Anda di halaman 1dari 6

Analisis Penyakit Disleksia pada Balita Akibat

Kurangnya Asupan Vitamin A


Grendi Mercy
Prodi Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
grendimercy@gmail.com

Abstract. The eye is one of the special senses that plays a role in everyday life. In
general, the eye is used to read a word so that it can be spelled and written. But in
children, there is a disease that is dyslexia which makes them difficult to read writing
and spelling a word, so that eye damage is often associated with the cause of dyslexia.
Eye damage can be caused by many things, one of which is due to lack of vitamin A.
Therefore, research was conducted to determine the effect of lack of vitamin A in
children under 5 years old on the probability of the occurrence of dyslexia.

Keywords. Eye, Vitamin A, Dyleksia,children under 5 years old.

1.PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu dari panca indra yang memiliki peran yang sangat penting
dalam kehidupan manusia yaitu sebagai organ penglihatan. Jika terjadi gangguan pada mata atau
penyakit mata, maka akan sangat menggangu dan jika tidak ditindaklanjuti dapat berakibat sangat
fatal bagi kehidupan manusia (Ongko, 2014). Mata dapat mendeteksi cahaya dan mengubahnya
menjadi impuls elektrokimia pada sel saraf. Pada manusia , mata adalah sistem optik kompleks yang
mengumpulkan cahaya dari lingkungan sekitarnya, mengatur intensitasnya
melalui diafragma, memfokuskan melalui penyesuaikan lensa untuk membentuk sebuah gambar,
mengkonversi gambar tersebut menjadi satu himpunan sinyal listrik, dan menhantarkan sinyal-sinyal
ke otak melalui jalur saraf kompleks yang menghubungkan mata melalui saraf optik menuju korteks
visual dan area lain dari otak ( Area Broadmann 17) .
Untuk menjaga kesehatan dari Mata, maka manusia perlu untuk mengkonsumsi vitamin A
setiap harinya. Konsumsi vitamin A harus sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu 7500 mcg per
hari (sesuai tingkat kebutuhan dan usia). Namun berdasarkan data yang dilakukan oleh Depkes,
Kekurangan vitamin A masih menjadi suatu permasalahan gizi masyarakat di Indonesia.Kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan kebutaan, mata kering,rabun senja,katarak, mengurangi daya tahan
tubuh sehingga mudah terserang infeksi yang dapat menimbulkan kematian. Kekurangan Vitamin A
lebih banyak diderita oleh kalangan anak-anak. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kebutuhan
vitamin A yang tinggi akibat dari peningkatan pertumbuhan fisik dan asupan makanan yang rendah
(Marliyati, Nugraha, & Anwar, 2014).
Vitamin A memberikan manfaat untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan, sangat
berguna bagi tumbuh kembang manusia, berperan terhadap sistim kekebalan tubuh, mempertahankan
tubuh terhadap infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Vitamin, Ibu, & Partum, 2019).Vitamin A
atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin sikloheksenil. Vitamin A
merupakan istilah generik untuk semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas
biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut adalah retinal, asam retinoat dan retinol. Hanya retinol
yang memiliki aktivitas penuh vitamin A, yang lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A
(Triana, 2006).
Dari data diatas,kita mengetahui bahwa banyak sekali kegunaan Vitamin A bagi mata kita
dan apa saja dampak yang akan terjadi jika kita tidak mengkonsumsi Vitamin A tersebut.Namun yang
jadi pertanyaan utama adalah apakah vitamin tersebut berpengaruh terhadap penyakit disleksia pada
anak-anak terutama usia balita.Untuk mengetahui jawabannya lebih lanjut,maka kita perlu tahu
terlebih dahulu apakah itu disleksia.
Disleksia adalah hilangnya kemampuan untuk membaca dan menulis. Hilangnya
kemampuan untuk membaca disebut Aleksia dan hilangnya kemampuan untuk menulis disebut
Agrafia(Lidwina, 2012). Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti masalah
penglihatan, tetapi mengarah pada otak yang telah mengolah dan memproses informasi yang sedang
dibaca. Penderita disleksia akan kesulitan dalam mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan, dan
mengubahnya menjadi huruf atau kalimat. Penyakit disleksia dapat dijumpai pada anak-anak atau
orang dewasa.
Disleksia diklarifikasi menjadi 3 jenis yaitu :
1.Disleksia dan Gangguan Visual
Disleksia jenis ini disebut disleksia diseidetis (Helmer Myklebust). Kelainan ini jarang terjadi,hanya
didapat pada 5% kasus disleksia (Njikoktjien, 1986). Gangguan fungsi otak bagian belakang dapat
menimbulkan gangguan dalam persepsi visual (pengenalan visual tidak optimal, membuat kesalahan
dalam membaca dan mengeja visual), dan defisit dalam memori visual. Adannya rotasi dalam bentuk
huruf-huruf atau angka yang hampir mirip bentuknya, bayangan cermin (b-d, p-q, 5-2, 3-E,) atau
huruf , angka terbalik seperti m-w, n-u, 6-9. Hal ini terlihat nyata pada tulisannya.

2. Disleksia dan Gangguan Bahasa


Disleksia ini disebut disleksia verbal atau linguistik.Beberapa penulis menyebutkan prevalensi yang
cukup besar yaitu 50-80%. Lima puluh persen dari jenis ini mengalami keterlambatan berbicara
(disfasia perkembangan) pada masa balita atau prasekolah (Njikoktjien, 1986). Legien dan Bouma
(1987) menyebutkan kelainan ini didapatkan pada sekitar 4% dari semua anak laki-laki dan 1% pada
anak perempuan. Gejala berupa kesulitan dalam diskriminasi atau persepsi auditoris (disleksia
disfonemmis) seperti p-t, b-g, t-d, t-k; kesulitan mengeja secara auditoris, kesulitan menyebut atau
menemukan kata atau kalimat, urutan auditoris yang kacau (sekolah→sekolha).
3. Disleksia dengan Diskoneksi Visual-Auditoris
Disleksia ini disebut sebagai disleksia auditoris (Myklebust). Ada gangguan pada kondisi visual-
auditoris (grafem-fonem), anak membaca lambat. Dalam hal ini bahasa verbal dan persepsi visualnya
baik. Apa yang dilihat tidak dapat dinyatakan dalam bunyi bahasa. Terdapat gangguan dalam “cross-
modal (visual-auditory) memory retrieval”.
Bakker, et al., (1987) membagi disleksia menjadi dua tripologi, yaitu sebagai berikut yaitu
L-Type dyslexia (linguistic) Anak membaca relatif cepat namun dengan membuat kesalahan seperti
penghilangan (omission), penambahan (addition), atau penggantian.Sedangkan P-Type dyslexia
membuat Anak cenderung membaca lambat dan membuat kesalahan seperti fragmentasi (membaca
terputus- putus) dan mengulang-ulamg (repetisi) (MadinatulMunawaroh & NoviTrisnaAnggrayni,
2016).

Disleksia dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung kepada usia dan tingkat
keparahan yang dialami penderita. Gejala dapat muncul pada usia 1-2 tahun, atau setelah dewasa.

Pada anak balita, gejala dapat sulit dikenali. Namun setelah anak mencapai usia sekolah, gejala akan
makin terlihat, terutama ketika anak belajar membaca. Gejala yang muncul seperti perkembangan
bicara yang lebih lamban dibandingkan anak-anak seusianya,kesulitan memproses dan memahami apa
yang didengar,kesulitan menemukan kata yang tepat untuk menjawab suatu pertanyaan.kesulitan
mengucapkan kata yang tidak umum.kesulitan dalam mengingat sesuatu.esulitan dalam mengeja,
membaca, menulis, dan berhitung.sering salah dalam mengucapkan nama atau kata.sering menulis
terbalik misalnya menulis ‘pit’ saat diminta menulis ‘tip.’,sulit dalam membedakan huruf tertentu saat
menulis, misalnya ‘d’ dengan ‘b’ atau ‘m’ dengan ‘w’, membuat kata-kata sendiri yang tidak
memiliki arti, mengabaikan tanda-tanda baca. (Loeziana, 2017)

Jika perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak terlihat lambat, segera konsultasikan
dengan dokter. Apabila disleksia dibiarkan tidak tertangani, kesulitan anak dalam membaca akan
berlangsung hingga dewasa.

Menurut Sidiarto (2007),penyebab anak mengalami keterlambatan atau kesulitan


perkembangan membaca adalah:

1. Anak yang lahir prematur dengan berat lahir rendah dapat mengalami kerusakan otak sehingga
mengalami kesulitan belajar atau gangguan pemusatan perhatian.
2. Anak dengan kelainan fisik seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran atau anak dengan
cerebral palsy (c.p.) akan mengalami kesulitan belajar membaca
3. Anak ynag sering pindah sekolah dan yang sering absen karena sakit atau ada masalah dalam
keluarga
4.Anak yang pandai dan berbakat yang tidak tertarik dengan pembelajaran bahasa sehingga kurang
konsentrasi dan banyak membuat kesalahan
(MadinatulMunawaroh & NoviTrisnaAnggrayni, 2016).
2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
bersifat induktif, peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan
terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi
dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, mendalam,
serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama,
yaitu: 1) menggambarkan dan mengungkapkan (to descibe and explore) dan 2) menggambarkan dan
menjelaskan (to describe and explain). Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai itulah maka penelitian
kualitatif menggunakan instrumen pengumpulan data yang sesuai dengan tujuannya (Bachri, 2015).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang telah diperoleh melalui wawancara dan juga pengambilan data melalui
banyak jurnal,dapat kita lihat dan ketahui bahwa vitamin A tidak mempengaruhi terjadinya penyakit
Disleksia pada anak balita.Penyakit Disleksia disebabkan faktor genetik, kerusakan pada saraf,dan
terkadang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti sering berpindah sekolah,sering izin tidak
masuk pada saat masa balita.Hal-hal diatas merupakan hal yang tidak bisa disembuhkan dengan
mengkonsumsi Vitamin A dalam jumlah yang tepat karena Vitamin A hanya bermanfaat bagi bagian
dalam mata seperti lapisan terluar retina,lensa,ataupun sel retinal ( sel batang dan sel kerucut).Selain
itu,walaupun vitamin A mampu untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembanan balita dan
penyebab disleksia disebabkan ketidakmampuan fisik terutama bagian otak tetapi berdasarkan
wawancara dan juga data jurnal yang ada tettap menunjukan tidak adanya keterkaitan diantara 2
variabel tersebut.Hal ini dikarenakan vitamin A hanya dapat meningkatkan fungsi dari tubuh sang
anak sedangkan disleksia merupakan penyakit bawaan dari lahir dan disebabkan oleh karena
kesalahan saraf pada otak anak tersebut.

4. SIMPULAN
Setelah dilakukan analisis maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya asupan Vitamin A tidak
berpengaruh pada penyakit disleksia.Hal tersebut dikarenakan penyakit disleksia merupakan penyakit
yang disebabkan oleh karena faktor gen yang membuat terjadinya kerusakan pada saraf dan juga otak
sang anak sehingga hal tersebut tidak bisa diperbaiki oleh vitamin A tersebut yang pada umumnya
lebih terfokus pada peningkatan fungsi suatu organ.Namun berdasarkan penelitian,bukan berarti
penyakit disleksia tidak dapat diperbaiki.Walaupun belum ada cara yang benar-benar bisa
menyembuhkan disleksia tetapi disleksia tersebut dapat dikurangi efeknya melalui terapi sejak dini
dan penggunaan teknik belajar yang khusus dengan menggunakan pancaindera seperti pendengaran,
penglihatan,peraba,dsb.Sehingga anak balita tersebut dapat sekolah dengan normal dan berprestasi.

5. SARAN
Baik balita penderita disleksia maupun balita normal,Vitamin A tetap diperlukan oleh bagi
tubuh.Karena Vitamin A mempunyai banyak manfaat bukan hanya bagi mata kita tetapi banyak hal
seperti mendukung sistem imunitas tubuh,mempengaruhi pertumbuhan,mencegah komplikasi
penyakit campak ,dan masih banyak algi kegunaan dari Vitamin A.Namun sangat disayangkan bahwa
sampai saat ini belum ada cara untuk menyembuhkan penyakit disleksia tersebut.Walaupun penyakit
disleksia tidak bisa disembuhkan bukan berarti kita harus menyerah dan membiarkan hal tersebut
terjadi pada anak balita yang terkena penyakit tersebut.Penyakit disleksia dapat diperbaiki melalui
serangkaian terapi yang berkesinambungan dan teknik khusus dalam proses pembelajaran sehingga
anak tersebut dapat bersekolah dan beprestasi layaknya anak yang normal.

6. DAFTAR PUSTAKA
JURNAL
Bachri, B. S. (2015). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif.
Teknologi Pendidikan, 10(1), 46–62.
Lidwina, S. (2012). Disleksia Berpengaruh pada Kemampuan Membaca dan Menulis. Jurnal STIE
Semarang, 4 No.03(3), 9–18. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Loeziana. (2017). Urgensi Mengenal Ciri Disleksia. Jurnal Pendidikan Keguruan, 3(2), 42–58.
Retrieved from http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/download/1698/1235
MadinatulMunawaroh, & NoviTrisnaAnggrayni, A. (2016). Mengenali Tanda-Tanda Disleksia.
Proseding Seminar Nasional PGSD UPY Dengan Tema Strategi Mengatasi Kesulitan Belajar
Ketika Murid Anda Seorang Disleksia., 167–171. Retrieved from
http://repository.upy.ac.id/409/1/artikel madinatul.pdf
Marliyati, S. A., Nugraha, A., & Anwar, F. (2014). Asupan Vitamin a , Status Vitamin a , Dan Status
Gizi Anak Sekolah Dasar. Jgp, 9(63), 109–116.
Ongko, E. (2014). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Pada Balita. Jurnal Time, II(1), 1–5.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Triana, V. (2006). Macam Macam Vitamin. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 40–47.
Vitamin, S., Ibu, A. B., & Partum, P. (2019). VITAMIN A SUPPLEMENTATION FOR POST
PARTUM MOTHER AND BABY Deni Maryani Vitamin A memberikan manfaat untuk
menurunkan angka kematian dan dengan demikian kandungan Vitamin A dari ASI adalah
penentu status gizi pada A bagi ibu nifas sejak tahun 1996 , dosis. VI(1), 9–15.
7.LAMPIRAN
Wawancara dilalukan melalui bicara empat mata dengan salah satu kakak tingkat saya yang
sedang berkoas di Jakarta bernama Brian Edric.kami melakukan bicara melalui video call dengan
aplikasi LINE.Secara garis besar percakapan kami berisi ( B=Brian dan G=Grendi)
G: halo bro,sorry nihh mendadak bgt ajak call,lagi sibuk ngak ko?
B: ngak kok santai aja aku juga lagi istirahat
G: okay ko singkat aja,jadi aku lagi lakuin penelitian kecil mengenai pengaruh vitamin A
terhadap penyakit disleksia.Ada ngak sih pengaruh diantara 2 hal tersebut?
B: Owh tentang disleksia ya,jadi gini gren.Disleksia itu mungkin ditandai dengan adanya
proses membaca yang sulit dan sebagainya tetapi bukan berarti matanya yang rusak.Hal
tersebut disebabkan oleh faktor genetik dan kerusakan apda sarafnya sehingga mau makan
sebanyak ataupun tidak makan vitamin A tetap tidak akan berpengaruh pada penyakit tersebut
gren
G: ohhh begitu,berarti diantara kurangnya vitamin A terhadap penyakit disleksia itu ngak ada
ya?
B: iya ngak ada,ada lagi yang ingin kamu tanyain?
G: ngak ada sihh,paling aku ingin bertanya adakah cara untuk menyembuhkan disleksia
tersebut terutama pada balita-balita
B:kalua itu sih belum ada obat pastinya,namun disleksia dapat dikurangkan melalui
serangkaian terapi yang tepat dan juga diajarkan dari kecil sehingga dampaknya ngak terlalu
ketara banget dan bisa sampai tidak terlihat malahan penyakit disleksia nya
G: jadi Cuma ada terapi saja?
B: iya,belum ada yang fix nya
G: okay deh kalo gitu,makasih ya bro!! goodluck selalu
B: iya gren sama sama

Anda mungkin juga menyukai