DOSEN PENGAMPU :
OLEH :
EKONOMI SYARIAH
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Aspek Hukum Dalam
Ekonomi Islam tentang “Asas-Asas Hukum Perjanjian”dengan lancar.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Masadah, M.H.I, M.Pd.I
selaku Dosen pengampu kami yang telah memberikan tugas dan membimbing kami selama
pembelajaran satu semester ini. Dan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca makalah ini. Serta
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, amin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjanjian adalah suatu jembatan yang akan membawa para pihak
untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pembuatan perjanjian
tersebut yaitu tercapainya perlindungan dan keadilan bagi para pihak.
Berbicara tentang perjanjian tidak terlepas dari masalah keadilan. Fungsi
dan tujuan hukum perjanjian tidak lepas daari tujuan hukum pada umumnya,
yaitu: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Apabila dilakukan
analisis tentang asas-asas dalam perjanjian harus dimulai dari filosofi
keadilan dalam perjanjian. Dalam perjanjian terkandung makna “janji harus
ditepati” atau “janji adalah hutang”. Perjanjian haruslah dibuat dan
dilaksanakan berdasarkan akal pikiran sehat dan penghargaan pada nilai-
nilai moralitas kemanusian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak ?
2. Apa yang dimaksud dengan asas konsensualisme ?
3. Apa yang dimaksud dengan asas kebiasaan ?
1
4. Apa yang dimaksud dengan asas kepercayaan ?
5. Apa yang dimaksud dengan asas kekuatan mengikat ?
6. Apa yang dimaksud dengan asas persamaan hukum ?
7. Apa yang dimaksud dengan asas peralihan resiko ?
8. Apa yang dimaksud dengan asas ganti kerugian ?
9. Apa yang dimaksud dengan asas kepatutan ?
10. Apa yang dimaksud dengan asas sistem terbuka ?
11. Apa yang dimaksud dengan asas kewajaran ?
12. Apa yang dimaksud dengan asas ketepatan waktu ?
13. Apa yang dimaksud dengan asas kerahasiaan ?
14. Apa yang dimaksud dengan asas keadaan darurat ?
15. Apa yang dimaksud dengan asas pilihan hukum ?
16. Apa yang dimaksud dengan asas penyelesaian perjanjian ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang asas kebebasan berkontrak.
2. Dapat memahami tentang asas konsensualisme.
3. Mengerti tentang asas kebiasaan.
4. Mengetahui tentang asas kepercayaan.
5. Dapat memahami tentang asas kekuatan mengikat.
6. Mengerti tentang asas persamaan hokum.
7. Mengetahui tentang asas peralihan resiko.
8. Dapat memahami tentang asas ganti kerugian.
9. Mengerti tentang asas kepatutan.
10. Mengetahui tentang asas sistem terbuka.
11. Dapat memahami tentang asas kewajaran.
12. Mengerti tentang asas ketepatan waktu.
13. Mengetahui tentang asas kerahasiaan.
14. Dapat memahami tentang asas keadaan darurat.
15. Mengerti tentang asas pilihan hukum.
16. Mengetahui tentang asas penyelesaian perjanjian
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), 48.
2
Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Ombak, 2013), 11.
3
Ibid, 14.
3
perikatan tersebut mengikat antara pihak yang menyepakatinya dan harus
dilaksanakan segala hak dan kewajibannya. Ajaran dalam Islam memberikan
kebebasan kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai yang diinginkan,
tetapi yang menentukan syarat sahnya adalah ajaran agama.4
Dengan demikian asas kebebasan berkontrak dapat dikatakan sebagai
sistem terbuka, yang berarti dalam pembuatan perjanjian ini para pihak
diperbolehkan untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut, memberikan
aturan dari perjanjian dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan. Contoh: juan ingin bekerja dalam suatu perusahaan A dengan
kontrak kerja sebagai berikut: pekerja mengikuti peraturan yang berlaku, aktif
bekerja 09.00-11.30 – (istirahat) – 13.00-17.00. pekerja mendapat kontrak
selama 3 tahun dan mendapat perlakuan sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Jika melanggar pekerja siap menerima sangsi yang berlaku atau
pemberhentian masa kerja.
B. Asas Konsensualisme
Perjanjian terbentuk kerena adanya pertemuan kehendak (concensus) dari
pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas, tidak terikat oleh
bentuk dan dalam mencapainya tidak secara formal akan ketapi cukup melalui
konsensus saja. Charles Field mengungkapkan bahwa satu-satunya faktor
yang berlaku dan relevan dalam menentukan ada ataupun tidaknya keterikatan
adalah tatkala dijanjikan, maka terciptalah kontraktual.5
Suatu perjanjian timbul apabila setelah ada konsensus atau persesuaian
kehendak antara pihak, sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian tidak
mengikat. Konsensus tersebut tidak harus ditaati jika salah satu pihak
menggunakan paksaan, penipuan, maupun kekeliruan atas obyek kontrak.
Asas konsensus tidak mensyaratkan suatu kontrak harus dalam bentuk tertulis,
kecuali beberapa kontrak memang harus dalam bentuk tulisan.
Asas konsensus mempunyai arti bahwa perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
4
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, 58.
5
Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, 12.
4
memerlukan suatu formalitas.6 Contoh: Perusahaan jasa akan menyewa suatu
tempat usaha (Ruko) untuk dijadikan tempat kursus mengemudi. Maka
pemilik perusahaan jasa tersebut menyewa ruko dengan syarat sebagai
berikut: pembayaran untuk penyewaan ruko satu bulan sekali, menjaga
keutuhan serta kelengkapan bangunan, dalam menjalankan syarat dan
ketentuan penyewa berhak mendapat seluruh fasilitas yang disediakan maupun
disewakan. Apabila melanggar penyewa akan mendapat sangsi yang berlaku.
Untuk pengesahan disertai dengan tanda tangan dan materai sebagai
keterkaitan hukum.
C. Asas Kebiasaan
Asas kebiasaan merupakan bagian dari perjanjian. Asas ini diatur dalam
Pasal 1339 jo 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari
perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara
tegas sudah diatur akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan
yang diikuti. 7Suatu perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang diatur
secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan
sebagainya, tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti
masyarakat umum.8 Contoh dari asas kebiasaan adalah meminta izin ketika
ingin keluar rumah, melakukan permintaan maaf pada saat melakukan
kesalahan, mengambil sesuatu menggunakan tangan kanan, menghormati
orang yang lebih tua, dan lain sebagainnya. Contoh diatas tidak diatur dalam
undang-undang tetapi menjadi kebiasaan yang biasanya di lakukan oleh
masyarakat umum.
D. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diri diantara kedua belah pihak bahwa satu sama
6
Elsi Kartika Sari, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo, 2007), 31.
7
Niru Anita Sinaga. “Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan
Perjanjian”. Binamulia Hukum. Vol. 7 No. 2, Desember 2018, hal. 118.
8
Dodik Setiawam Nur Heriyanto, “Asas-Asas Kontrak Secara Umum”,
dodiksetiawan.wordpress.com/2011/02/04/asas-asas-kontrak-secara-umum/amp/(Diakses pada 17
Februari 2020, pukul 18.38).
5
lain akan memenuhi prestasi dikemudian hari.9Asas ini terdapat pada Pasal
1321 Kitab Undang-Undang Hukum perdata. Dalam pasal ini berbunyi:
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Artinya dalam suatu perjanjian harus ada rasa saling percaya diantara kedua
belah pihak sehingga dapat menimbulkan kesepakatan. Tanpa adanya
kepercayaan maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh kedua belah
pihak. Untuk itu perjanjian dapat diadakan dengan baik apabila para pihak
saling percaya.10 Contohnya seperti transkasi jual beli melalui media toko
online. Biasanya konsumen yang melakukan transaksi melalui online pada
pertama kali akan merasa tidak suka karena resiko yang diterimannya
cenderung lebih besar. Oleh karena itu, kepercayaan sangat penting dalam
perdagangan melalui media elektronik. Tanpa adanya kepercayaan dari
pelanggan maka tidak mungkin terjadi transaksi jual beli melalui internet.
Maka dari itu, penjual menawarkan produk atau menjual produk usahanya
dengan memberikan informasi yang benar, baik, dan sesuai dengan deskripsi
barang tersebut. Sehingga memberikan rasa percaya pada pembeli untuk
membeli barang tersebut.
9
Yusnedi Achmad, Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 36.
10
Sanabila, “Asas dalam Hukum Perjanjian”, www.sanabila.com/2015/11/asas-dalam-hukum-
perjanjian.html?m=1(Diakses pada 17 Februari 2020, pukul 18.30).
11
Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, 12.
6
Dalam hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang
melakukan perjanjian selalu terikat kepada isi perjanjian yang terlah
disepakati bersama pihak lain dalam perjanjian. Sehingga seluruh isi
perjanjian adalah sebagai peraturan yang wajib dilakukan oleh para pihak
yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian.12
F. Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum adalah subjek hukum yang mengadakan perjanjian
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka
tidak boleh dibeda-bedakan antara satu dengan lainnya, walaupun subjek
hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras.13
Asas kepastian hukum yaitu kepastian sebagai suatu figur hukum harus
mengandung kepastian. Kepastian ini berupa kekuatan mengikat perjanjian
tersebut dan berguna sebagai undang-undang bagi para pihak yang saling
terikat perjanjian.14 Tidak ada pembeda semua diperlakukan sama dimata
hukum.
G. Asas Peralihan Resiko
Peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang
disebabkan karena suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang yang menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237
KUH Perdata. Pasal ini berbunyi sebagai berikut:
Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka
barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah tanggungan (resiko) si
berpiutang (pihak yang menerima barang).
Jenis-jenis risiko digolongkan menjadi dua kategori, yaitu risiko dalam
perjanjian sepihak dan risiko dalam perjanjian timbal balik.
1. Risiko dalam perjanjian sepihak
Pada perjanjian sepihak merupakan perjanjian dimana salah satu pihak
aktif melakukan prestasi (meberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak
berbuat sesuatu) sedangkan pihak lainnya pasif. Risiko dalam perjanjian
12
Lukman Santoso, Hukum Perikatan, 58.
13
M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian:Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak,
SUHUF, Vol. 26, No. 1, 2014, 54.
14
Niru Anita Sinaga, Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian, Binamulia Hukum, Vol. 7, No. 2,
2018, 118.
7
sepihak diatur dalam Pasal 1237 KUH Perdata, yaitu risiko ditanggung
oleh kreditur.
2. Risiko dalam perjanjian timbal balik
Risiko dalam perjanjian timbal balik terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
risiko dalam jual beli, resiko dalam tukar menukar, dan risiko dalam sewa
menyewa.15
a. Risiko dalam jual beli diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata, yaitu
risiko yang ditanggung oleh pembeli.
b. Risiko dalam tukar menukar diatur dalam Pasal 1545 KUH Perdata,
yaitu risiko yang ditanggung oleh pemilik barang
c. Risiko dalam sewa menyewa diatur dalam Pasal 1553, yaitu risiko
yang di tanggung oleh pemilik barang.16
15
Elsi Kartika Sari dkk, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo, 2008), 34.
16
Ibid, hal. 35.
8
Bunga adalah segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau yang sudah diperhitungkan kreditur.17
I. Asas Kepatutan
Asas kepatutan dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas
kepatutan berkaitan dengan ketentuan-ketentuan mengenai isi dari
perjanjian.18 Kepatutan ini dapat diartikan juga itikad baik dalam menepati,
melaksanakan isi pokok dalam perjanjian. Prinsip kepatutan ini menghendaki
bahwa apa yang akan dituangkan dalam naskah perjanjian harus
memperhatikan prinsip kelayakan/keseimbangan, karena hal tersebut akan
menjadi tolak ukur kelayakan hukum yang akan ditimbulkan dalam suatu
persetujuan tersebut ditentukan juga rasa keadilan dalam masyarakat. Maka
dari itu rasa kepatutan dibutuhkan untuk segala sesuatu yang menurut sifat,
kebiasaan maupun undang-undang.19
K. Asas Kewajaran
Asas ini melarang agar badan-badan pemerintah tidak bertindak
sewenang-wenang atau tidak wajar. Pada asas kewajaran ini, setiap keputusan
atau tindakan pejabat administrasi negara menghendaki supaya setiap tindakan
pejabat administrasi negara harus memperhaikan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat seperti nilai-nilai agama, budaya, ekonomi, sosial, dan
dapat diterima akal sehat. Asas ini melarang pejabat administrasi negara
berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak layak. Seandainya seorang
pejabat administrasi negara bertindak sewenang – wenang di luar batas
17
Muchlis riadi, “Pengertian, Bentuk, Penyebab dan Hukum Wanprestasi”,
https://www.kajianpustaka.com/2019/01/wanprestasi.html?m=1 (Diakses pada 22 Februari
2020, pukul 10.49).
18
Niru Anita Sinaga, Peranan Asas-Asas Hukum. . . , 118.
19
Dodik Setiawan, “Asas-Asas Kontrak Secara Umum”
https://dodiksetiawan.wordpress.com/2011/02/04/asas-asas-kontrak-secara-umum/amp/ (Diakses
pada 23 Februari 2020, Pukul 18.01).
9
kewajaran, maka keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat tersebut dapat
dibatalkan. Asas ini bertujuan untuk agar badan-badan pemerintah tidak
bertindak sewenag-wenang atau tidak wajar. Asas kewajaran menekankan
agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di
tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan agama, moral, adat istiadat,
maupun nilai-nilai lainnya.20
M. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan mengharuskan atau mewajibkan untuk merahasiakan
mengenai hal-hal yang tidak berkaitan dengan para pihak yang melakukan
perjanjian. Para pihak tidak diperkenankan memberikan informasi kepada
pihak yang tidak mempunyai kepentingan dalam perjanjian.
20
Calvin, "Asas Asas Umum Pemerintahan Yang Baik", http://my-jurnal-
law.blogspot.com/2016/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html?m=1 (Diakses pada
tanggal 17 Februari 2020, pukul 18.44).
21
Dodik Setiawam Nur Heriyanto, “Asas-Asas Kontrak Secara Umum”,
dodiksetiawan.wordpress.com/2011/02/04/asas-asas-kontrak-secara-umum/amp/(Diakses pada 17
Februari 2020, pukul 18.38).
10
kontrak internasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi situasi dan
kondisi yang tidak terduga yang melingkupi objek suatu kontrak.
22
Sudargo Gautama, “Hukum Perdata Internasional Indonesia”, Jilid II Bagian 4 Buku Ke-5
(Bandung: Alumni, 1998), hal. 5.
23
Huala Adolf, “Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional”(Bandung: Refika Aditama, 2007),
hal. 139.
11
para pihak mengenai pilihan hukum seperti ini dapat disimpulkan dari
sikap mereka, isi dan bentuk perjanjian.
3. Pilihan hukum diserahkan kepada Pengadilan
Pilihan hukum diserahkan kepada pengadilan apabila para pihak
tidak mencapai kesepakatan untuk menentukan pilihan hukum dalam
kontraknya. Mereka memilih solusi untuk menyerahkan masalah pilihan
hukum kepada lembaga pengadilan.
4. Pilihan hukum secara hypothetisch (hipotetis)
Pilihan hukum secara hypothetisch ini dikenal di Jerman.
Sebenarnya tidak ada suatu kemauan dari para pihak untuk memilih
pilihan hukum. Hakimlah yang melakukan pilihan hukum.24
Walaupun para pihak diberikan kebebasan untuk melakukan
pilihan hukum sebagai cerminan dari asas kebebasan berkontrak dalam
hukum perjanjian internasional, dalam pilihan hukum terdapat
pembatasan-pembatasan yuridis yang mengikat para pihak, yaitu :
1. Pilihan hukum tidak melanggar ketertiban umum
2. Pilihan hukum hanya dapat dilakukan dalam bidang hukum kontrak
3. Harus ada kaitan dengan kontrak yang bersangkutan
4. Tidak untuk menyelundupkan hukum
5. Tidak untuk transaksi tanah atau hak-hak atas benda bergerak
6. Tidak boleh mengenai ketentuan hukum perdata dengan sifat publik
7. Melanggar itikad baik
8. Pilihan hukum digunakan untuk menghindar tanggung jawab pidana
9. Adanya aturan-aturan hukum yang bersifat memaksa
10. Hukum substantif yang dipilih mengatur objek kontrak25
24
Yuni Damayanti, "Hukum Perdata Internasional",
http://hukumperdatainternational2014.blogspot.com/2014/12/pilihan-hukum.html?m=1 (Diakses
pada tanggal 17 Februari 2020, pukul 18.50).
25
Huala Adolf, “Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional”. . . . . , hal. 141.
12
hubungan yaitu dengan proses negosiasi di antara para pihak. Melalui
negosiasi para pihak berupaya menciptakan kesepakatan untuk saling
mempertemukan sesuatu atau kepentingan yang diinginkan melalui proses
tawar menawar.
26
A. A. Pradnyaswari. ”Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa
Menyewa Kendaraan (Rent A Car)”. Perjanjian Sewa Menyewa. Vol. 7 No. 2, Juni 2017, hal. 123
13
dibuat antara penyewa dengan yang menyewakan. Apabila dalam hubungan
hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar kewajiban tidak
melaksanakan atau melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia
dapat dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan
pertanggungjawaban hukum berdasarkan wanprestasi.27
Cara yang ditempuh oleh bisnis sewa motor atau mobil ini adalah dengan
penyelesaian secara musyawarah dan mufakat. Atau yang menyewakan dapat
memberikan surat peringatan tertulis. Namun apabila seorang penyewa sudah
diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya, tetapi tetap tidak
memenuhi prestasi yang diperjanjikan, maka dalam hal ini tidak diperlukan
lagi peringatan karena ia telah dinyatakan melakukan wanprestasi. Akibat
hukum bagi penyewa yang telah melakukan wanprestasi adalah dikenakan
sanksi berikut ini:
27
Ibid, hal. 127
14
5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian, hal ini tercantum
dalam pasal 1267 KUH Perdata.28
28
Ibid, hal. 128.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan bersama baik dengan lisan,
isyarat, tulisan, diantara dua pihak atau lebih melalui ijab qabul yang
memiliki ikatan hukum bagi semua pihak yang terlibat untuk melaksanakan
apa yang menjadi isi dari kesepakatan tersebut. Dalam prakteknya perjanjian
mempunyai enam belas asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas
konsensus, asas kebiasaan, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas
persamaan hukum, asas peralihan resiko, asas ganti kerugian, asas kepatutan,
asas sistem terbuka, asas kewajaran, asas ketepatan waktu, asas kerahasiaan,
asas keadaan darurat, asas pilihan hukum, asas penyelesaian perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak dapat dikatakan sebagai sistem terbuka,
yang berarti dalam pembuatan perjanjian ini para pihak diperbolehkan untuk
menentukan isi dari perjanjian tersebut, memberikan aturan dari perjanjian
dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Asas
konsensus mempunyai arti bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
memerlukan suatu formalitas. Asas kebiasaan adalah suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas sudah diatur akan tetapi juga
hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.
Asas Kepercayaan dalam suatu perjanjian harus ada rasa saling percaya
diantara kedua belah pihak sehingga dapat menimbulkan kesepakatan. Asas
kekuatan mengikat berarti bahwa perjanjian yang telah disepakati itu
mengikat. Suatu kontrak yang telah dibuat secara sah oleh para pihak
mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai dengan isi dalam kontrak.
Asas persamaan hukum adalah mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu
dengan lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan
ras. Asas peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang
disebabkan karena suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.
16
Asas ganti rugi adalah membayar segala kerugian karena musnahnya atau
rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Asas
kepatutan dapat diartikan juga itikad baik dalam menepati, melaksanakan isi
pokok dalam perjanjian. Asas sistem terbuka Asas ini harus memuat
berbagai kumpulan ide, isi, gagasan yang akan dituangkan dalam naskah
perjanjian. Dalam aspek sistem terbuka pihak yang saling terkait harus saling
terbuka mengenai syarat apa saja dalam perjanjian. Asas kewajaran Asas ini
melarang agar badan-badan pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang
atau tidak wajar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Jurnal:
18
Riadi, Muchlis. Pengertian, Bentuk, Penyebab dan Hukum Wanprestasi.
https://www.kajianpustaka.com/2019/01/wanprestasi.html?m=1 (Diakses pada
22 Februari 2020, pukul 10.49).
19