi dan menurunkan suhu tubuh

3) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


bersihan jalan napas kembali normal.
Kriteria hasil :

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih,


tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
 Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
 Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas.

Intervensi (NIC) :

1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
Rasional: pasien bisa bernapas dengan lega

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


Rasional: memudahkan pasien untuk bernapas

3. Identifikasi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan


Rasional: dilakukan pemasangan alat jika pasien kesulitan
bernapas
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Rasional: mengencerkan dan mengeluarkan sekret di jalan napas

5. Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction


Rasional: mengeluarkan sekret agar jalan napas bersih

6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan


Rasional: mengetahui tipe pernapasan pasien

7. Monitor repirasi status O2


Rasional: memantau kebutuhan oksigen pasien

4) Resiko penyebaran infeksi orang lain berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman
pathogen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jan
diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi.
Kriteria hasil :

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


 Mendeskripsikan proses penularan infeksi, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulmya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal

Intervensi ( NIC ) :

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


Rasional: mengetahui tindakan yang akan dilakukan
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Rasional: mencegah terjadinya penyebaran infeksi

3. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko


Rasional: menghindari kuman yang menyebar lewat udara
4. Pertahankan teknik isolasi
Rasional: mencegah penyebaran bakteri oleh penderita

5. Dorong masukan nutrisi yang cukup


Rasional: menurunkan risiko infeksi akibat mal nutrisi
6. Instruksikan pasien untuk meminum antibiotik sesuai resep
Rasional: dengan minum antibiotik rutin, membuat TB menjadi
tidak menular dalam waktu > 2 bulan
7. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional: keluarga mengetahui tanda dan gejala infeksi

5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,


hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan
asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil:

 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2


 Bebas dari gejala dan distress pernapasan

Intervensi:
1. Kaji tipe pernapasan pasien
Rasional: TB menyebabkan efek luas pada paru dari bagian
kecil ronkpneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis efusi
pleural untuk fibrosis luas
2. Evaluasi tingkat kesadaran, adanya sianosis, dan perubahan
warna kulit
Rasional: pengaruh jalan napas dapat menggnggu oksigen
organ vital dan jaringan
3. Tingkatkan istirahat dan batasi aktivitas
Rasional: menurunkan kebutuhan oksigen
4. Kolaborasi medis pemeriksaan ACP dan pemerian oksigen
Rasional: mencegah pengeringan membran
mukosa dan membantu mengencerkan
secret

6) Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan


dengan kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari
kuman pathogen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam, diharapkan risiko penyebaran infeksi terhadap diri sendiri
tidak terjadi
Kriteria hasil:

 Pasien mampu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah


atau menurunkan risiko penularan

Intervensi:

1. Kaji patologi penyakit


Rasional: membantu pasien menyadari pentingnya mematuhi
pengobatan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi

2. Tekanan pentingnya tidak mengehentikan terapi obat


Rasional: periode singkat berakhir setelah 2-3 hari setelah terapi
awal, tetapi risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3
bulan

3. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering dengan nutrisi


yang seimbang
Rasional: mencegah mal nutrisi, karenaa mal nutrisi dapat
meningkatkan risiko penyebaran infeksi

7) nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
Tujuan : setelah dilakukan Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi pada pasien
terpenuhi.
Kriteris hasil :

 Adanya peningkatan berat badan


 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
 Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi ( NIC ) :

1. Kaji adanya alergi makanan


Rasional: mengetahui jenis makanan yang cocok untuk pasien
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Rasional: memberikan diit yang tepat
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi
Rasional: agar tubuh pasien tidak lemah
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Rasional: agar tubuh pasien tidak lemah
5. Berikan substansi gula
Rasional: sebagai pemenuhan energi tubuh
6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional: memantau adekuatnya asupan nutrisi pada pasien

9. IMPLEMENTASI

adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien.


Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada
pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana
digambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di atas. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh (Wibowo, 2016) ada beberapa cara untuk
menanggulangi sesak nafas dan mengeluarkan sekret. Metode yang paling
sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko penurunan pengembangan
dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat. Posisi yang paling
efektif bagi pasien dengan penyakit pulmonary adalah diberikannya posisi semi
fowler dengan derajat kemiringan 30-45º. Batuk efektif merupakan satu upaya
untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru – paru agar tetap bersih,
disamping dengan memberikan tindakan nebulizer dan postural drainage. Pada
pasien tuberculosis ini diperlukan terapi tambahan berupa oksigenasi, terapi ini
dapat memberikan asupan oksigen ke dalam tubuh lebih tinggi sehingga sel-sel
di dalam tubuh bekerja secara optimal dan keadaan tubuh menjadi lebih baik,
dan untuk menunjang keberhasilan tindakan mandiri perawat tersebut harus
mengkolaborasikan dengan terapi medis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan
dosis yang sesuai kebutuhan pasien (Bachtiar, 2015)

10. EVALUASI

adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien


(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Rohma, 2015). Tujuan dari evaluasi itu sendiri adalah untuk
melihat kemampuan pasien dengan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan melihat respon pasien terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2018).
Tipe pertanyaan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir (Dermawan,
2014). Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi adalah
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Format evaluasi menggunakan S (subjektive) adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan. O
(objektive) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian
pengukuran yang dilakukan. A (analisis) adalah membandingkan antara informasi
subjektive dan informasi objektive dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. P
(planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehaan RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Soemantri, I. (2017). Asuhan keperawatn pada klien dengan gangguan sistem pernapasan,
Edisi 2. Jakarta:: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2016). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai