Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL


INFUS

OLEH :
KELOMPOK 4

DEVI SEPTIANI 1900007


DINDA WIJIYA NINGSIH 1900009
JANATUL ULPA SINTA 1900018
METI YUNANTI 1900023
NURMALAIKA AYUNI PUTRI 1900032
RIZSARI NINGSIH 1900040
VAYLIA ANTASYA 1900046
WULAN PRASEPTI UTAMI 1900048

KELAS : D-III/3A
DOSEN PENGAMPU :
Apt, FERDY FIRMANSYAH, M.Sc

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah yang berjudul “Infus” tepat pada waktunya. Tanpa
berkat dan rahmat-Nya mustahil makalah ini dapat terselesaikan. Pada
kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dosen Tekfar Steril, Bapak Apt, Ferdy Firmansyah, M.Farm yang telah
memberikan bimbingan dan juga kepada semua pihak yang telah
membantu dalam kelancaran pembuatan tugas makalah ini. Makalah ini
disusun secara sistematis dalam memaparkan bahan campuran obat suntik.
Tentu, isi makalah ini sudah kami kaji dari sumber-sumber yang
terpercaya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar nantinya  bermanfaat bagi


mahasiswa program studi Farmasi pada khususnya untuk lebih mudah
memahami mata kuliah Teknologi Farmasi Sediaan Steril dan bagi
pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih


terdapat kekurangan. Untuk itu, besar harapan penulis kepada pembaca
untuk dapat memberikan saran dan kritik yang membangun mengenai
makalah ini. Akhir kata,  penulis berharap makalah ini dapat berguna
sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bisa bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 07 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................2

1.3 TujuanPenulisan...................................................................................2

BAB II ISI.................................................................................................4

2.1 Pengertian terapi cairan/infus...............................................................4

2.2 Tujuan pemberian terapi cairan/infus...................................................5

2.3 Macam-macam cairan infus.................................................................6

2.4 Komposisi cairan infus,indikasi dan kapan penggunaan.....................8

2.5 Cara pemakaian infus..........................................................................19

2.6 Wadah sediaan infus ...........................................................................20

2.7 Jurnal..................................................................................................21

BAB III PENUTUP.................................................................................31

3.1 Kesimpulan....................................................................................31

3.2 Saran..............................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...……….....……………………………………..32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infus adalah proses mengekstraksi unsur-unsur substansi terlarutkan
(khususnya obat) atau terapi dengan cara memasukkan cairan ke dalam
tubuh. Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang
dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.

Pemberian cairan infus merupakan salah satu tindakan untuk


mengatasi masalah atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit. Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan
memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan
pemberian makanan.

Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam


tubuh melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukkan cairan atau obat
langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu
dengan menggunakan infus set (Potter, 2005).

Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk penggantian


caian tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan
fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori
yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada
pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obatan lain (Lachman,
2008).

Dukungan nutrisi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan


terutama untuk pasien yang sakit kritis oleh karena tindakan bedah ataupun
non bedah. Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan
oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus
tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau

1
cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi
alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai
usus berfungsi normal kembali (Ramli, 2009).

Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan


gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal
dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam
menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai
contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan
penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita
kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi
yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit
zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal
dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.
Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan
dukungan nutrisi 7-14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat
sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus
dilakukan dalam kurun waktu 5-10 hari (Ramli, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

 Apa Pengertian dari terapi cairan/infus ?


 Apa Tujuan pemberian terapi cairan/infus ?
 Apasaja Macam-macam cairan infus ?
 Bagaimana Komposisi cairan infus ?
 Bagaimana indikasi dan kapan penggunaan cairan infus ?
 Bagaimana Cara pemakaian infu ?
 Bagaimana Jurnal yang membahasan cara pembuatan infus ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
 Untuk mengetahui Apa Pengertian dari terapi cairan/infus
 Untuk mengetahui Apa Tujuan pemberian terapi cairan/infus
 Untuk mengetahui Apa saja Macam-macam cairan infus
 Untuk mengetahui nBagaimana Komposisi cairan infus
 Untuk mengetahui Bagaimana indikasi dan kapan penggunaan cairan infus
 Bagaimana Cara pemakaian infu
 Untuk mengetahui Bagaimana Jurnal yang membahasan cara pembuatan
infus
1.4 manfat
 dapat mengetahui Apa Pengertian dari terapi cairan/infus
 Dapat mengetahui Apa Tujuan pemberian terapi cairan/infus
 Dapat mengetahui Apa saja Macam-macam cairan infus
 Dapat mengetahui nBagaimana Komposisi cairan infus
 Dapat mengetahui Bagaimana indikasi dan kapan penggunaan cairan infus
 Dapat mengetahui Bagaimana Cara pemakaian infu
 Dapat mengetahui Bagaimana Jurnal yang membahasan cara pembuatan
infus

3
BAB II
ISI
2.1 PENGERTIAN
Terapi intravena digunakan untuk mengobati berbagai kondisi
pasien. Infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Infus
cairan intravena (intravenous fluids infusion) merupakan pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh
vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.

Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau


obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan infus set (potter,2005). Tindakan infus
diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfuse darah, pra dan
pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yangsistem
pencemaannya terganggu. Keadaan-keadaan yang dapat memerlukan
pemberian cairan infus adalah

1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen


darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah)
3. Fraktur tulang, khususnya di pelvis (panggul) dan paha
4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi
5. Diare dan demam
6. Luka bakar luas
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung
Pengganti cairan dan elektrolit secara parenteral
cairan dan elektrolit diganti melalui cairan infus yang diberikan
seara langsung kedalam darah bukan asupan melalui sistem cerna.

4
Pengantian parenteral meliputi pemberian nutrisi parenteral total (NPT),
terapi cairan dan elektrolit inter vena serta pergantian darah.

Peralatan akses vaskular (vaskular akses devices, PAV)

Terdiri dari kateter, kanula, tempat-tempat infus yang dirancang


untuk akses berulang kesistem vaskuler dalam panjang. Tempat masuknya
infus (infusition port) lebih aman dari pada kateter yang dipasang secara
perifer dan terbukti meningkatkan mekanisme penghantaran terapi intra
vena jangka panjang. ketetr sentral yang dimasukkan secara perifer
(peripherally inserted central catheter, PICC).

Tipe larutan banyak tersedia larutan elektrolit siap pakai. Kategori


larutan elektrolit terbagi menjadi : isotonik , hipotonik dan hipertonik.
Suatu larutan bersifat isotonik apabila osmolaritasnya mendekati
osmolaritas plasma. Larutan hipotonik ialah larutan yang memiliki
osmolaritas kurang dari osmolaritas plasma dan larutan hipertonik ialah
larutan yang memiliki osmolaritas lebih besar dari osmolaritas plasma,
Secara umum, cairan isotonik digunakajn untuk penggantian volume
ekstrasel (misal, kelebihan volume cairan setelah muntahyang berlangsung
lama). Keputusan untuk menggunakan larutan hipertonik atau hipotonik
didasarkan pada ketidakseimbangan elektrolit yang spesifik. Peralatan
seleksi dan penyiapan peralatan yang benar memungkinkan pemasangan
selang intravena menjadi aman dan cepat kerna cairan dimasukkan kealiran
darah maka membutuhkan tekhnik steril. Peralatan standar meliputi larutan
dan selang intravena jarum atau kateter, antiseptik,turnikuet, sarung tangan
dan balutan.

2.2 Tujuan Pemberian Terapi Cairan/Infus


Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)

Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,


vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara
adekuat melalui oral :

5
 Memperbaiki keseimbangan asam-basa
 Memperbaiki volume komponen-komponen darah
 Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
 Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
 Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan
2.3 Macam-Macam Cairan Infus
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai dengan
penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga dicapai efek yang
optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat penyakit pasien.
Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis (Darmawan, 2007 dalam
Senja, 2015). Sementara itu Leksana (2010) membagi jenis cairan yang sering
digunakan dalam pemberian terapi intravena berdasarkan kelompoknya adalah
sebagai berikut:
2.3.1  KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
 Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285
mOsmol/L) à cairan  “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya
 Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
 Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intracranial
 Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

B. Cairan isotonik
 osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah.
 Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan
cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).

6
 Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
 Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
 Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L),
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah.
 Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak).
 Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-
Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
2.3.2 Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton), merupakan
larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus
membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang,
efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.

Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma


sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada
dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari
pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang
sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga
dan meningkatkan tekanan osmose plasma. Contohnya adalah sebagai
berikut:

1) Albumin: Jenis protein terbanyak didalam plasma yang mencapai kadar


60%. Berfungsi mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan
cairan sel.

2) HES (Hydroxyetyl Starches): merupakan golongan koloid sintesis yang


paling umum digunakan.

7
3) Dextran: banyak digunakan untuk operasi atau pengobatan darurat
terhadap shock, untuk meningkatkan volume plasma darah, profilaksis
trombosis, menaikkan volume dan memperbaiki reologikal

2.2.3 Cairan Khusus

Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi. Adapun


macam-macamnya adalah sebagai berikut :

1.      Mannitol
2.      Asering
3.      Ka-En 1b
4.      Ka-En 3a & Ka-En 3b
5.      Ka-En Mg3
6.      Ka-En 4a
7.      Ka-En 4b
8.      Otsu-Ns
9.      Martos-10
10.   Aminovel-600
11.   Pan-Amin G
12.   Tutofusin Ops
2.4 Komposisi Cairan Infus,Indikasi Dan Kapan Penggunaan
  2.4.1 Cairan Kristaloid

1.  Normal Saline

 Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.


 Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
 Indikasi :

a. Resusitasi

Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah


bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke
kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke

8
intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.

b. Diare

Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam


jumlah banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan
yang hilang tersebut.

c. Luka Bakar

Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana


terjadi kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam
jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan
NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.

d. Gagal Ginjal Akut

Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan


ginjal menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan
metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan
glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.

 Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan.


Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal,
hipertensi, edema perifer dan edema paru.
 Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar
(biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar
menyebabkan akumulasi natrium.

2.  Ringer Laktat (RL)

 Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl =


109-110, Basa = 28-30 mEq/l.
 Kemasan : 500, 1000 ml.

9
 Cara Kerja Obat :
keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang
dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama
dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida
merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf
dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan
kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk
syok perdarahan.
 Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis
metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat
yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
 Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
 Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang
besar, biasanya paru-paru.
 Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic
acidosis”. Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer
pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.

3.  Dekstrosa

 Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l


(20%).
 Kemasan : 100, 250, 500 ml.
 Indikasi :
 sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan
oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25
mg/100ml).

10
 Kontraindikasi : Hiperglikemia.
 Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah
dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan
tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)

Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup


banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat
terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama
di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi
elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi
pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai
asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali
dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat
tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi
pada diare.

Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi


sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini


terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut
(resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik;
pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi
anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal;
dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.

Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi,


misalnya ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang
menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2
menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap parameter-

11
parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA dapat
mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang
umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.

Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba


membandingkan efek pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap
metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam basa pada 20
pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural sebelum
seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik
dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki
asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).

2.4.2.Cairan Koloid

1. Albumin

 Komposisi :
 Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-
kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena
: volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih
rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan
jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko
terjadinya anafilaksis lebih kecil.
 Indikasi :
a. Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok
hipovolemia, hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi,
trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal
ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka
bakar.
b.  Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS
diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan

12
efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan
secara bersamaan.
c. Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan
malnutrisi, kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok),
berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
d. Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan
komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya
asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan
yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama,
sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat
mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya
bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ
dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan
organ-organ tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari
bakteri.
 Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
 Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.

`2. HES (Hydroxyetyl Starches)

 Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu


amilosa dan amilopektin.
 Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat
menurunkan permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat
menurunkan resiko kebocoran kapiler.
 Kontraindikasi : Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan
resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi karena HES
berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis,
karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF).
Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan. Muncul
spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana
suatu penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada
pasien sepsis karena :

13
 Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo
endotelial jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga
dapat menimbulkan pruritus.
 Contoh : HAES steril, Expafusin.

3. Dextran

 Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis


dari bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada
media sukrosa.
 Indikasi :
A. Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis,
iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler
perifer.
B. Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan
menurunkan viskositas darah, dan menghambat agregasi
platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40
mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan
dengan gelatin dan HES.
 Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung,
gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
 Efek samping : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis,
dextran juga sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal
akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus renal.
Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang
signifikan.
 Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

4. Gelatin

 Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.


 Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek

14
antikoagulan, Pada sebuah penelitian invitro dengan
tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin memiliki efek
antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
 Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium,
sehingga harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
 Efek samping : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada
penelitian dengan 20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin
mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan
dengan starches.
 Contoh : haemacel, gelofusine.

2.4.3 Cairan Khusus

1.    MANNITOL
D-Manitol. C6H14O6
 Indikasi :
Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral,
meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguria
yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular,
meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi
genitouriner pada operasi prostat atau operasi transuretral.
2. ASERING
 Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok
hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
 Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
1. Na 130 mEq
2.  K 4 mEq
3.  Cl 109 mEq
4.  Ca 3 mEq
5.  Asetat (garam) 28 mEq

15
 Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien
yang mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis
laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
3.  Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh
sentral pada anestesi dengan isofluran
4. Mempunyai efek vasodilator
5. Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml
pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus
sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

3.    KA-EN 1B

 Indikasi:
1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui,
misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak
memadai, demam)
2.  Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV.
Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam
pada anak-anak
3.  Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih
dari 100 ml/jam
 Komposisi :

Tiap 1000 ml isi mengandung


1. sodium klorida 2,25 g
2. anhidrosa dekstros 37,5 g.
3. Elektrolit (meq/L) :
 Na+ 38,5
 Cl- 38,5
 Glukosa 37,5 g/L.
 kcal/L : 150

16
4.    KA-EN 3A & KA-EN 3B

 Indikasi: Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan


harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk
mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas,
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam), Mensuplai
kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3a,  Mensuplai kalium
sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
 Kompisisi :
a. KA-EN 3A

Tiap liter isi mengandung

1. sodium klorida 2,34 g 


2. potassium klorida 0,75 g,
3. sodium laktat 2,24 g
4. anhydrous dekstros 27 g.
5. Elektrolit (mEq/L) :
a. Na+ 60
  b. K+ 10
  c. Cl- 50
  d. laktat- 20
  e. glukosa : 27 g/L.
  f. kcal/L : 108
b. KA-EN 3B

Tiap liter isi mengandung

1. sodium klorida 1,75g,


2. ptasium klorida 1,5g,
3. sodium laktat 2,24g,
4. anhydrous dekstros 27g.

17
5. Elektrolit (mEq/L) :
a. Na+ 50,
b. K+ 20,
c. Cl- 50,
d. laktat- 20,
e. glukosa 27 g/L.
f. kcal/L. 108
5.    KA-EN MG3

 Indikasi :
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air
dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti
ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium 20 mEq/L
d. Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400
kcal/L
 Komposisi :

Tiap liter isi mengandung bahan :


1. sodium klorida 1,75g,
2. potassium klorida 1,5g,
3. sodium laktat 2,24g,
4. anhydrous dekstros 100g.
5. Elektrolit (mEq/L) :
a. Na+ 50,
 b. K+ 20,
 c. Cl- 50,
 d. laktat- 20,
 e. glukosa 100 g/L;
f. kcal/L: 400
6.    KA-EN 4A

 Indikasi :

18
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
3. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
 Komposisi (per 1000 ml):
1. Na 30 mEq/L
2. K 0 mEq/L
3. Cl 20 mEq/L
4.  Laktat 10 mEq/L
5. Glukosa 40 gr/L
2.5 Cara Pemakaian Infus

Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan dan


alat-alatnya, meliputi : Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai program medic,
Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai, Pengalas Torniket, Kapas alcohol,
Plester, Gunting, Kasa steril, Betadine, Sarung tangan.

Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari :

1. Cuci tangan Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke


bagian karet atau akses selang ke botol infuse.
2.  Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem slang hingga cairan memenuhi selang dan udara
selang keluar.
3. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan
penginfusan.
4. Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12
cmdi atas tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam
dengan gerakan sirkular ( bila sadar ).
5. Gunakan sarung tangan steril.
6. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.
7. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian
bawah vena da posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas.

19
8. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik
keluar bagian dalam ( jarum ) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
9. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar.
10. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang
infuse.
11. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan.
12. Lakukan fiksasi dengan kasa steril Tuliskan tanggal dan waktu
pemasangan infus serta catat ukuran jarum Lepaskan sarung tangan dan
cuci tangan.

2.6 Wadah Sediaan Infus

Menurut FI III (Ketentuan Umum XXXIV) wadah simpan sediaan tidak


boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara kimia maupun
fisika, yang dapat menyebabkan perubahan kekuatan, mutu ataupun
kemurniannya hingga tidak memenuhi syarat resmi. Tak hanya itu, kemasan harus
tahan rusakdan wadah suatu bahan steril, harus disegel sedemikian rupa hingga
isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel.

1. Dosis tunggal (single dose) adalah suatu wadah kedap udara yang
mempertahakan jumlah obat steril dengan tujuan pemberian parenteral
sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka, tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril. Pada umunya wadah mempunyai
bentuk ampul ukuran 1 ml-20 ml dengan sediaan larutan,.
2. Dosis ganda (multiple dose) adalah wadah kedap udara yang
memungkinkan pengambilan isinya per bagian berturut-turut tanpa terjadi
perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal.

Wadah adalah alat untuk menampung suatu obat, atau mungkin dalam
hubungan langsung dengan obat tersebut. Wadah berkaitan erat dengan produk
sediaan (sediaan infus). Sifat fisika – kimia wadah akan mempengaruhi kestabilan

20
produk steril infus tersebut.Secara umum, hal yang harus diperhatikan dari wadah
adalah:

1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan


2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi 
wadah
3. Penutup wadah harus bisa mencegah isi:
a.Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah.
b.Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme
atau uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau produk
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
5.  Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan
pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah
terjadinya difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh
melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah

Wadah sediaan infus beraneka ragam diantaranya : Wadah plastik dan


wadah botol plastik beberapa wadah plastik yang mengandung bahan
plastisator, pengisi, zat antistatis, antioksidan dan bahan lain untuk tujuan
khusus. Wadah plastik lebih fleksibel dan tidak mudah rusak/pecah.
Terdapat dua jenis plastik yang digunakan dalam pengemasan sediaan
parenteral, yaitu :

1. Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat
dilelehkan sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset
digunakan untuk membuat penutup wadah gelas atau logam.
2. Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan
akan mengeras jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah
jenis plastik yang dapat dibentuk ulang dengan proses pemanasan. Polimer
termoplastik digunakan dalam pembuatan berbagai jenis wadah sediaan
farmasi.

2.7 Jurnal Resep

21
• Preformulasi adalah langkah awal pengembangan bentuk suatu sediaan
dari suatu bahan obat secara rasional dengan memanfaatkan
data-data fisikokimia dan biofarmakokinetik dari obat sendiri maupun
kombinasinya dengan bahan pembantu (eksipien) bahan harus selalu
melewati proses studi preformulasi .

• Formulasi adalah salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan


dimana menitikberatkan pada kegiatan merancang komposisi bahan
baik bahan aktif maupun bahan tambahan yang diperlukan untuk
membuat sediaan tertentu yang meliputti nama dan takaran bahan , dimana
penentuaan bahan harus selalu melewati proses studi preformulasi .

1. RESEP

R/ NaCl 4,3 g

KCl 150 mg

CaCl2 250 mg

Glukosa 25 mg

Mf Infusa 500 ml

2. TINJAUAN FARMAKOLOGI ZAT AKTIF


 NaCl

 MEKANISME KERJA : untuk mengatur distribusi air, cairan dan


keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh

 INDIKASI : ketidak seimbangan elektrolit

 KONTRA INDIKASI : Untuk pasien penyakit hati perifer udem


atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.

 EFEK SAMPING : efek samping yang sering terjadi nausea,


mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi,
berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit
kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.

22
 Kekuatan dosis: Di rumah sakit, kemasan 500 dan 1000 mL, dan
kadang ukuran lain tersedia; infuse 0,45%, 20%

 KCl

 MEKANISME KERJA : Kalium memiliki fungsi dalam


berbagai proses fisiologis. Kalium merupakan mineral yang
penting dan merupakan kation utama cairan intraseluler. Sebagai
kation, kalium memiliki fungsi untuk mengatur isotonisitas antara
cairan intraselular dan ekstraseluler, pergerakan cairan, dan
keseimbangan asam basa.

 INDIKASI : ketidak seimbangan elektrolit

 KONTRA INDIKASI : pada pasien yang memiliki riwayat


hipersensitivitas berat terhadap sediaan kalium jenis apapun.
Selain itu, pasien yang mengalami hiperkalemia juga
kontraindikasi untuk mengkonsumsi kalium klorida.

 EFEK SAMPING : hiperkalemia jika pemberian terlalu cepat


atau melebihi dosis terapeutik. Hiperkalemia dapat
menyebabkan aritmia jantung yang berujung pada kematian.

 Kekuatan dosis: Kadar kalium normal pada dewasa adalah 3,5–5,1


mEq/L, sedangkan kadar kalium normal untuk anak adalah
3,4–4,7 mEq/L

3. SIFAT FISIKA KIMIA ZAT

Nama Zat NaCl

Kelarutan mudah larut dalam air, sedikit lebih


mudah larut dalam air mendidih. (FI ed
IV hal 584)

23
E. NaCl 1,00 (FI ed IV hal 1251)

Ph 4,5 –7

0,9% (DI 2003 hal 1415)


Kasiat Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh

Cara sterilisasi Autoklaf atau Filtrasi

Rute IV

Nama Zat Glukosa

Kelarutan Larut dalam 1 bagian air dan dalam 200


bagian alcohol ; larut dalam gliserol;
praktis tidak larut dalam eter. Glukosa
di dalam air (is dextrorotary). 5.05%
larutan glukosa dalam air iso-
osmotik dengan serum.
Ph stabil pada PH 3.5-6.5.

Kasiat Kalorigenikum

Cara Autoklaf atau Filtrasi


sterilisasi
Rute IV

Nama zat Norit (Zat Tambahan)

Pemerian Serbuk hablur, bebas butiran hitam, tidak


berbau, tidak  berasa
Cara Autoklaf
sterilisasi
Konsentrasi 0,1 % - 0,3 %

4. PERMASALAHAN DALAM RESEP:

24
1. Sediaan dilebihkan 10% untuk menghindari jumlah sediaan saat
penyaringan

Usul Penyempurnaan:

1. Volume sediaan dilebihkan 10% untuk mengatasi kehilangan volume


akibat penyaringan dan penyerapan karbon aktif

2. Zat aktif dilebihkan 5% untuk mengantisipasi kehilangan akibat


absorbsi karbon aktif

3. Gunakan norit 0,1% dan volume total untuk menghilangkan pirogen

5. PERHITUNGAN

A. Volume di rencanakan

V = 500 ml + (10/100 x 500 ml)

= 500 ml + 50 ml

= 550 ml

B. Perhitungan zat

• NaCl= 4,5 gram/500 x 550 ml= 4,95 ml + 5/100 x 4,95= 4,95 +


0,2475 = 5,1975 x 1 = 5,1975 gram

• KCl = 0,15 gram/500 x 550 ml = 0,165 ml + 5/100 x 0,165 = 0,165


+ 0,00825 = 0,17325 x 0,76 = 0,13167 gram

• CaCl2 = 0,25 gram/500 x 550 ml = 0,275 ml + 5/100 x 0,275 =


0,275 + 0,01375 = 0,28875 x 0,7 = 0,202125 gram

• Glukosa = 0,025 gram/500 x 550 ml = 0,0275 ml + 5/100 x 0,0275


= 0,0275 + 0,001375 = 28,875 x 0,16 = 4,62 gram

C. Volume total = (5,1975 + 0,13167 + 0,202125 + 4,62 ) x 111,1


= 10,151295 x 111,1
= 1127,80887 ml

25
%tonisitas = 1127,80887 ml /500 ml x 0,9% = 2,0300 %

6. FORMULA AKHIR

R/ NaCl 5,1975 g
KCl 0,13167 g
CaCl2 0, 202125 g
Glukosa 4,62 g
Norit 0,55 g
Aqua PI ad 500 ml

7. PENIMBANGAN BAHAN

• NaCl= 4,5 gram/500 x 550 ml= 4,95 ml + 5/100 x 4,95= 4,95 + 0,2475
= 5,1975 x 1 = 5,1975

• KCl = 0,15 gram/500 x 550 ml = 0,165 ml + 5/100 x 0,165 = 0,165 +


0,00825 = 0,17325 x 0,76 = 0,13167 gram

• CaCl2 = 0,25 gram/500 x 550 ml = 0,275 ml + 5/100 x 0,275 = 0,275


+ 0,01375 = 0,28875 x 0, = 0,202125 gram

• Glukosa = 0,025 gram/500 x 550 ml = 0,0275 ml + 5/100 x 0,0275 =


0,0275 + 0,001375 = 28,875 x 0,16 = 4,62 gram

• Norit 0,1 % x 550 ml = 0,55 gram

• Aqua Pro Inj ad 500 ml

8. STERILISASI ALAT DAN BAHAN

NAMA ALAT CARA STERILISASI


Erlemeyer swd
Beker gelas Swd
Corong Swd
Gelas ukur Swd
Lumpang Flamber

26
Stanfer Flamber
Cawan pemguap Flamber
Spatel Flamber
Batang pengaduk Flamber
Kaca arlogi Flamber

NAMA BAHAN CARA STERILISASI

NaCl Autoklaf atau Filtrasi

KCl Autoklaf atau Filtrasi

CaCl2 Autoklaf atau Filtrasi

Glukosa Autoklaf atau Filtrasi

Norit Autoklaf

9. CARA KERJA

1. Sterilisasi alat dan bahan sesuai cara sterilisasi masing masing


2. Cara kerja secara aseptik
3. Kalibrasi botol infus 550 ml dan erlenmeyernya
4. Buat aqua pro inj dengan cara didihkan aquadest dalam erlenmeyer
selama 30 menit
5. Timbang NaCl ,larutkan dengan aqua pi ,sterilisasi dengan cara C
(M1)
6. Timbang KCl ,larutkan dengan aqua pi ,sterilisasi dengan cara C
(M2)
7. Timbang CaCl2 , larutkan dengan aqua pi ,sterilisasi dengan cara C
(M3)
8. Tambahkan M1 tambah M2 tambah M3 didalam beker glass.
Kemudian aduk ad homogen tambahkan sisa aqua pro injeksi ad
550 ml,kemudian tambahkan norit lalu panaskan pada suhu 60 – 70
derjat celcius selama 30 menit

27
9. Siapkan erlenmeyer,corong,beker glass dan kertas saring untuk
menyaring larutan
10. Beri etiket dan brosur
11. Lakukan evaluasi

10. EVALUASI

1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi

• Tujuan: Menghitung partikel asing subvisibel rentang ukuran


tertentu.

• Prinsip: Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor


penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan
maka mikroskopik. menghitung bahan partikulat subvisibel
setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori.

• Hasil: Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total


butiran baku yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam
batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per
mL.

• Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada


(nyata atau menurut perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji
melebihi nilai yang sesuai dengan yang tertera pada FI.

2. pH

• Alat: pH meter

• Tujuan: Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan


yang telah ditentukan

• Prinsip: Pengukuran potensiometri (pH meter) yang telah


dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode

28
indikator yang peka, elektrode kaca, dan electrode pembanding
yang sesuai.

• Hasil: pH cairan uji menggunakan pH sesuai dengan spesifikasi


formulasi sediaan yang ditargetkan.

3. Uji kejernihan dan warna

• Tujuan: Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan


bebas pengotor.

• Prinsip: Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu


dengan menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam
untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang
putih untuk menyelidiki pengotor berwarna.

• Hasil: Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam


larutan.

4. Uji kebocoran

• Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan


volume serta kestabilan sediaan.

• Prinsip: Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran


tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan
ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor
maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan
tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan
dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna (b)
lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan
diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka
kertas saring atau kapas akan basah.

• Hasil: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak


menjadi biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah
(prosedur b)

29
5. Uji Pirogen Untuk Volume Sekali Penyuntikan > 10 ml
• Tujuan: Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang
dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
• Prinsip: Pengukuran kenaikan penyuntikan larutan uji secara IV
dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji
kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb
dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit.
• Hasil: setip penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi
syarat bila tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih lanjutkan pengujian dengan
menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8
ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5°
atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci
tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas
pirogen.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

30
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang
dilakukan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan. Nutrisi sangat dibutuhkan
oleh setiap manusia tertutama pada pasien-pasien yang sakit untuk pembentukan
energi, akan tetapi pada pasien-pasien dengan kasus tertentu yang sulit untuk
mendapatkan nutrisi secara normal bisa digantikan dengan terapi intravena
parenteral feeding (nutrisi parenteral).

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca


dan dapat dijadikan salah satu referensi sebagai tugas maupun bahan praktikum.

Daftra Pustaka

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit


UniversitasIndonesia (UI-Press),1989.

31
Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.

Lachman, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Penerbit


UniversitasIndonesia (UI-Press), 1989

Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The


Parmaceutical Press,London. 1982.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Ramli, Soehatman. (2009). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

32

Anda mungkin juga menyukai