Anda di halaman 1dari 12

Makalah Implementasi Tauhid Dalam Lingkup Pribadi

Disusun Oleh :
Anindya Kinanti
Ahmad Fadlan Azizi
Mufid
Yogi Nugraha

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Keragaman dan Sikap Muslim Berbasis Tauhi
d ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Muhammad
Dwifajri pada mata kuliah Aqidah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawa
san bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan
nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, krit
ik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 31 Mei 2021


Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Akidah, sebagaimana telah kita pahami bersama, adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan
masalah keyakinan. Mengapa keyakinan? Karena ruang lingkup akidah banyak berkaitan
dengan hal-hal gaib yang mengutamakan keyakinan sebagai perangkat utama untuk
menerima dan memahaminya, ketimbang analisa rasional. Kemudian dalam masalah akidah
ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok
yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus
tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa penghayatan dan pengamalan, tauhid hanya
perbincangan omong kosong yang tak ada dampaknya bagi diri kita, apalagi di hadapan
Allah.
1.2 Rumusan Masalah

1. Tantangan Tauhid dalam membentuk pribadi


2. Tauhid sebagai Fondasi pribadi muslim
3. Ciri ciri pribadi bertauhid
4. Langkah langkah membentuk pribadi yang bertauhid
5. Profil pribadi dalam Tauhid yang kokoh
Bab II
Pembahasan
1. Tantangan tauhid dalam membentuk pribadi
Pada dasarnya, awal ajaran Islam bertujuan untuk mengukuhkan akidah tauhid, kemudian
penanaman nilai-nilai tauhid kepada seorang individu sangat mempengaruhi terwujudnya
kepribadian muslim yang hakiki. Kita haruslah memiliki pribadi yang tangguh dan utuh.
Untuk itu kita harus menggunakan prinsip tauhid karena sudah jelas ada tuntunannya
dalam al-Qur'an. Namun ada berbagai tantangan tantangan dalam bertauhid yaitu:
a. Praktek Syirik
b. KKN
c. Pengaruh Negatif Emansipasi
d. Pengaruh Negatif Globalisasi
e. Pengaruh Budaya Barat
f. Upaya-upaya Pendangkalan Aqidah
g. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme.
Selain itu ada beberapa prinsip yang dapat membentuk kita untuk memiliki kepribadian
yang bertauhid yakni :
a. Tauhid Membentuk Kepribadian Utuh
Manusia yang dalam dirinya memiliki tauhid, orientasi jiwa dan raganya hanya
dipersembahkan kepada Allah swt semata, sehingga ia memiliki kepribadian yang
utuh. Keutuhan jiwa tersebut menjadikan manusia menjadi tenang dalam menghadapi
kehidupan baik dalam dunia pendidikan maupun kesehariannya. Begitu juga
sebaliknya, kepribadian manusia yang syirik (menyekutukan Allah) akan terbelah
pribadi dan jiwanya.
b. Tauhid Membentuk Kepribadian Berani
Dengan tauhid manusia mampu menghadang tantangan pendidikan dan
kehidupan yang menutupi atau mengganggu fikirannya. Sesungguhnya obat yang
mujarab untuk menyembuhkan penyakit hati seperti rasa takut, sifat pengecut, dan
putus asa adalah penerapan prinsip tauhid dalam berpendidikan. Manusia yang
memegangi prinsip tauhid tentu selalu mempunyai keyakinan bahwa Allah SWT
selalu berada di dekatnya, sehingga manusia nantinya tidak akan pernah takut pada
desakan siapapun dan dimanapun.

2. Tauhid sebagai fondasi pribadi muslim


tauhid merupakan hal yang pokok, bahkan merupakan permulaan hidup manusia.
Tidak memiliki tauhid, sama saja dengan mati. Seorang muslim meyakini bahwa
tauhid adalah dasar dalam Islam yang paling agung dan hakikat islam yang paling
besar, dan merupakan suatu syarat diterimanya suatu amal. Dan tidaklah Allah
mengutus para Utusan-Utusan-Nya (Para Nabi dan Rasul) kecuali untuk menyeru
kepada Tauhid. Sebagaimana Firman-Nya : "Dan sungguh Kami telah mengutus
rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan). 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
berbagai macam Thagut.(QS.An-Nahl:36).
3. Ciri ciri pribadi bertauhid
Tauhid adalah pondasi agama Islam, tanpa tauhid, maka Islam seseorang percuma
saja. Tanamkanlah jiwa tauhid dalam hati dengan melaksanakan semua perintah
Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Lalu buktikan dengan ucapan dan amal
perbuatan. Berikut ini ada beberapa ciri orang yang benar-benar bertauhid, di mana
tauhidnya sudah mengakar kuat dalam hatinya.
1. Hatinya selalu mengingat Allah
Orang yang tauhidnya sudah terjiawai, maka hatinya akan selalu mengingat
Allah. Kapanpun dan dalam kondisi apapun, hatinya selalu banyak mengingat
Allah.
2. Selalu merasa berdosa
Orang yang sudah bertauhid tidak akan mungkin lagi melakukan dosa-dosa
besar. Jangankan yang besar, dosa-dosa kecil pun tidak akan berani
melakukannya. Jika ada dosa kecil yang tidak sadar dilakukan, maka dia akan
segera beristighfar.
3. Jika diberi nikmat akan bersyukur dengan ucapan dan amal
Bersyukur itu jangan hanya diucapkan oleh mulut, tapi harus dibuktikan pula
oleh amal perbuatan. Salah satu contoh bersyukur dengan amal perbuatan yaitu
memberikan sebagian rezeki yang kita dapat kepada orang-orang miskin.
Ketika diberikan nikmat, orang yang bertauhid selalu bersyukur dengan ucapan
dan amal. Dia sepenuhnya yakin kalau nikmat yang dimiliknya berasal dari
Allah. Diberikan nikmat sehat, syukurilah dengan memanfaatkan sehat untuk
beribadah sungguh-sungguh. Diberikan nikmat rezeki, manfaatkanlah rezeki di
jalan Allah, itulah ciri yang benar-benar bersyukur.
4. Jika ditimpa musibah akan bersabar dan tetap bersyukur
Tak hanya urusan nikmat, urusan musibah dan cobaan pada hakikatnya berasal
dari Allah. Orang yang jiwa tauhidnya sudah mengakar kuat meyakini hal
tersebut.Ketika diberikan nikmat kita harus bersyukur dan ketika diberikan
cobaan kita harus bersabar dan ikhlas menerimanya.
5. Selalu membalas keburukan dengan kebaikan
Jika kita ingin jadi orang yang bertauhid, kita harus menunjukkan akhlak yang
mulia. Salah satu contohnya adalah membalas keburukan dengan kebaikan.Jika
ada orang yang memfitnah kita, mencaci maki kita dan berbuat sesuatu yang
buruk kepada kita, jangan balas lagi dia dengan keburukan, tapi balaslah dia
dengan kebaikan dimulai dari mendoakannya.
6. Tidak terlalu mencintai dunia
Jika kita mengaku bertauhid, seharusnya kita yakin kalau dunia ini hanya
sementara, sementara di akhirat kekal. Bagi orang yang bertauhid, dunia itu
bukan untuk mencari kekayaan atau kesenangan, tapi sebagai jembatan untuk
meraih keridhoan Allah dengan cara beramal sholeh.
4. Langkah langkah membentuk pribadi yang bertauhid

1. Mengetahui terlebih dahulu tentang definisi Tauhid


2. Memahami dan memantapkan dalam hati tentang pentingnya Tauhid dalam
mempengaruhi sifat atau karakter seseorang
3. Mempraktekkan kedalam kehidupan sehari hari dengan bersikap baik, dan
meninggalkan segala perbuatan atau sikap yang membuat dosa semata mata
karena Allah Swt .
4. Mentadaburi Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad, dengan mentadaburi al-qur’an kita
semakin faham tentang makna tauhid kepada Alloh.
5. Memaknai kehidupan yang ada disekitar kita.
6. Mempelajari ilmu syari’at sekaligus mengamlkannya sesuai dengan Alqur’an
dan Sunnah
7. Bertauladan, bercermin kepada orang-orang soleh serta menimba pengalaman
spiritual mereka.
8. Melakukan mujahadah untuk mengerjakan amal kebaikan
9. Banyak berdzikir kepada Allah SWT, sehingga istiqamah dalam taqwa Allah
dan mendapat musyahadah kepada-Nya
10. Banyak beristighfar kepada Allah

5. Profil pribadi dalam tauhid yang kokoh


Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak
yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada
orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu
hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh
karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah
merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi
pembentukan pribadi muslim.

Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang
harus lekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap
muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang
kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang
dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah,
seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana
firman-Nya

َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫قُلْ إِ َّن‬


َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi
Allah Tuhan semesta alam‘ (QS 6:162).

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka
dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihat aku shalat.‘ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang
berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq.

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan
prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada
Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia
akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.

Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka
Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di
dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memiliki akhlak yang agung‘ (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi.

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh
sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang
kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-
kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan
jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya:
‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah‘ (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri

Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-
Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir,
misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar
dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari
keperluan.‘ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berpikir (QS 2:219).

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu.

Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).

6. Mujahadatul Linafsihi.

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu


kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia
memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya
kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan
tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi.

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi
manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari
Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan
menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan
sebagainya.

Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap,
yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang
beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan
yang menyatakan: ‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.‘ Waktu
merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik,
sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum
lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat
sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum
miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi.

Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian


seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu
dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah
harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani
secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah
menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-
sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu
pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.

9.Qodirun Alal Kasbi.

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun
alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian,
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi
muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang
harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah
amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan
yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut


memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab
baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus
diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi.

Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada
setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga
dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena
bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan
dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu
berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa
mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.

Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).

Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an
dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.
Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penulis pada penelitian kepustakaan ini, seakligus untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang penulis ajukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Bahwa konsep pendidikan aqidah tauhid itu adalah, pertama: konsep pendidikan yang memuat
prinsip-prinsip, nalar, dan diskripsi yang kuat tentang sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum, dan keyakinan yang benar berdasarkan akal, wahyu (al Quran
dan as Sunnah) dan fitrah terhadap ke-Esaan Allah, yang dapat menghadirkan ketentraman jiwa,
dan mendasari seluruh aktifitas seorang mukmin-muslim dalam kehidupannya, diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu. Kedua: ruang lingkup pendidikan aqidah tauhid meliputi: rubūbiyah Allah,
ulūhiyah-Nya, ubūdiyah-Nya, mulkiyah-Nya, khakimiyah-Nya, af‟al-Nya, asmā‟-Nya, dan ṣifat-
Nya. Ketiga: tujuan pendidikan aqidah tauhid adalah agar anak didik memperoleh kepuasan batin
dalam kehidupan untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat secara benar tanpa
keraguan, menghindarkan diri dari perbuatan syirik, mendapatkan keyakinan berdasarkan
kesadaran ilmu dan menghindarkan diri dari sikap taklid buta, serta mengokohkan iman agar
tidak mudah rusak oleh karena pengaruh isme-isme karya manusia. Keempat: sumber pendidikan
aqidah tauhid adalah al Quran dan as Sunnah. Kelima: materi pendidikan aqidah tauhid
meliputiwujud Allah, tauhidullāh SWT, makna “lā ilāha illallāh”, hakekat dan dampak dua
kalimat syahadat, yang membatalkan dua kalimat syahadat, al asmā‟ waṣ ṣifāt, ilmu Allah,
ma‟iyatullāh, dan syirik. Keenam: pendidikan aqidah tauhid mempunyai kedudukan yang urgen
bagi proses pembentukan kepribadian atau karakter seseorang. Karena kekuatan aqidah akan
menentukan perilaku autentik seseorang dalam merespon apapun dan pada aspek apapun dalam
kehidupannya. Respon autentik itulah yang kemudian menjelma menjadi akhlak seseorang,
akhlak seorang yang mengenali Tuhannya dan memahami kedudukan dirinya. Ketujuh: aqidah
tauhid yang kuat akan menentukan baik buruknya akhlak seseorang, baik akhlak terhadap Allah
SWT, terhadap Rasulullah SAW, akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak bermasyarakat,
maupun akhlak dalam bernegara, dan sebaliknya.
2. Dilihat dari sudut pandang kandungan ayat-ayat al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 oleh tiga
mufasir, maka dapat dismpulkan bahwa pertama: pesan-pesannya telah memenuhi materi pokok
pendidikan aqidah tauhid sebagaimana sistematika Yunahar Ilyas, yaitu mencakup : wujud
Allah, tauhῑdullāh SWT, makna “lā ilāha illallāh”, al asmā‟ waṣ ṣifāt, ilmu Allah, ma‟iyatullāh,
dan syirik. Kedua: pesan-pesan al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 sangat relevan untuk dijadikan
referensi dan hujjah dalam rangka membentuk karakter jujur. Terutama pada pesan ma‟iyatullāh
kepada manusia, sehingga mendorong manusia untuk selalu ber-murāqabah kepada-Nya. Ketiga:
pesan-pesan al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 adalah tepat dan relevan untuk dijadikan sebagai
referensi dalam membentuk sikap anti korupsi. Karena perilaku korupsi yang berbasis pada
mental curang itu adalah kontra kejujuran. Sementara kejujuran yang hakiki hanya akan dapat
dibangun jika ada pemahaman dan keyakinan akan eksistensi Allah dengan segala kekuasaan,
perbuatan, dan sifat-Nya. Merasa aman berbuat curang dan korupsi hanya karena merasa dapat
bersembunyi dari penglihatan sesama makhluk, adalah melawan keyakinan atas eksistensi Allah
dengan ma‟iyah-Nya, „ilmu, baṣir, dan sami‟-Nya.

Daftar Pustaka

https://www.kompasiana.com/masto/552e525b6ea834dd448b45c1/tauhid-dan-
implementasinya
https://www.kompasiana.com/ahmadaffandi/5edf8674097f360da9500992/prinsip-tauhid-
dalam-membentuk-kepribadian-pendidik?page=all
https://www.abadikini.com/2019/07/13/6-ciri-orang-yang-benar-benar-bertauhid/
https://darussalaf.or.id/pengaruh-tauhid-dalam-kehidupan-pribadi-dan-masyarakat/

Anda mungkin juga menyukai