Mengapa Policy Brief Penting
Mengapa Policy Brief Penting
Gambar 1. Policy Brief sebagai Jembatan Komunikasi Antara Policy Analyst dengan Policy
Maker.
Menurut Dwiyanto (2012), gap antara riset dan pembuatan kebijakan itu sendiri
terjadi karena berbagai faktor, antara lain:
Aktor yang terlibat, bahasa, logika yang dipakai berbeda;
Pembuat kebijakan tidak terbiasa membaca laporan dan buku;
Pembuat kebijakan “biasanya sok sibuk”, tidak suka laporan yang panjang
dan lama;
Bahasa yang dipergunakan terlalu teknis dan sulit dimengerti oleh aktor
kebijakan;
Informasi dan rekomendasi terlalu umum tidak “tidak directive dan kontekstual”
dengan posisi pengambil kebijakan. Peneliti sering tidak mengidentifikasi
kliennya dengan jelas.
Ilustrasi dibawah ini menggambarkan adanya tradisi para pengambil kebijakan yang
tidak terbiasa dengan dokumen kajian yang panjang, detil, dan “terlalu” akademik.
Selain itu, dilihat dari waktu pelaksanaan dan publikasinya, hasil riset kebijakan juga
mengandung masalah yang menjadikan utilisasi riset dalam pembuatan kebijakan
sangat kecil. Masalah yang berhubungan dengan timing ini menurut Dwiyanto (2012)
mencakup:
Hasil riset datang ketika pesta sudah selesai. Birokrasi bekerja dengan siklus
anggaran yang jelas (siklus kebijakan). Siklus penelitian berbeda dengan siklus
kebijakan;
Hasil riset gagal memberi inspirasi pada birokrat dan politisi untuk membuat program
dan kebijakan yang menghasilkan anggaran yang besar. Implikasi kebijakan tidak
teridentifikasi dengan baik;
Hasil riset sering tidak mampu memberi pencerahan pada birokrat dan politisi
mengenai keterkaitan antara kepentingan mereka dengan policy reforms.