NAMA DOSEN:
DISUSUN OLEH
LATAR BELAKANG
1
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2
1. Terdapat kondisi-kondisi dalam kelompok yang menyebabkan tingginya
tingkat kohesivitas. Dalam asumsi ini dapat diamati bahwa anggota-anggota
dalam suatu kelompok seringkali memiliki perasaan yang sama atau investasi
emosional, dan akhirnya mereka cenderung untuk mempertahankan identitas
kelompok (West dan Turner, 2008). Menurut Janis dalam Bernthal (1993),
kohesivitas kelompok dapat memfasilitasi adanya pengambilan keputusan, dan
terjadinya groupthink lebih sering ditemui pada konteks dimana sebuah
kelompok didominasi adanya aspek kohesi secara sosial-emosional, yang
berorientasi untuk meningkatkan dan mempertahankan hubungan sosial di
dalam kelompok. Kohesi kelompok sendiri didefinisikan sebagai sebuah
tingkatan yang tinggi dari anggota dalam menilai keanggotaan mereka dalam
kelompok dan ingin terus bergabung di dalamnya (Bernthal, 1993).
3
1. Solusi kebal (illusion of invulnerability), ditunjukkan dari upaya anggota
menciptakan optimisme yang kuat dalam kelompok.
4
1. Kelompok membatasi diskusi hanya untuk beberapa alternatif tanpa
mempertimbangkan kemungkinan kreatif.
2. Posisi awal diberikan oleh sebagian besar anggota tidak pernah dikaji kembali
untuk mencari hal yang tidak dapat diduga. Dengan kata lain, kelompok tidak
kritis dalam menguji percabangan solusi.
3. Kelompok gagal untuk menguji kembali semua alternatif yang bukan dari
mayoritas. Pendapat minoritas dengan cepat dibubarkan dan diabaikan, tidak
hanya oleh mayoritas, namun oleh semua yang awalnya sepihak.
4. Pendapat para ahli tidak dicari, melainkan kelompok puas dengan pendapat
dan kemampuannya sendiri untuk membuat keputusan dan mungkin merasa
terancam oleh orang luar kelompok.
1. Kohesifitas tinggi
5
keputusan kelompok daripada mengemukakan pendapat yang bertentangan
alasannya karena takut adanya penolakan dari kelompok.
2. Faktor Struktural
6
3. Tekanan Kelompok
7
lebih efisien.
2. TEORI PENYUSUNAN
Teori strukturasi atau structuration theory adalah teori umum mengenai
tindakan sosial yang merupakan hasil pemikiran sosiologis Inggris terkenal,
Anthony Giddens. Kata kunci dalam teori strukturasi: “struktur” dan “agensi”.
Menurut Anthony Giddens yang dimaksud dengan “struktur” adalah
“rules and resources” yang dipakai pada produksi dan reproduksi sistem.
Sedangkan “agensi” adalah individu. Dalam teori ini, struktur dan agensi tidak
dipandang sebagai dua hal yang terpisah, karena jika demikian akan muncul
dualisme struktur-agensi. Struktur dan agensi, menurut Giddens, harus dipandang
sebagai dualitas (duality), dua sisi mata uang yang sama. Teori Konvergensi
Simbolik yang diteliti dari riset Robert Bales mengenai komunikasi dalam
kelompok-kelompok kecil. Kemudian gagasan tersebut di kembangkan oleh
Ernest Bormann dan kemudian direplikasi ke dalam tindakan retoris masyarakat
dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi kelompok kecil.
Menjelaskan terkait suatu proses pertukaran pesan yang menimbulkan
kesadasaran suatu kelompok yang menghasilkan sebuah makna, motif dan
persamaan bersama (Littejohn, 2013)
Teori ini menyatakan bahwa tindakan manusia adalah proses
menghasilkan dan mereproduksi berbagai sistem sosial melalui praktik, Dengan
kata lain, ketika kita berkomunikasi satu sama lain, kita menciptakan struktur —
pola aturan dan norma — yang berkisar dari institusi sosial dan budaya yang besar
hingga hubungan individu yang lebih kecil, saling mempengaruhi dan hal ini
berlangsung terus menerus, tanpa henti.
Giddens membedakan 3 (tiga) dimensi internal pelaku, yaitu motivasi tak
sadar (unconscious motives), kesadaran praktis (practical consciousness), dan
kesadaran diskursif (discursive consciousness) (Littejohn, 2013).
Asumsi utama yang diajukan Giddens diambil dari sosiologi interpretif
terkait kemampuan manusia untuk mengetahui (knowledgeability) dan
keterlibatan kemampuan tersebut dalam pengambilan tindakan. Menurutnya,
8
‘menjadi manusia’ adalah menjadi agent yang memiliki tujuan yang tidak hanya
memiliki alasan logis bagi tindakannya, tetapi juga mampu melakukan elaborasi
diskursif atas alasan-alasan tersebut. Lebih jauh, Giddens menyebut
bahwa knowledgeability memiliki bentuk reflektif yang merupakan bagian penting
dari praktik sosial yang berulang. (Littejohn, 2013)
Dalam (Griffin, 2003) Ada beberapa istilah yang perlu dipahami untuk
memahami teori ini, yaitu:
1. Fantasy Chain
9
Fantasi dengan tema yang berulang saat dibicarakan pada situasi, karakter
dan juga latar belakang yang lain, namun dengan alur cerita yang serupa atau
sama. Ketika kerangka narasi sama sama, tapi karakter, tokoh, atau settingnya
berbeda, maka tema tersebut dapat diartikan masuk ke dalam satu jenis fantasi
yang sama. Sementara, bila terdapat beberapa tema fantasi, atau kerangka narasi
yang berbeda, itu berarti terdapat beberapa tipe fantasi.
4. Rhetorical Vision
Seperti yang dijelaskan Bormann, “Fantasi yang dimulai dalam kelompok
kecil sering kali dijadikan pidato publik, diangkat oleh media massa dan
'disebarluaskan ke publik yang lebih luas”. Perkembangan fantasi tersebut akan
menjadi fantasi masyarakat luas dan membentuk rhetorical community
(komunitas retoris). Dalam setiap analisis fantasi atau visi retoris yang lebih luas,
selalu terdapat empat elemen pokok, yaitu: (1) tokoh-tokoh yang terlibat
(dramatic personae atau character); (2) Alur cerita (plot line); (3) latar (scene) ;
dan (4) agen penentu kebenaran cerita (sanctioning agents).
3. TEORI FUNGSIONAL
Teori fungsional komunikasi kelompok memandang proses sebagai
instrumen dimana kelompok membuat keputusan, menekankan hubungan antara
kualitas komunikasi dan kualitas output kelompok. Komunikasi melakukan
sejumlah hal atau persimpangan dalam sejumlah cara untuk menentukan hasil
kelompok (Littlejohn, 2013).
Ini adalah cara berbagi informasi, adalah cara anggota kelompok
mengeksplorasi dan mengidentifikasi kesalahan dalam berpikir, dan merupakan
alat persuasi. Pendekatan fungsional telah sangat dipengaruhi oleh pragmatik
mengajar diskusi kelompok kecil.Dalam buku Littlejohn mengenai Teori Analisis
Proses Interaksi (Interaction-Process Analysis) menekankan komunikasi
merupakan percakapan di mana memfokuskan diri untuk berinteraksi antara
manusia dengan manusia daripada karakteristik individu. Di mana pergerakannya
dinamis dalam membentuk dan memahami kelompok itu sendiri, biasanya dimulai
atau memfokuskan pada kelompok yang lebih kecil.
10
Komunikasi adalah alat untuk menyampaikan informasi, komunikasi
adalah cara anggota kelompok menjelajahi dan mengenal kesalahan dalam
pemikiran, dan komunikasi juga berfungsi sebagai alat persuasi. Pendekatan
fungsional sangat dipengaruhi oleh sifat pragmatis pengajaran diskusi kelompok
kecil. Menurut Dowey, proses pemecahan masalah dalam kelompok terdiri dari
enam langkah yaitu: (1) pernyataan kesulitan, (2) penentuan masalah, (3) analisis
masalah, (4) saran penyelesaian, (5) membandingkan alternatif dan pengujian
alternatif terhadap seperangkat tujuan atau kriteria, dan (6) melaksanakan solusi
terbaik (Littlejohn, 2013).
Rudy Hirokawa dan rekannya menjelaskan bagaimana kelompok dapat
membuat keputusan yang keliru. Ia bermaksud mengindentifikasi faktor-faktor
yang seharusnya dipertimbangkan kelompok agar dapat mengambil keputusan
yang benar sehingga kelompok dapat menjadi lebih efektif. Kelompok biasanya
memulai dengan mengitentifikasi dan menilai suatu masalah (identifying and
assessing a problem), dan pada tahap ini mereka harus menjawab pertanyaan
seperti: apa yang terjadi? mengapa? siapa yang terlibat? apa bahayanya? siapa
yang dirugikan?. Selanjutnya, kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi (gather and evaluates informasition) mengenai masalah yang dihadapi.
Ketika kelompok membahas berbagai kemungkinan solusi, informasi akan terus
diterima dan terkumpul. Kemudian kelompok membuat berbagai usulan alternatif
(alternative proposals) untuk mengatasi masalah dan mereka juga membahas
tujuan (objectives) yng ingin dicapai dalam pemecahan masalah. Berbagai tujuan
dan usulan alternatif kemudian dievaluasi dengan tujuan akhirnya adalah untuk
mencapai k terhadap arah tindakan yang hendak diambil. Berbagai faktor yang
berperan mengahasilkan keputusan yang salah dapat dengan mudah dilihat dari
proses pengambilan keputusan. Pertama, penilaian masalah yang dilakukan secara
tidak sepatutnya (improper assessment) yang disebabkan analisis situasi yang
tidak cukup atau tidak tepat. Kelompok gagal melihat masalah atau kelompok
tidak secara tepat mengidentifikasi sebab-sebab masalah. Sumber kesalahan kedua
dalam pengambilan keputusan adalah penetapan tujuan yang tidak tepat
(inappropriate goal and objectives). Kelompok menolak atau mengabaikan
11
tujuan-tujuan penting yang dicapai, atau kelompok mengerjakan hal-hal yang
sebenarnya tidak perlu. Masalah yang ketiga adalah penilaian kualitas positif atau
negatif yang tidak sesuai (improper assessment of positive and negative qualities),
yaitu mengabaikan kelebihan atau kekurangan tertentu atau mengabaikan
keduaduanya, atau kelompok terlalu melebih-lebihkan hasil positif atau negatif
yang diharapkan. Keempat, kelompok mengembangkan basisi informasi yang
tidak mencukupi (inadequate information base) yang dapat terjadi dalam beberapa
cara yaitu menolak informasi yang valid dan menerima informasi yang tidak
valid. Terlalu sedikit menerima informasi atau sebaliknya terlalu banyak
informasi yang diterima dapat menimbulkan kelebihan beban kerja dan
kebingungan. Terakhir berdasarkan informasi yang diterima kelompok ternyata
membuat “alasan yang salah” (fauly reasoning) untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu (Griffin, 2003).
Menurut Bales dalam buku (littlejohn, 2013):
1. Ketika manusia tidak memberikan suatu informasi yang tidak cukup,
kelompok tersebut akan memiliki “permasalahan dalam komunikasi”.
2. Jika manusia tidak berbagi opini, kelompok tersebut akan mengalami
“permasalahan dalam evaluasi”.
3. Jika mereka tidak memberi atau tidak meminta suatu saran, kelompoknya akan
mengalami derita “permasalahan dalam kendali”.
4. Ketika suatu kelompok tidak adanya kesepakatan, anggotanya akan terkena
efek “permasalahan dalam keputusan”.
5. Jika terdapat dramatisasi yang tidak dapat mencukupi, lalu akan timbul
“permasalahan ketegangan”.
6. Pada akhirnya ketika kelompok tidak ramah, maka akan muncul
“permasalahan dalam reintegrasi”, seperti yang diartikan oleh Bales yaitu
kelompok tidak akan bisa membangun kembali suatu perasaan kesatuanatau
kepaduan dalam kelompok.
12
termotivasi untuk membuat keputusan yang baik. teori fungsional mengusulkan
bahwa komunikasi dalam kelompok yang efektif akan mencakup pertimbangan
kriteria untuk keputusan yang efektif. Didalam sebuah kelompok juga dibutuhkan
komunikasi untuk memberikan penjelasan kepada para anggota tentang apa yang
harus dilakuka dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja.
Diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai citacita dan
tujuan yang mufakat dalam suatu kelompok. Melalui komunikasi dalam
kelompok, dapat membangun kebersamaan antar pengurus dan anggota, sehingga
dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di dalamnya
(Morissan, 2013).
Teori in mencoba untuk menjelaskan korelasi antara gender, jenis kelamin, dan
bahasa dalam setiap percakapan yang berlangsung. Pembahasannya fokus pada
bagaimana gender membatasi dan mempengaruhi cara berkomunikasi antara laki-
laki dan perempuan. Para feminist berasumsi bahwa sebagian besar masyarakat
memiliki asumsi bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan bertindak dan
melakukan komunikasi sesuai dengan apa yang telah tertanam di masyarakat. Hal
ini memiliki dampak yang cukup kuat untuk mempengaruhi seseorang dalam
berkomunikasi.
13
2. Akses ke ruang publik dan suara didalam ruang tersebut
Teori ini mencoba menjelaskan tentang siapa saja yang sebenarnya memiliki
akses ke ruang publik, memiliki suara di dalam ruang tersebut, dan hal-hal apa
saja yang membatasi dalam ruang tersebut. Ketika membahas tentang akses pada
ruang publik, para feminis berfokus pada peranan dan pembatasan yang dihadapi
oleh perempuan dalam ruang kerja mereka. Bagaimana suatu perusahaan atau
organisasi membangun identitas khusus bagi laki-laki dan perempuan dan
bagaimana mereka berusaha mempertahankan tahta atau posisi mereka dalam
struktur perusahaan.
Teori ini membantu untuk memahami bagaimana nilai komunikasi dan ekspektasi
membuat individu bertindak sesuai dengan apa yang telah dibangun oleh
masyarakat. Hal ini secara singkat memaksaan individu untuk melakukan praktik
komunikasi sesuai dengan apa yang ditetapkan. Teori ini memberik perhatian
lebih pada ideologi dan asumsi yang belum benar adanya, asumsi ini hanya
dibangun untuk kepentingan sebelah pihak.
5. MUTED THEORY
Muted theory dikembangkan oleh Edwin Ardener dan Shirley Ardener yang
berfokus pada cara-cara praktik komunikasi kelompok dominan yang membukam
atau merendakahkan kata-kata, gagasan, dan wacana kelompok minoritas. Secara
singkat “Muted Theory” membahas tentang pembungkaman suatu kelompok
tertentu atau kelompok monoritas, biasanya sering terjadi pada perempuan,
misalnya dalam hal politik dengan membatasi suara atau partisipasi mereka. Teori
ini berkaitan dengan apa dan seberapa banyak orang dengan status sosial yang
berbeda berkomunikasi. Kapan dan dimana mereka berbicara, dengan kata dan
konsep apa, dalam metode dan saluran apa, dan dengan akibat apa.
14
Cheris Kramarae, mengembangkan kembali teori ini dan memfokuskannya secara
lebih spesifik pada komunikasi. Gagasan utamanya adalah, perbedaan pengalaman
yang disebabkan oleh pembangian kerja yang tidak seimbang menghasilkan
persepsi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Hal ini membuat wanita
merasa sulit untuk mengartikulasikan sebuah ide karena pengalaman mereka tidak
banyak. Oleh karenanya untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial mereka (para
perempuan) harus melalui proses penerjemah untuk mengartikulasikan sebua
fenomena dan bertindak dalam lingkungannya.
1. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial adalah strategi yang digunakan individual untuk membentuk
identitas sosial dengan meninggalkan suatu kelompok yang tingkatnya lebih
rendah untuk menaikan hirarki status meeka.
2. Kompetisi Sosial
Kompetisi sosial atau perubahan sosial adalah sebuah strategi yang ditujukan
untuk membalikkan status sosial mereka, biasanya hal ini sering ditemui pada
kelompok-kelompok yang memiliki status lebih rendah, mereka mencoba untuk
merusak perubahan sosial dalam kasus anggota kelompok yang lebih dominan.
3. Kreativitas Sosial
Kreativitas sosial adalah sebuah strategi dimana anggota kelompok yang memiliki
status lebih rendah mencoba untuk mempertahankan identitas sosial mereka dan
para kelompok yang startusnya lebih tinggi mencoba untuk menjauhkan diri dari
anggota kelompok yang lebih rendah. Kreativitas sosial mirip dengan kompetisi
15
sosial, mereka mencoba berbagai cara untuk mempertahankan kelompoknya dan
mencari cara untuk mengejar kreativitas sosial mereka.
16
Terjadi dalam kelompok jika masalah yang perlu diselesaikan sangat
mudah
Hasil kerja yang dibutuhkan bersifat informasi dan prosedur
Anggota kelompok memiliki keterlibatan yang rendah dan anggota
kelompok tidak memiliki sejarah bekerja bersama
17
b. Anggota kelompok memiliki peranan yang representatif akan
kelompoknya.
18
Symbolic Convergence Theory atau biasa dikenal sebagai fantasy-
theme analysis, merupakan salah satu teori komunikasi kelompok yang
digagas oleh Ernest Bormann, John Cragan dan Donal Shields. Teori ini
membahas bagaimana setiap orang dalam kelompok memiliki suatu realitas
bersama melalui komunikasi (Littlejohn, dkk., 2017).
Dalam teori ini, penggambaran kita terhadap suatu hal dapat
mempengaruhi kepercayaan bersama (Littlejohn, dkk., 2017). Adanya
komunikasi memungkinkan tiap anggotanya untuk membicarakan
penggambaran tersebut melalui percakapan dengan orang lain. Semakin sering
dibicarakan, lama-lama hal tersebut akan diyakini bersama.
Penggambaran tersebut dikenal dengan konsep Rhetorical Vision. Pada
dasarnya, Rhetorical Vision merupakan sebuah citra visual yang memuat
karakter, cerita, dan kejadian tertentu (Littlejohn, dkk., 2017).
1. Fantasy Chain
2. Fantasy Theme
Borman mendefinisikan bahwa tema fantasi adalah sebuah isi pesan yang
di dramatisasi hingga menciptakan rantai fantasi. Pikirkan tema fantasi sebagai isi
pesan yang mendramatisasi yang berhasil memicu rantai fantasi.
19
3. Fantasy Type
Fantasi dengan tema yang berulang saat dibicarakan pada situasi, karakter
dan juga latar belakang yang lain, namun dengan alur cerita yang serupa atau
sama. Ketika kerangka narasi sama sama, tapi karakter, tokoh, atau settingnya
berbeda, maka tema tersebut dapat diartikan masuk ke dalam satu jenis fantasi
yang sama. Sementara, bila terdapat beberapa tema fantasi, atau kerangka narasi
yang berbeda, itu berarti terdapat beberapa tipe fantasi.
4. Rhetorical Vision
20
yakni individualism-collectivism (individualism-kolektivisme), self-construal (ma
kna diri) dan face concerns (perhatian padah wajah).
21
BAB III
CONTOH KASUS
22
Terjadi pada waktu meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger.
Padahal salah satu mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan
pesawat tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik
sudah mengatakan bahwa pesawat dalam kondisi siap luncur, maka para anggota
mekanik harus menjalankan tugasnya. Akhirnya, pesawat itu meledak diangkasa
yang menewaskan seluruh awaknya. Namun para mekanik tetap membela
kelompoknya dengan alasan bahwa suatu kecelakaan lumrah saja terjadi. Jadi
tidak ada pihak yang salah. Namun tentunya, pengakuan mereka dianggap
demikian oleh masyarakat sejauh media massa memberitakannya sesuai dengan
alasan seluruh mekanik tersebut.
2. TEORI PENYUSUNAN
Ketika dalam sebuah kelompok halal bi halal, saya menjadi orang yang
mencari informasi tentang cathering termurah. Maka, di keesokan harinya, saat
ada keperluan yang sama dalam kelompok, maka saya akan langsung dipercaya
untuk mencari makanan tersebut.
Contoh kedua, Penggunaan Bahasa gaul di kalangan anak muda di Jakarta.
Penggunaan bahasa gaul dengan bermacam orang dalam berbagai situasi, baik itu
formal dan nonformal, dan berbagai media, baik cetak maupun elektronik,
meyebabkan bahasa gaul menggeser peran bahasa daerah dalam komunikasi
sehari-hari. Mereka ingin menunjukkan identitas. Mereka dengan sadar
memperluas penggunaan bahasa gaul di ranah publik, termasuk di sekolah.
Mereka menggunakan bahasa gaul untuk lebih mengekspresikan diri—bahkan
terkadang mendramatisasi—dan itu tidak bisa mereka lakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia standar.
23
3. TEORI FUNGSIONAL
Ada segerombolan remaja laki – laki yang membentuk kelompok tim
futsal, mereka ingin mengikutin turnamen bergengsi. Tetapi mereka belum
mempunyai jersey tim. Masing – masing dari mereka mulai menambahkan uang
agar bisa membeli jersey tersebut akan tetapi uang itu tidak menutupi. Akhirnya
mereka berdiskusi bagaimana cara bisa mendapatakan uang secara bersama –
sama dan cara tersebut disepakati agar semua anggota mempunyai rasa memiliki
untuk berusaha mendapatkan uang agar bisa membeli jersey tim futsal. Berbagai
kemungkinan solusi tersebut terus diterima dan terkumpul dan kemudian
pengambilan keputusan pun dibuat.
Contoh kedua, Saya memiliki kelompok dengan beberapa teman dekat
saya, suatu ketika saat kami sesang berkumpul dan membeli makanan, salah satu
teman saya tidak ikut makan. Ketika ditanya mengapa, (1) dia menjawab bahwa ia
tidak ada uang. Lalu ketika ditanya lagi, (2) dia menjawab bahwa uangnya sudah
habis dipakai untuk pengobatan ibunya yang sedang sakit, bahkan ibunya masih
membutuhkan dana yang lebih banyak lagi untuk pengobatan, jadi ia tidak bisa
membeli makanan di kampus. Lalu saya dan teman saya yang lainnya berinisiatif
untuk membantu pengobatan ibunya dan membelikannya makanan. (3) Kemudian
masing-masing dari kami memberikan solusi, setelah solusi terkumpul, kami
mulai mencari jalan terbaik dan memutuskan untuk sepakat dengan alternatif yang
telah dipilih
24
dan ingin mencari pembunuhnya dengan caranya sendiri. Sebenarnya hal ini juga
sebagai bentuk protes sang ibu terhadap polisi. Namun, penggunaan papan
reklame ini ternyata tidak didukung oleh orang-orang, banyak orang yang justru
marah dan memaksa sang ibu untuk menurunkan iklannya. Pihak kepolisianpun
kesal dan meminta sang ibu untuk menurunkan iklannya, karena kasus anaknya
sudah ditutup dan polisi telah melakukan yang terbaik untuk menemukan
pembunuh anaknya namun tetap tidak tertangkap. Kejadian ini memperlihatkan
bahwa sang ibu tidak memiliki suara dan banyak orang yang mencoba untuk
membungkam sang ibu, namun sang ibu tetap mencari berbagai cara agar kasus
anaknya dibuka kembali dan dicari pelakunya hingga tertangkap.
5. MUTED THEORY
Kehidupan pekerja dalam luxury industry, misalnya dalam sebuah brand
ternama Gucci, terdapat 2 orang karyawan dengan posisi yang sama (marketing),
salah satu dari mereka biasanya menggunakan barang2 branded juga dan satu
lainnya tidak menggunakan barang branded. Kemudian mereka sedang
dihadapkan dalam masalah untuk meningkatkan penjulan dan menentukan target
market. Kemudian karyawan yang tidak pernah menggunakan barang branded ini
memberikan sebuah ide atau insight, lalu head of marketing mereka yang
memimpin meeting tersebut langsung menolak dan mengatakan bahwa insight
yang diberikan tidak bisa diaplikasikan karena ia merasa bawa karyawan ini tidak
akan tahu cara menarik audience karena ia saja tidak tau apa yang disukai oleh
audience mereka.
25
sebagai selebgram dengan beragam kasus sensasionalnya. Namun, Awkarin
sendiri tidak tinggal diam, ia mencoba mengubah nama baiknya dan mencari
serangkaian cara untuk dapat membuat namanya menjadi influencer yang baik
dimata masyarakat. Beberapa caranya adalah mobilitas sosial, ia mulai
meninggalkan teman-teman lamanya dan bergabung dengan selebgram lainnya
yang lebih terkenal dan memiliki nama baik, kemudian Awkarin juga
memanfaatkan kreativitas sosial untuk berkompetisi dengan kelompok-kelompok
lain yang lebih dominan.
26
dan menjalin kepercayaan antar anggota sepak bola sehingga dalam
pertandingan akan tercipta klub sepak bola yang solid atau terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA
27
Griffin, E. (2003). A First Look At Communication Theory. New York: McGraw-
Hill Companies.
Morissan. 2013. Teori komunikasi : Individu Hingga Massa . Jakarta : Kencana.
Mulyana Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
West, R., Turner, L. H. (2008). Introducing Communication Theory Analysis and
aplication. New York: McGraw-Hill Companies.
28