1. Struktur anatomi :
Fimosis terjadi sebab lubang yang terdapat pada kulup sempit,
sehingga terjadi kenyataan “ balloning ” dimana prepusium
menggelembung saat buang air kecil sebab desakan pancaran urine yang
tak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Akibatnya sisa-sisa
urine mengendap dalam prepusium .
2. Infeksi :
Kandungan glukosa yang terdapat pada urine mengundang bakteri buat
berkembang biak di dalamnya. Akhirnya terjadilah infeksi saluran
kencing. Hal ini menjadi faktor yang menyebabkan perlunya diambil
tindakan sirkumsisi atau populernya sunat.
3. Taraf higienitas yang rendah :
Fimosis juga disebabkan sebab taraf higienitas yang rendah pada waktu
BAK (Buang Air Kecil ) dan akhirnya terjadi penumpukan kotoran-kotoran pada
glans penis . Kondisi ini mengakibatkan infeksi dan balanitis serta jaringan parut
sehingga kulup tak bisa ditarik ke belakang.
4. Kongenital :
merupakan kelainan bawaan sejak lahir, namun fimosis bisa juga
disebabkan oleh hal-hal berikut:
Terjadinya infeksi dan peradangan nan diakibatkan kurang bersihnya
saluran kencing. Menumpuknya kotoran pada ujung saluran kencing
memberikan ruang bagi bakteri, kuman dan penyakit buat berkembang biak
Infeksi balanitis (infeksi yang terjadi pada kepala kelamin).
Tidak adanya kemampuan kulup buat melakukan peregangan, sehingga ruang di
antara kulup dan alat kelamin tak berkembang dengan baik. Kondisi ini
menyebabkan kulup jadi inheren pada kepala kelamin sehingga sulit ditarik ke
arah pangkal
5. Trauma sebab benturan
Memar dampak benturan juga bisa menimbulkan peradangan nan
berujung pada fimosis.
Fimosis hanya dapat terjadi pada laki-laki yang belum dilakukan sirkumsisi
saja. Lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding dewasa.
6. Jaringan parut
7. Penuaan
8. Penumpukan smegma