Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“Sediaan Infus Dextrose Monohidrat 5%”

Disusun oleh:

Asri Fauziyyah
P17335117051

Dosen Pembimbing:

Hanifa Rahma, M.Si.,Apt

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2019
Infus Dextrose Monohidrat 5%

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Melakukan preformulasi, pembuatan sediaan, parenteral dan evaluasi sediaan
infus dalam bentuk larutan Dextrose monohidrat 5%

II. PENDAHULUAN
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di
antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit
atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan -
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik,
kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V, larutan intravena volume besar adalah
injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume
lebih dari 100 mL.
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi V, injeksi adalah injeksi yang
dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air
yang bisa diberikan secara intravena.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi
untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous
harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni, H.A., 2006).
Large volume parenteral dimaksudkan untuk diberikan secara intravenainfus
umumnya disebut cairan IV dan dimasukkandalam kelompok produk steril. Terdiri
dari suntikan dosis tunggal yang memiliki volume100 mL atau lebih dan tidak
mengandung zat tambahan.Cairan intravena dikemas dalam wadah yang memiliki
kapasitasdari 100 hingga 1000 mL (Remington, 2005).
Dextrose Monohidrat dan juga Dextrose Anhidrat mempunyai kegunaan yang
sama yaitu untuk terapi kekurangan Glukosa (Hipoglikemia) digunakan untuk
pemeliharaan pasien dehidrasi karena diare akut dan untuk menambah nutrisi
(Sweetman, 2009).

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sediaan Infus


1. Definisi
Infus merupakan salah satu sediaan yang termasuk ke dalam definisi sebagai
sediaan parenteral volume besar yang diberikan secara intravena. Pemberian larutan
intravena merupakan rute pemberian cairan obat dalam jumlah besar yang akan
terdistribusi dengan cepat pada keseluruhan tubuh, agar dapat dicapai efek terapeutik
dengan cepat. Kecepatan infusi dapat dikendalikan untuk menetapkan dan menjaga
kadar obat yang diperlukan dalam darah melalui pompa kecepatan pemberian obat
dapat disesuaikan dengan cara mengontrol kecepatan pemberian obat secara tepat
sesuai kebutuhan (Agoes, 2009).
Infus steril, larutan berair atau emulsi minyak dalam air, biasa dibuat isotonis
dengan dara. Prinsipnya dimaksudkan untuk administrasi dalam volume besar. Infus
tidak boleh mengandung antimikrobial preservative (Komisi Farmakope Eropa,
2005).

Tujuan pemberian infus intravena (Syamsuni, 2007) :


1. Untuk mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah elektrolit dalam tubuh.
2. Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti darah manusia.
3. Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori.
4. Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus menerus jika tidak dapat
disuntikkan secara biasa.
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah
a. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi
ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah
keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah
keosmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan
pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
b. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah),
sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus
menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-
Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
c. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-
Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. (Perry &
Potter., 2005).

Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke
dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam
wadah tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60 air dan
terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang mengandung ion-ion K+, Mg+,
sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa,
monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang
kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara
kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem peredaran darah serta mengandung
beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat (Anief., 2008).

2. Tonisitas
Dua larutan dikatakan isotonis satu sama lain apabila kedua larutan tersebut
mempunyai tekanan osmosis yang sama. Bila dua larutan mempunyai tekanan
osmosis berbeda dengan yang lain dipisahkan oleh suatu membran yang bersifat semi
permeable maka pelarut dari larutan yang mempunyai tekanan osmosa rendah akan
berpindah melalui membran ke dalam larutan yang mempunyai tekanan osmosis
tinggi hingga terjadi keseimbangan tekanan. Dimana tekanan osmosis keduanya sama
besar. Akibatnya volume larutan yang mempunyai telarutkanan osmosis lebih kecil
akan berkurang.
Tekanan osmosis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:
a. Kadar zat
b. Derajat Disosiasi
c. Berat molekul dari zat terlarut.

Beberapa metode perhitungan isotonis


a. Metode perhitungan Ekuivalensi NaCl
Ekuivalen NaCl (E), adalah jumlah gram NaCl yang memberikan tekanan
osmosa yang sama dengan satu gram zat terlarut tertentu.
Harga E NaCl dapat dihitung dari Liso suatu substan, dimana harga ini dapat
diperoleh dari hasil penurunan titik beku molar substan dengan konstanta Vant Hoff.
b. Metode Penurunan Titik Beku
Rumus : B = 0,52 – (b1xc) : b2
Dimana :
B = Bobot dalam gram zat yang ditambahkan dalam 100 ml akhir supaya
didapat larutan isotonis.
b1 = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat.
b2 = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% zat
tambahan.
c = Kadar zat berkhasiat dalam % b/v.

3. Syarat – Syarat Infus


Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan saat pembuatan sediaan
parenteral volume besar adalah (Syamsuni, 2007) :
1. Jika bentuk emulsi, dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam
tidak lebih dari 5 m
2. Tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar
3. Harus jernih dan bebas partikel
Bentuk emulsi jika dikocok harus tetap homogen dan tidak menunjukkan
pemisahan .

4. Keuntungan Sediaan Infus


a. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
b. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
c. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan.
d. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
e. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.

5. Kerugian Sediaan Infus


a. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
b. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik.
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki
terutama sesudah pemberian intravena.
d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat
praktek dokter oleh perawat yang kompeten.
e. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan
yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel).
3.2 Dextrose Monohidrat

Larutan glukosa dengan konsentrasi 5% sering digunakan untuk deplesi


cairan, dan dapat diberikan melalui vena perifer. Larutan glukosa dengan
konsentrasi yang lebih besar dari 5% merupakan larutan yang bersifat
hiperosmotik dan umumnya digunakan sebagai sumber karbohidrat, serta larutan
glukosa 50% sering digunakan dalam pengobatan hipoglikemia berat (Sweetman,
2009). Dekstrosa digunakan sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada
pasien yang mengalami dehidrasi serta terapi pada pasien hipoglikemi yang
membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara
menyimpan dekstrosa yang ada sebagai cadangan gula dalam darah (McEvoy,
2002).
Berdasarkan uraian diatas, maka pada praktikum ini dibuat sediaan parenteral
yaitu infus dekstrosa 5%, yang diberikan secara intravena. Dimana indikasi
penggunaan yaitu untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami gangguan
homeostasis (keseimbangan cairan tubuh), dehidrasi tahap kronis serta terapi
untuk pasien hipoglikemia (Lukas, 2006).
Penggunaan infus dekstrosa 5% diberikan secara intravena, dimana sediaan
yang diberikan secara intravena merupakan sediaan yang harus bebas dari
kontaminan mikroba dan dari komponen toksis dan harus memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi atau luar biasa karena sediaan ini langsung masuk ke
system sistemik. Sehingga diperlukan pemahaman preformulasi dan perancangan
formulasi sediaan infus dekstrosa 5%, dan diterapkan dalam pembuatan sediaan
infus dekstrosa 5% dalam skala laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan
steril termasuk evaluasi sediaan sebagai langkah Quality Control.
Dosis Dextrose Monohidrat yang boleh digunakandalam keadaan
hipoglikemia untuk anak-anak adalah 500 mg/kg untuk diberikan sebagai glukosa
10%, untuk dewasa yaitu 10 g untuk diberikan sebagai glukosa 20%. Sedangkan
untuk penambah stamina energi hanya boleh dipergunakan untuk dewasa dengan
dosis 1-3 Liter/hari 20-50% Dextrose Monohidrat. Kemudian, untuk cyanosis
mempunyai dosis pemberian 200 mg/kg diberikan sebagai glukosa 10% (British
National Formulary Edisi 744, 2017).

Perhitungan Dosis
Untuk Hypoglikemia
a. Untuk anak 500 mg/kg diberikan sebagai glukosa 10% atau 1 g/kg sebagai
glukosa 5%
 1 tahun
Pria = 8 kg x 1 g/kg = 8 gram
5% = 0,05 g/ml
8
x 1 mL = 160 mL
0,05

Wanita = 7,6 kg x 1 g/kg = 7,6 gram


7,6
x 1 mL = 152 mL
0,05
 7 tahun
Pria = 22,68 kg x 1 g/kg = 22,68 gram
5% = 0,05 g/ml
22,68
x 1 mL = 453,6 mL
0,05

Wanita = 29,94 kg x 1 g/kg = 29,94 gram


29,94
x 1 mL = 598,8 mL
0,05
 12 tahun
35,52 kg x 1 g/kg = 35,52 gram
5% = 0,05 g/ml
35,52
x 1 mL = 710,4 mL
0,05
b. Dewasa
10 gram sebagai glukosa 20%
40
40 ram sebagai glukosa 5% = x 1 mL = 800 mL
0,05
Untuk penambah stamina energi Dewasa 1-3 Liter/hari 20%-50%
 1 Liter sebagai Dextrose 20% dan 50%
20 %
x1L=4L
5%
50 %
x 1 L = 10 L
5%
 3 Liter sebagai Dextrose 20% dan 50%
20 %
x1L=4L
5%
50 %
x 1 L = 10 L
5%
Untuk Cyanosis
1. Anak 200 mg/kg diberikan sebagai glukosa 10% = 400 mg/kg diberikan
sebagai 5%
 1 tahun
Pria = 8 kg x 400 mg/kg = 3,2 gram
5% = 0,05 g/ml
3,2
x 1 mL = 64 mL
0,05
Wanita = 7,6 kg x 400 mg/kg = 3,04 gram
3,04
x 1 mL = 60,8 mL
0,05
 7 tahun
Pria = 22,68 kg x 400 mg/kg = 9,072 gram
5% = 0,05 g/ml
9,072
x 1 mL = 181,44 mL
0,05
Wanita = 29,94 kg x 400 mg/kg = 11,976 gram
11,976
x 1 mL = 239,52 mL
0,05
 12 tahun
35,52 kg x 1 g/kg = 35,52 gram
5% = 0,05 g/ml
35,52
x 1 mL = 710,4 mL
0,05
IV. FORMULASI
I. Dextrose Monohidrat 5%

Pemerian Kristal tidak berwarna atau putih, tidak berbau rasa manis
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 222, pdf).
Kelarutan Larut dalam satu bagian air, larut dalam gliserin, praktis tidak
larut dalam ether, larut dalam 60 bagian etanol 95%, dan praktis
tidak larut dalam kloroform.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 223, pdf)
Stabilitas
 Panas Pada pemanasan berlebih dapat menyebabkan penurunan pH
dan karamelisasi.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 223, pdf).
Terurai pada suhu 220ºC dan bereaksi sepenuhnya pada suhu
280ºC dengan produk dekomposisi awal yaitu 5-(hidroksimetil)
Furfural dan levoglucosan.
(Jurnal “Reaction of D-Glucose in Water at High Temperature”
2011).
 Hidrolisis Dextrose Monohidrat merupakan monosakarida yang cukup
stabil didalam air.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 224, pdf).
 Cahaya Terlindung dari sinar matahari.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 223, pdf).
 pH stabilitas 3,5-5,5
API (Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 223, pdf).
pH Sebelum proses sterilisasi 5,5-6,5 dan setelah proses autoklaf 4-
4,3
(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations hlm
256, pdf).
Penyimpanan Penyimpanan dalam wadah kedap udara dan terlindung dari
cahaya, disimpan pada suhu 2ºC-25ºC
(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations hlm
256, pdf).
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : ester
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan infus
Cara sterilisasi sediaan : Sterilisasi akhir dengan autoklaf (suhu 121 ℃ , tekanan 15 Psi
selama 15 menit)
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients 6th hlm 224, pdf).
Kemasan : Botolkaca atau plastik tipe I atau tipe II

2. Karbon Aktif

Pemerian Serbuk halus, bebas butiran, hitam, tidak berbau, tidak berasa
(FI V, hlm 130 pdf)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan etanol (FI V, hlm 130 pdf)
Stabilitas (Tidak ditemukan dalam HOPE, USP, Farmakope Indonesia, European
Pharmacopeia, British Pharmacopeia)
Kegunaan Depirogenasi
Inkompabilitas (Tidak ditemukan dalam HOPE, USP, Farmakope Indonesia, European
Pharmacopeia, British Pharmacopeia)

3. Aqua Pro Injection

Pemerian Air untuk injeksi yang di sterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan
lainnya. Cairan jenih, tidak berwarna, tidak berbau.
(FI V, hlm 112-113 pdf)
Kelarutan Larut dalam kebanyakan pelarut polar.
(FI V, hlm 112-113 pdf)
Stabilitas Panas : Tahan panas hingga suhu 804ºC
terhidrolisis 6,7-7,3 pada larutan jenuh
cahaya : harus terlindung dari cahaya
pH 5,0-7,0
(FI V, hlm 112-113 pdf)
Kegunaan Sebagai pelarut .
(Handbook Of Pharmaceutical Excipientshlm 766)
Inkompatibilitas Dalam formulasi sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-
obatan dan eksipien lainnya yang rentan terhadap hidrolisis
(penguraian dengan adanya air atau kelembaban)pada suhu
lingkungan dan suhu tinggi. Air dapat bereaksi keras dengan logam
alkali dan bereaksi cepat dengan lobam basa dan oksida seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. Dapat bereaksi pula dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi,
dan dengan bahan organik dan kalsium karbida tertentu.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 768)
Cara Sterilisasi Autoklaf 15 Psi 121ºC selama 15 menit
Bahan

4. Natrium Clorida
Pemerian Serbuk putih kristal, tidak berwarna, rasa asin, hablur berberbentuk
kubus
(FI V, hlm. 903)
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol
1:10 dalam gliserin
1:250 dalam etanol 95%
1;2,8 dalam air
1:2,6 dalam air suhu 100ºC
(FI V, hlm. 903)
Stabilitas Panas : Stabil terhadap panas
terhidrolisis oleh chlorine bebas dari larutan asam pada NaCl
cahaya : stabil pada cahaya
pH 4,5-7,0
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Kegunaan Pengisotonis
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Inkompatibilitas Larutan natrium klorida encer bersifat korosif terhadap zat besi.
Mereka juga bereaksi untuk membentuk endapan dengan garam
perak, timah, dan merkuri. Kuat zat pengoksidasi membebaskan
klorin dari larutan natrium yang diasamkan khlorida. Kelarutan
metilparaben pengawet antimikroba berkurang dalam larutan natrium
klorida berair (23) dan viskositas gel karbomer dan larutan
hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa dikurangi dengan
penambahan natrium klorida.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Cara Sterilisasi Sterilisasi panas basah dengan autoklaf 121ºC selama 15 menit 15
Bahan Psi
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)

5. Natrium Hidroksida

Pemerian Massa putih atau praktis putih tersedia dalam bentuk pellet, serpihan,
atau batang, atau bentuk lain
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
Kelarutan 1:0,9 dalam air
1:0,3 dalam air suhu 100ºC
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
Stabilitas Panas : stabil terhadap suhu. Padatan NaOH sebaiknya disimpan
dalam tempat sejuk (FI V hlm. 589-590)
Bersifat higroskopis sehingga dapat meningkat CO2 dan H2O dari
udara
cahaya : terlindung dari cahaya
pH 12-14
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
Kegunaan Pengatur pH
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
Inkompatibilitas Sodium hidroksida adalah basa kuat dan tidak cocok dengan apa pun
senyawa yang mudah mengalami hidrolisis atau oksidasi. Itu akan
bereaksi dengan asam, ester, dan eter, terutama dalam larutan air.
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
Cara Sterilisasi Sterilisasi panas basah dengan autoklaf 121ºC selama 15 menit 15
Bahan Psi
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 649)
6. Hidrogen Clorida

Pemerian Cairan bening, tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika


diencerkan dengan 2 bagian volume air asam hilang
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol
1:10 dalam gliserin
1:250 dalam etanol 95%
1;2,8 dalam air
1:2,6 dalam air suhu 100ºC
(FI V, hlm. 903)
Stabilitas Panas : Stabil terhadap panas
terhidrolisis oleh chlorine bebas dari larutan asam pada NaCl
cahaya : stabil pada cahaya
pH 4,5-7,0
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Kegunaan Pengisotonis
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
Inkompatibilitas Asam klorida bereaksi keras dengan alkali, dengan evolusi sejumlah
besar panas. Asam klorida juga bereaksi dengan banyak logam,
hidrogen yang membebaskan

(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)


Cara Sterilisasi Sterilisasi panas basah dengan autoklaf 121ºC selama 15 menit 15
Bahan Psi
(Handbook Of Pharmaceutical Excipients hlm 639)
V. PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1. Dextrose Monohidrat 5% Bahan Aktif
2. NaCl 0,1038% Pengisotonis
3. Karbon Aktif 0,1% Depirognasi
4. NaOH 0,1N/HCl 0,1N qs Adjust pH
5. Water for Injection Ad 100% Pelarut

VI. PERHITUNGAN TONISITAS, OSMOLARITAS, DAPAR, mEq/L


1. Tonisitas
∆Tf Dextrose Monohidrat 5% = 0,46ºC
Nilai ∆Tf agar isotonis = 0,52ºC-0,46ºC
= 0,06ºC
0,06 ᵒC
NaCl = x 0,9%
0,52 ᵒC
= 0,1038%
0,1038 g
= x 500 mL
100 mL
= 0,5192 gram
2. Osmolaritas

1. Dextrose Monohidrat n =1
BM = 198,17 g/mol
5g
Bobot = x 500 mL =
100 mL
25 gram dalam 500 mL
= 50 g/L
g
x 1000 x n
mOsmol/L = L
BM
50 x 1000 x 1
=
198,17
= 252,3086 mOsmol/L

2. NaCl Na+ + Cl-


n =2
BM = 58,5 g/mol
0,5192 g
Bobot =
500 mL
= 1,0384 g/L
g
x 1000 x n
mOsmol/L = L
BM
1,0384 x 1000 x 1
=
58,5
= 35,50095 mOsmol/L

Osmolaritas Total mOsmol/L total = (252,3086 mOsmol/L


+ 35,50095 mOsmol/L)
= 287,80945 mOsmol/L
(Isotonis)
Rentang Isotonis = 270-328 mOsmol/L

3. mEq/L
BM Dextrose Monohidrat = 198,17 g/mol
Dalam 408 mL terdapat = 5%
5
x 408 mL = 20,4 gram = 20400 mg
100
mg x valensi
mEq =
BM
20400 x 1
=
198,17 g /mol
= 102,9419 mEq

VII. PENIMBANGAN
Sediaan yang dibuat 1 botol @ 400 mL
Dilebihkan 2% untuk memenuhi syarat penetapan volume injeksi dalam wadah
sediaan dengan volume >50mL (Farmakope Indonesia Edisi V, hlm. 1044)
400mL+(2%x400mL) = 408mL
Total volume/ berat sediaan yang dibuat: 500 mL
Volume sediaan dilebihkan menjadi 500 mL

No. Nama Bahan Jumlah/ Jumlah yang ditimbang


konsentrasi
Dextrose 5% x 500 mL = 25 gram
Monohidrat
25 gram + (5%x25g)= 26,25 gram
1. 5% 5,25%

Dilebihkan 5%
2. NaCl 0,1038% 0,1038
x 500 mL = 0,5192 gram
100
3. Karbon aktif 0,1 % 0,1
x 500 mL = 0,5 gram
VIII. 100
4. WFI Add 100 % = 500 mL - (26,25+0,5192+0,5)
=472,7308 mL

STERILISASI
a. Alat
No Cara
Nama Alat Waktu Sterilisasi Jumlah
Sterilisasi
1 Beaker glass 1000 ml Panas Kering Oven, 170˚C , 60’ 2
2 Beaker glass 250 ml Panas Kering Oven, 170˚C , 60’ 1
3 Beaker glass 600 ml Panas Kering Oven, 170˚C , 60’ 1
4 Beaker glass 50ml Panas kering Oven, 170˚C , 60’ 2
5 Gelas ukur 100 ml Panas Basah Autoclave, 121˚C, 15’ 1
6No. Gelas ukurNama
10 mlalat Panas Basah
Jumla Autoclave,Cara
121˚C, 15’ 1
sterilisasi
7 Erlenmayer 250 ml Panas Basah Autoclave, 121˚C, 15’ 2
8 Corong Panas Basahh Autoclave, 121˚C, 15’ 2
91 Botol Infus Panas Kering
Batang pengaduk 1 Panas170˚C
Oven, Kering, Oven; 170˚C
, 60’ 3 , 60’
102 Tutup
Spatel karet botol infus
Panas Kering1 Bahan Kimia,
Oven, 170˚C , 60’Alkohol 370%, 24
11 Pipet tetes Panas Basah Autoclave, 121˚C,
jam15’ 4
12 Karet pipet Bahan Kimia Alkohol 70%, 24 jam 4
13 Kaca arloji Panas Kering Oven, 170˚C , 60’ 2
14 Membran filter Panas Basah Autoclave, 121˚C, 15’ 2
15 Kertas saring Panas Kering Oven, 170˚C , 60’ 4
16 Labu ukur Panas kering Oven, 170˚C , 60’ 1

b. Wadah

c. bahan

No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi


IX. 1 Larutan
PROSEDUR Dextrose
PEMBUATAN 5,25% (b/v) Panas basah, Autoclave; 121˚C,
Monohidrat 15’
3 Ruang
Larutan NaCl 0,1038% (b/v) Prosedur
Panas basah, Autoclave; 121˚C,
Grey Area 1. Dicuci Alat yang akan digunakan
15’ menggunakan air mengalir
( Ruang Sterilisasi) dan dikeringkan
4 Aqua Pro Injeksi ad 100% (v/v) Panas basah, Autoclave; 121˚C,
2. Bagian mulut beaker glass, labu erlenmeyer, gelas ukur, pipet
kaca, corong kaca, botol15’ infus dititup/ disumbat dengan
alumunium foil atau kertas perkamen
Dilakukan sterilisasi dengan cara :
 Gelas ukur 100 mL, gelas ukur 10 mL, pipet kaca,
corong kaca, erlenmeyer, membran filter 0,22 dan
0,45 µm disterilisasi dengan menggunakan autoklaf
dengan suhu 121oC, 15 menit, 15 psi.
 Beaker glass 1000 mL beaker glass 50 mL,bekaer
glass 100mL, batang pengaduk, spatel, cawan
penguap, kaca arloji, botol infus,labu ukur,
disterilisasi dengan menggunakan oven pada suhu
170oC, 60 menit
 Tutup karet pipet, tutup karet botol infus didesinfeksi
dengan cara direndam dalam alkohol 70% selama 24
jam
3. Dikalibrasi beaker glass utama 80% dan 100% dimasukkan alat
dan bahan kedalam white area melalui transfer box

Grey Area Ditimbang bahan- bahan yang dibutuhkan menggunakan timbangan


(Ruang Penimbangan) analitik yang sudah dikalibrasi
1. Ditimbang Dextrose Monohidrat sebanyak 26,25 gram dengan
menggunakan kaca arloji dengan penimbangan tidak langsung
dan diberi label.
2. Ditimbang karbon aktif sebanyak 0,5 gram dengan
menggunakan kertas perkamen dengan penimbangan langsung
dan diberi label
3. Ditimbang NaCl sebanyak 0,5192 gram dengan menggunakan
kaca arloji dengan penimbangan tidak langsung ditutup dengan
aluminium foil dan diberi label.
4. Dimasukkan bahan yang telah ditimbang kedalam white area
melalui transfer box

White Area 1. Dimasukkan Dextrose Monohidrat sebanyak 26,25 gram


( ruang Pencampuran) kedalam beaker glass utama 1L kemudian dilarutkan dengan
Grade C aqua for injection sebanyak 30 mL(diukur dengan gelas ukur
100mL), aduk sampai larut dan homogen.
2. Dilarutkan NaCl pada beaker glass 50mL sampai larut.
3. Dimasukkan larutan NaCl kedalam beaker glass utama yang
berisi larutan Dextrose Monohidrat, kemudian diaduk sampai
homogen dan larut.
4. Ditambahkan WFI kedalam beaker glass utama hingga tanda
batas 80% volume sediaan yaitu 400 mL
5. Dimasukkan karbon aktif kedalam beaker glass utama berisi
larutan , aduk Ad merata
6. Dipanaskan larutan dalam beaker glass utama pada suhu 60˚C-
70˚C selama 15 menit ( dihitung setelah suhu mencapai 60˚C-
70˚C )dengan sesekali diaduk menggunakan batang pengaduk
dan dicek suhu dengan themometer
7. Dinginkan larutan kemudian disaring dengan menggunakan
membran filter 0,45µm rangkap 2 yang sudah dibasahi dengan
WFI dan corong kaca kedalam dua labu erlenmeyer, dilakukan
penyaringan kembali dengan menggunakan membran filter 0,22
µm
8. Dipindahkan larutan hasil penyaringan dalam erlenmeyer
kedalam beaker glass utama dan dilakukan pengukuran pH
dengan menggunakan pHmeter stick, jika pH belum mencapai
pH target yaitu pH 5,5-6,5 (pH sebelum proses sterilisasi) maka
dilakukan adjust pH dengan menggunakan NaoH 0,1 N atau HCl
0,1 N tergantung pada kondisi pH sediaan
9. Dimasukkan larutan dalam beaker glass utama kedalam labu
ukur 500 ml kemudian ad kan dengan sisa WFI ad tanda batas,
bersikan WFI yang ada pada leher labu ukur dengan
menggunakan kertas saring, kocok ad homogen
10. Dipindahkan larutan dalam labu ukur kedalam beaker glass
utama

White Area Dimasukkan larutan dalam beaker glass utama ke dalam botol
( Ruang Filling) infus yang sudah dikalibrasi dengan menggunakan corong kaca,
Grade A background C larutan yang dimasukkan kedalam botol infus sebanyak 408 mL
yang diukur dengan menggunakan gelas ukur 500 mL, kemudian
ditutup dengan penutup karet dan aluminium cap
Sediaan ditransfer ke ruang sterilisasi dengan transfer box.
Grey Area Dilakukan sterilisasi akhir sediaan dengan metode moist-heat
( Ruang Sterilisasi) dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121˚ C selama 15
menit pada tekanan 15 Psi
White Area 1. Melakukan evaluasi pada sediaan
( Ruang Evaluasi)
2. Sediaan infus, dikemas dalam wadah sekunder, diberi brosur dan
etiket.

X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN


1. Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH (Farmakope Indonesia Edisi V, hlm. 1564)
Prinsip Evaluasi : Pengukuran pH menggunakan potensiometri (pH meter) yang
telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga pH sampai
0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka, elektrode kaca dan
elektrode pembanding yang sesuai.
Jumlah Sampel: 1 botol

Persyaratan: pH sebelum proses sterilisasi 5,5-6,5 dan pH sesudah autoklaf 4-4,3


Hasil pengamatan: pH sebelum proses sterilisasi 6 dan setelah proses sterilisasi
yaitu:
1. 4,42
2. 4,40
3. 4,56
Rata-rata= 4,46
Kesimpulan : evaluasi penetapan pH larutan infus Dextrose Monohidrat 5%
memenuhi syarat untuk pH sebelum proses sterilisasi dan tidak memenuhi syarat
untuk pH setelah proses sterilisasi karena pH yang didapatkan tidak masuk
kedalam rentang persyaratan pH
b. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm. 1494)
Prinsip Evaluasi : Memanfaatkan sensor penghamburan cahaya dan pengumpan
sample. Jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan, maka dilakukan pengujian
mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan partikulat subvisible
setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : Tidak terdapat bahan partikulat dalam sediaan
Hasil pengamatan : setelah diamati dengan melakukan evaluasi dengan cara
larutan sediaan dalam botol infus diberikan background berwarna hitam untuk
melihat partikulat berwarna putih dan background berwarna putih untuk partikulat
berwarna hitam yang kemudian disinari oleh cahaya pada larutan tersebut, saat
pengamatan tidak terdapat partikulat dalam larutan
Kesimpulan : Evaluasi uji bahan partikulat dalam injeksi memenuhi persyaratan
karena tidak ditemukannya bahan partikulat dalam larutan sediaan
c. Volume Injeksi dalam Wadah
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm.1570)
Prinsip Evaluasi : Isi sediaan dituangkan kedalam gelas ukur 500 mL secara
langsung kemudian di cek volume
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : memilki rentang 400 mL - 408 mL
Hasil pengamatan : larutan memiliki volume injeksi dalam wadah 405 mL
Kesimpulan : evaluasi volume injeksi dalam wadah memenuhi persyaratan
karena masuk kedalam rentang 400 mL- 408 mL
d. Penetapan Kejernihan dan Warna
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm. 1526)
Prinsip Evaluasi : Dilakukan pengamatan secara visual dengan menggunakan
tabung reaksi alas datar transparan dan terbuat dari kaca netral, larutan uji
dibandingkan dengan suspensi dibawah cahaya yang berdifusi selama 5 menit.
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : larutan dianggap jernih apabila sama dengan air atau larutan
pembanding.
Hasil pengamatan : larutan jernih dan sama dengan kejernihan laruta
pembanding
Kesimpulan : evaluasi uji kejernihan dan warna memenuhi persyaratan
e. Uji Kebocoran
(Goeswin Agoes, hlm. 191)
Prinsip Evaluasi : Dengan membalikan botol berisi sediaan diatas kertas saring
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : tidak ada kebocoran pada wadah sediaan
Hasil pengamatan : tidak terjadi kebocoran dalam sediaan
Kesimpulan : evaluasi uji kebocoran memenuhi persyaratan

1. Evaluasi Biologi
a. Uji Endotoksin Bakteri
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm1406-1409)

Prinsip Evaluasi : Dilakukan menggunakan lymulus amebocyte lysate. Teknik


pengujian menggunakan jendal gel dan fotometrik. Teknik jendal gel pada titik
akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari zat dengan enceran endotoksin
yang dinyatakan dalam unit endotoksin FI. Teknik fotometrik atau turbidimetri
yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan

Jumlah Sampel : 1 botol

Persyaratan : Tidak lebih dari 0,5 unit Endotoksin FI per ml untuk injeksi yang
mengandung dektrosa kurang dari 5% dan tidak lebih dari 10,0 unit Endotoksin FI
per ml untuk injeksi yang mengandung
dektrosa antara 5% dan 70%.
Hasil pengamatan : tidak dilakukan
Kesimpulan : -
b. Uji Pirogen
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm. 1412)
Prinsip Evaluasi : Pengukuran kenaikkan suhu hewan uji setelah penyuntikkan
larutan uji secara IV dan ditunjukkan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan
uji kelinci dengan dosis penyuntikkan tidak lebih dari 10 ml/ kg bb dalam jangka
waktu tidak lebih dari 10 menit
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : Tak seekor hewan uji pun dari keseluruhan hewan uji
menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih.
Hasil pengamatan : tidak dilakukan
Kesimpulan : -
c. Uji Sterilitas
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm.1362)
Prinsip Evaluasi : Menguji suatu bahan dengan teknik inokulasi langsung atau
filtrasi langsung untuk melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba, menggunakan
media tioglikonat cair dan soybean casein digest
Jumlah Sampel : 1 botol
Persyaratan : Tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi selama 14
hari.
Hasil pengamatan : tidak dilakukan
Kesimpulan : -

2. Evaluasi Kimia
a. Uji Penetapan Kadar
(Farmakope Indonesia Edisi V, hlm 1421-1422)

Prinsip Evaluasi : Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan 2-5 gram
dextrose.
Masukkan kedalam labu ukur 100 mL. tambahkan 0,2 mL NaOH 6N, encerkan
dengan air sampai tanda. Ukur rotasi optic dalam tabung polarimeter yang sesuai
pada suhu 25ºC seperti tertera pada penetapan rotasi optic dan rotasi jenis. Hitung
presentase g/100 mL Dextrose dengan rumus
100
AR ( ¿ x¿ )
52,9
A = perbandingan bilangan 100 mm dibagi dengan panjang tabung polarimeter
yang digunakan
R = rotasi dalam derajat
100 = %
52,9 = titik tengah rentang rotasi jenis anhidrat
198,17 dan 180,16 berturut-turut adalah BM dari Dextrose Monohidrat dan
Dextrose Anhidrat

Jumlah Sampel : 1 botol


Persyaratan : Dextrose Monohidrat memiliki kemurnian sebagai infus adalah
95%-105%
Hasil pengamatan : tidak dilakukan
Kesimpulan : -

XI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, membuat sediaan parenteral steril yaitu Infus Dextrose
5% yang diberikan secara intravena. Infus merupakan sediaan steril dalam sediaan
parenteral volume besar yang digunakan secara intravena. Pemberian larutan
intravena merupakan rute pemberian cairan obat dalam jumlah besar yang akan
terdistribusi dengan cepat pada keseluruhan tubuh, agar dapat dicapai efek terapeutik
dengan cepat. Infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan
langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak (Departemen Kesehatan RI,
2014).
Sediaan infus Dextrose 5% mempunyai fungsi untuk menangani hipoglikemia dan
terapi untuk pasien dehidrasi akibat diare akut dan perlu diberikan dengan onset yang
cepat (Sweetman, 2009). Dextrose 5% merupakan salah satu sediaan parenteral yang
diberikan melalui intravena dan termasuk kedalam golongan larutan pengganti cairan
tubuh untuk terapi pemeliharaan yang memerlukan dosis yang besar (Sweetman,
2009). Oleh karena itu, sediaan dibuat LVP.
Dextrose mempunyai dua jenis bahan aktif yaitu dalam bentuk monohidrat dan
anhidrat. Dalam praktikum kali ini digunakan Dextrose Monohidrat karena bentuk
anhidrat ketika disimpan dalam suhu ruang akan berubah menjadi bentuk monohidrat
karena mudah menyerap air di udara (Rowe, 2006). Dextrose Monohidrat memiliki
kelarutan yang mudah larut dalam air dan air yang digunakan pada sediaan ini harus
air yang steril dan bebas pirogen karena digunakan secara intravena, oleh karena itu
digunakan Water for Injection sebagai pembawa karena WFI bebas dari pirogen
(Lachman dkk., 2008).
Sediaan akan diinjeksikan secara intravena dan diberikan dengan volume yang
besar sehingga perlu adanya kesamaan tonisitas dengan cairan tubuh atau sering
disebut dengan isotonis (Lachman dkk., 2008). NaCl adalah salah satu zat yang
mempunyai fungsi sebagai pengisotonis yang digunakan dalam formulasi sediaan
Dextrose 5% kali ini agar menjadikan sediaan infus LVP menjadi isotonis,
konsentrasi NaCl yang digunakan dalam formula ini yaitu 0,1038% yang di dapat dari
perhitungan tonisitas.
pH stabilitas dari bahan aktif Dextrose Monohidrat ini yaitu 5,5-6,5 jika dalam
keadaan sebelum proses sterilisasi dengan autoklaf sendangkan setelah proses
sterilisasi mempunyai pH stabil yaitu 4,0-4,3 (Sarfaraz, 2004). Untuk memenuhi pH
yang diinginkan sediaan ditambahkan NaOH atau HCl secukupnya sampai pH yang
diinginkan terpenuhi, karena dalam formula ini NaOH dan HCl berfungsi sebagai
pengatur pH dengan NaOH yang bersifat basa dan HCl yang bersifat asam.
Sediaan infus LVP harus bersifat steril, karena sediaan ini mengelakkan garis
pertahanan dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit. Maka sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminan mikroba dan dari komponen toksis dan harus
memiliki tingkat kemurnian yang tinggi (Lachman dkk., 2008). Suatu bahan dapat
dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun
yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora)
(Anief, 2005). Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu mikoorganisme.
Efek adanya pirogen ini menghasilkan kenaikan tubuh yang nyata, demam, sakit
badan, vasokonstriksi pada kulit dan kenaikan tekanan dalam arteri (Lachman dkk.,
2008).
Adapun salah satu zat tambahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan ini
yaitu, Karbon aktif sebagai depirogenasi. Depirogenasi bertujuan untuk
meminimalisasi jumlah pirogen yang masih terkandung dalam sediaan. Kadar yang
digunakan adalah 0,1% yang disebutkan dalam salah satu penelitian bahwa dengan
konsentrasi tersebut dapat efektif mengurangi jumlah pirogen yang terkandung dalam
suatu sediaan. Akan tetapi selain menyerap pirogen Karbon Aktif mempunyai
kemungkinan dapat menyerap bahan aktif pula, yang dengan demikian akan
mengurangi kadar bahan aktif yang seharusnya terkandung, oleh karena itu dalam
monografi tercantum bahan aktif ditambahkan 5% untuk menghindari pengurangan
kadar bahan aktif akibat penyerapan Karbon Aktif.
Karbon Aktif sendiri tidak dapat larut dalam air yang akan menyebabkan
timbulnya partikulat, sedangkan dalam suatu persyaratan sedian infus ini tidak boleh
mengandung partikulat. Digunakan membrane filter untuk menyaring sediaan dengan
ukuram 0,45 µm dan 0,22 µm agar terbebas dari partikulat.
Dalam pembuatan infus, infus tidak boleh mengandung zat dapar dan bakterisida
(Aulton, 2013) karena dapar dalam volume yang besar akan merusak keseimbangan
dari sistem pH didalam tubuh. pH dari sediaan diharuskan mendekati pH darah
karena sediaan ini langsung terabsorpsi ke pembuluh darah saat pertama kali
diberikan. Tetapi, jika bahan aktif lebih efektif bekerja pada rentang pH dibawah atau
diatas pH darah, maka yang dipilih sebagai rentang pH target adalah pH yang efektif
zat aktif bekerja sebagai zat aktif itu sendiri.
Pengawet tidak boleh ditambahkan ke dalam sediaan infus dikarenakan infus
merupakan sediaan parenteral volume besar (Aulton, 2013) Walaupun konsentrasi
pengawet yang terkandung dalam sediaan kecil, namun karena infus merupakan
sediaan dosis tunggal dengan volume besar, maka jumlah pengawet terakumulasi. Hal
ini dapat terjadi karena jumlah pengawet yang terkandung di dalam sediaan parenteral
volume besar akan terabsorpsi ke dalam pembuluh darah bisa menumpuk di dalam
darah sehingga menyebabkan nilai acceptable daily intake (ADI) pengawet tidak
dapat ditolerir oleh tubuh. Jika melebihi acceptable daily intake (ADI) , pengawet
tersebut dapat membahayakan pasien yang menyebabkan toksisitas di dalam tubuh
karena pemberiannya dalam jumlah besar (Remington, 2005).
Bahan aktif yang digunakan adalah Dekstrose Monohidrat yang merupakan suatu
senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai komponen monomer, yang
terikat secara glikosidik pada posisi alpha 1,6. dextrosa merupakan sumber nutrisi
yang baik bagi mikroba sehingga dapat ditumbuhi oleh mikroba yang bersifat
pirogen. Pirogen dalam sediaan dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu
250°C selama 45 menit. Namun, dextrosa akan mulai terdekomposisi apabila
dipanaskan pada temperatur yang tinggi yaitu pada suhu 220°C dan terutai seluruhnya
pada suhu 280C menjadi senyawa 5-(hidroksimetil) furfural dan levoglucosan (Fang
dkk., 2011).
Berdasarkan sifat fisik Dextrose yang tidak stabil terhadap paparan suhu tinggi,
sediaan infus dekstrosa 5% dibuat dengan menggunakan metode terminal
sterilization (sterilisasi akhir) metode sterilisasi panas basah. Teknik aseptis tidak
dapat digunakan pada pembuatan sediaan ini karena pada teknik aseptis, dekstrosa
sebagai raw material tidak dapat disterilisasi menggunakan sterilisasi panas kering.
Selain menggunakan sterilisasi akhir, pembuatan infus dekstrosa 5% dilakukan
penambahan karbon aktif untuk menjerap pirogen yang ada dalam sediaan.
Selama proses sterilisasi dengan autoklaf dapat terjadi penurunan pH sebesar 1
satuan. Jika pH sediaan yang lebih rendah (pH < 3,5) akan menyebabkan
terbentuknya karamel. Jika pH terlalu basa (pH > 6,5) dapat menyebabkan sediaan
terdekomposisi dan berwarna coklat (Kibbe, 2000). Oleh karena itu, pH sediaan infus
harus diperhatikan agar tetap berada dalam rentang pH yang dipersyaratkan untuk
stabilitas sediaan, baik pada penampilan sediaan ataupun efek farmakologis zat aktif
itu sendiri.
Sediaan infus Dextrose Monohidrat 5% yang sudah disaring selanjutnya
dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL lalu di masukkan kedalam botol kaca tipe I
(gelas borosilikat) 408 mL. Kemudian, ditutup segera dengan tutup karet steril,
kemudian pada tutupnya dibungkus dengan kertas perkamen terakhir diikat simpul
dengan tali kasur untuk menghindari kontaminasi yang mungkin masuk ke dalam
botol infus. Digunakan gelas borosilikat karena kandungan dalam wadah tidak
mudah meluruh, sehingga pada saat sterilisasi akhir dengan pemanasan pada
permukaan wadah tidak akan keluar dan tercampur dengan sediaan yang dibuat.
Sterilisasi akhir sediaan dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121C
selama 15 menit.
Botol yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke ruang evaluasi akhir untuk
dilakukan evaluasi sediaan akhir. Pemeriksaan pada praktikum kali ini hanya
meliputi, pemeriksaan terhadap keberadaan partikulat, pemeriksaan kejernihan
sediaan serta penetapan pH sediaan. Dari hasil evaluasi sediaan untuk infus Dextrose
Monohidrat 5% didapatkan hasil bahwa pada uji kejernihan dan uji keberadaan
partikulat, tidak ditemukan adanya pengotor pada sediaan, sediaan jernih dan tidak
ditemukan adanya benda asing yang melayang pada sediaan. Pada uji pH sediaan
memiliki pH rata-rata 4,42. pH sediaan ini tidak masuk kedalam rentang pH sediaan.

XII. KESIMPULAN
1. Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
(%)
1. Dextrose Monohidrat 5 Bahan aktif
2. Karbon aktif 0,1 Adsorben / depirogensi
3. NaCl 0,7069% Pengisotonis
4. NaOH qs Adjust pH
5. HCl qs Adjust pH
6. Aqua pro injeksi Ad 100 Pembawa

2. Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan infus Dextrose 5% adalah


sterilisasi akhir dengan menggunakan metode panas lembab menggunakan
autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit dengan tekanan 15 psi.
3. Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan infus yang dibuat adalah infus Dextrose
5% tidak memenuhi syarat untuk penetapan pH dan memenuhi syarat
(berdasarkan hasil evaluasi) untuk evaluasi lainnya.
4. Parameter kritis untuk sediaan LVP yaitu harus jernih, isotonis dan isohidris,
namun pada sediaan LVP ini tidak memenuhi persyaratan parameter kritis
isohidris

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Abate, M. and Abel, S. K., 2006, Remington: The Science and Practice of Pharmacy 21 st
Edition. Lippincott Williams and Wilkins, 772, University of The Sciences,
Philadelphia.

Agoes, Goeswin. (2009). Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7.,) Bandung : Penerbit ITB.

AHFS.2011.AHFS Drug Information, Bethesda: American Society of Health System


Pharmacists
Anies, M.., 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. UGM press.
Aulton, M.E., dan Taylor K.M.G., (2013), Aulton’s Pharmaceutics: The Design and
Manufacture of Medicines, Fourth Edition, Churcihill Livingstone Elsevier
BNF, 2017, British National Formulary 74th Edition, BMJ Publishing Group, London.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V,Jakarta:
Departemen Kesehatan
Komisi Farmakope Eropa, 2005, European Pharmacopoeia 5.0, Dewan Eropa, Uppsala, 968 dan
998
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Penerbit Andi. Yogyakarta. Parrot Mcdonnell Gerald,
Rusell denyer. 1999. Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and
Resistance.Clinical Microbiology p. 147–179
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi 5. London :
Pharmaceutical Press.
Syamsuni.( 2007). Ilmu Resep, Jakarta: EGC.

Sweetman, S. 2009. Martindale 36th. The Pharmaceutical, Press, London.

XIV. LAMPIRAN

Evaluasi penetapan pH
Evaluasi uji kebocoran

Evaluasi uji volume injeksi dalam wadah Evaluasi uji bahan partikulat dalam injeksi

Evaluasi uji kejernihan dan warna

XV. BROSUR, KEMASAN, DAN ETIKET

 Etiket
 Brosur

 Kemasan

Anda mungkin juga menyukai