Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR HUKUM ADAT

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Adat

Dosen Pengampu: Syaiful Azam, S.H., M.Hum.

Grup C

Fehmi Aida Zahra 200200042

Fachridha Laily 200200194

Maulidia Az Zahra 200200379

Alifya Nedytha 200200507

Aditya Priangga 200200524

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Adat mengenai “Konsep
Dasar Hukum Adat” dengan tepat waktu. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak selaku dosen mata kuliah Hukum Adat yang telah membimbing kami.

Adapun tujuan penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Adat serta agar kita dapat mengerti dan memahami Konsep Dasar yang
terdapat dalam Hukum Adat. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
memperbaiki makalah ini. Kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam
penulisan makalah ini, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, 10 Juni 2021

Tim Penyusunan
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………...….……………. 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………................ 3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...….. 4

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...……..... 4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………...….... 4
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………...…... 4

BAB II PEMBAHASAN ……...………….………………………………..………………..5

2.1 Istilah Hukum Adat……………………………………………..………………………. 5

2.2 Pengertian Hukum Adat……………..…………………………..……………………….5

2.3 Ciri-Ciri Hukum Adat………………………………..…………………………………..6

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………... 7

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….7

3.2 Saran……………………………………………………………………………………...7

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang bersifat pluralistik baik suku, budaya, bahasa,
kepercayaan, maupun agama. Keberagaman tersebut mengakibatkan keberagaman
(pluralisme) hukum sebagai fakta yang tidak dapat dihindari. Konstitusi Indonesia
secara tegas mengakuidan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-
undang.Hukum adat sebagai hukum tidak tertulis merupakan bagian hukum yang
berlaku di Indonesia sehingga keberadaan hukum adat tersebut merupakan bukti
konkret bahwa di Indonesia mengakui pluralisme hukum.

Sampai saat ini Indonesia sebagai negara dengan keberagaman hukum tersebut
memang telah memiliki UU No. 1 Darurat Tahun 1951 yang bertujuan untuk
memusatkan segala perkara umum ke peradilan umum nasional. Namun Indonesia
belum memiliki undang-undang yang secara tegas mengatur kedudukan dan kekuatan
dari hukum adat sebagai alat bukti terhadap putusan pengadilan, baik perdata
maupun pidana.

Selama ini, para hakim di Indonesia menggunakan norma dan asas-asas


hukum adat sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusannya jika
perundang-undangan sebagai sumber hukum yang utama belum mengatur atau tidak
secara jelas mengatur tentang suatu peristiwa hukum tertentu. Yurisprudensi Mahkamah
Agung yang terkait dengan persoalan persoalan hukum adat masih tersebar dan
mencakup berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam sistem hukum yang
berlaku di Indonesia, putusan hakim terdahulu tidak mengikat bagi hakim lain
yang akan memutuskan perkara sejenis.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa saja istilah yang ada pada Hukum Adat?
2.Apakah Pengertian dari Hukum Adat?
3.Apa saja ciri ciri dari Hukum Adat?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah-istilah hukum adat
2. Untuk mengetahui pengertian hukum adat
3. Untuk mengetahui ciri-ciri hukum adat
4. Untuk mengetahui sifat-sifat hukum adat
5. Untuk mengetahui unsur-unsur hukum adat
6. Untuk mengetahui manfaat hukum adat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Istilah Hukum Adat

Snouck Hurgronje mempergunakan istilah adat rechts di dalam bukunya DE ATJEHERS


(orang-orang Aceh) tahun 1893.1 Istilah hokum adat yang mengandung arti aturan kebiasaan
sudah lama dikenal di Indonesia. Di masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) Aceh
Darussalam yang memerintahkan dibuatnya kitab hukum Makuta Alam istilah hukum adat
sudah dipakai. Kemudian istilah hukum adat ini jelas disebut di dalam kitab Hukum Safinatul
Hukkam Fi Takhlisil Khassam (bahtera bagi semua hakim dalam menyelesaikan semua orang
yang berkusumat) yang ditulis oleh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaludin anak Kadhi
Baginda Khatib Negeri Trussan atas perintah Sultan Alaiddin Johan Syah (1781-1795). Di
dalam mukaddimah kitab hukum acara tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara,
maka hakim harus memperhatikan Hukum Syara, Hukum Adat, serta Adat dan Reusam (adat
kebiasaan). Kemudian istilah itu dicatat oleh Snouck Hurgronje ketika ia melakukan penelitian
di Aceh (1891-1892) dengan istilah Belanda "Adatrecht" untuk membedakan antara kebiasaan
atau pendirian dengan adat yang mempunyai sanksi hukum.2 Sejak saat itu, maka istilah
"Adatrecht" yang kemudian diterjemahkan sebagai hukum adat menjadi terkenal, terutama
sejak dirumuskan oleh Van Vollenhoven sehingga menjadi ilmu pengetahuan hukum adat.3

Menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa belanda) yaitu untuk
memberi nama pada suatu system pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam
masya- rakat Indonesia atau untuk membedakan antara kebiasaan dengan adat yang memiliki

1
Van Dijk, Prof, DR. R, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Sumar Bandung Cat. Vi, 1984,
hlm. 5.

2
Snouck Hurgronje, De Atjehers, Leiden:Batavia, 1893, hlm. 357.

3
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju,
2003, hlm. 9.
sanksi. Di kalangan rakyat lazimnya digunakan istilah "adat". Istilah adat ini bermacam-
macam, antara lain:

• Ius non scriptum


• Unwritten law
• Customary law
• Folk law
• Indigenous law
• Hukum rakyat

Istilah "Adat Recht" populer disebut sebagai hukum adat. Hukum adat sebagai suatu
pengertian masih memerlukan ketepatan isi yang tajam. Istilah "Hukum Adat" berasal dari
kata-kata Arab, "Huk'm" dan "Adah". Huk'm (jamaknya: Ahkam) artinya "suruhan" atau
"Ketentuan". Adapun Adah atau adat artinya "kebiasaan" yaitu perilaku masyarakat yang selalu
terjadi. Jadi "hukum adat" merupakan "hukum kebiasaan."4

Dalam bahasa-bahasa Indonesia pada berbagai suku atau golongan dipakai istilah-istilah
yang bermacam-macam5: misalnya, di daerah Gayo: adat, di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur: ‘ngadat’, di daerah Minangkabau: ‘lembaga’ atau ‘adat lembaga’, di daerah Minahasa
dan di daerah Maluku terdengar istilah ‘adat kebiasaan’, di daerah Batak Karo istilah “adat”
tidak terdengar, disitu dipakai istilah-istilah ‘basa’ atau ‘bicara’ yang merupakan kebiasaan dan
kesusilaan.

Terdapat beberapa istilah yang digunakan Pemerintah Hindia Belanda untuk menunjukkan
hokum adat, sebagaimana terdeskripsikan melalui Peraturan Perundang-undangan Pemerintah
Hindia Belanda sebagai berikut:6

4
Hilman Hadikusuma, 2003, Op. cit., hlm. 8.

5
Van Vollenhoven, Adatrecht, I, hlm. 7.

6
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2010,
hlm. 2.
1. Pasal 11 AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving) menggunakan istilah "Godsdienstige
Wetten, Volks Instellingen en Gebruiken" tau peraturan keagamaan, lembaga-lembaga
rakyat dan kebiasaan-kebiasaan.

Redaksi lama Pasal 75 ayat (3) R.R. (Regerings Reglement) 1854, menyebutkan istilah
"Godsdienstige Wetten, Instelingen en Gebruiken" atau peraturan-peraturan keagamaan,
lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan.

2. Pasal 128 ayat (4) I.S. (Indische Staatsregeling) sebagai peraturan hukum Negara Belanda
menggunakan istilah "Instellingen des Volks" (lembaga-lembaga rakyat).
3. Pasal 131 ayat (2), sub b IS menyebutkan istilah "Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten
Samenhangen de Rechts Regelen" atau aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan
agama-agama dan kebiasaan-kebiasaan mereka.
4. Pasal 78 ayat (2) R.R, memakai istilah "Godsdienstige Wetten en Oude Herkomsten" atau
peraturan-peraturan keagamaan dan kebiasaan-kebiasaan kuno untuk kemudian oleh Ind.
Stbl. 1929 nr. Jo nr. 487 istilah tersebut diganti dengan "adat recht". Van Vollenhoven
menjelaskan bahwa hokum adat merupakan keseluruhan aturan tingkah laku yang di satu
pihak memiliki sanksi sehingga disebut sebagai hukum dan di lain pihak dalam keadaan
tidak terkodifikasi. Oleh karena itu, diistilahkan sebagai Adat.

Di dalam berbagai daerah di Indonesia kata adat itu dipakai dengan istilah atau nama lain,
yang pada hakikatnya menunjukkan pengertian kata adat tersebut. Sebagai contoh di Gayo
misalnya, istilah ini dipakai istilah "adat', di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipakai istilah
'ngadat'; di Minangkabau dipakai istilah 'hukum' atau 'adat hukum', di Minabasa dan Maluku
dipakai istilah 'adat kebiasaan' dan Batak Karo dipakai istilah 'basa' atau 'bicara'.7

B. Pengertian Hukum Adat

Beberapa pakar hokum adat memberikan definisi tentang Hukum Adat sebagai berikut:

• Van Vollenhoven

"Aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang Timur
Asing, yang satu pihak mempunyai sanksi (maka disebut hukum) dan pihak lain tidak

7
Iman Sudiyat, Azas-Azas Hukum Adat, Bekal Pengantar, Library, 1975, Yogyakarta, hlm. 2.
dikodifikasi (maka disebut Adat)."8Hukum adat merupakan hukum yang tidak bersumber
kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda dahulu atau alat-alat

kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda
dahulu. Selain itu, pendapat Van Vollenhoven juga menyatakan bahwa hukum adat adalah
hukum yang tidak berasal dari prinsip-prinsip yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda
dan berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang Timur-Asing.9

Menurut Van Vollenhoven suatu peraturan-peraturan adat baru mempunyai sifat hukum
apabila prinsip-prinsip adat tingkah laku oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para
penduduk serta ada perasaan umum bahwa prinsip-prinsip itu harus dipertahankan oleh para
kepala adat dan petugas-petugas hukum lainnya.10

• Ter Haar

Beliau memberikan pengertian tentang hukum adat yang kemudian terkenal dengan
ajaran/teori keputusan Beslissingen-Leer di mana hukum adat dikatakan sebagai:

...keseluruhan kebijakan yang menjadi dalam ketetapan para fungsionaris hukum (dalam arti
luas) yang mempunyai wibawa (macht, autority) serta pengaruh dan yang dalam
pelaksanaannya berlaku serta-merta (spontan) dan dipatuhi dengan penuh hati.11

Ter Haar, yang melanjutkan usaha Van Vollenhoven membina Ilmu Hukum Adat,
merumuskan hukum adat sebagai rangkaian kaidah yang berasal dari keputusan- keputusan
para fungsionaris hukum seperti kepala-kepala, hakim, rapat-rapat umum, wali-wali tanah,

8
Hilman Hadikusuma, Pengantar Imu Hukum Adat, Bandung: Mandar Maju, 1992, hlm. 13.

9
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta: PT Toko Gunung
Agung, 1983, hlm. 15.

10
Soepomo, Prof. DR, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, 1963, hlm. 33.

11
Hilman Hedikesiana, S.H., Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, Penerbit Alumni 1980,
Bandung, hlm. 30.
pejabat-pejabat agama, serta pejabat-pejabat kampong yang memiliki kewibawaan serta
pengaruh yang kemudian diwujudkan dalam pelaksanaannya.12

• Holleman dan Logemann

Holleman dan Logemann tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Ter Haar, namun setuju
dengan pendapat Van Vollenhoven. Menurut Holleman Hukum itu tidak tergantung pada
keputusan "Norma-norma hukum merupakan norma-norma yang hidup yang disertai dengan
sanksi dan yang jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badan-badan yang
bersangkutan agar ditaati dan dihormati oleh para warga masyarakat. Tidak merupakan
masalah apakah terhadap norma-norma itu telah pernah ada atau tidak adanya keputusan
petugas hukum."13

• Soepomo

Soepomo dalam beberapa catatan mengenai kedudukan hokum adat menulis antara lain
"DaIam Tata hukum baru Indonesia”, baik kiranya guna menghindarkan kebingungan
pengertian, istilah “hukum adat” ini dipakai sebagai sinonim (synonym) dari hukum yang tidak
tertulis di dalam peraturan legislative (Unstatory Law), hukum yang hidup sebagai konvensi di
badan-badan hukum negara (Parlemen, Dewan Provinsi, dan sebagainya), hukum yang timbul
karena putusan-putusan hakim (Judgemade Law), hukum yang hidup sebagai peraturan
kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup baik di kota- kota maupun di desa-desa.
Semua ini merupakan adat atau hukum yang tidak tertulis yang disebut oleh Pasal 32 Undang-
undang Dasar Sementara tersebut. Soepomo memberikan definisi hukum adat sebagai hukum
nonstotutoir atau yang sebagian besar merupakan hukum hukum kebiasaan dan sebagian kecil
hukum Islam. Hukum adat pun meliputi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim
yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, dalam memutuskan perkara, hukum adat
berurat berakar pada kebudayaan tradisonal.14

12
Ter Haar dalam Djamat Samosir, Hukum Adat Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2014,
hlm. 10.

13
Hilman Hadikusuma, 2003, Op.cit., hlm.15.

14
R. Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1981, h.42
• Soekanto

Soekanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat Indonesia mengemukakan: Kompleks


adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan, dan bersifat paksaan,
mempunyai sanksi (dari itu hukum), jadi mempunjai akibat hukum, kompleks ini disebut

hukum adat. Jadi, maksud Soekanto ialah hukum adat itu merupakan keseluruhan adat (yang
tidak terlulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman) yang
mempunjai akibat hukum.15

• Hazairin

Hazairin bertumpu pada pendirian ada persesuaian antara hukum dan kesusilaan. Dalam
sistem hukum yang sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak selaras dengan
kesusilaan. "Adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat. Kaidah-kaidah adat itu berupa
kaidah-kaidah kesusilaan yang sebenarnya telah mendapatkan pengakuan umum dalam
masyarakat."16 Hukum adat adalah hukum, baik dalam arti adat sopan santun maupun dalam
arti "hukum". Hazairin tidak membedakan antara adat dan hukum adat.

Definisi dari hukum adat sendiri adalah suatu hukum yang hidup karena dia menjelmakan
perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus
menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.17

Ada tiga syarat persyaratan agar adat atau kebiasaan dapat menjadi hukum adat, yakni:18

1. Syarat materil, adanya tingkah laku yang tetap (ajeg) di ulang-ulang, artinya suatu
rangkaian perbuatan yang sama, yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya. Harus

15
Bushar Muhammad, Pengantar Hukum Adat, Jakarta; Penerbit dan Balai Buku Ichtiar,
1961 hlm. 21-22.

16
Hilman Hadikusuma, 2003, Op.cit. hlm. 19.

17
Soepomo, Hukum Adat, Jakarta;PT Pradnya Paramita,1993, hlm. 3.

18
Umar Said S, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang, 2009, hlm. 101
dapat ditujukan adanya perbuatan yang berlangsung lama, harus ada yang dinamakan
longa et inveterate counsuetude.
2. Syarat Intelektual (opinio necessitates), artinya adat atau kebiasaan itu harus menimbulkan
keyakinan pendapat umum demikianlah seharusnya, bahwa perbuatan itu merupakan
kewajiban hukum. kebiasaan itu harus dilakukan karena keyakinan, bahwa hal itu patut
secara obyektif dilakukan, bahwa dengan melakukan itu berkeyakinan telah melakukan
kewajiban hukum.

3. Adanya akibat hukum atau menimbulkan akibat hukum apabila adat itu dilanggar.

Ter Haar menyebutkan bahwa untuk menentukan kriteria yang dapat digunakan untuk
membedakan adat dengan hukum adat, yaitu jika hukum adat apabila terdapat "putusan" baik
yang diberikan oleh pemegang kekuasaan maupun oleh para warga masyarakat. Jadi untuk
menemukan hukum adat perlu ditelaah apakah ada putusan yang pernah atau telah ditetapkan
oleh para pemegang kekuasaan dan/atau dari para warga masyarakat. Apabila ada, maka gejala
itu merupakan hukum adat, sedangkan bila tidak ada, maka gejala itu merupakan adat
saja.19Sehubungan dengan konsepsi Ter Haar tersebut di atas, Koentjaraningrat
mengemukakan bahwa pendirian Ter Haar itu mempunyai dasar kebenaran, namun kurang
lengkap untuk membatasi dengan jelas ruang lingkup konsep hukum adat. Hal ini disebabkan
karena konsepsi Ter Haar hanya memberikan satu ciri saja, yaitu ciri otoritas kepada hukum
adat.20

Secara sederhana, perbedaan antara adat dan hukum adat terletak pada ada tidaknya
ancaman hukuman atau sanksi.21Adat yang disertai dengan sanksi disebut sebagai hokum adat.

19
Soleman B. Taneko, Hukum Adat: Suatu Pengantar Awal dan Prediksi Masa Mendatang,
Bandung: Eresco, 1987, hlm. 7.

20
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia,
dalam Soleman B.Taneko, 1987, Op.cit., hlm. 7-8.

21
Sigit Sapto Nugroho, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Pustaka Iltizam, Solo, 2016, hlm.
Ketiadaan sanksi maka diistilahkan sebagai adat atau kebiasaan yang merupakan pengulangan
terhadap sesuatu yang dinilai sebagai perilaku baik dari waktu ke waktu. Holleman mengatakan
bahwa kaidah hokum.

C. Ciri-ciri hukum adat

Berikut ini adalah ciri-ciri hukum adat:22

a. Lisan artinya tidak tertulis dalm bentuk perundang-undangan dan tidak dikodefikasi
b. Tidak sistematis
c. Tidak berbentuk kitab atau buku perundang-undangan
d. Tidak teratur
e. Pengambilan keputusan tidak menggunakan pertimbangan

D. Sifat Hukum Adat

1) Sifat Religio-magis, yaitu pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur
animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain.
2) Sifat Commuun, yaitu mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri.
3) Sifat Contant, mempunyai arti logis terhadap satu sama lain.
4) Sifat Konkrit (visual), pada umumnya ketika masyarakat melakukan perbuatan hukum itu
selalu ada bukti nyata. Misalnya transaksi perjanjian jual beli, yang dilampiri dengan
sebuah perjanjian.

22
Soerojjo wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, hal 163
E. Unsur Unsur Hukum Adat

Adapun unsur hukum adat terbagi dua, yakni :

a. Unsur asli (bagian besar) yang mempunyai sifat tradisional/turun-temurun;

b. Unsur agama (bagian kecil) yang dibawa oleh agama Islam, agama Hindu.

Faktor yang mempengaruhi proses perkembangan hukum adat disamping kondisi alam dan

juga watak bangsa yang bersangkutan, maka yang terpenting yang mempengaruhi proses

perkembangan hukum adat yaitu : magis dan animisme; agama; kekuatan-kekuatan yang

lebih tinggi dari persekutuan hukum adat; hubungan dengan orang-orang ataupun kekuasaan

asing.23

F. Manfaat dan Pentingnya Mempelajari Hukum Adat

Hukum adat sebagai hukum yang lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sudah jelas

penting bagi pembentukan hukum nasional. Manfaat mempelajari hukum adat adalah:

1. Untuk memahami budaya hukum Indonesia. Maksudnya, dengan mempelajari hukum adat

maka kita dapat mengetahui hukum adata yang tidak relevan lagi dengan perubahan zaman

dan hukum adat mana yang dapat diberlalukan sebagai hukum nasional.

2. Hukum adat sebagai hukum yang lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri tentu

harus diperhatikan sebagai hukum positif.

Dengan demikian hukum adat mampu dijadikan sebagai sumber patokan atau tolak

ukur dalam mempelajari hukum yang digunakan oleh masyarakat penganutnya.24

23
Ibid, h. 31.

24
Dr. Sri Warjiyati, S.H., M.H., Ilmu Hukum Adat, Penerbit Deepublish, 2012, hal. 5.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Istilah Hukum Adat merupakan terjemahan dari suatu istilah dari Bahasa Belanda,
yaitu adatrech sebagai penamaan suatu sistem pengendalian social yang hidup dalam
masyarakat Indonesia. Hukum adat merupakan istilah yang terkait dalam pemberian ilmu
pengetahuan hukum kepada kelompok hingga kehidupan beberapa pedoman yang mengatur
kehidupan masyarakat Indonesia.

Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah
laku yang disatu pihak memiliki sanksi sehingga disebut sebagai hukum dan di lain pihak
dalam keadaan tidak terkodifikasi.

Ada dua unsur pembentukan hukum adat, yaitu unsur kenyataan dan unsur
unsurpsikologis. Yang berciri ciri lisan, tidak sistematis, tidak berbentuk kitab, tidak teratur,
dan pengambilan keputusan tidak menggunakan pertimbangan. Hukum adat bersifat Religio-
magis, Commuun, Contant, Konkrit (visual).

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai