Anda di halaman 1dari 27

TUGAS 2

PENGANTAR ARSITEKTUR
DA184102
Kelas B

Estetika dan Unsur Arsitektur

KELOMPOK VII

Naura Zalfa Addintama – 5013201006

Nadia Devi Pancaranti – 5013201014

Ratna Anggraini – 5013201104

Departemen Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil Perencanaan & Kebumian

Institut Teknologi Sepuluh Nopember


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam keterbangunan arsitektur, seorang arsitek tak dapat lepas dari proses rancang dan
analisa. Bagaimana sebuah desain awal dapat direalisasikan menjadi bangunan yang berdiri kokoh tentu
tak boleh lepas dari analisa kritis agar bangunan yang dibangun mampu menjadi jawaban dari
permasalahan yang diangkat. Hal-hal tersebut berkaitan dengan unsur keindahan atau estetika, physical
subtance, dan ephemeral subtance. Seorang arsitek tak akan bisa meninggalkan ketiganya dalam hal
merancang arsitektur. Selain itu, ada aspek-aspek lain seperti faktor ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
ergonomi, antropometri termasuk faktor psikologi, keselarasan serta pelestarian lingkungan yang
juga tak bisa ditinggalkan dalam proses analisa. Arsitektur sudah selayaknya hadir sebagai
jawaban dan solusi. Oleh karena itu, proses pencarian jawaban melalui analisa unsur menjadi hal
penting.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana makna estetika dalam arsitektur?


2. Bagaimana unsur-unsur yang terdapat dalam arsitektur?
3. Bagaimana estetika dan unsur-unsur arsitektur yang terdapat dalam studi kasus?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui makna estetika dalam arsitektur.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam arsitektur.
3. Untuk mengetahui estetika dan unsur-unsur yang terdapat dalam studi kasus.
BAB 2 STUDI PRESEDEN
2.1 Estetika pada Arsitektur

2.1.1 Definisi Estetika


Estetika pada dasarnya memiliki pengertian yang beranekaragam. Mencari
kesepakatan tentang pengertian estetika bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini
tergantung dari titik tolak yang digunakan, estetika sebagai ilmu pengetahuan atau
estetika sebagai filsafat tentang seni. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani aisthetikos
atau aisthanomai yang berarti mengamati dengan indera. Di samping itu, pengertian
estetika juga dapat dihubungkan dengan kata Yunani aisthesis yang berarti pengamatan
atau persepsi (K. Kuypers, 1977 : 251). An Aesthetic (also esthetic and aesthetic) is a
philosophical theory concerning beauty and art (Estetika adalah sebuah teori filosofi
tentang keindahan dan seni). Estetika berarti sebagai ilmu pengetahuan pengamatan
(E.B. Feldman, 1967 : 280). Estetika juga berarti sebagai ilmu pengetahuan Inderawi (The
science of sensuous knowledge) (The Liang Gie, 1976 : 15).
Bagaimana estetika dinilai dapat dilihat dari dua cara. Yakni secara obyektif dan
subyektif. Obyektif berkaitan dengan bagaimana benda itu terlihat. Sedangkan subyektif
berkaitan dengan bagaimana kita melihat suatu benda. Kedua hal ini berdasar dari
anggapan dua tokoh, David Hume dan Immanuel Kant. David Hume dalam falsafahnya
tentang estetika mengatakan bahwa subyek lebih berperan dari pada obyek.
Subyektivisme ini didasarkan pada empirik atau pengalaman yang nyata. Ini berarti bahwa
meskipun dasar pikiran tentang estetika bersifat subyektif, namun cara untuk menentukan
standard of taste benar-benar obyektif, dilakukan secara ilmiah melalui observasi dan
analisa. Sedangkan Immanuel Kant tidak setuju dengan obyektivikasi konsep estetika. Ia
menganggap bahwa obyektivikasi akan menimbulkan kekeliruan dalam mencari jawaban
tentang apa estetika itu. Ia tidak membantah pengalaman empiris dengan menyelidiki
sebanyak mungkin orang sehingga bisa didapatkan standard of taste atau ukuran tentang
perasaan indah oleh penilaian orang tersebut. Namun penemuan standard of taste
tersebut belum bisa menjawab pertanyaan tentang apakah yang disebut estetika. Cara ini
hanya menemukan ciri-ciri tentang benda estetis yang secara umum memberi perasaan
nikmat-indah pada manusia. Ia berpendapat bahwa pengalaman estetis yang dihasilkan
oleh daya estetika pada hakekatnya memberi kesenangan. Rasa senang ini terletak pada
pengamat (subyek) dan bukan terletak pada benda (obyek). Berdasarkan atas persamaan
dan perbedaan perasaan manusia terhadap sesuatu yang sama, maka Immanuel Kant
menyusun teori estetika yang menyatakan bahwa dalam diri manusia sudah terdapat
apriori terhadap keindahan.
2.1.2 Kaidah Estetika dalam Arsitektur
Dalam arsitektur, estetika tidak hanya menyangkut keindahan yang bersifat
visual semata seperti warna, tekstur, simetri, harmoni dan lain sebagainya. Estetika dalam
arsitektur juga menyangkut tentang beberapa faktor lain seperti sosial, budaya, ekonomi
dan faktor terkait lainnya. Sehingga selalu ada ukuran ketika menilai sesuatu. begitu pula
pada arsitektur. Walaupun tiap manusia memiliki cita rasa yang berbeda, namun perlu
adanya ukuran untuk melihat suatu obyek. Sehingga dapat ditarik kesimpulan secara
kasar tentang penilaian estetika secara obyektif. Hal itu dapat dicapai dengan
memperhatikan kaidah estetika, yaitu:
1. Unity
Unity is the relationship among the elements of a visual that helps all the
elements function together. Unity gives a sense of oneness to a visual image. In other
words, the words and the images work together to create meaning. Komponen-
komponen dalam sebuah arsitektur, jika semuanya terdiri dari unsur yang sama,
maka unity yang terjadi akan nampak jelas. Tetapi, jika komponen-komponen yang
satu dengan lainnya sangat berlainan, maka unity dapat dicapai dengan cara
membuat hubungan yang kuat antara komponen-komponen yang satu dengan
lainnya. Berikut beberapa hal yang mendukung tercapainya kesatuan (unity).
a. Kesimetrisan (Unity in diversity)
In architecture, symmetry is the reflection of shared forms, shapes, or
angles across a central line or point called the axis. Basically, components that
mirror each other across an axis are symmetrical. Di sini sumbu tak harus
berjumlah satu namun dapat lebih. Yang paling sering dijumpai yaitu pada kubah
masjid apabila dilihat dari atas kemudian puncak kubah dianggap sebagai titik
dan ditarik beberapa garis dengan syarat tetap melewati titik tersebut, Maka
akan terbentuk sisi-sisi baru yang memiliki bentuk sudut dan luas yang sama.
Untuk mempertahankan kualitas nilai estetika bahkan menambah kualitas nilai
estetika, karya-karya arsitektur dapat juga berbentuk a-simetris, jika dalam
karya tersebut tetap terdapat unsur-unsur keutuhan maupun unsur-unsur
keseimbangan.
Kesimetrisan pada Masjid Qolsharif, Rusia,
https://cdn.idntimes.com/content-images/community/2019/05/dreamstime-c-kazan-mosquee-4-min-
3473dfdcfd467ea492d9b1b625026b30.jpg

b. Irama (Ritme)
Keteraturan tersebut dapat berupa jarak yang sama pada struktur
bangunan, seperti yang nampak dalam karya-karya arsitektur. pengulangan
secara rutin atau siklonik bertujuan untuk menciptakan minat, gerakan, dan
persatuan. Ritme bisa acak, teratur, bergantian, mengalir, dan progresif. Ketika
motif atau elemen diulang, bergantian, atau diatur, interval di antara mereka atau
bagaimana mereka tumpang tindih dapat menciptakan ritme dan rasa gerakan.
Irama (ritme) merupakan kondisi yang menunjukkan kehadiran sesuatu yang
berulang-ulang secara teratur. Keteraturan tersebut dapat berupa jarak yang
sama pada struktur bangunan, seperti yang nampak dalam karya-karya
arsitektur.

Ilustrasi Ritme
https://www.archdaily.com/catalog/us/products/15758/covered-entryway-tensile-membrane-structures-fabritec-
structures?ad_source=neufert&ad_medium=company_landing_page&ad_name=company_product
c. Keselarasan (Harmony)
Dalam karya arsitektur, keselarasan terjadi pada bentuk, ukuran, jarak,
warna maupun tekstur. Harmoni memperkuat keutuhan karena mampu
memberikan rasa tenang, nyaman dan estetis. Sebagaimana simetri dan ritme,
harmoni yang terjadi secara teratur dan terus-menerus dapat menimbulkan rasa
kebosanan, sehingga hal ini dapat mengurangi nilai estetika. Dalam karya
arsitektur yang berkualitas, akan muncul permainan pada unsur-unsur harmoni,
sehingga terjadi sebuah komposisi yang lebih dinamis dan tidak terkesan
monoton.

Harmony pada Changzhou Culture Plaza


https://www.archdaily.com/951655/changzhou-culture-plaza-gmp-architects

2. Dominance
Penonjolan (dominance) memiliki maksud mengarahkan perhatian pengamat
sebagai subyek dalam menikmati sebuah karya seni maupun karya arsitektur.
Penonjolan dilakukan pada elemen yang dianggap lebih penting atau memiliki
kelebihan dari elemen-elemen yang lain. dominasi membantu menciptakan area
yang diminati, titik fokus, atau titik awal dalam desain. Elemen dominan biasanya
merupakan elemen yang ingin agar dilihat orang pertama kali. Sebagai aturan umum,
elemen dalam desain Anda dengan bobot visual paling banyak akan menjadi yang
paling dominan. Namun kadang-kadang objek kecil yang dikelilingi oleh spasi lebih
mendominasi lingkungan terdekatnya.
Dominance Ilustration
https://vanseodesign.com/web-design/dominance/

Pada gambar berikut, lingkaran yg ditengah bukan yang bobot visualnya paling
besar. Namun karena dikelilingi oleh spasi, ia mendominasi lingkungan lokalnya.
Justru elemen-elemen dengan dimensi yang lebih besar cenderung tidak terlihat
karena saling menyatu.
Dominance biasanya dilakukan pada:
a. Ukuran, elemen yang lebih besar membawa lebih banyak bobot
b. Warna, beberapa warna dianggap lebih berat daripada yang lain. Merah
tampaknya paling berat sedangkan kuning tampaknya paling ringan.
c. Densitas, makin banyak elemen di dalam ruang, memberi bobot lebih pada
ruang tersebut.
d. Nilai, berkaitan dengan nilai historik atau makna tersirat dari suatu objek atau
elemen.
e. Whitespace, ruang positif lebih berat daripada ruang negatif atau spasi.
Dominance juga berarti perlawanan terhadap unsur-unsur yang menoton, jika
dilakukan dengan terarah dan berdisiplin akan dapat menghasilkan karya-karya
arsitektur yang memiliki nilai estetika maupun memiliki daya tarik. Selain memberikan
intensitas, penonjolan dalam sebuah karya arsitektur dapat memberikan ciri kas atau
karakter pada karya tersebut.
3. Balance
Keseimbangan, dalam desain, mengacu pada distribusi hal-hal yang menarik
perhatian. Dengan keseimbangan arsitektural, hal ini terutama berarti massa, tetapi
ada karakteristik lain yang ikut berperan yang dapat memengaruhi keseimbangan.
Dapat juga memiliki kesimetrian dekat atau perkiraan. Sehingga massa yang
ditempatkan di satu sisi sumbu secara kasar disalin di sisi lain. Mungkin ada ekstensi
yang berbeda dari sisi awal, tetapi bobotnya sama.

Balance Ilustration
https://www.house-design-coffee.com/architectural-balance.html

Pada gambar rumah tersebut, terlihat memiliki atap pelana di sebelah kanan
yang menjorok ke samping, dan memiliki teras masuk yang menonjol ke depan, juga
di sebelah kanan. Untuk menyeimbangkan rumah ini, arsitek memperluas rumah ke
kiri. Ada massa tambahan di sebelah kiri untuk bagian utama rumah untuk
mengimbangi massa tambahan dari proyeksi yang telah diterapkan di sebelah kanan.
Selain itu, jendela utama di kedua lantai tidak berada di tengah. Tentu saja jendela
tidak benar-benar menambah bobot fisik ke sisi kiri, tetapi menambah bobot visual.
Efek bersihnya adalah rumah yang seimbang secara asimetris.

2.2 Unsur-Unsur Arsitektur

Penjelasan mengenai unsur-unsur arsitektur mengacu pada sumber buku “The


Language of Architecture” karya Andrea Simitch dan Val Warke. Dalam buku ini unsur-unsur
arsitektur terbagi atas Physical Substances dan Ephemeral Substances.
Cover Buku “The Language of Architecture”
Sumber: Buku “The Language of Architecture”

2.2.1. Physical Substances


Physical substances merupakan unsur arsitektur yang dapat secara langsung dilihat
atau diraba. Dalam Physical substances terdapat unsur mass, structure, surface, dan
materials.
1. Mass
Mengutip dari buku The Language of Architecture, “In architecture, a sense of
mass is derived from the noticeable presence of volumetric density”. Unsur massa
merupakan hal yang berkaitan erat dengan kepadatan volumetrik (pengukuran
volume). Massa juga dapat dipahami sebaga bentuk padat yang kemudian dapat
memunculkan ruang interior maupun eksterior. Dalam KBBI (Kamus Besa Bahasa
Indonesia) massa memiliki makna sejumlah besar benda (zat dan sebagainya) yang
dikumpulkan (disatukan) menjadi satu (atau kesatuan).
Massa dapat dimunculkan dari pengulangan maupun akumulasi dari elemen-
elemen yang diketahui memiliki massa yang cukup besar, seperti pada tumpukan
kayu, bata, atau kayu gelondongan. Massa juga dapat dihasilkan dari proses
subtrakif (metode mengurangi bahan seperti memotong, memahat, menggali,
menatah, dan sejenisnya), penggalian literal secara bersamaan yang dapat
menghasilkan massa yang solid, contohnya yaitu pada bangunan The Church of St.
George.
The Church of St. George
Sumber: Buku “The Language of Architecture”

2. Structure
“Structure can be understood to be that aspect of every construction that assists
in countering gravity and transferring loads into the ground”. Dari kalimat tersebut,
dikatakan bahwa structure/struktur merupakan aspek konstruksi yang dapat
membantu melawan gravitasi dan menyalurkan beban ke tanah, sebagai usaha
untuk dapat berdiri kokohnya suatu karya arsitektur.
Struktur juga dapat dikatakan sebagai pengembangan dari pekerjaan struktur
alam, yakni cabang, daun, dan gua. Cabang-cabang dan batang sebagai asal dari
perkembangan kolom dan balok pada struktur bangunan. Serta pemikiran tetang
kubah maupun bangunan berkubah yang disimulasikan dari bentuk gua.
Elemen-elemen dasar dalam stuktur terbagi atas walls, columns, beams, slabs,
dan hybrids. Walls atau dinding dapat dimunculkan melalui penumpukan kayu, tanah,
maupun batu bata. Dinding berfungsi sebagai pembatas antar ruang (ruang privat
dan ruang publik), penahan angin, debu, cahaya, dan lain sebagainya, serta dapat
membantu mentransfer beban ke tanah. Columns atau kolom merupakan unsur
konstruksi utama dalam aspek vertikal sebagai penyalur utama beban dari atap
berupa lengkungan maupun balok ke tanah. Beams atau balok merupakan elemen
horizontal sebuah bangunan dan penyalur beban melalui bentang panjangnya ke
elemen kolom untuk disalurkan bebannya ke tanah. Dalam beams terdapat balok
utama sebagai kontak utama dengan struktur vertikal, balok sekunder yang
merentang antara balok utama, dan dalam beberapa kasus struktur besar dapat
memungkinkan munculnya balok tersier.
Struktur Konstruksi
Sumber: rumahwaskita.com

Elemen selanjutnya adalah slabs, dapat dikatan sebagai lempengan atau


lembaran yang keberadaannya muncul sebagai permukaan horizontal yang dominan
pada bangunan, seperti lantai dan langit-langit. Untuk elemen dasar yang terakhir
yaitu hybrids, sebagai lempengan maupun lengkungan yang diekstrusi dengan tujuan
menjangkau jarak jauh untuk menyalurkan beban bangunan kearah luar dan bawah
bangunan, elemen ini biasa diterapkan pada kubah maupun bangunan berkubah.

The Rolex Learning Center in Lausanne by SANA


Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Felix Candela’s Bacardi Rum bottling plant.


Sumber: Buku “The Language of Architecture”
3. Surface
“A building’s surface is quite literally its face to the public, its civic mask”.
Sebagaimana dikatakan dalam kalimat tersebut, surface/permukaan merupakan
tampak atau wajah bangunan kepada publik. Surface sebagai kontak langsung
antara bangunan dengan penonton/audience. Surface merupakan fasad dari
bangunan yang termasuk dalam aspek paling komunikatif dalam desain yang dapat
menyampaikan pesan langsung mengenai bangunan kepada pengamat.

TRUTEC Building, Seoul


Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Surface layaknya pakaian yakni dapat memberikan perlindungan pada eksterior


maupun interior, serta memberikan wawasan mengenai kepribadian/personality dari
bangunan. Melalui surface dapat mencirikan bagaimana bangunan itu, mengenai
sifat, fungsi, gaya arsitektur yang digunakan, maupun pesan yang ingin disampaikan
dari suatu karya arsitektur. Surface juga dapat memberikan pengalaman atau kesan
tersendiri bagi tiap pengamat. Dengan memberikan beberapa inci ketebalan pada
surface dapat menghasilkan kesan kedalaman yang tak terduga dan terang atau
gelapnya. Penggunaan warna juga mempengaruhi kesan pengamat, seperti
penggunaan warna kuning yang cenderung ceria, warna abu-abu memeberikan
kesan berat dan tegas, serta warna putih yang memunculkan kesan elegan pada
bangunan. Pada contoh bangunan TRUTEC Building tersebut tamak surface
bangunan dengan gaya modern dan memiliki kesan ringan karena pengaturan
penggunaan kacanya.
Mengenai bagaimana surface suatu karya arsitektur dipersepsikan, itu semua
tergantung pada individu tiap-tiap pengamat. Terlebih lagi mengenai keestetikan
pada surface bangunan yang dapat bersifat subjektif. Terkadang pesan yang ingin
disampaikan oleh arsitek melalui bangunan akan berbeda penerimaannya oleh
pengamat, dan itu kembali lagi dikarenakan persepsi pengamat yang berbeda-beda.
4. Materials
“Materials are an architect’s instruments. When a composer writes a piece of
music, it makes a considerable difference if it is to be written for a solo piano, a string
quartet, an orchestra, or a marching band. Similarly, an architect’s choice of materials
has a profound effect on both the form of the work and its reception by an audience”.
Dari kalimat tersebut didapatkan bahwa material berperan sangan penting dalam
unsur arsitektur, hal ini dikarenakan akan sangat berpengaruh pada hasil karya
arsitektur. Material memberikan dampak pada tekstur bangunan, fungsi,
ketanggapannya dengan lingkungan, dan persepsi penginderaan oleh
penonton/audience. Material juga mampu menghadirkan estetika fasade melaui
tekstur, irama, dimensi, dan warna material. Pemilihan material yang digunakan
dapat mencerminkan karakteristik suatu bangunan, seperti bangunan gaya arsitektur
modern yang lebih cenderung menggunakan kaca, Stainless Steel, Alumunium
Composite Panel Cladding, dan beton.
Material terbagi menjadi beberapa karakteristik yang dapat menginformasikan
bagaimana ruang dipersepsikan dan bagaimana surface tampil yaitu Phenomenal,
Textural, Accoustic, dan Permeability. Phenomenal dalam karakteristik material
dimaksudkan hal yang berkaitan dengan atribut fisik bangunan yang dapat
memberikan kesan atau pengalaman tertentu bagi pengguna, baik melalui
serangkaian tebal atau tipis, buram atau transparan, matte atau reflective, serta
terang atau gelapnya. Textural, sesuai kata yakni bermakna tekstur, dimana material
dapat memberikan tekstur tertentu, baik langsung dari bentuk yang dihasilkan dari
suatu bahan maupun dari proses penataannya yang dapat berpengaruh pada
penggunaan, ketahanan material, dan sebagai pembeda antara ruang yang satu
dengan yang lainnya, melalui beberapa proses manipulasi, instalasi, dan keausan.
Accoustic, material atau bahan yang digunakan dapat memberikan refleknya
terdahap suara sesuai dengan penggunaan ruang atau bangunan, sehingga material
dapat memiliki sfat menyebabkan gema ataupun dapat meredam suara, seperti
glasswool, green wool, keramik fiber, dll. Permeability dimaksudkan material sebagai
membran eksterior (bagaimana cara bangunan bernapas) sehingga dapat
menimbulkan pengaruh pada panas atau dingin, segar atau apek, bahkan terang
atau gelapnya.
Material memiliki behaviors dalam perannya melindungi integritas konstruksi,
memastikan kualitas kehidupan orang-orang di dalamnya, dan dapat juga
memberikan kualitas estetika pada bangunan. Behaviors terbagi atas
Responsiveness dan Smart Material. Responsiveness, material bersifat responsible
(memiliki daya tannggap) terhadap lingkungan sekitar, seperti pada tekanan oleh
gravitasi, perbedaan panas dan dinginnya, kelembapan, dan sebagainya. Aktivitas
responsiveness ini ada yang berifat permanen seperti keterakan atau erosi dan ada
yang bersifat bersiklus seperti aktivitas kontraksi dan refleksi. Smart material, dimana
material dapat diprogram untuk memungkinkan munculnya fungsionalitas baru pada
bahan atau bangunan, hal ini dapat diaktifkan dari sifat responsiveness material,
seperti pada perubahan suhu, kelembapan, dan listrik. Pada smart material ini dapat
mengambil contoh penggunaan tekstil fotovoltalik tekstil tipis pada bangunan KVA’s
Soft House, dimana tirai biasa menjadi sebuah tekstil yang dapat mengasilkan dan
mendisteribusikan hingga 16.000 watt tenaga listrik terbarukan.

KVA’s Soft House


Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Dalam material terdapat beberapa indices yang terbagi atas site, program, dan
cultural. Pada site, material dapat dijadikan indeks atau penentu (ciri khas) bagi suatu
tempat/site. Program, dengan penentuan fungsin bangunan yang sudah ditetapkan
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi pada pemilihan material yang
digunakan dalam bangunan. Cultural, dimana material diharapkan dapat
memberikan suatu harapan simbolis.
2.2.2 Ephemeral Substances
Ephemeral substances merupakan unsur arsitektur yang tidak kekal dan tidak dapat
secara langsung dilihat atau diraba. Dalam Ephemeral substances terdapat unsur space,
scale, light, dan movement.
1. Space
Mengutip dari buku The Language of Architecture, “Space encompasses the
stage for human activity, the cadence of our movements, the duration of our
experiences”. Yang berarti ruang meliputi panggung aktivitas manusia, irama
gerakan kita, durasi pengalaman kita. Ruang mungkin merupakan ciri utama yang
mendefinisikan arsitektur dan apa yang membedakannya dari seni lainnya. Ruang
arsitektural menyediakan jarak pandang yang kita lewati sebelum terjatuh atau tertuju
pada benda, permukaan, dan orang lain. Ruang berisi apa yang ada dalam
genggaman fisik kita dan apa yang mungkin "dapat dipahami" hanya melalui
persepsi, pemahaman, dan ingatan.

Cover Buku “Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01”


Sumber: Buku “Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01”

Dalam buku Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01 “Ruang selalu terbentuk oleh 3
elemen pembentuk ruang yaitu : Bidang alas atau lantai, bidang pembatas atau
dinding, dan bidang langit-langit atau atap”. Bidang alas dapat berupa keramik, kayu,
rumput, tanah, dan sejenisnya. Dinding biasanya berupa susunan batu bata atau
beton, namun selain bahan tersebut dinding dapat berupa pagar bambu, pohon-
pohon atau semak-semak, dan juga dinding semu seperti garis batas sungai, air laut
dan cakrawala.
Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3
Le Corbusier and Pierre Jeanneret: Villa Savoye, Poissy, France, 1928–31
Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Seperti contoh gambar diatas, pada gambar 2 bagian yang berwarna oren
merupakan dinding semua pembatas ruang. Pada gambar 3 ruang menjadi lebih luas
mencakup bagian halaman dengan warna hijau yang berupa tembok sebagai
pembatas ruang.
2. Scale
Dikutip dari buku The Language of Architecture, “When it comes to scale,
buildings are eternal chameleons—shifty characters, they thrive on belonging
simultaneously to multiple and interlocking scales”. Karena dalam skala, besar atau
kecilnya bangunan tidak bisa ditentukan. Ada bermacam-macam pembanding skala,
dan tempat dimana pengamat melihat juga menjadi faktor yang memengaruhi skala
itu sendiri. Bagaimanapun skala itu relatif, itu hanya dapat didefinisikan dalam
hubungannya dengan sesuatu. Skala itu cepat berlalu, sebagai sebuah bangunan
misalnya dapat dimiliki oleh banyak skala secara bersamaan. Skala bergantung pada
konteks, konteks yang dapat berkisar dari nanopartikel terkecil hingga lanskap yang
luas. Skala bisa sekilas atau bahkan imajiner, relasional atau perseptual.
Álvaro Siza’s Santa Maria Church in Marco de Canavezes, Portugal (1996)
Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Biasanya tubuh menjadi penentu skala yang kuat. Ketinggian anak tangga,
tinggi dan profil pegangan tangan, proporsi kursi, semuanya diskalakan untuk
berinteraksi dengan dimensi tubuh manusia. Pada Gereja Santa Maria karya Álvaro
Siza di Marco de Canavezes, Portugal (1996) ini pintu baja dengan tinggi 10 meter
sebagai pintu masuk. Jika dibandingkan dengan keseluruhan bangunan, pintu
tersebut terlihat seperti pintu umumnya, namun jika dibandingkan dengan ukuran
manusia, pintu tersebut jelas terlihat sangat besar dan tinggi.
3. Light
Pada buku The Language of Architecture dikatakan “It is the manipulation of
form through an understanding of the shadows that are cast that registers the
generative presence of light”. Manipulasi bentuk melalui pemahaman tentang
bayangan yang dilemparkan yang mencatat keberadaan generatif cahaya, berarti
cahaya dapat mengubah suatu bentuk benda. Keberadaan atau kehadiran ruang
dapat dirasakan dengan meng-indera bentuk-bentuk elemen pembatasnya yang
salah satunya melalui indera penglihatan, pengamatan visual. Cahaya merupakan
unsur yang sangat penting karena hasil karya manusia yang berwujud artefak hampir
tidak berarti bila tanpa kehadiran cahaya. Cahaya bersifat temporal dan saat
bergerak melalui ruang, ia memiliki kapasitas untuk mengubahnya. Tekstur dapat
diperlihatkan dan dilebih-lebihkan melalui paparan cahaya, sebagaimana tekstur
dapat dihaluskan dan dibuat rata.
The church at Le Corbusier’s Sainte-Marie de La Tourette monastery complex in Eveux,
France (1956–59)
Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Gereja di kompleks biara Le Corbusier Sainte-Marie de La Tourette di Eveux, Prancis


(1956–1959) adalah sebuah volume beton besar yang apertur mengaburkan sumber
langsung cahaya alami. Tidak hanya permukaan beton kasar gereja yang dianimasikan
dengan pola kaleidoskopik dari cahaya bergerak, di mana pandangan seseorang terus
menerus difokuskan kembali secara berurutan titik fokus diterangi, tetapi tempat kudus itu
sendiri berubah secara spasial saat permukaan rata secara bergantian dan maju saat
bayangan datang dan pergi.
Selain itu, cahaya menetapkan kontras antara terang dan gelap berfungsi untuk
menggambarkan batas spasial dan program. Cahaya juga memengaruhi persepsi
warna relatif terhadap mata pengamat dan konteks (yang sering berwarna) di mana
ia dipersepsikan. Bahan dan warna tertentu memantulkan cahaya, yang lain
menyerapnya. Volume putih dengan latar belakang hitam akan tampak lebih besar
daripada volume hitam dengan latar belakang putih, karena warna dapat
mengimbangi terang atau gelap dan memberikan hiburan atau tujuan atau dapat
menganimasikan permukaan yang seragam.
4. Movement
Dalam buku The Language of Architecture, “It is movement that transforms an
otherwise monosyllabic and inert architecture into an endlessly complex and animate
one”. Berarti movement adalah gerakan yang mengubah arsitektur yang tadinya
bersuku kata satu dan tidak bersuku kata menjadi arsitektur yang kompleks dan
bernyawa tanpa akhir. Gerakan melalui sebuah bangunan atau kota adalah cara
mengatur pengalaman seseorang tentangnya, mengarahkan tubuh dalam hubungan
dengan sesuatu di luar dirinya. Dan sementara bentuk dan ruang arsitektur dan
perkotaan biasanya statis, gerakan seseorang melaluinya yang membangun
lingkungan yang terus berubah. Ketika hubungan antara bentuk dan ruang
bertransformasi, dan ketika seseorang memandang ruang dan bentuk ini dari
berbagai sudut pandang, arsitektur bersuku kata satu dan tidak beraturan berubah
menjadi arsitektur yang tak berujung, kompleks, dan bernyawa.

Frank Lloyd Wright’s 1959 Guggenheim Museum in New York City


Sumber: Buku “The Language of Architecture”

Ruang sirkulasi dan galeri menyatu dalam Guggenheim 1959 karya Frank Lloyd
Wright Museum di Kota New York. Di sini, lereng yang sangat besar mendefinisikan
ruang sirkulasi, galeri seni, pelataran interior, dan bentuk bangunan.
Movement merupakan jalan atau rute yang dilewati secara berurutan di suatu
ruangan dan diikuti aktivitas yang dilakukan. Menghidupkan kembali memori atau
pemeragaan kembali peristiwa sejarah dapat tertanam dalam karya arsitektur yang
menandai rute itu. Ini dapat didefinisikan dengan jalur yang diartikulasikan dengan
jelas (seperti dengan jembatan, tangga, atau ramp) atau dapat dibangun melalui
hubungan formal dan spasial, di mana seseorang bergerak menuju sumber cahaya
atau menuju dan di antara bentuk-bentuk figural (seperti melalui baris kolom atau
antara dua volume). Arsitektur dapat menceritakan sebuah kisah —nyata atau
khayalan— tentang seseorang, tempat, peristiwa. Sirkulasi dapat berfungsi sebagai
angker yang mengumpulkan dan membingkai ikon visual yang membuat narasi
terbaca.
2.3 Analisa Studi Kasus dengan Literatur
2.3.1 Bruder Klaus Chapel

Bruder Klaus Chapel

Sumber: https://www.archdaily.com/798340/peter-zumthors-bruder-klaus-field-chapel-through-the-lens-of-
aldo-amoretti

Estetika
• Unity atau kesatuan dari elemen-elemen bruder klaus dapat dilihat dari unsur unity in
diversity yakni bentuknya yang simetris. Apabila ditarik garis sebagai sumbu, maka
elemen akan terbagi menjadi 2 sisi dimana masing masing sisinya memiliki bentuk
dan sudut yang sama. Hal ini memberikan kesan keseimbangan sehingga unsur
“balance” juga sekaligus terpenuhi dari kesimetrisan bentuk bruder klaus.
• Dominance atau penjolan juga terbentuk karena adanya whitespace yang terlihat dari
tanah lapang di sekitar bruder klaus.
Physical substances
• Mass atau massa muncul dari susunan beton dan tepee pohon yang berkaitan
dengan kepadatan volumetrik seperti balok, dengan kesan massa yang berat dan
kokoh.
• Structure / struktur terbuat dari tepee dari pohon yang kemudian dibungkus dengan
lapisan beton tipis yang dikompres dengan tangan yang ditumpuk di atas satu sama
lain.
• Suface/ permukaannya yang dibuat dramatik dimana berhubungan dengan
lingkungan natural disekitarnya dengan warna yang bentuk natural menyatu dengan
lingkungan sekitar.
• Material yang digunakan yakni tepee pohon dan beton.

Ephemeral substances
• Space atau ruangnya hanya terdiri dari 1 ruang yang cukup untuk sekiranya sampai
3 orang.
• Scale (skala) jika dibandingkan dari pintu segitiganya atau dengan pohon-pohon
disekitarnya, caphel ini berukuran cukup besar dan tinggi.
• Light (cahaya) dari atas chapel terdapat 1 lubang masuknya cahaya yang
memberikan kesan sunyi dan sakral, kemudian ada tambahan lilin sebagai sumber
cahaya yang mungkin juga digunakan sebagai alat dalam berdo’a.
• Movement atau sirkulasi ruang gerak, Karena hanya memiliki 1 ruang, ruang gerak
pada chapel sangat terbatas, dan memang dikhususkan untuk tujuan berdo’a.

2.3.2 Masjid Kubah Emas di Depok, Jawa Barat

Masjid Kubah Emas Depok


Sumber:
1. https://depok.pikiran-rakyat.cokaom/ll-depok/pr-09323006/sejarah-pembangunan-masjid-kubah-emas-
depok-termegah-di-asia-tenggara
2. https://www.inibaru.id/islampedia/pesona-masjid-kubah-emas-masjid-termegah-se-asia-tenggara
3. https://www.arsitag.com/project/kubah-emas-mosque-1/photo/22017
4. https://fotokita.grid.id/read/111890850/punya-usaha-sukses-di-singapura-dan-arab-saudi-mendiang-
pengusaha-perempuan-banten-ini-pernah-jelaskan-alasannya-bangun-masjid-berlapis-emas-di-
depok?page=all
5. https://umma.id/post/pancaran-cahaya-di-masjid-kubah-emas-saat-malam-hari-315119?lang=id
Estetika
• Unity atau kesatuan terlihat dari permainan banyak elemen yang saling
berhubungan. Unity in diversity terlihat dari kesimetrisan yang sekaligus memenuhi
unsur balance. Keseimbangan bentuk ini memberikan kesan ketaatan.
• Kemudian ritme terlihat dari pengulangan bentuk tiang yang teratur dengan jarak
yang sama. Sementara harmony terlihat dari permainan ukuran kubah dan menara
sehingga terjadi komposisi yang dinamis dan tidak monoton
• Dominance pada masjid kubah emas terletak pada kubahnya yang menjadi ciri khas
dan karakter utama. Selain karena karena warna, posisi kubah yang berada ditengah
dengan ukuran yang lebih besar dari elemen lain memberikan bobot visual yang
mendominasi sehingga terbentuk focal point.
Physical substances Masjid Kubah Emas
• Mass atau massa muncul dari bentuk kepadatan volumetrik bangunan berkubah,
masjid ini memiliki massa dari volume solid dinding-dinding yang mengelilinginya.
• Structure / struktur terbuat dari beton yang membentuk kolom maupun balok sebagai
transfer beban ke tanah.
• Surface dari masjid ini tampak megah dengan pengulangan bentuk pintu maupun
jendela dan tower-tower di sisi-sisinya yang memberikan kesan agung, terlebih lagi
kubah emas yang memberikan surface elegan.
• Material tampak masjid ini didominasi beton dan pada bagian kubahnya dilapisi emas
22 karat.

Ephemeral substances Masjid Kubah Emas


• Space atau ruangnya terdiri dari bagian dalam yakni ruang sholat, halaman dalam
berukuran 45×57 meter yang mampu menampung 8000 jamaah. Salah satu sisinya
berhubungan dengan ruang salat. Sedangkan tiga sisi lainnya dibatasi selasar
dengan deretan pilar-pilar berbalut batu granit.
• Scale (skala) jika dibandingkan dari pohon-pohon sekitarna, masjid ini memiliki
ukuran yang sangat besar dan megah.
• Light (cahaya), saat siang hari pencahayaan didapat dari cahaya matahari yang
alami, di bagian ruang sholat tepatnya pada kubah terdapat lubang atau jendela yang
mengelilingi sebagai jalur masuknya cahaya kedalam masjid.
• Movement atau sirkulasi ruang gerak, saat kita masuk kedalam kita akan melewati
pilar2 yang mengelilingi halaman dalam masjid, kemudian masuk pada halaman
dalam, dan terakhir ke dalam ruang sholat.

2.3.3 Sydney Opera House

Sydney Opera House


Sumber:
1. https://www.britannica.com/topic/Sydney-Opera-House
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Opera_Sydney
3. http://edupaint.com/jelajah/6561-ruang-ruang-pada-sydney-opera-house-australia

Sumber: https://rts18.blogspot.com/2016/10/analisa-sederhana-hasil-arsitektur.html

Sumber: https://www.emaze.com/@ALILQOOO

Estetika
• Unity atau kesatuan terlihat dari banyaknya elemen yang saling berhubungan.
Elemen-elemen tersebut walaupun terbentuk dari ukuran yang berbeda-beda, namun
berhasil menghadirkan harmony melalui komposisi yang dinamis dan tidak monoton.
Kemudian ritme terlihat dari bentuk atapnya yang terdiri dari satu bentuk namun
terjadi pengulangan dengan permainan dimensi sehingga tidak terkesan monoton
• Dominance terletak pada density atau kepadatan pada permainan atap. Bagian atap
sydney opera house terbentuk dari beberapa elemen dengan bentuk dasar yang
sama dan berulang. Sehingga memberikan bobot visual yang lebih berat dibanding
elemen lain. Membuatnya menjadi focal point dan ciri khas dari bangunan ini.
• Unsur balance juga nampak jelas pada permainan atap. Apabila dilihat dari samping,
3 elemen atapnya melengkung ke depan dan 1 ke belakang. Untuk menyeimbangkan
bobot visual, namun tetap terjadi ritme, maka bangunan yang lebih kecil dibangun di
bagian belakang dengan hanya terdiri dari 2 elemen pada atapnya.
Physical substances Sydney Opera House
• Mass atau massa terlihat dari kepadatan volumetrik bentuk yang merupai shell atau
cangkang yang didalamnya memunculkan ruang dengan fungsi utama sebagai
gedung Opera.
• Structure / struktur gedung ini menggunakan konstruksi baja, penyangga
menggunakan kolom beton yang ditinjau dari struktur shell. Dimana cangkang pada
umumnya dapat menerima beban merata yang dapat menutup ruangan besar
dibandingkan dengan tipisnya pelat cangkang.
• Surface bangunan ini terlihat seperti bentuk Shell atau cangkang dengan
menerapkan sistem Shell free form dimana bentuk shell tidak mengikuti pola geometri
umumnya tetapi terikat secara struktural yang dalam hal ini bentuk geometri tetap
ada tetapi bukan merupakan faktor utama.
• Material yang digunakan yakni beton precast disatukan dengan kabel baja dengan
atap dilapisi keramik Swedia.

Ephemeral substances Sydney Opera House


• Space atau ruang, terdapat1000 ruangan yang ada di dalam gedung, lalu terdapat 6
ruangan utama yaitu Concert Hall, Drama Theatre, Playhouse, Studio, Reception
Hall, dan Opera Theatre. Selain itu juga terdapat fasilitas restoran mewah, ruang
istirahat, ruang ganti dan toilet.
• Scale (skala) jika dibandingkan dengan manusia, gedung ini memiliki ukuran yang
super besar dan megah.
• Light (cahaya), karena ruang-ruang di opera house ini tertutup, pecahayaan pada
opera house ini menggunakan banyak lampu di dalam tiap ruangan. Pada malam
hari bangunan ini terlihat terang dan indah karena memiliki banyak lampu sorot yang
menyorot dari bawah menuju langsung pada bagian luar struktur cangkangnya.
• Movement atau sirkulasi ruang gerak pada opera house ini pengunjung masuk,
dibagian kiri terdapat restaurant, kemudian lebih masuk lagi ke dalam gedung dan
menemui tempat penjualan tiket. Setelah itu, pengunjung akan memasuki ruang
teater opera, terdapat 2 ruang teater di sebelah kiri dan kanan setelah tempat
penjualan tiket.
BAB 3 KESIMPULAN
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan yaitu:

1. Dalam arsitektur, keindahan seperti menjadi problem yang kompleks karena banyak faktor terkait
dalam mempengaruhi keberhasilan sebuah karya, seperti: faktor ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
ergonomi, antropometri termasuk faktor psikologi, keselarasan serta pelestarian lingkungan. Setiap
manusia sudah memiliki aprioni atau cita rasa terhadap keindahan. Sehinga sangat wajar apabila
penilaian tiap orang berbeda. Namun bagaimana benda itu terlihat atau secara subyektif, dapat
dihadirkan dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika seperti unity, dominance, dan balance.
Sehingga selalu ada ukuran ketika menilai sesuatu. begitu pula pada arsitektur. Walaupun tiap
manusia memiliki cita rasa yang berbeda, namun perlu adanya ukuran untuk melihat suatu obyek.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan secara kasar tentang penilaian estetika secara obyektif.
2. Unsur-unsur arsitektur terbagi atas Physical Substances (mass, structure, surface, dan materials)
dan Ephemeral Substances (space, scale, light, dan movement). Semua unsur-unsur arsitekur itu
saling berkaitan, berkorelasi, dan mempengaruhi antara satu dan lainnya.
3. Dapat disimpulkan bahwa tiap karya arsitektur memiliki unsur-unsur arsitektur, namun terdapat
penonjolan dan persentase yang berbeda pada tiap karya, tetapi tetap mewujudkan keselarasan
dalam tiap elemen. Sebagai contoh pada studi kasus yang telah dipaparkan di atas, terdapat Bruder
Klaus Chapel menonjolkan surface yang natural menyatu dengan lingkungan sekitar dan
penggunaan pencahayaan yang memberikan kesan religius, sementara pada Masjid Kubah Emas
yang menonjolkan bentuk berkubah dan penggunaan material emas, pada Sydney Opera House
menonjolkan penggunaan struktur dan surface yang mengadopsi dari bentuk shell atau cangkang.
DAFTAR PUSTAKA
Djelantik, A.A.M, “Estetika - Sebuah Pengantar”, MSPI, Bandung, 1999.

Utomo, Tri Prasetyo. 2006. “Estetika Arsitektur Dalam Perspektif Teknologi dan Seni”. https://jurnal.isi-
ska.ac.id/index.php/pendhapa/article/download/1687/1629 Diakses 19 November 2020.

Essley, Joffre. 2016. ”Architectural Balance”. https://www.house-design-coffee.com/architectural-


balance.html. Diakses 19 November 2020.

Bradley, Steven. 2010. “Dominance: Creating Focal Points In Your Design”.


https://vanseodesign.com/web-design/dominance/. Diakses 19 Novemver 2020.

Simitch, Andrea dan Val Warke. 2014. The Language of Architecture. Beverly, Massachusetts: Rockport
Publishers.

Rayahu, Agus. 2015. “Cara Renovasi Menaikkan Rumah 1 Lantai menjadi 2 Lantai”.
https://blog.rumahwaskita.com/cara-renovasi-menaikan-rumah-1-lantai-menjadi-2-lantai/ .
Diakses pada 20 Novermber 2020.

Prabawasari, Veronika Widi dan Agus Suparman. 1999. Diktat Kuliah Tata Ruang Luar 01. Jakarta:
Penerbit Gunadarma.

Liawista. 2018. “Sydney Opera House Salah Satu Landmark Australia”.


https://www.liawisata.com/2018/10/21/sydney-opera-house-salah-satu-landmark-australia/
Diakses pada 22 November 2020.

S.P.Honggowidjaja. 2003. Pengaruh Signifikan Tata Cahaya pada Desain Interior. Dimensi Interior. 1(1):
1-15

Anda mungkin juga menyukai