PENGANTAR ARSITEKTUR
DA184102
Kelas B
KELOMPOK VII
Departemen Arsitektur
Dalam keterbangunan arsitektur, seorang arsitek tak dapat lepas dari proses rancang dan
analisa. Bagaimana sebuah desain awal dapat direalisasikan menjadi bangunan yang berdiri kokoh tentu
tak boleh lepas dari analisa kritis agar bangunan yang dibangun mampu menjadi jawaban dari
permasalahan yang diangkat. Hal-hal tersebut berkaitan dengan unsur keindahan atau estetika, physical
subtance, dan ephemeral subtance. Seorang arsitek tak akan bisa meninggalkan ketiganya dalam hal
merancang arsitektur. Selain itu, ada aspek-aspek lain seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
ergonomi, antropometri termasuk faktor psikologi, keselarasan serta pelestarian lingkungan yang
juga tak bisa ditinggalkan dalam proses analisa. Arsitektur sudah selayaknya hadir sebagai
jawaban dan solusi. Oleh karena itu, proses pencarian jawaban melalui analisa unsur menjadi hal
penting.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui makna estetika dalam arsitektur.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam arsitektur.
3. Untuk mengetahui estetika dan unsur-unsur yang terdapat dalam studi kasus.
BAB 2 STUDI PRESEDEN
2.1 Estetika pada Arsitektur
b. Irama (Ritme)
Keteraturan tersebut dapat berupa jarak yang sama pada struktur
bangunan, seperti yang nampak dalam karya-karya arsitektur. pengulangan
secara rutin atau siklonik bertujuan untuk menciptakan minat, gerakan, dan
persatuan. Ritme bisa acak, teratur, bergantian, mengalir, dan progresif. Ketika
motif atau elemen diulang, bergantian, atau diatur, interval di antara mereka atau
bagaimana mereka tumpang tindih dapat menciptakan ritme dan rasa gerakan.
Irama (ritme) merupakan kondisi yang menunjukkan kehadiran sesuatu yang
berulang-ulang secara teratur. Keteraturan tersebut dapat berupa jarak yang
sama pada struktur bangunan, seperti yang nampak dalam karya-karya
arsitektur.
Ilustrasi Ritme
https://www.archdaily.com/catalog/us/products/15758/covered-entryway-tensile-membrane-structures-fabritec-
structures?ad_source=neufert&ad_medium=company_landing_page&ad_name=company_product
c. Keselarasan (Harmony)
Dalam karya arsitektur, keselarasan terjadi pada bentuk, ukuran, jarak,
warna maupun tekstur. Harmoni memperkuat keutuhan karena mampu
memberikan rasa tenang, nyaman dan estetis. Sebagaimana simetri dan ritme,
harmoni yang terjadi secara teratur dan terus-menerus dapat menimbulkan rasa
kebosanan, sehingga hal ini dapat mengurangi nilai estetika. Dalam karya
arsitektur yang berkualitas, akan muncul permainan pada unsur-unsur harmoni,
sehingga terjadi sebuah komposisi yang lebih dinamis dan tidak terkesan
monoton.
2. Dominance
Penonjolan (dominance) memiliki maksud mengarahkan perhatian pengamat
sebagai subyek dalam menikmati sebuah karya seni maupun karya arsitektur.
Penonjolan dilakukan pada elemen yang dianggap lebih penting atau memiliki
kelebihan dari elemen-elemen yang lain. dominasi membantu menciptakan area
yang diminati, titik fokus, atau titik awal dalam desain. Elemen dominan biasanya
merupakan elemen yang ingin agar dilihat orang pertama kali. Sebagai aturan umum,
elemen dalam desain Anda dengan bobot visual paling banyak akan menjadi yang
paling dominan. Namun kadang-kadang objek kecil yang dikelilingi oleh spasi lebih
mendominasi lingkungan terdekatnya.
Dominance Ilustration
https://vanseodesign.com/web-design/dominance/
Pada gambar berikut, lingkaran yg ditengah bukan yang bobot visualnya paling
besar. Namun karena dikelilingi oleh spasi, ia mendominasi lingkungan lokalnya.
Justru elemen-elemen dengan dimensi yang lebih besar cenderung tidak terlihat
karena saling menyatu.
Dominance biasanya dilakukan pada:
a. Ukuran, elemen yang lebih besar membawa lebih banyak bobot
b. Warna, beberapa warna dianggap lebih berat daripada yang lain. Merah
tampaknya paling berat sedangkan kuning tampaknya paling ringan.
c. Densitas, makin banyak elemen di dalam ruang, memberi bobot lebih pada
ruang tersebut.
d. Nilai, berkaitan dengan nilai historik atau makna tersirat dari suatu objek atau
elemen.
e. Whitespace, ruang positif lebih berat daripada ruang negatif atau spasi.
Dominance juga berarti perlawanan terhadap unsur-unsur yang menoton, jika
dilakukan dengan terarah dan berdisiplin akan dapat menghasilkan karya-karya
arsitektur yang memiliki nilai estetika maupun memiliki daya tarik. Selain memberikan
intensitas, penonjolan dalam sebuah karya arsitektur dapat memberikan ciri kas atau
karakter pada karya tersebut.
3. Balance
Keseimbangan, dalam desain, mengacu pada distribusi hal-hal yang menarik
perhatian. Dengan keseimbangan arsitektural, hal ini terutama berarti massa, tetapi
ada karakteristik lain yang ikut berperan yang dapat memengaruhi keseimbangan.
Dapat juga memiliki kesimetrian dekat atau perkiraan. Sehingga massa yang
ditempatkan di satu sisi sumbu secara kasar disalin di sisi lain. Mungkin ada ekstensi
yang berbeda dari sisi awal, tetapi bobotnya sama.
Balance Ilustration
https://www.house-design-coffee.com/architectural-balance.html
Pada gambar rumah tersebut, terlihat memiliki atap pelana di sebelah kanan
yang menjorok ke samping, dan memiliki teras masuk yang menonjol ke depan, juga
di sebelah kanan. Untuk menyeimbangkan rumah ini, arsitek memperluas rumah ke
kiri. Ada massa tambahan di sebelah kiri untuk bagian utama rumah untuk
mengimbangi massa tambahan dari proyeksi yang telah diterapkan di sebelah kanan.
Selain itu, jendela utama di kedua lantai tidak berada di tengah. Tentu saja jendela
tidak benar-benar menambah bobot fisik ke sisi kiri, tetapi menambah bobot visual.
Efek bersihnya adalah rumah yang seimbang secara asimetris.
2. Structure
“Structure can be understood to be that aspect of every construction that assists
in countering gravity and transferring loads into the ground”. Dari kalimat tersebut,
dikatakan bahwa structure/struktur merupakan aspek konstruksi yang dapat
membantu melawan gravitasi dan menyalurkan beban ke tanah, sebagai usaha
untuk dapat berdiri kokohnya suatu karya arsitektur.
Struktur juga dapat dikatakan sebagai pengembangan dari pekerjaan struktur
alam, yakni cabang, daun, dan gua. Cabang-cabang dan batang sebagai asal dari
perkembangan kolom dan balok pada struktur bangunan. Serta pemikiran tetang
kubah maupun bangunan berkubah yang disimulasikan dari bentuk gua.
Elemen-elemen dasar dalam stuktur terbagi atas walls, columns, beams, slabs,
dan hybrids. Walls atau dinding dapat dimunculkan melalui penumpukan kayu, tanah,
maupun batu bata. Dinding berfungsi sebagai pembatas antar ruang (ruang privat
dan ruang publik), penahan angin, debu, cahaya, dan lain sebagainya, serta dapat
membantu mentransfer beban ke tanah. Columns atau kolom merupakan unsur
konstruksi utama dalam aspek vertikal sebagai penyalur utama beban dari atap
berupa lengkungan maupun balok ke tanah. Beams atau balok merupakan elemen
horizontal sebuah bangunan dan penyalur beban melalui bentang panjangnya ke
elemen kolom untuk disalurkan bebannya ke tanah. Dalam beams terdapat balok
utama sebagai kontak utama dengan struktur vertikal, balok sekunder yang
merentang antara balok utama, dan dalam beberapa kasus struktur besar dapat
memungkinkan munculnya balok tersier.
Struktur Konstruksi
Sumber: rumahwaskita.com
Dalam material terdapat beberapa indices yang terbagi atas site, program, dan
cultural. Pada site, material dapat dijadikan indeks atau penentu (ciri khas) bagi suatu
tempat/site. Program, dengan penentuan fungsin bangunan yang sudah ditetapkan
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi pada pemilihan material yang
digunakan dalam bangunan. Cultural, dimana material diharapkan dapat
memberikan suatu harapan simbolis.
2.2.2 Ephemeral Substances
Ephemeral substances merupakan unsur arsitektur yang tidak kekal dan tidak dapat
secara langsung dilihat atau diraba. Dalam Ephemeral substances terdapat unsur space,
scale, light, dan movement.
1. Space
Mengutip dari buku The Language of Architecture, “Space encompasses the
stage for human activity, the cadence of our movements, the duration of our
experiences”. Yang berarti ruang meliputi panggung aktivitas manusia, irama
gerakan kita, durasi pengalaman kita. Ruang mungkin merupakan ciri utama yang
mendefinisikan arsitektur dan apa yang membedakannya dari seni lainnya. Ruang
arsitektural menyediakan jarak pandang yang kita lewati sebelum terjatuh atau tertuju
pada benda, permukaan, dan orang lain. Ruang berisi apa yang ada dalam
genggaman fisik kita dan apa yang mungkin "dapat dipahami" hanya melalui
persepsi, pemahaman, dan ingatan.
Dalam buku Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01 “Ruang selalu terbentuk oleh 3
elemen pembentuk ruang yaitu : Bidang alas atau lantai, bidang pembatas atau
dinding, dan bidang langit-langit atau atap”. Bidang alas dapat berupa keramik, kayu,
rumput, tanah, dan sejenisnya. Dinding biasanya berupa susunan batu bata atau
beton, namun selain bahan tersebut dinding dapat berupa pagar bambu, pohon-
pohon atau semak-semak, dan juga dinding semu seperti garis batas sungai, air laut
dan cakrawala.
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3
Le Corbusier and Pierre Jeanneret: Villa Savoye, Poissy, France, 1928–31
Sumber: Buku “The Language of Architecture”
Seperti contoh gambar diatas, pada gambar 2 bagian yang berwarna oren
merupakan dinding semua pembatas ruang. Pada gambar 3 ruang menjadi lebih luas
mencakup bagian halaman dengan warna hijau yang berupa tembok sebagai
pembatas ruang.
2. Scale
Dikutip dari buku The Language of Architecture, “When it comes to scale,
buildings are eternal chameleons—shifty characters, they thrive on belonging
simultaneously to multiple and interlocking scales”. Karena dalam skala, besar atau
kecilnya bangunan tidak bisa ditentukan. Ada bermacam-macam pembanding skala,
dan tempat dimana pengamat melihat juga menjadi faktor yang memengaruhi skala
itu sendiri. Bagaimanapun skala itu relatif, itu hanya dapat didefinisikan dalam
hubungannya dengan sesuatu. Skala itu cepat berlalu, sebagai sebuah bangunan
misalnya dapat dimiliki oleh banyak skala secara bersamaan. Skala bergantung pada
konteks, konteks yang dapat berkisar dari nanopartikel terkecil hingga lanskap yang
luas. Skala bisa sekilas atau bahkan imajiner, relasional atau perseptual.
Álvaro Siza’s Santa Maria Church in Marco de Canavezes, Portugal (1996)
Sumber: Buku “The Language of Architecture”
Biasanya tubuh menjadi penentu skala yang kuat. Ketinggian anak tangga,
tinggi dan profil pegangan tangan, proporsi kursi, semuanya diskalakan untuk
berinteraksi dengan dimensi tubuh manusia. Pada Gereja Santa Maria karya Álvaro
Siza di Marco de Canavezes, Portugal (1996) ini pintu baja dengan tinggi 10 meter
sebagai pintu masuk. Jika dibandingkan dengan keseluruhan bangunan, pintu
tersebut terlihat seperti pintu umumnya, namun jika dibandingkan dengan ukuran
manusia, pintu tersebut jelas terlihat sangat besar dan tinggi.
3. Light
Pada buku The Language of Architecture dikatakan “It is the manipulation of
form through an understanding of the shadows that are cast that registers the
generative presence of light”. Manipulasi bentuk melalui pemahaman tentang
bayangan yang dilemparkan yang mencatat keberadaan generatif cahaya, berarti
cahaya dapat mengubah suatu bentuk benda. Keberadaan atau kehadiran ruang
dapat dirasakan dengan meng-indera bentuk-bentuk elemen pembatasnya yang
salah satunya melalui indera penglihatan, pengamatan visual. Cahaya merupakan
unsur yang sangat penting karena hasil karya manusia yang berwujud artefak hampir
tidak berarti bila tanpa kehadiran cahaya. Cahaya bersifat temporal dan saat
bergerak melalui ruang, ia memiliki kapasitas untuk mengubahnya. Tekstur dapat
diperlihatkan dan dilebih-lebihkan melalui paparan cahaya, sebagaimana tekstur
dapat dihaluskan dan dibuat rata.
The church at Le Corbusier’s Sainte-Marie de La Tourette monastery complex in Eveux,
France (1956–59)
Sumber: Buku “The Language of Architecture”
Ruang sirkulasi dan galeri menyatu dalam Guggenheim 1959 karya Frank Lloyd
Wright Museum di Kota New York. Di sini, lereng yang sangat besar mendefinisikan
ruang sirkulasi, galeri seni, pelataran interior, dan bentuk bangunan.
Movement merupakan jalan atau rute yang dilewati secara berurutan di suatu
ruangan dan diikuti aktivitas yang dilakukan. Menghidupkan kembali memori atau
pemeragaan kembali peristiwa sejarah dapat tertanam dalam karya arsitektur yang
menandai rute itu. Ini dapat didefinisikan dengan jalur yang diartikulasikan dengan
jelas (seperti dengan jembatan, tangga, atau ramp) atau dapat dibangun melalui
hubungan formal dan spasial, di mana seseorang bergerak menuju sumber cahaya
atau menuju dan di antara bentuk-bentuk figural (seperti melalui baris kolom atau
antara dua volume). Arsitektur dapat menceritakan sebuah kisah —nyata atau
khayalan— tentang seseorang, tempat, peristiwa. Sirkulasi dapat berfungsi sebagai
angker yang mengumpulkan dan membingkai ikon visual yang membuat narasi
terbaca.
2.3 Analisa Studi Kasus dengan Literatur
2.3.1 Bruder Klaus Chapel
Sumber: https://www.archdaily.com/798340/peter-zumthors-bruder-klaus-field-chapel-through-the-lens-of-
aldo-amoretti
Estetika
• Unity atau kesatuan dari elemen-elemen bruder klaus dapat dilihat dari unsur unity in
diversity yakni bentuknya yang simetris. Apabila ditarik garis sebagai sumbu, maka
elemen akan terbagi menjadi 2 sisi dimana masing masing sisinya memiliki bentuk
dan sudut yang sama. Hal ini memberikan kesan keseimbangan sehingga unsur
“balance” juga sekaligus terpenuhi dari kesimetrisan bentuk bruder klaus.
• Dominance atau penjolan juga terbentuk karena adanya whitespace yang terlihat dari
tanah lapang di sekitar bruder klaus.
Physical substances
• Mass atau massa muncul dari susunan beton dan tepee pohon yang berkaitan
dengan kepadatan volumetrik seperti balok, dengan kesan massa yang berat dan
kokoh.
• Structure / struktur terbuat dari tepee dari pohon yang kemudian dibungkus dengan
lapisan beton tipis yang dikompres dengan tangan yang ditumpuk di atas satu sama
lain.
• Suface/ permukaannya yang dibuat dramatik dimana berhubungan dengan
lingkungan natural disekitarnya dengan warna yang bentuk natural menyatu dengan
lingkungan sekitar.
• Material yang digunakan yakni tepee pohon dan beton.
Ephemeral substances
• Space atau ruangnya hanya terdiri dari 1 ruang yang cukup untuk sekiranya sampai
3 orang.
• Scale (skala) jika dibandingkan dari pintu segitiganya atau dengan pohon-pohon
disekitarnya, caphel ini berukuran cukup besar dan tinggi.
• Light (cahaya) dari atas chapel terdapat 1 lubang masuknya cahaya yang
memberikan kesan sunyi dan sakral, kemudian ada tambahan lilin sebagai sumber
cahaya yang mungkin juga digunakan sebagai alat dalam berdo’a.
• Movement atau sirkulasi ruang gerak, Karena hanya memiliki 1 ruang, ruang gerak
pada chapel sangat terbatas, dan memang dikhususkan untuk tujuan berdo’a.
Sumber: https://rts18.blogspot.com/2016/10/analisa-sederhana-hasil-arsitektur.html
Sumber: https://www.emaze.com/@ALILQOOO
Estetika
• Unity atau kesatuan terlihat dari banyaknya elemen yang saling berhubungan.
Elemen-elemen tersebut walaupun terbentuk dari ukuran yang berbeda-beda, namun
berhasil menghadirkan harmony melalui komposisi yang dinamis dan tidak monoton.
Kemudian ritme terlihat dari bentuk atapnya yang terdiri dari satu bentuk namun
terjadi pengulangan dengan permainan dimensi sehingga tidak terkesan monoton
• Dominance terletak pada density atau kepadatan pada permainan atap. Bagian atap
sydney opera house terbentuk dari beberapa elemen dengan bentuk dasar yang
sama dan berulang. Sehingga memberikan bobot visual yang lebih berat dibanding
elemen lain. Membuatnya menjadi focal point dan ciri khas dari bangunan ini.
• Unsur balance juga nampak jelas pada permainan atap. Apabila dilihat dari samping,
3 elemen atapnya melengkung ke depan dan 1 ke belakang. Untuk menyeimbangkan
bobot visual, namun tetap terjadi ritme, maka bangunan yang lebih kecil dibangun di
bagian belakang dengan hanya terdiri dari 2 elemen pada atapnya.
Physical substances Sydney Opera House
• Mass atau massa terlihat dari kepadatan volumetrik bentuk yang merupai shell atau
cangkang yang didalamnya memunculkan ruang dengan fungsi utama sebagai
gedung Opera.
• Structure / struktur gedung ini menggunakan konstruksi baja, penyangga
menggunakan kolom beton yang ditinjau dari struktur shell. Dimana cangkang pada
umumnya dapat menerima beban merata yang dapat menutup ruangan besar
dibandingkan dengan tipisnya pelat cangkang.
• Surface bangunan ini terlihat seperti bentuk Shell atau cangkang dengan
menerapkan sistem Shell free form dimana bentuk shell tidak mengikuti pola geometri
umumnya tetapi terikat secara struktural yang dalam hal ini bentuk geometri tetap
ada tetapi bukan merupakan faktor utama.
• Material yang digunakan yakni beton precast disatukan dengan kabel baja dengan
atap dilapisi keramik Swedia.
1. Dalam arsitektur, keindahan seperti menjadi problem yang kompleks karena banyak faktor terkait
dalam mempengaruhi keberhasilan sebuah karya, seperti: faktor ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
ergonomi, antropometri termasuk faktor psikologi, keselarasan serta pelestarian lingkungan. Setiap
manusia sudah memiliki aprioni atau cita rasa terhadap keindahan. Sehinga sangat wajar apabila
penilaian tiap orang berbeda. Namun bagaimana benda itu terlihat atau secara subyektif, dapat
dihadirkan dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika seperti unity, dominance, dan balance.
Sehingga selalu ada ukuran ketika menilai sesuatu. begitu pula pada arsitektur. Walaupun tiap
manusia memiliki cita rasa yang berbeda, namun perlu adanya ukuran untuk melihat suatu obyek.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan secara kasar tentang penilaian estetika secara obyektif.
2. Unsur-unsur arsitektur terbagi atas Physical Substances (mass, structure, surface, dan materials)
dan Ephemeral Substances (space, scale, light, dan movement). Semua unsur-unsur arsitekur itu
saling berkaitan, berkorelasi, dan mempengaruhi antara satu dan lainnya.
3. Dapat disimpulkan bahwa tiap karya arsitektur memiliki unsur-unsur arsitektur, namun terdapat
penonjolan dan persentase yang berbeda pada tiap karya, tetapi tetap mewujudkan keselarasan
dalam tiap elemen. Sebagai contoh pada studi kasus yang telah dipaparkan di atas, terdapat Bruder
Klaus Chapel menonjolkan surface yang natural menyatu dengan lingkungan sekitar dan
penggunaan pencahayaan yang memberikan kesan religius, sementara pada Masjid Kubah Emas
yang menonjolkan bentuk berkubah dan penggunaan material emas, pada Sydney Opera House
menonjolkan penggunaan struktur dan surface yang mengadopsi dari bentuk shell atau cangkang.
DAFTAR PUSTAKA
Djelantik, A.A.M, “Estetika - Sebuah Pengantar”, MSPI, Bandung, 1999.
Utomo, Tri Prasetyo. 2006. “Estetika Arsitektur Dalam Perspektif Teknologi dan Seni”. https://jurnal.isi-
ska.ac.id/index.php/pendhapa/article/download/1687/1629 Diakses 19 November 2020.
Simitch, Andrea dan Val Warke. 2014. The Language of Architecture. Beverly, Massachusetts: Rockport
Publishers.
Rayahu, Agus. 2015. “Cara Renovasi Menaikkan Rumah 1 Lantai menjadi 2 Lantai”.
https://blog.rumahwaskita.com/cara-renovasi-menaikan-rumah-1-lantai-menjadi-2-lantai/ .
Diakses pada 20 Novermber 2020.
Prabawasari, Veronika Widi dan Agus Suparman. 1999. Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01. Jakarta:
Penerbit Gunadarma.
S.P.Honggowidjaja. 2003. Pengaruh Signifikan Tata Cahaya pada Desain Interior. Dimensi Interior. 1(1):
1-15