Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS

PADA BY.N DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERBILIRUBIN


DI RUANG PERINATOLOGI RSUD KOTA SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator disuatu negara. Angka
kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan
memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas
kepada masyarakat yang belum terlaksana. Saat ini angka kematian
perinatal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000 kelahiran hidup.
Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain
penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada
bayi baru lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi
pada bayi, oleh karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat
sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan.
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir
menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian
hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi
60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar
80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90. Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk
dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin indirek terjadi akibat produksi
bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh hati, atau
kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat
perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24
jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih
dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan
yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis
(hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus,
yang didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru
Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada
bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian
penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat
patologis. Hiperbilirubinemia dianggap patologis apabila waktu muncul,
lama, atau kadar bilirubin serum yang ditentukan berbeda secara bermakna
dari ikterus fisiologis. Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan
sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar.
Adapun faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar,
panjang gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas
permukaan tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media
pemantulan sinar.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta
dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat,
ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
hiperbilirubin.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
hiperbilirubin
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan pada klien
hiperbilirubin
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien
hiperbilirubin
d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
hiperbilirubin
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien hiperbilirubin

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0- 0,3 mg/dl,
bilirubin direk 0– 0,2 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum
dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
dan hipoksia.
E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang pada penderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat,
seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi
mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan
yang melengking
G. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 12 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
I. Pengkajian Fokus
1. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan
Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia, infeksi, hematoma,
gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu
menderita DM.
2. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang
meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.
3. Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.
4. Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit
bayi tampak kuning.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
6. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
7. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi
yang ikterus
8. Pemeriksaan Fisik
Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi,
hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang,
tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil
terutama suhu tubuh. Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun,
pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami
penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning
(kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine
dan feses.
J. Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : terjadi keseimbangan cairan
Intervensi :
a. Catat jumlah dan kualitas feses
b. pantau turgor kulit
c. pantau intake output cairan
d. Monitor status dehidrasi
e. Monitor TTV
f. Kolaborasi pemberian IV
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil : Nadi dalam batas normal
Suhu dalam batas normal
Intervensi :
g. Beri suhu lingkungan yang netral
h. Monitor suhu sesering mungkin
i. Monitor WBC,Hb,Hct
j. Monitor warna dan suhu kulit
k. Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik jika
diperlukan
l. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan denganhiperbilirubinemia dan
diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan kerusakan kulit terataso
Kriteria hasil : kulit menjadi lembab
Berbaikan kulit meningkat
Intervensi :
m. Kaji warna kulit tiap 4 jam
n. pantau bilirubin direk dan indirek
o. ubah posisi setiap 2 jam
p. masase daerah yang menonjol
q. jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
PATHWAYS
Eritrosit
Hemoglobin
HEM Globin
Besi/Fe Biliruin Indirek
(tidak larut air) terjadi pada limpa makrofag
Bilirubn berkaitan dengan albumin terjadi dalam plasma darah
Melalui hati
Bilirubin berikatan dengan glukoronat/ gula residu bilirubin direk
(larut dalam air) terjadi dalam hati
Bilirubin direk di ekskresi ke kandung empedu
Kandung empedu ke duodenum melalui duktus biliaris
Bilirubin direk di ekskresi melalui urine an fesses
Peningkatan destruksi eritrosit
Peningkatan destruksi eritrosit
(Gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus
entero hepatik)
Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar
Hepar tidak dapat melakukan konjugasi
Peningkatan bilirubin dalam darah
Ikhterus pada schlera leher Indikasi fototerapi
dan badan
Pemecahan bilirubin meningkatkan pengeluaran
cairan empedu ke organ usus
Gerakan peristaltik usus meningkat
Diare

PENGKAJIAN FISIK NEONATUS


A. PENGKAJIAN
1. Reflek
Moro
Menghisap klien kuat
Menggenggam klien lemah
2. Tonus/aktivitas
Tonus otot :aktif dan klien menagis keras
3. Kepala/leher
a. Inspeksi : Rambut hitam, distribusi rambut rata, rambut
bersih, sutura sagita tepat.
b. Palpasi : Tidak ada benjolan maupun luka, Fontanel anterior
lunak, gambaran wajah simetris.
4. Mata
a. Inspeksi :Mata kanan dan kiri simetris, tidak ada lingkar
gelap pada daerah orbitapal pebra mata, konjungtiva tidak anemis,
sklera ikterik, pupil isokor pupil kanan 2 mm kiri 2 mm, lensa
jernih.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, teraba kenyal.
5. Hidung
a. Inspeksi :Lubang hidung kanan dan kiri simetris, bersih,
terdapat bulu-bulu halus di dalam lubang hidung, tidak tampak
napas cuping hidung dan sinusitis.
b. Palpasi :Tidak ada nyeri tekan
6. Telinga
a. Inspeksi :Daun telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga
baik kanan maupun kiri bersih, klien mampu mendengar orang
berbicara tanpa harus mengeraskan volume suara.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
7. Abdomen
a. Inspeksi :Tidak tampak pembesaran umbilikus,` tidak ada
hiper/hipopigmentasi, tidak ada distensi abdomen.
b. Auskultasi : Peristaltik usus kuadran kanan bawah 3x/menit,
kuadran kanan atas 2x/menit, kuadran kiri atas 2x/menit, kuadran
kiri bawah 1x/menit.
c. Perkusi : Timpani
d. Palpasi: lunak, live tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, lingkar
perut 42 cm.
8. Toraks
Inspeksi :Dada kanan dan kiri simetris, tidak ada hiper/
hipopigmentasi, konfigurasi 1: 2, tidak tampak penggunaan otot bantu
pernapasan, ekspansi dada bebas, klavikula normal, retraksi derajat 0.
9. Paru-paru
a. Inspeksi : Respirasi spontan.
b. Auskultasi :Suara nafas vesikuler.
c. Palpasi : Taktil vemitus sama antara kanan dan kiri.
d. Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri, dan sedikit redup
pada lapang paru kanan.
10. Jantung
a. Inspeksi : Tidak tampak denyutan ictus cordis
b. Auskultasi :Terdengar bunyi jantung I lup dan bunyi jantung II
dup .
c. Palpasi :Ictus cordis tidak teraba
d. Perkusi :Terdengar pekak sampai daerah mid axila anterior
sinistra.
11. Ekstremitas
Inspeksi :
a. Ekstremitas Atas : Tidak ada keterbatasan rentang gerak sendi,
capilary refill < 3 detik,
b. Ekstremitas Bawah : Tidak ada keterbatasan rentang gerak sendi,
tidak tampak edema, tidak tampak ada luka.
12. Umbilikus
Inspeksi :Normal, kering, dan tidak ada inflamasi.
13. Genital
Inspeksi : Laki-laki normal, penis berlubang, testis turun, rugae
jelas
14. Anus
Inspeksi : Paten , berlubang.
15. Kulit
Inspeksi : Warna kulit jaundice, turgor elastis dan kulit teraba
hangat.
16. Suhu
a. Lingkungan
Boks fototerapi
b. Suhu kulit : 36
70
C
B. RIWAYAT SOSIAL
a. Struktur Keluarga (Genogram Tiga Generasi)

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil dari asuhan keperawatan pada kasus bayi dengan Hiperbilirubin
K III pada bayi Ny. M.S di RSUD Kota Semarang dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut sebagai berikut :
1. Pengkajian pada kasus bayi Ny. MS, ibu mengatakan bayinya malas minum.
dari hasil pemeriksaan ditemukan pemeriksaan keadaan umum sedang
pada kepala, leher, badan sampai lutut.tidak ada pembesaran hati,BAB 2 x
berwarna kuning kecoklatan konsistensi lembek, BAK 3 atau 4 x
berwarna kuning jernih, dan hasil bilirubin total 17,74 mg%, bilirubin direk
0,32%.
2. Interpretasi Data pada bayi baru lahir By Ny. MS ibu mengatakan merasa
Cemas bayinya malas minum.dari hasil pemeriksaan didapatkan Bayi Ny. MS
lahir cukup bulan, umur 8 hari dengan hiperbilirubin K III dengan masalah
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, peningkatan kadar bilirubin dalam
darah. Kebutuhan yang diberikan pemenuhan cairan dan nutrisi yang
adekuat, mengobservasi keadaan umum dan keadaan hiperbilirubin.
3. Diagnosa potensial pada bayi baru lahir By Ny. MS dengan hiperbilirubin
K III tidak terjadi hiperbilirubin K IV karena tertangani dengan baik.
4. Antisipasi Pada bayi baru lahir By.Ny MS dalam langkah ini
adalahkolaborasi dengan dokter spesialis anak, untuk pemberian foto terapi
1x24 jam

5. Rencana Tindakan pada Bayi Ny. M.S meliputi beri informasi kepada ibu
dan keluarga tentang keadaan bayi, observasi keadaan umum bayi
dantanda-tanda vital, observasi keadaan hiperbilirubin , kaji reflek menghisap
dan menelan, kolaborasi dengan petugas laborat untuk pemeriksaan
laboratorium, jaga kehangatan suhu inkubator 28
o
c, beri selimut bayi, beri ASI
sesuai kebutuhan, observasi BAB dan BAK, kolaborasi dengan dokter spesialis
anak untuk pemberian terapi, yaitu : , beri foto terapi sinar 1x 24 jam.
6. Pelaksanaan pada bayi baru lahir By Ny M.S merupakan pelaksanaan dari
rencana tindakan.
7. Evaluasi yaitu setelah dilakukan asuhan selama 3 hari didapatkan hasil
keadaan umum baik, reflek hisap bayi kuat, bayi nampak bersih, bayi
sudah diberi ASI, Bayi sudah BAB 3 kali berwarna kuning kecoklatan
(konsistensi lembek) dan BAK 7 kali berwarna kuning jernih, Bayi
nampak nyaman,kepala sampai leher masih kelihatan kuning,berat badan naik
100 gram.
8. Penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktek yaitu
pada pengkajian. pengkajian hasil dari pemeriksaan dikasus keadaan
umum sedang dan diteori lemah, dikasus perut tidak ada pembesaran hati
sedangkan diteori ada pembesaran hati, dikasus reflek morro dan gasping
kuat sedangkan diteori lemah, dikasus BAK berwarna kuning jernih dan
BAB kuning kecoklatan sedangkan diteori BAB berwarna dempul dan
BAK berwarna gelap karena pada saat pengkajian hasil yang diperoleh
pada bayi Ny. M.S baik.
9. Alternatif pemecahan masalah pada bayi Ny. M.S pada pengkajian diperoleh
hasil bayi Ny. M.S dalam keadaan baik, sehingga tidak semua bayi
hiperbilirubin dalam keadaan buruk. Maka diperlukan untuk lebih
memperhatikan terhadap bayi agar tidak terjadi komplikasi.
B. Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas, penulis ingin memberikan sedikit
saran supaya peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan menjadi
lebih baik, diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam
melaksanakan asuhan pada bayi baru lahir agar dapat mempercepat proses
penyembuhan khususnya pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin K
III dan mencegah terjadinya komplikasi.
2. Bagi pasien
Diharapkan Ibu lebih memperhatikan dalam merawat dan
memantau bayinya dirumah dengan baik dan memberikan ASI saja selama
6 bulan, apabila terjadi kegawat daruratan segera di bawa ke tenaga
kesehatan terdekat agar segera memperoleh penanganan.
3. Bagi Penulis yang lain
Penulis selanjutnya diharapkan lebih mengembangkan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada bayi hiperbilirubin K III,
sehingga akan didapatkan hasil dari asuhan kebidanan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 2008. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Hidayah, Alimun A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta. Salemba
Medika
Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa, Widyawati. Edisi 7. EGC.
Jakarta.
Diagnose Nanda (NIC dan NOC) 2007-2008

Anda mungkin juga menyukai