Anda di halaman 1dari 9

Judul Buku : Ilmu Pariwisata Karakter dan Prospek

Penulis : Dr. Drs. I Putu Anom, M. Par dan I Gusti Agung Oka, S. Sos., M. Si
Tahun : 2020
Penerbit : Penerbit Prenadameia Group Divisi Kencana
ISBN : 978-623-218-248-6

1. Body Of Knowledge Ilmu Pariwisata


Ilmu pariwisata secara de facto di dunia sudah menjadi disiplin ilmu ketika banyak
ilmuwan luar negeri memelopori kajian, penelitian, dan publikasi (buku dan jurnal) sehingga
memperkaya konsep dan teori yang ada sampai seperti saat ini. Tetapi jika ditelusuri
sebenarnya sampai saat ini masih menjadi perdebatan sengit dari perspektif keilmuan tentang
posisi ilmu pariwisata sebagai disiplin ilmu (ilmu pengetahuan). Ada kelompok ilmuwan yang
bersikukuh bahwa pariwisata adalah bagian atau sub disiplin atau spesialisasi ilmu sosial
humaniora yang sudah mapan, ada kelompok ilmuwan yang mempertahankan ilmu pariwisata
hanya sebatas kajian (bedakan dengan studi) dan bahkan ada kelompok ilmuwan yang
mempertanyakan pariwisata yang belum jelas paradigma dan teori yang digunakan.
Demikian pula di Indonesia, buktinya adalah tercatat untuk penulis buku yang sangat
aktif seperti Yoeti sejak tahun 1980-an sudah aktif menulis buku-buku pariwisata yang sudah
mengarah kepada ilmu pariwisata. Banyak penulis lain seperti Pendit, Soekadijo, Khodiyat dan
penulis lainnya yang sudah membuktikan bahwa eksistensi ilmu pariwisata sudah mengakar di
Indonesia sejak 30 tahun lalu. Di Indonesia secara de jure pengakuan terhadap ilmu pariwisata
oleh penguasa baru diakui pada tahun 2008.
Telah terjadi perpecahan teori sampai saat ini sebagai hambatan untuk penelitian dan
pendidikan, serta legitimasi pariwisata sebagai studi atau kajian dan sebagai ilmu pengetahuan
atau disiplin ilmu. Mungkin integrasi teori dan filosofi dari berbagai bidang disiplin ilmu dapat
ditangani dengan mengembangkan paradigma dominan dalam studi pariwisata. Namun, jelas
bahwa pengembangan pariwisata menjadi disiplin yang berbeda penuh dengan kesulitan.
Mayoritas peneliti pariwisata telah dididik dalam berbagai disiplin ilmu, seperti geografi,
sosiologi, pemasaran, dan antropologi. Oleh karena itu, setiap teori pariwisata yang
dikembangkan terbentuk dalam paradigma dan batasan disiplin ilmu tertentu. Ini mengarah ke
"imperialisme akademik", dengan masing-masing disiplin memperlakukan turisme dari dalam
kerangka acuan mereka sendiri. Imperialisme akademik ini sangat jelas antara kedua kubu:
dampak-eksternalitas dan pengembangan bisnis. Pandangan alternatif dari filsafat sains yang
disajikan oleh Kuhn dan Bernstein memberikan pandangan yang saling bertentangan yang
semakin memperjelas dilema pariwisata sebagai kajian atau sebagai ilmu pengetahuan (Kuhn,
1970; Leiper 1990; Echtner dan Jamal, 1997).
Mempelajari pariwisata sebagai ilmu pengetahuan ilmiah atau disiplin ilmu adalah
fokus kepada ontologi, epistemologi dan aksiologi yang dimiliki seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya (suatu ilmu yang tidak memiliki salah satu aspek tersebut di atas tidak dapat
digolongkan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah, melainkan mungkin hanya pengetahuan semata
atau sekedar ilmu). Mempelajari fenomena kepariwisataan, secara garis besar terdiri dari tiga
unsur, yaitu (Pitana dan Diarta, 2009) :
1) Pergerakan wisatawan
Pergerakan wisatawan merupakan perjalanan dan kunjungan para wisatawan dari
suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan berbagai fasilitas perjalanan
seperti jasa perjalanan (travel services) dan jasa transportasi (transportation
services).
2) Aktivitas masyarakat
Aktivitas masyarakat merupakan kegiatan masyarakat yang memfasilitasi
pergerakan wisatawan dalam bentuk : (1) hospitaliti (hospitality), yaitu akomodasi
(accommodation) seperti lojing (lodging), hotel (hotel), dan properti (property);
serta makanan dan minuman (food and beverages), (2) destinasi (destination), yaitu
atraksi (attraction) dan destinasi (destination); dan (3) event, yaitu pertemuan
(meeting industry) dan nonpertemuan (non-meeting industry).
3) Implikasi
Adanya pergerakan wisatawan dan aktivitas masyarakat, muncul berbagai implikasi
terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat secara luas, terutama untuk
masyarakat sekitar. Berbagai sudut pandang pariwisata (paradigm) kemudian
muncul, antara lain: pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism),
keberpihakan pariwisata kepada penyerapan tenaga kerja (pro-job), peningkatan
pendapatan masyarakat (pro-income), dan pengurangan masyarakat miskin (pro-
poor) termasuk dampak-dampak yang ditimbulkan pariwisata.
Seperti dapat dilihat pada sistem pariwisata yang disampaikan Leiper (1990) pada
gambar 4.1 di bawah ini :
Model Leiper (1990) adalah upaya untuk melihat pariwisata sebagai suatu sistem, yang
memiliki bentuk sebagai struktur operasional. Struktur operasional dibangun dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi. Dalam model tersebut terdapat tiga komponen interaktif:
(i) Daerah asal wisatawan; (ii) Daerah Destinasi Wisata sebagai tujuan; dan (iii) rute transit
atau daerah antara yang menghubungkan kedua wilayah (bandingkan dengan Mathieson dan
Wall, 1982; Mill dan Morrison, 1985; Poon, 1993; Middletown, 1994; Burns dan Holden,
1995; Prosser, 1998). Secara operasional mengacu

Goelderner dan Rithcie, (2008) mengusulkan seperti tampak pada gambar 4.2 di atas
bahwa Ilmu Pariwisata memiliki teori inti dari kombinasi ilmu pengetahuan yang sudah mapan.
Ilmu-ilmu pengetahuan tersebut memiliki keterkaitan kongkret dengan fenomena pariwisata
yaitu ilmu Psikologi, ilmu Antropologi Budaya, ilmu Sosiologi, ilmu Ekonomi dan ilmu
Managemen. Teori dasar dibentuk dari perpaduan ilmu pengetahuan yang sudah mapan untuk
membantu pemahaman, penjelasan dan pengujian fenomena pariwisata sebagai penjabaran
lebih lanjut dari teori inti. Teori dasar yaitu Filsafat dan Metodologi (metode-metode), ilmu
Geografi, Etik (peraturan perundangundangan, kebijakan-hukum), dan multidisplin sesuai
dengan kecendrungan fenomena pada fokus penelitian pariwisata. Filsafat dan Metodologi,
Geografi dan Etik justru berperan besar dalam aplikasi konseptual-teoritis dari teori-teori inti.
Seperti ilmu Geografi dengan berbagai spesialiasi keilmuannya yang khas memiliki peran besar
dalam “membedah” fenomena pariwisata. Elemen geografi merupakan hal penting dalam
perencanaan dan pengembangan, dampak fisik dan non fisik dan yang lainnya.
Jika dikaji secara cermat kemungkinan yang dimaksud oleh Goelderner dan Rithcie
(2008), teori inti dan teori dasar adalah grand theory dan middle range theory seperti pada
penelitian-penelitian ilmu sosial humaniora pada umumnya.Teori pelengkap dan teori
penunjang bukan tidak memiliki arti. Bahkan teori pelengkap dan teori penunjang sebagai little
theory memberikan peran besar dalam menambah khasanah ilmu pariwisata dikemudian hari.
Kedua tipikal teori ini dapat berupa teori-teori spesifik cabang ilmu selain di teori inti-teori
dasar, atau temuan-temuan data di lapangan sebagai research novelty.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan teori-teori dalam penelitian di Bali tidak
berbeda dengan yang disampaikan Leiper (1990), Tribe (1999), Goeldener dan Ritchie (2007).
Namun perbedaan akan tampak ketika salah satu teori inti dan teori dasar diaplikasikan dalam
penelitian, secara subyektif dianggap milik satu cabang ilmu mapan dan bukan milik ilmu
pariwisata. Disini terindikasi muncul ego keilmuan dan subyektifitas para akademisi masih
sangat tinggi dan fanatik terhadap dasar keilmuan yang membentuknya secara interpersonal.
Hal ini terjadi seperti yang disampaikan pada bab sebelumnya, karena berawal dari spesialisasi-
spesiasliasi ilmu sosial humaniora yang sudah mapan sebelum kelahiran ilmu pariwisata.
Sehingga masih sulit disadari atau sulit untuk membangun consensus bahwa ilmu pariwisata
telah hadir dan masih memerlukan waktu untuk pemahaman bahwa para akademisi ini berdiri
di titik atau dipayungi oleh ilmu pariwisata.
Kecuali para akademisi, peneliti, pakar, ilmuwan dan generasi pariwisata berikutnya
yang memang terbentuk dari program studi-program studi ilmu pariwisata dan sejenisnya dapat
memiliki perbedaan pandang dan mengganggap kasus di atas adalah ranah ilmu pariwisata.
Akan mulai terbentuk pemahaman bahwa ini adalah ilmu pariwisata, bersifat multidemensi
secara ontologis, memiliki epistemologis yang khas dan aksiologis yang jelas. Akan disadari
kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki sebagai seorang bergelar sarjana ilmu pariwisata,
magister pariwisata maupun doktor pariwisata
2. Upaya Klarisifikasi Konsep dan Teori Ilmu Pariwisata
Lahirnya ilmu pariwisata dapat memberikan kepastian dan harapan untuk memajukan
pembangunan sektor pariwisata Indonesia bahkan mungkin di dunia. Sebelumnya, pariwisata
hanya diakui sebagai ketrampilan yang mengarah ke pendidikan kejuruan (vokasional). Ketika
diakui sebagai disiplin ilmu, ilmu pariwisata memiliki karakter akademik, ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Fakta ini menunjukkan nilai akademis dan nilai praktis untuk
masyarakat, praktisi pariwisata, pemerintah, pemangku kepentingan (tinggal menunggu
pengakuan secara penuh dari seluruh komponen masyarakat berdasarkan apa yang telah
dihasilkan oleh para pakar pariwisata).
Fakta menunjukkan serangkaian konsep dan teori yang digunakan oleh para akademisi
termasuk mahasiswa pariwisata (gelar sarjana, pascasarjana sebagai magister dan program
doktoral), ketika mengungkapkan, meneliti dan menganalisis pariwisata sebagai fenomena,
masalah, atau objek penelitian menggunakan serangkaian konsep dan teori. Secara akademis
dan praktis banyak dijumpai beberapa konsep atau teori tyersebut yang dapat dilihat pada
Matriks 5.1. Identifikasi Konsep dan Teori Ilmu Pariwisata:
Faktanya, konsep dan teori di atas masih memiliki banyak sub konsep atau sub teori.
Hanya konsep dan teori utama yang disajikan untuk memfasilitasi penyajian data. Dilihat pada
Matriks 5.1. Identifikasi Konsep dan Teori Ilmu Pariwisata di atas, maka akan terlihat dengan
jelas konsep dan teori ilmu pariwisata berkaitan signifikan dengan berbagai bidang ilmu.
Seperti Psikologi, Antropologi Budaya, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, Lingkungan, Planologi,
Politik, Hukum dan Pemasaran. Jika diperhatikan, tampak bidang ilmu Geografi, Planologi
(perencanaan dan pengembangan), disusul dengan Ekonomi dan Pemasaran memiliki
intensitas lebih dominan dalam penelitianpenelitian kepariwisataan. Hal ini sesuai dengan
kenyataan di lapangan (secara praktis) bahwa pariwisata sebagai industri jasa dan pariwisata
sebagai sektor atau sub sektor pembangunan berkaitan erat dengan perencanaan-
pengembangan, pertumbuhan ekonomi dan pasar strategis wisatawan.
Jika memperhatikan keseluruhan bidang ilmu dalam matrics 5.1 di atas, konsep dan
teori tersebut dapat digunakan dalam bidang ilmu Sosial-Budaya, Ekonomi, Geografi,
Lingkungan, Perencanaan dan Pengembangan termasuk Pemasaran, sesuai dengan keperluan.
Hanya dalam prakteknya, setiap konsep atau teori lebih fokus atau terbatas pada satu bidang
ilmu dominan. Meskipun, jika dikaitkan seluruh konsep dan teori itu berkorelasi dengan semua
aspek-aspek pariwisata (Sosial Budaya, Ekonomi, Geografi, Lingkungan, Perencanaan dan
Pengembangan serta Pemasaran). Sebagai contoh konsep sumber daya pariwisata, lebih
mengarah kepada bidang ilmu geografi, perencanaan dan pengembangan. Bidang ilmu
geografi, perencanaan dan pengembangan mampu menjadikan sumber daya pariwisata sebagai
potensi wisata yang layak. Padahal dalam hal ini aspek sosial budaya, aspek ekonomi dan aspek
lainnya dapat memiliki keterkaitan dengan sumber daya pariwisata. Melalui fakta ini, semakin
akurat terlihat bahwa bidang ilmu geografi, perencanaan dan pengembangan memiliki peran
sentral dan mengakomodasi seluruh bidang ilmu lainnya dalam ilmu pariwisata. Artinya,
keseluruhan konsep dan teori dalam matrics 5.1 di atas, akan selalu berhubungan dengan
bidang ilmu geografi, perencanaan dan pengembangan dalam ilmu pariwisata. Terutama sangat
berkaitan dengan manfaat praktis dari ilmu pariwisata. Mengacu kepada tujuan pembangunan
yaitu kesejahterahaan masyarakat sangat dominan dalam penelitianpenelitian pariwisata
“menginginkan” wujud fisik sebagai out put-nya.
Memperjelas pemahaman konsep-konsep pariwisata maka dapat dilihat pada tabel 5.1
Kajian Konsep dan Teori Ilmu Pariwisata (KKTIP) yang umum digunakan dalam penelitian-
penelitian pariwisata :
Konsep dan teori ilmu pariwisata jelas menggambarkan ruang lingkup ilmu pariwisata
yang luas dan kompleks. Bahkan berdasarkan tabel 5.1 Kajian Konsep dan Teori Ilmu
Pariwisata (KKTIP) terlihat keterpaduan sebagai state of the art ilmu pariwisata dalam
melakukan analisis terhadap subyek (kualitatif) maupun obyeknya (kuantitatif). Jika disimak
secara mendalam, keseluruhan konsep-konsep tersebut dipayungi oleh supra sistem keilmuan
(berbasis fenomena atau kenyataan pariwisata di lapangan) yang mungkin dapat disampaikan
sebagai payung ilmu pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai