Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AQIDAH

IMPLEMENTASI TAUHID DALAM LINGKUP PRIBADI

Disusun Oleh :
Jundi Rabbani (1904015138)
Mertia Ningsih (1904015058)
Novita Dewi C.H (1904015090)
Rini Mulyati (1904015093)

Kelas: 2G
Dosen: ristianti

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamulaikum wr.wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt , yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi
Muhammad SAW, keluarga serta para sahabatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Implementasi Tauhid dalam Lingkup Pribadi”.pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
penyusunan makalah ini
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnannya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bias
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 11 April 2020

DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
Bab II pembahasan
A. Tantangan tauhid dalam membentuk pribadi
B. Tauhid sebagai fondasi pribadi muslim
C. Ciri-ciri pribadi tauhid
D. Langkah-langkah membentuk pribadi yang bertauhid
E. Profil pribadi dengan tauhid yang kokoh
Bab III penutup
Kesimpulan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam konsep islam tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang
menyatakan keesaan Allah. Islam mengajarkan bahwa Allah esa ( satu ) tidak dari
segi bilangan. Maka inilah yang membedakan agama islam dengan agama lainnya
dimana islam disepakati sebagai agama modern.
Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus dihadapi manusia, seperti
krisis moneter, krisis paham dan yang patut kita renungkan adalah krisis iman karena
kurang kurangnya fungsi tauhid dalam kehidupan sehari- hari manusia saat ini. Selain
itu kebanyakan manusia mementingkan kehidupan dunia dibandingkan kepentingan
akhirat, sehingga yang banyak teradi saat ini sifat-sifat manusia yang berbau duniawi
seperti individualism, hedonisme, sekularisme.
Hanya sedikit manusia yang mampu menempatkan peran tauhid secara benar
dan sesuai dengan keadaan zaman saat ini. Padahal , jika masyarakat modern saat ini
menempatkan tauhid dalam kehidupan sehari- harinya, akan tercipta masyarakat yang
damai, aman.
Pada zaman apapun, pada kondisi apapun, usaha penegakan amal shaleh
sebagai pengejawantahan iman seorang muslim harus digalakkan. Lebih dari itu
seorang yang bertauhid harus melihat dunia ini sebagai arena amal shaleh . jadi, mana
saja yang perlu ditanami amal shaleh, kita tanami pohon tauhid tadi yang kemudian
membuahkan setiap usaha yang bermanfaat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tantangan tauhid dalam membentuk pribadi?
2. Bagiman tauhid sebagai fondasi pribadi muslim?
3. Apa saja ciri- ciri pribadi bertauhid?
4. Apa saja langkah-langkah membentuk pribadi yang bertauhid?
5. Bagimana profil pribadi dengan tauhid yang kokoh?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu agar mendapatkan pelajaran yang lebijh
luas tentang urgensimplementasi tauhid dalam lingkup pribadi serta dapat
menghubungkannya dalam kehdupan sehari- hari sehingga dapat menjadi mulim yang
baik dan dapat menjalanka tauhid yang sesuai Al- Qur’an dan Al- Hadist.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tantangan Tauhid dalam Membentuk Pribadi


Menurut G.W Allfort, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai
sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan. Dengan definisi ini dapat dipahami bahwa kepribadian mempunyai sifat
selalu berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa serta mempunyai ciri khas satu
sama lainnya dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan. Pembentukkan kepribadian
bukanlah suatu proses yang berlangsung cepat melainkan memakan waktu yang cukup
lama. Ia berproses dalam diri manusia sejak manusia itu masih berada dalam kandungan
dan berkembang terus setelah ia dilahirkan.
Karena proses pembentukan kepribadian sudah berlangsung sejak manusia masih
berada dalam kandungan, maka islam mengajarkan kepada setiap wanuta muslimah yang
mengandung untuk banyak membaca alquran dan selalu ingat kepada Allah. Pada
masyarakat tertentu juga berkembang adat, bahkan menjadi kepercayaan turun menurun,
calon ayah dan ibu yang menginginkan baik harus berpantang dalam hal tertentu selama
anak masih dalam kandungan. Sejauh mana dampak positif dari sikap calon orang tua
tersebut terhadap anak yang berada dalam kandungan memang belum bisa dibuktikkan
secara ilmiah, namun apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut merupakan tradisi
yang melekat kulit di dalam kalangan mereka.
Fitrah berarti khiliaha atau kejadian. Fitrah juga bisa diartikan perangai asli, sifat
pembawaan sejak lahir sebagaian orang ada yang memberikan pengertian bahwa anak
yang baru dilahirkan bagaikan kapas atau kain yang putih bersih tanpa noda sedikitpun
karena orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan fitrah seorang anak, maka
perhatian orang tua terhadap pendidikan dan perkembangan kepribadian anaknya sangat
ditekankan oleh ajaran islam. Kepribadian yang hendak dicapai dalam proses pendidikan
anak, menurut ajaran islam, adalah taqwa. Karena itu, setiap proses pembentukkan
kepribadian harus diorientasikan kepada ketaqwaan tersebut. Taqwa yang dimaksud di
sini ialah taqwa yang arti luas; tidak hanya menyangkut keimanan dan ibadah ritual tetapi
juga mnenyangkut hubungan antar sesame manusia dengan lingkungannya, termasuk
masalah kemasyarakatan dan kenegaraan.
Tauhid membantu dalam pembentukkan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan
hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa. Arah hidupnya jelas, tidak
mempercayai tuhan kecuali hanya kepada allah. Kepada-Nya ia menghadap, baik dalam
kesendirian atau ditengah keramaian. Ia berdoa kepada-Nya dalam keadaan sempit atau
lapang.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan
sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang
hidup, pada saat lain ia menghadap kepada yang mati. Orang mukmin menyembah
kepada satu tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatnya ridho dan murkad. Ia akan
melakukan apa yang membuatnya ridho sehingga hatinya tentram.
Tauhid merupakan fondasi yang diatasnya berdiri banguan-bangunan kehidupan
manusia, termasuk kepribadiaannya, dengan makin kuat dan kokohnya tauhid, makin
baik dan sempurna kepribadian taqwa seseorang tauhid juga merupakan aspek batin
yang memberikan motivasi dan arah bagi kepibadian manusia.

B. Tauhid Sebagai Fondasi Pribadi Muslim


Sebagaiman yang telah kita ketahui bahwasanya sebelum seseorang membangun
sebuah bangunan, maka hendaknya yang pertama kali ia bangun adalah fondasinya. Hal
ini sangat penting karena kokok tidaknya sebuah bangunan diantaranya ditentukan oleh
kokoh tidaknya fondasi bangunan tersebut.
Karena itu, sebelum arsitek membangun gedung pencakar langit yang menjulang tinggi
ke angkasa, maka langkah awal yang dilakukan adalah membangun fondasinya terlebih
dahulu. Dia harus membangunnya dengan benar dan kokoh. Jika fondasinya kuat, maka
bangunannya pun akan kuat menanggung beban diatasnya, demikian juga sebaliknya, jika
pondasinya rapuh, maka bangunan tersebut dapat dipastikan tidak akan bertahan lama.
Demikian halnya dengan Islam. Islam memiliki fondasi sendiri.
Sebelum seseorang menegakkan keislaman pada dirinya, maka hendaknya yang
pertama kali dia bangun adalah membangun fondasi keislaman. Jika fondasi keislaman
seseorang benar dan kuat, maka dia akan menjadi seorang muslim yang benar di mata
Allah, tahan uji dan tahan banting. Dia akan menjadi seorang hamba Allah yang memiliki
kegigihan dan keistiqomahan yang luar biasa. Begitu juga sebaliknya, jika fondasi
keislaman seseorang tidak benar dan rapuh, maka keislamannya pun tidak kuat dan tidak
akan bertahan lama. Maka sebagai Muslim, kita harus mengenal dasar dalam bangunan
Islam atau disebut ma’rifatu ashlil Islam (Mengenal Pondasi Keislman).

َ َ‫صابَ ْتهُ فِ ْتنَةٌ ا ْنقَل‬


َ‫ب َعلَى َوجْ ِه ِه خَ ِس َر ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َرةَ َذلِك‬ ْ ‫صابَهُ خَ ْي ٌر‬
َ َ‫اط َمأ َ َّن بِ ِه َوإِ ْن أ‬ َ َ‫ف فَإ ِ ْن أ‬
ٍ ْ‫اس َم ْن يَ ْعبُ ُد هَّللا َ َعلَى َحر‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ُ‫هُ َو ْال ُخس َْرانُ ْال ُمبِين‬
“ dan di antara manusia ada orang yang mengabdi kepada Allah dengan berada di tepi
(jurang), Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam Keadaan itu, dan jika ia
ditimpa oleh suatu bencana, maka berbaliklah ia ke belakang. Makarugilahia di duniadan di
akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.“ [QS: al Hajj : 11]
Ayat ini menggambarkan perumpamaan orang yang memiliki fondasi keislaman yang
rapuh. Ia membangun fondasi pengabdiannya kepada Allah di tepi jurang, di tanah yang
mudah longsor. Sedangkan ujian dan bencana ibarat hujan lebat. Maka ujian/bencana yang
datang akan menghantam keyakinannya laksana hujan lebat yang menghantam bangunan
tersebut. Yang menyebabkan bangunan itu akan mudah hancur karena tanahnya longsor.
Para ulama sepakat bahwa inti ajaran Islam/pondasi keislaman itu ada dua, yaitu :
1. Syahadat Tauhid, maksudnya adalah mendatangkan kalimat “Lailahaillallah“, dengan
merealisasikan syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta komitmen dengan isi
kandungannya. Fondasi pertama ini menuntut seseorang memegang teguh ajaran
tauhid. Fondasi pertama ini diambil dari kalimat “ashadu an la ila ha illallah.”
2. Syahadat Risalah. Maksudnya adalah mendatangkan kalimat “Muhammad
Rosulullah“, dengan merealisasikan syarat-syaratnya. Fondasi kedua ini menuntut
seseorang untuk mengikuti apa yang dibawa oleh Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam. Fondasi kedua ini diambil dari kalimat “asydu anna Muhammadan
Rosulullah“. Adapun alasan kenapa dua perkarat ersebut disebut Ashlul Islam /
fondasi keislaman adalah karena alasan-alasan berikut ini : Hal ini disepakati oleh
para nabi. Ajaran tauhid ini disepakati oleh semua utusan-Nya. Dan ni adalah inti
ajaran mereka. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala Q.S. Al Anbiya : 25 Allah SWT
mengatakan:

ِ ‫ك ِم ْن َرسُو ٍل إِاَّل نُو ِحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل أَنَا فَا ْعبُد‬
‫ُون‬ َ ِ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum engkau melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak adaTuhan (yang hak disembah) selainAku,
maka sembahlah aku saja.”

C. Ciri-Ciri Pribadi Bertauhid

1. Hatinya selalu mengingat Allah


Orang yang tauhidnya sudah terjiawai, maka hatinya akan selalu mengingat Allah.
Kapanpun dan dalam kondisi apapun, hatinya selalu banyak mengingat
Allah.Berbeda dengan kita yang masih banyak melupakan Allah dan lebih banyak
mengingat urusan rezeki, susah, senang dan masalah. Padahal hanya dengan
mengingat Allah, maka hati ini akan tenang.

2. Selalu merasa berdosa


Orang yang sudah bertauhid tidak akan mungkin lagi melakukan dosa-dosa besar.
Jangankan yang besar, dosa-dosa kecil pun tidak akan berani melakukannya. Jika
ada dosa kecil yang tidak sadar dilakukan, maka dia akan segera beristighfar.
Meskipun secara hakikat dia tidak melakukan dosa apapun, tapi dalam hatinya ia
selalu merasa berdosa di depan Allah. Dia merasa dosanya begitu banyak, hingga
membuatnya selalu memohon ampunan kepada Allah.

3. Jika diberi nikmat akan bersyukur dengan ucapan dan amal


Bersyukur itu jangan hanya diucapkan oleh mulut, tapi harus dibuktikan pula oleh
amal perbuatan. Salah satu contoh bersyukur dengan amal perbuatan yaitu
memberikan sebagian rezeki yang kita dapat kepada orang-orang miskin. Ketika
diberikan nikmat, orang yang bertauhid selalu bersyukur dengan ucapan dan amal.
Dia sepenuhnya yakin kalau nikmat yang dimiliknya berasal dari Allah. Diberikan
nikmat sehat, syukurilah dengan memanfaatkan sehat untuk beribadah sungguh-
sungguh. Diberikan nikmat rezeki, manfaatkanlah rezeki di jalan Allah, itulah ciri
yang benar-benar bersyukur.

4. Jika ditimpa musibah akan bersabar dan tetap bersyukur


Tak hanya urusan nikmat, urusan musibah dan cobaan pada hakikatnya berasal
dari Allah. Orang yang jiwa tauhidnya sudah mengakar kuat meyakini hal
tersebut. Ketika diberikan nikmat kita harus bersyukur dan ketika diberikan
cobaan kita harus bersabar dan ikhlas menerimanya.

5. Selalu membalas keburukan dengan kebaikan


Jika kita ingin jadi orang yang bertauhid, kita harus menunjukkan akhlak yang
mulia. Salah satu contohnya adalah membalas keburukan dengan kebaikan. Jika
ada orang yang memfitnah kita, mencaci maki kita dan berbuat sesuatu yang
buruk kepada kita, jangan balas lagi dia dengan keburukan, tapi balaslah dia
dengan kebaikan dimulai dari mendoakannya.

6. Tidak terlalu mencintai dunia


Jika kita mengaku bertauhid, seharusnya kita yakin kalau dunia ini hanya
sementara, sementara di akhirat kekal. Oleh sebab itu, sudah seharusnya kita lebih
mengedepankan urusan akhirat ketimbang urusan dunia. Namun kenyataannya
tidak demikian. Karena tauhid dalam hati kita masih lemah, kita masih terlalu
mencintai dunia ini. Kita tahu akan mati, tapi kita merasa tidak akan pernah mati,
kita tahu hidup di dunia ini hanya sementara, tapi kita mencari harta seperti akan
hidup selamanya. Bagi orang yang bertauhid, dunia itu bukan untuk mencari
kekayaan atau kesenangan, tapi sebagai jembatan untuk meraih keridhoan Allah
dengan cara beramal sholeh.

D. Langkah-Langkah Membentuk Pribadi yang Bertauhid


Aspek-aspek Pembentuk Kepribadian yang bertauhid. Konsep pembentuk
kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada 10 aspek:

a.       Bersihnya akidah,

b.       Lurusnya ibadah,

c.       Kukuhnya akhlak,

d.      Mampu mencari penghidupan,

e.       Luasnya wawasan berfikir

f.        Kuat fisiknya,

g.       Teratur urusannya,

h.      Perjuangan diri sendiri,

i.         Memperhatikan waktunya, dan

j.         Bermanfaat bagi orang lain.


Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian bertauhid yaitu
iman dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari
konsep itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan
sisi abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan daalm lakon
akhlak mulia.

Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai
Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar
ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan
kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu
sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian :
a.  Faktor Internal
 Instink Biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan
berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan
menjadi perilaku tetap.
 Kebutuhan Psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan
aktualisasi diri.
 Kebutuhan Pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara
berfikir seseorang, seperti mitos, agama, dan sebagainya
b.  Faktor Ekstrnal
 Lingkungan Keluarga,
 Lingkungan Sosial, dan
 Lingkungan Pendidikan.
Langkah-langkah Pembentuk Kepribadian Yang Bertauhid :
Dalam membentuk kepribadian yang bertauhid diperlukan beberapa langkah yang berperan
dalam perubahannya, antara lain:
1. Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian yang
bertauhid. Orang tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya,
maka setiap orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai
ideologi agar mereka mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai
dengan akidah dan syari’at islam.
2. Peran Negara
Negara harus mampu membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk
pribadi yang memiliki karakter islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama
bagi seluruh sekolah dengan berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang
ketat terhadap calon-calon pendidik, pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak
meninggalkan pengajaran sains, teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap
memperhatikan kaidah syara’.
3. Peran Masyarakat
Masyarakat juga ikut serta dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam
karena dalam masyarakat kita bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan
kemaslahatan lingkungan. Dari sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat
terealisasi. Dalam masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah
untuk menciptakan kepribadian berakhlakul karimah.

Ketiga peraran diatas sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dalam
pendidikan islam karena semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.

Untuk merealisasikan kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka diperlukan
tiga proses dasar pembentukan:

4. Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang memberi
kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan lain-lain.
5. Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang
aktifitas yang akan dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang
positif.
6. Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung nilai-
nilai luhur, seperti jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.

Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara


bertahap dan berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian
merupakan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung
sesamanya.

Tujuan Pembentuk Kepribadian :


Menjadi diri sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu
selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a. Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,
b. Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c. Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d. Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e. Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f. Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat  membantu orang
lain melakukan hal yang sama, dan
g. Mengembangkan perasaan harga diri  dan percaya diri melalui aspek dukungan dan
tanggung jawab yang bersifat timbal balik.
E. Profil Pribadi dengan Tauhid yang Kokoh
Aqidah adalah pondasi untuk mendirikan bangunan kehidupan, semakin tinggi
bangunan yang akan dibuat maka harus semakin kokoh pondasi yang mendasarinya. Jika
pondasinya lemah maka bangunan itu akan mudah roboh tertiup angin atau terhempas badai.
Jika seseorang belajar ajaran Islam ke dalam sistematika Aqidah, Ibadah, Akhlak dan
Muamalah, atau Aqidah, Syariat dan Ahlak, atau Iman, Islam dan Ihsan. Maka ketiga aspek
itu tidak dapat dipisahkan sama sekali, sehingga dapat disimpulkan bahwa satu sama lain
saling terikat. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, maka akan terdorong
melaksanakan ibadah secara tertib, memiliki ahlak yang mulia dan bermuamalat dengan baik.
itulah sebabnya Rasulullah SAW, selama 13 tahun periode Makkah memusatkan dakwahnya
untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan Islam dengan mudah
dapat berdiri dan akan terus bertahan hingga hari kiamat
Tauhid merupakan landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi
ajaran-ajarannya. Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam
arti yang sebenarnya. Akidah dalam Islam berpangkal pada keyakinan tauhid, yaitu
keyakinan tentang wujud Allah, tidak ada yang meyekutukannya baik dalam zat, sifat
maupun perbuatan-Nya.
Tauhid merupakan salah satu hal terpenting yang harus dipahami, dimiliki dan
dipegang teguh oleh setiap kader Muhammadiyah, karena dengan tauhid seseorang dapat
mengerti apa arti dari kehidupan yang diajalani. Tauhid mempunyai peran besar terhadap
hidup manusia, karena dengan tauhid-lah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup
mereka. Allah telah berfirman dalam ayat-Nya:

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada KU”(Al- ”
Qur’an surah az-Zariyat: ayat 56)

Tauhid sangatlah penting bagi kehidupan manusia, baik secara individu maupun
bermasyarakat. Orang yang benar-benar memahami makna tauhid pastilah memiliki sifat
yang baik. Hal ini disebabkan karena dalam tauhid memiliki turunan yang dikenal dengan
tiga prinsip dasar yaitu Islam, Iman, Ihsan dan ditambah dengan ketaqwaan. Islam, iman dan
ihsan hendaknya diaplikasikan secara komperhensif tanpa mengabaikan satu sama lain dalam
kehidupan manusia. Adanya ihsan yang berarti ia beribadah seolah-olah Allah melihatnya,
dan berbuat kebaikan kepada sesama makhluk atas dasar dia menempatkan rasa takut kepada
Allah setara dengan rasa cinta kepada-Nya. ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap
muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat
kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari
jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah,
seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana
firman-Nya
َ‫ي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
َ ‫صاَل تِي َونُ ُس ِكي َو َمحْ يَا‬
yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah
Tuhan semesta alam‘ (QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka
dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihat aku shalat.‘ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang
berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan
prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada
Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia
akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka
Rasulullah Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di
dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar-
benar memiliki akhlak yang agung‘ (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh
sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat.
Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan
bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian,
sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi,
dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga
termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang
kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah‘ (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim
yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an
banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya
firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi.
Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.‘
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS
2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali
harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan
intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:
“samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”,
sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS
39:9).

6. Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu
kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada
yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan
kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan
tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi.


Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia.
Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan
Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama
waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni
24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan
tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan:
‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.‘ Waktu merupakan sesuatu
yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik,
sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima
perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum
sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang
muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam
hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus
diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi
cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-
sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu
pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun Alal Kasbi.


Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun
alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian,
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah
dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi
muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang
harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang
sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki
keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya
mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil
dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi.


Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada
setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga
dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena
bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan
dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu
berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat
dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa
mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir)
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
kesimpulan yang bisa diambil yaitu Tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah SWT
sebagai focus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur dan sebagai satu- satunya sumber nilai.
Kedudukan tauhid dalam ajaran islam adalah paling sentral dan esensial. Tauhid menjadi
seperti oksigen yang tak bisa lepas dari kehidupan manusia.Jikalau tanpa oksigen, manusia
tidak akan bisa hidup, begitupun apabila tanpa Tauhid, hidup manusia akan terasa hampa.
Sudah selayaknya manusia belajar dan menggunakan Tauhid dalam kehidupannya. Tauhid
sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia, karena tidak hanya sekedar memberikan
ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga
berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang.
Daftar pustaka
Muhammad bin Abdul. 2003. Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik. Yogyakarta: MITRA
PUSTAKA
Muhammad bin Abdul Wahhab, Tegakkan Tauhid Tumbangkan Syirik, (Yogyakarta:
MITRA PUSTAKA, 2003), hlm 1-3.

Tatapangarsa, Humaid. 1980.  Akhlaq Yang Mulia. Surabaya: PT Bina Ilmu.


Wahhab,A.

Anda mungkin juga menyukai