Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

Paraplegia Inferior et causa Kompresi


Medula Spinalis akibat Metastasis

Oleh:
Harley Briliano Dewantara
H1A 016 035

Pembimbing:

dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUD PROVINSI NTB
MATARAM
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka dari laporan kasus ini
tepat pada waktunya. Tinjauan pustaka pada laporan kasus dengan judul
“Paraplegia Inferior et causa Kompresi Medula Spinalis akibat Metastasis”
disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan dan
dukungan kepada penulis.
1. dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S selaku pembimbing dan Koordinator Pendidikan SMF
Ilmu Penyakit Saraf RSUDP NTB
2. dr. Ester Sampe, Sp.S selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUDP NTB
3. dr. Wayan Subagiartha, Sp.S, selaku Supervisor
4. dr. Herpan Syafii Harahap, M.Biomed, Sp.N selaku Supervisor
5. dr. Muhammad Ghalvan, Sp.N selaku Supervisor
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tinjauan pustaka ini masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.Semoga tinjauan pustaka ini
dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih.

Mataram, Agustus 2020

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Metastasis adalah kemampuan sel untuk lepas dari kangker primer


kemudian masuk ke dalam sirkulasi menuju jaringan jauh dan membentuk
kangker sekunder. Sel metastasis dapat meninggalkan kangker primer jika
memiliki kemampuan melepaskan diri, bersirkulasi, dan menginvasi. Kanker
merupakan masalah paling utama di bidang kedokteran, karena merupakan salah
satu dari 10 penyebab kematian di dunia. National Cancer Institute
mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang
tumbuh melalui batas normal, kemudian menyerang bagian tubuh kontralateral
dan menyebar ke organ lain. 12
Tulang merupakan salah satu target metastasis pada berbagai jenis kanker,
dengan penyebab primer terbanyak adalah prostat, payudara, paru, ginjal dan
tiroid. Gejala yang terutama ditimbulkan akibat metastasis pada tulang ini adalah
nyeri serta kelumpuhan pada bagian tubuh dimana pada keadaan yang lebih lanjut
dapat terjadi keadaan yang lebih berat seperti fraktur patologis, kompresi medula
spinalis, dan hiperkalsemia. 13 14
Kanker prostat, payudara, paru, ginjal, dan tiroid merupakan penyebab
terbanyak pada metastasis tulang dengan angka kejadian hingga sebanyak 80%.
Dua Tumor primer yang sering mengalami metastasis tulang adalah payudara dan
prostat. Hasil autopsi menunjukkan bahwa 50-70% pasien kanker prostat terjadi
metastasis tulang, sementara pada pasien kanker payudara hal ini terjadi pada 85%
pasien. Angka kejadian pada kanker tiroid, paru, dan ginjal adalah 30- 40% pada
penelitian post mortem.15
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah Bali pada bulan Januari
2013 hingga Desember 2017 didapatkan bahwa rentangan usia yang mengalami
Metastatic Bone Disease (MBD) di dominasi oleh usia 45-64 tahun yaitu
sebanyak 56,81 % pasien, lokasi metastase terbanyak yaitu terjadi pada tulang
femur yang merupakan tulang panjang sebanyak 34,09 % Pasien, dan Tumor
Primer terbanyak yaitu karena Unknown Origin sebanyak 31,81 %.16

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Metastasis merupakan penyebaran sel-sel tumor primer dari satu bagian ke
bagian lainnya. Tumor yang berasal dari sel-sel yang telah menyebar disebut
sebagai tumor metastasis atau metastasis. Tumor metastasis mengandung sel-sel
yang sama dengan sel dari tumor primer. Metastasis tulang belakang adalah
penyebaran sel-sel dari tumor primer yang menyebar ke bagian tulang belakang. 1
Kompresi Medula Spinalis Metastasis (KMSM) merupakan penekanan oleh suatu
massa metastasis tumor ekstradura maupun intradura pada medula spinalis, yang
dapat berkembang secara progresif dan menyebab kerusakan neurologis
ireversibel seperti para plegia dan tetraplegia (tergantung letak tinggi lesi). 2 Parese
adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang
ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
kelemahan berat atau kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf. Paraplegia
merupakan paralisis atau kelemahan berat pada kedua ekstremitas.10

Epidemiologi
Sebesar 40% dari penderita kanker diperkirakan mengalami metastasis
tulang belakang dan sekitar 10-20% diantaranya mengalami kompresi medula
spinalis yang bersifat simtomatik.3 Tumor metastasis ke tulang belakang pada
umumnya ditemukan pada pasien dengan kanker payudara, prostat, paru-paru,
dimana insidennya diperikan sebesar 19%.2 Studi lain memperkirakan bahwa
sekitar 5-10% pasien kanker akan mengalami KMSM yang membutuhkan
tatalaksana emergensi. Insidensi KMSM di Amerika Serikat diperkirakan 20.000
kasus per tahun, 50% diantaranya berasal dari penyakit primer, kanker payudara,
paru, prostat, diikuti kanker sel ginjal, traktus gastrointestinal, tiroid, sarkoma, dan
keganasan limforetikuler. Studi di Kanada memperkirakan setidaknya sekitar
2,5% penderita kanker mengalami episode kompresi medula spinalis minimal satu
kali dalam 5 tahun terakhir sebelum kematian. 3 Suatu studi menjabarkan bahwa
3500 dari 121.435 pasien yang meninggal karena berbagai keganasan mengalami

4
setidaknya satu episode KMSM dalam 5 tahun terakhir. Diantara pasien tersebut,
insidensi KMSM akibat lesi metastasis prostat adalah 7,24%, payudara 5,52%,
dan kanker paru-paru 5,92%.5 Predileksi KMSM sebagian besar ditemukan pada
regio vertebra torakal sebesar 60-70%, vertebra lumbal sebesar 20-25%, dan yang
lebih jarang ditemukan pada vertebra servikal sekitar 15% dan sakral. Kondisi ini
dapat menyebabkan kelumpuhan permanen seperti deficit sensoris dan gangguan
sfingter, serta meningkatkan mortalitas akibat dari imobilitas dan risiko kerusakan
kulit, tromboemboli vena, sepsis, dan pneumonia yang relevan.3

Anatomi Tulang Belakang


Columna vetebralis merupakan pilar sentral tubuh yang berbentuk tulang.
Clumna menyokong tengkorak, gelang bahu, ekstremitas superior, serta rangka
thorkas, dan melalui bawah gelang panggul, meneruskan berat badan ke
ekstremitas inferior. Di rongga columna vetebralis terdapat medula spinalis,
radiks columna vetebralis, dan meningen yang dilindunginya. Columna vetebralis
(Gambar 1A) disusun oleh 33 vetebrae, yang terdiri dari 7 vertebrae cervicalis, 12
vertebrae thoracicae, 5 vertebrae lumbales, 5 vertebrae sacrales (bergabung
membentuk os sacrum), dan 4 vertebrae cocygae (umumnya 3 vertebra di bawah
bersatu). Satruktur columna vertebralisini fleksibel karena segmental dan disusun
oleh vertebrae, sendi-sendi, dan bantal fibrokartilago yang disebut discus
intervetebralis. Discus intervetebralis membentuk sekitar satu panjang columna.10
Seluruh vertebra mempunyai pola yang sama walaupun terdapa berbagai
perbedaan regional (Gambar 1B). Vertebra terdiri dari corpus yang berbentuk
bulat di anterior dan arcus vertebrae diposterior. Kedua struktur ini mengelilingi
rengan yang disebut foramen vertebrae, yang dilaui medula spinalis beserta
pembungkusnya. Arcus vertebrae terdisi darisepasang pedunculi yang berbentuk
silinder, yang membentuk sisi arcus, serta sepasang lamina piph yang melengkapi
arcus vertebrae di posterior. Terdapat 7 prosesus yang berasal dari arcus
vertebrae.10
Gambar 1. A : Columna Vertebralis tampak lateral. B: Ciri-ciri umum berbagai
vertebrae.

5
Anatomi Medula Spinalis
Medula spinalis secara umum berbentuk silindris. Di superior, medula
spinalismulai dari foramen magnum tengkorak, yaitu temoat medula spinalis
bersambung dengan medula oblongata, sedangkan di inferior pada orang dewasa
berakhir setinggi pinggir bawahvetebra lumbal I. oada anak kecil, medula spinalis
relative lebih panjang dan biasanya berakhirdi pinggir atas vertebra lumbalis III.
Jadi, medula spinalis menempati dua-pertiga atas canalis vetebralis pada columna
vetebralis dan dibungkus oleh tiga lapisan meningen, yaitu dura mater,
arachnoidea mater, dan pia mater. Pelindung lainnya adalah liquor
cerebrospinalis, yang mengelilingi medula spinalis di dalam spatium
subarachnoideum.10
Di region cervical tempat pleksus brachialis berasal, dan di region
thoracica bawah dan lumbalis, tempat pleksus lumbosakralis berasal, medula
spinalis membesar secara fusiformis. Pembesaran ini disebut pembesaran cervical
dan pembesaran lumbal (Gambar 2). Kea rah inferior, medula spinalis mengecil
membentuk conus medularis. Dari apex pemanjangan pia mater, disebut filum
terminale, yang berjalan turun dan menempel pada permukaan posterior os

6
coccygis. Di garis tengah pada bagian anteriormedula spinalis, terdapat suatu yang
dalam disebut fissure mediana anterior, dan pada permukaan posterior terdapat
suatu alur dangkal disebut sulcus mediana posterior (Gambar 2).10
Disepanjang medula spinalis, melekat 31 pasang saraf spinal melalui
radiksanterior atau motorik dan radiks posterior atau sensorik. Masing-masing
radiks dilekatkan pada medula spinalis oleh fila radicularia, yang membentang di
sepanjang segmen medula spnalis yang sesuia. Setiap radiks posterior, yang sel-
selnya membentuk serabut saraf tepid an serabut saraf pusat. Medula spinalis
terdiri dari inti dalam yang berupa substansia grisea, yang dikelilingi oleh bagian
luar yang berupa substansia alba.10
Gambar 2. Medula Spinalis

7
Etiologi
KMSM pada umumnya disebabkan oleh kompresi dari tulang veterbra
yang telah berekembang menjadi ganas akibat dari metastasis tumor yang berasal
dari bagian tubuh lain, tapi dapat juga disebabkan oleh perluasan tumor primer
secara langsung ke kolom vetebralis. Kompresi berkepanjangan dapat
menyebabkan cedera vascular, nekrosis dan kerusakan permanen. Pasien yang
telah mengalami gangguan neurologis lebih dari 48 jam kemungkinan besar tidak
akan membaik.2 Tumor primer yang paling umum bermetastasis ke tulang
belakang adalah tumor payudara, paru-paru, prostat, dan ginjal. Tumor dapat
menyebar ke tulang belakang melalui jalur arteri, pleksus vertebra-vena, aliran
limfatik atau dengan invasi secara langsung, setelah massa tumor mulai tumbuh,
massa tersebut dapat menyababkan kerusakan sumsum tulang belakang atau
medulla spinalis akibat dari tekanan langsung, gangguan pembuluh darah, dan
demielinasi, kompresi sumsum tulang belakang juga dapat tejadi akibat dari
ketidakstabilan tulang belakang yang disebabkan oleh kerusakan tulang belakang
yang diinvasi tumor.9

Patogenesis
KMSM dapat diakibatkan dari tumor metastasis pada tulang belakang
yang berasal dari tumor ganas yang telah terindentifikasi, dimana tumor
metastasis ini dipengaruhi oleh tiga faktor spesifik. Faktor pertama adalah jalur
metastasis yang berperan dalam proses penyebaran meliputi sistem arteri, invasi
langsung, aliran limfatik, dan sistem vena. Di antara keempat jalur tersebut,
metastasis melalui sistem vena adalah jalur metastasis tulang belakang yang
paling umum terjadi. Kanker paru-paru dapat bermetastasis langsung melalui
arteri segmental tulang belakang, sementara kanker payudara atau kanker prostat
dapat berkembang menjadi metastasis tulang belakang melalui pleksus Baston.
Faktor kedua yang berperan adalah penerimaan emboli tumor oleh jaringan. Pada
beberapa jaringan emboli tumor dapat berkembang dan bertahan hidup dengan
baik. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa sumsum tulang belakang atau

8
medula spinalis menyediakan lingkungan yang menguntungkan secara biokimia
dan hemodinamik untuk implantasi. Medula spinalis memiliki keterikatan dengan
emboli tumor sehingga inplantasi dan pertumbuhan sel tumor dapat dilakukan
dengan mudah. Faktor ketiga adalah faktor intrinsik dari sel tumor yang
membantu kelangsungan hidup dan perkembangbiakan jenis sel tertentu di
sumsum tulang atau medula spinalis yang lebih menguntungkan daripada sel lain.
Faktor intrinsic seperti faktor pengaktifan prostaglandin dan osteoklas yang
diekskresikan dari sel kanker payudara menginduksi resorpsi tulang dan
mengakibatkan metastasis tulang yang bersifat destruktif, dimana sel-sel tersebut
kemungkinan menunjukan fitur pembentukan membrane fibrin untuk melindungi
nidus yang terbentuk.10
Meskipun penyebaran secara hematogen merupakan rute utama dari
metastasis tulang, penyebaran melalui cairan serebrospinal oleh tumor medula
spinalis intrameduler juga dapat terjadi. Massa yang membesar tidak hanya dapat
menekan medula spinalis tetapi juga dapat menekan struktur vascular
disekitarnya. Hal ini diperparah dengan rusaknya tulang vertebra akibat kerusakan
litik dari struktur tulang. Tumor tertentu seperti limfoma dapat menyebabkan
kompresi sumsum tulang belakang atau medula spinalis dengan melebar hingga
ke foramen vetebralis tanpa adanya lesi ke tubuh vertebral. Kompresi medula
spinalis dan sistem vena menyebabkan edema inflamasi yang berkembang lebih
lanjut akibat dari rangsangan oleh sitokin proinflamasi. Meskipun iskemia
sumsum tulang belakang atau medula spinalis dapat timbul secara bertahap
melalui mekanisme yang disebutkan diatas, iskemia medula spinalis juga dapat
timbul secara tiba-tiba ketika suplai darah teraganggu sebagai akibat dari obstrujsi
arteri tulang belakang.
Secara garis besar, 5-30% lesi metastasis tulang belakang menunjukan
gejala neurologis. Gejala neurologis yang paling umum ditemukan adalah
kompresi mekanisme oleh lesi yang berkembang di dalam tulang dan dapat
berkembang bahkan tanpa menyebabkan kerusakan tubuh vertebral. Mekanisma
lain yang mungkin menimbulkan gejala neurologis adalah kifosis, dimana
keadaan ini dapat menimbulkan fraktur kompresi karena malalignment yang

9
disebabkan oleh perpindahan fragmen tulang ke posterior, sublukasi atau
dislokasi. Selain itu, gejala neurologis juga dapat diakibatkan oleh gangguan
pembuluh darah dari sumsum tulang belakang atau medula spinalis juga dapat
muncul. Insufiensi vascular merupakan mekanisme yang mendasari iskemia
sumsum tulang belakang atau medulla spinalis akibat dari oklusi arteri segmental
oleh emboli tumor, thrombus vena yang disebabkan oleh kengesti vena, dan
cedera sumsum tulang belakang atau mendula spinalis akibat edema yang
disebabkan oleh perdarahn internal sumsum tulang belakang atau medula
spinalis.1
Tanda dan gejala klinis yang disebabkan oleh gangguan struktur anatomi
dan fungsi fisiologis medula spinalis yang normal. Tekanan pada arteri spinalis
menyebabkan iskemia medula spinalis dengan degenerasi sel-sel saraf serta
serabut-serabutnya. Tekanan pada venae spinalis menyebabkan edema medula
spinalis dengan gangguan fungsi neuron. Penekanan langsung pada substansia
alba dan substansia griseamedula spinalis serta radiks nervus spinalis
mengganggu hantaran saraf. Pada saat yang sama, sirkulasi cairan serebrospinal
terhambat dan terjadi perubahan komposisi cairan serebrospinal dibawah tingkat
obstruksi. Salah satu tanda klinis yang paling dini didapatkan adalah nyeri. Dapat
terjadi nyeri lokal pada vertebraeyang terlibat atau nyeri menjalar sepanjang
distribusi satu atau beberapa radiks nervi spinalis. Nyeri bertambah hebat bila
batuk dan bersin dan biasanya bertambah parah pada waktu malam hari, yaitu
pada saat pasien berbaring.10
Gangguan fungsi motorik terjadi lebih dulu. Keterlibatan sel-sel motorik
columna grisea medula spinalis di tingkat lesi menyebabkan paralisis parsial atau
total pada otot-otot, dan disertai kehilangan tonus dan massa oto. Keterlibatan dini
traktus corticospinal serta traktus decendenlainnya menimbulkan kelemahan otot,
peningktan tonus otot (spastisitas), peningkatan reflex tendon dibawah tingkat
lesi, dan respons ekstensor plantar. Derajat kehilangan sensorik begantung pada
traktus saraf yang terlibat. Lesi pada columnae albae posterior medula spinalis
akan menghilangkan sensasi otot sendi (prpioseptif), sensasi getar, dan
diskriminasi taktil dibawah tingkat lesipad asisi yang sama. Terkenanya traktus

10
spinothalamic laterals akan menimbulkan hilangnya sensasi nyeri serta panas dan
dingin pada sisi kontralateral tubuh dibawah tingkat lesi.10

Gambaran Klinis
Riwayat pasien dengan KMSM ditandai dengan onset dan perkembangan
gejala yang tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemunduran keadaaan klinis yang
belangsung cepat. Persentasi klinis dari KMSM tergantung pada struktur tulang
belakang tempat metastasis tumor yang lebih lanjut menyebabkan kompresi saraf
terkait. Nyeri pungung terjadi pada 95% pasien hingga 2 bulan sebelum tanda-
tanda spesifik KMSM terjadi. Rasa sakit yang dirasakan biasanya konstan dan
lebih buruk pada malam atau dini hari, keadaan ini dapat diperburuk dengan batuk
dan mengejan atau berbaring datar. Nyeri pada KMSM memiliki distribusi yang
khas dan sifat nyeri radikuler pada 79% pasien. Sekitar 70% dari metastasis tulang
belakang terjadi di toraks dan 10% di daerah servikal. 4 Gambaran umum pada
KMSM yang dapat terjadi selain nyeri punggung adalah kelemahan motorik,
deficit sensorik, dan disfungsi usus atau kandung kemih. Tanda dan gejala
bervariasi menurut patofisologi (lesi upper dan lower motoric) dan lokasi pada
tulang belakang. KMSM servikal dapat menyebabkan nyeri midscapular,
kompresi toraks dapat menyebabkan nyeri dada atau sesak di dada atau perut
bagian atas, sedangkan kompresi lumbrosakral dapat menyebabkan nyeri pada
area lumbrosakral atau pinggul. Gerakan memperburuk sakit yang disebabkan
oleh fraktur atau ketidakstabilan tulang belakang. Nyeri radikuler dengan rasa
seperti terbakar atau reffered pain dapat ditemukan pada KMSM lebih lanjut.7
Defisit motorik ditemukan pada 35% hingga 75% pasien dengan
metastasis tulang belakang saat diagnosis dilakukan. Defisit neuron motorik atas
biasanya simetris, sedangkan defisit neuron motorik bawah cenderung asimetris.
Ekstremitas distal pada umunya terkena pertama kali dengan lesi neuron motorik
bawah. Gangguan fungsi sensorik jarang dilaporkan, dan tingkat defisit sensorik
pada pemeriksaan mungkin tidak bergitu berkolerasi dengan tingkat lesi tulang
belakang. Defisit fungsi otonom seperti disfungsi usus atau kandung kemih

11
cenderung ditemukan kemudian bersamaan dengan kelemahan motorik yang
semakin memburuk, dan berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih
buruk setalah pengobatan.4 Tanda Red Flags menurut pedoman Natinal Institute
for Health and Care Excellence (2008), yaitu :
- Kelemahan anggota tubuh
- Kesulitan berjalan
- Kehilangan sensorik
- Disfungsi usus atau kandung kemih
- Nyeri tulang belakang bagian thoraks dan servikal
- Nyeri tulang belakang bagian lumbal
- Nyeri yang meningkat dengan mengejan (pada saat buang air besar, atau
ketka batuk atau bersin)
- Nyeri tulang belakang nocturnal
- Nyeri tulang belakang bagian bawah yang tidak kunjung sembuh
- Nyeri tulang belakang yang terlokalisasi

Diagnosis
Diagnosis KMSM dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Sekitar 88-96% pasien KMSM memiliki gejala
utama nyeri punggung dengan atau tanpa kelemahan tubuh. Pada awalnya, pasien
akan merasakan nyeri mekanis yang ditimbulkan dari peregangan tulan dan
periosteum dan dapat diperburuk dengan aktivitas, dimana nyeri dapat memberat
dengan pola radikuler. Sekitar 80% pasien KMSM memiliki keluhan kelemahan
motorik hingga kelumpuhan. Gejala lebih lanjut yang dapat ditemukan pada
pasien KMSM adalah paraparesis atau paraplegia saat diagnosis, dimana
kelemahan motorik ini bersifat simetris bilateral. Defisit fungsi sensorik
ditemukan sebasar 51-80% pada pasien seperti kesemutan pada ekstremitas dan
batang tubuh. Disfungsi otonom biasanya bukan merupakan gejala tunggal,
melainkan menyertai gejala nyeri, kelemahan dan defisit sensoris.3
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan gold standard untuk
mendiagnosis KMSM, dengan sensitivitas 93% dan spesifitas 97%.7 MRI juga
merupakan modalitas pencitraan untuk deteksi dini KMSM. Modalitas pencitraan
yang merupakan opsi kedua pada kasus KMSM adalah CT Mielografi kemudian

12
CT tanpa Mielografi.3 Modalitas ini hanya direkomendasikan apabila MRI
merupakan kontraindikasi.7 Pemeriksaan radiologi konvensional dapat
menunjukan infiltrasi tulang dan destruksi vertebra akibat dari massa tumor ,
namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosis langsung kompresi medula
spinalis. Pencitraan diagnostic pada kasus KMSM harus mencangkup keseluruhan
vertebra karena 40-50% pasien memiliki lesi yang multifocal dan multilevel.
Biopsi terbuka ataupun perkutan (dengan bantuan CT) direkomendasikan pada
pasien dengan kecurigaan KMSM yang keganasan primernya belum
terindentifikasi.3

Asia Impairment Scale (AIS)


Cedera diklasifikasikan menjadi “lengkap” dan “tidak lengkap” secara
neurologis berdasarkan definisi Sacral Sparing. Sacral Sparing mengacu pada
adanya fungsi sensorik atau motorik pada sebagian besar segmen sacral caudal
yang ditentukan dengan pemeriksaan. Cedera lengkap didefinisikan sebagai tidak
adanya sacral sparing (fungsi sensorik dan motorik di segmen sakral terendah,
S4-5), sedangkan cedera tidak lengkap didefinisikan sebagai adanya sacral
sparing (masih terdapat fungsi sensorik dan motorik di segmen sakral terendah,
S4-5). Menurut ASIA Impairment Scale (AIS), berikut penilaian yang digunakan
untuk mengetahui tingkat gangguan11 :
A Complete Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai segmen S4-5
B Sensory incomplete Fungsi sensorik masih baik. Tetapi fungsi motorik tidak baik
dibawah level neurologi hingga segmen S4-5
C Motor incomplete Fungsi motorik terganggu dibawah level neurologis dan lebih
dari setengah dari otot penanda di bawah NLI memiliki derajat
kekuatan otot <3
D Motor incomplete Fungsi motorik terganggu dibawah level neurologis, dengan
setidaknya setengah atau lebih dari setengah dari otot penanda
di bawah NLI memiliki derajat kekuatan otot ≥3
E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal

13
Gambar 3. ASIA Impairment Scale (AIS)

Carcinaembryonic Antigen (CEA)


Carcinaembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu molekul glikoproterin
yang memiliki berat molekul 180-200 kDA yang pada umunya diekspresikan oleh
sel mukosa yang mengalami keganasan. CEA merupakan salah satu biomarker
yang paling banyak digunakan untuk menentukan aktivitas kanker. CEA adalah
penanda tumor non-spesifik dan peningkatan kadar CEA terdeteksi pada beberapa
jenis kanker. Peningkatan kadar CEA sering dikaitkan dengan kanker kolorektal,
tetapi kadarnya juga dapat meningkat pada keganasan lain seperti payudara, hati,
usus besar, paru-paru, dan genitourinari laki-laki. Terdapat sejumlah kondisi
bukan keganasan yang dapat menyebabkan kadar CEA serum meningkat seperti

14
merokok, pancreatitis, obstruksi bilier, penyakit ulkus peptikum, dan
hipotiroidisme dengan jumlah peningkatan yang relative tidak terlalu tinggi.
Kadar atau konsetraso CEA serum normal adalah lebih rendah dari 5 ng/mL.
peningkatan kadar CEA serum dalam plasma berhubungan dengan luasnya
penyakit, derajat difrensisasi tumor dan lokasi metastasis.17,18

Tatalaksana
Tatalaksana yang tepat harus dilakukan segara setelah diagnosis
ditegakkan karena dapat mempengaruhi prognosis dari pasien KMSM.
Penanganan yang dapat diberikan pada kasus KMSM meliputi pengendalian
nyeri, pencegahan kolaps dan atau kelumpuhan tulang belakang, memperpanjang
kelangsunga hidup, dan paliasi gejala residu.4

a. Kortikosteroid

Manajemen awal dengan steroid dosis tinggi dimulai pada pasien dengan
kecurigaan klinis yang tinggi terhadap kompresi medula spinalis untuk
mengurangi edema medula spinalis dan mempertahankan fungsi neurologis.4
Kortikosteroid juga direkonedasikankan untuk penanganan emergensi maupun
diberikan bersamaan dengan radiasi atau operasi, terutama pada pasien yang telah
mengalami defisit neurologis akut.3 Selain memiliki fungsi analgesia dan dapat
mempertahankan fungsi neurologis, golongan obat ini juga terbukti dapat
mengurangi kompresi medula spinalis dengan mengurangi edema vasogenik dan
komplikasi sekunder berkurangnya aliran darah yanga akan menyebabkan
iskemia, infark, dan cedera permanen.7,3
Deksametason merupakan steroid yang biasanya digunakan, dimana
mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan menurunkan produski faktor
pertumbuhan endotel vascular dan prostaglandin E2 yang menyebabkan penuruan
edema sumsum tulang belakang dan meununda timbulkan penurunan neurologis.7
Dosis awal yang cukup efektif diberikan pada kasus KMSM tanpa risiko efek
samping yaitu 10 mg bolus intravena dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam. Tappering-off
steroid pada umumnya dilakukan setelah radiasi atau setelah terlihat perbaikan

15
status neurologis. Stratifikasi untuk menentukan tatalaksana selanjutnya dilakukan
setelah pasien mendapat steroid dosis tinggi, yaitu radiasi dengan atau tanpa
operasi.3
b. Pengendali nyeri

Sebagian besar pasien dengan KMSM membutuhkan opioid, yang sering


dikombinasikan dengan analgesikadjuvan. Kortikosterois (misalnya
deksametason) membantu nyeri neuropatik dan nyeri inflamasi akibat metastasis
vertebral. Adjuvant neuropatik lainnya termasuk antikonvulsan (misalnya
gabapentin, pregabalin) dan antidepresantrisiklik (misalnya amtriptilin). Meskipun
belum dievaluasi untuk rasa sakit secara langsung yang dihasilkan dari kompresi
medula spinalis, jenis obat tersebut dapat meringkan nyeri pada pasien dengan
cedera medula spinalis dan nyeri kanker neuropatik. Bisfosfonat, OAINS, dan
asetaminofen membantu meredakan nyeri akibat metastasis tulang, meskipun obat
tersebut belum dievalusasi untuk digunakan pada pasien dengan KMSM.4
c. Operasi

Indikasi tindakan pembedahan adalah instabilitas spinal. Instabilitas spinal


merupakan konsidisi hilangnya kemampuan tulang belakang mempertahankan
hubungan antar vertebra dalam menahan beban fisiologis. Spinal Instability
Neoplastic Score (SINS) (Tabel 1) merupakan salah satu sistem penilaian yang
pada umumnya digunakan untuk membantu klinisi menentukan adanya
instabilitas tulang. Penilaian SINS mempertimbangkan situs kompresi,
keberadaan dan sifat nyeri, jenis metastasis (Sklerotik, campuran, atau litik),
sejauh mana keterlibatan elemen posterior, derajat kolaps vertebra, dan
malalignment tulang belakang. Skor diatas 7 menunjukan instabilitas spinal.3

16
Table 1. klasifikasi Spinal Instability Neoplastic Score

Tindakan operasi yang dilakukan pada kasus KMSM bertujuan untuk


stabilisasi tulang, mengangkat massa tumor penyebab kompresi, mengurangi
nyeri, dan mempertahankan fungsi neurologis. Tatalaksana defnitif seperti operasi
dekompresi dan fiksasi interna dilakukan untuk membebaskan kompresi medula
spinalis dan memberiksan stabilisasi mekanis langsung pada tulang belakang.3
Skor Tokuhashi (Tabel 2) merupakan salah satu sistem penilaian untuk
menetukan prognosis, yang turut memperhitungkan agresivitas histolpatologi
tumor primer, luasnya metastasis, dan statsu neurologis. Skor ini digunakan untuk
membantu membuat keputusan tatalaksana pada pasien dengan kasus KMSM.3

17
Tabel 2. Skor Tokuhashi

d. Radioterapi

Redioterapi dilakukan untuk mengurangi tekanan pada sumsum tulang


belakang atau medula spinalis dengan mengecilkan tumor sehingga
mengurnagi penekanan pada medulla spinalis dan mengatasi nyeri. Status
neurologis pre-radiasi merupakan faktor terpenting dalam pediksi luaran
radiasi.3,4 Faktor lain yang mempengaruhi respons radiasi anatara lain sifat
radiosensitivitas tumor, luas dan beratnya kompresi dan deformasi medula
spinalis, tingkat keparahn tumor sistemik dan progresivitas gejala neurologis
semenjak onset.3 Undikasi radiasi pada kasus KMSM antara lain :
- Terapi definitive pada pasien KMSM tanpa instabilitas spinal. Pada pasien
KMSN dengan jenis tumor yang sangat sensitif, contohnya myeloma,
radiasi merupakan terapi tunggal yang dapat dipilih.
- Sebagai adjuvant operasi pada pasien KMSM yang disertai dengan
instabilitas tulang belakang. Berbagai studi menyimpulakan, terapi

18
multimodalitas (operasi yang dilanjutkan dengan radiasi) lebih baik
daripada tindakan operasi saja dalam mempernbaiki fungsi motorik,
sensorik, maupun otonom pada pasien KMSM.
- Terapi paliatif pada pasien dengan instabilitas spinal yang bukan
merupakan kandidat (terdapat kontraindikasi) misalnya pada pasien
dengan perkiraan hidup kuang dari 3-6 bulan. Radiasi kadang diberikan
atas indikasi paliatif nyeri pada pasien yang bahkan telah mengalami
paraolegia komplit. Kesembuhan fungsi neurologis sempurna setelah
raidasi tidak dapat dicapai paca pasien yang telah mengalami paraplegia
lebih dari 24 jam.
- Pada kasus KMSM yang melibatkan beberapa tingkat vertebral dan
keterlibatan tulang belakang yang luas.3,4

Prognosis
Tanpa pengobatan, harapan hidup pasien KMSM adalah sekitar 1 bulan.
Histology tumor primer tidak hanya mempengaruhi waktu anatara diagnosis dan
KMS, tetapi juga memperkirakan waktu kelangsungan hidup pasien paska terapi. 5
Efek fisiologi pada ambulasi untuk pasien kompresi medula spinalis metastatic
menempatkan mereka pada risiko morbiditas dan mortalitas yang signifikan,
seperti pada semua pasien non rawat jalan. Prognosis dari tumor primer pasien
juga memiliki peran penting dalam pengambulan keputusan yang berkaitan
dengan pembedahan dan prognosis umum setelah kompresi medula spinalis
metastatic.4

19
BAB III
PENUTUP

Tumor metastasis tulang belakang yang berkembang secara progresif dapat


mengakibatkan penekanan pada medula spinalis. Penekanan pada medula spinalis
yang terjadi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan fungsi motorik, sensorik
hingga otonom. Gangguan fungsi motorik dapat terjadi lebih dulu yang
disebabkan oleh terjadinya paralisis parsial atau total pada otot-otot dan disertai
dengan kehilangan tonus dan massa otot. Keterlibatan traktus desendens
menikbulkan kelemahan otot, peningkatan tonus otot (spastisitas), peningkatan
reflex tendondibawah tingkat lesi, dan respon ekstensor plantar. Derajat
kehilangan sensorik bergantung pada traktus saraf yang terlibat.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Lee, C & Jung, C. (2012). Metastatic Spinal Tumor. Asian Spine Journal.
Department of Orthopedic Surgery Sungkyunkwan University School of
Medicine. Vol.6, No.1, pp 71~87.
2. Robson, P. (2014). Metastatic spinal cord compression: a rare but important
complication of cancer. Clinical Medicine, 14(5), 542–545.
3. Sinambela, A & Ramli, I. (2018). Kompresi Medula Spinalis akibat
Metastasis. Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society. Vol.9 (1).
4. Patnaik, S., Turner, J., Inaparthy, P., & Kieffer, W. K. (2020). Metastatic
spinal cord compression. British Journal of Hospital Medicine, 81(4), 1–10.
5. Sodji, Q, Kaminski, J, &Willey, C. (2017). Management of Metastatic Spinal
Cord Compression. Departments of Internal Medicine, Radiation Oncology,
and Neurosurgery, Augusta University.
6. Maccauro, G., Spinelli, M. S., Mauro, S., Perisano, C., Graci, C., & Rosa,
M. A. (2011). Physiopathology of Spine Metastasis. International Journal
of Surgical Oncology, 2011, 1–8. 
7. Andrew, J, Lee, K & Andrea, L. (2018). Assessment and Management of
Patients With Metastatic Spinal Cord Compression: A Multidisciplinary
Review. Journal of Clinical Oncology. Vol. 37 (1).
8. Boussios, S, Cooke, D & Hayward, C. (2018). Metastatic Spinal Cord
Compression: Unraveling the Diagnostic and Therapeutic Challenges.
Anticancer Research, 38(9), 4987–4997.
9. Nair, C., Panikkar, S., & Ray, A. (2014). How not to miss metastatic
spinal cord compression. British Journal of General Practice, 64(626),
e596–e598.
10. Snell RS (2012). Clinical anatomy by regions. Edisi kesembilan.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, pp: 562-569. 
11. Kirshblum, S. C., Burns, S. P., Biering-Sorensen, F., Donovan, W.,
Graves, D. E., Jha, A., … Waring, W. (2011). International standards for

21
neurological classification of spinal cord injury (Revised 2011). The
Journal of Spinal Cord Medicine, 34(6), 535–546.
12. Febriani, dkk. (2018). Metastasis Kanker Paru Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
13. Siegel RL, Miller KD and Jemal A. (2015). Cancer Statistics, CA Cancer J
Clin. 2015; 65: 5-29.
14. Institute NC. (2015). What is Cancer? Maryland: National Cancer Institute,.
15. Munandar, A. Supriana, N. (2010) Metastasis Tulang: Pendekatan Diagnosis
dan Tatalaksana Radioterapi. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
16. Dewi, dkk. (2019). Prevalensi Metastatic Bone Disease (Mbd) berdasarkan
Umur, Lokasi, dan Tumor Primer di RSUP Sanglah/FK UNUD Periode
2013-2017. 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar.
17. Asad-Ur-Rahman, F., & Saif, M. W. (2016). Elevated Level of Serum
Carcinoembryonic Antigen (CEA) and Search for a Malignancy: A Case
Report. Cureus.
18. Nan, J., Li, J., Li, X., Guo, G., Wen, X., & Tian, Y. (2017). Preoperative
Serum Carcinoembryonic Antigen as a Marker for Predicting the Outcome of
Three Cancers.

22

Anda mungkin juga menyukai