Anda di halaman 1dari 5

1.

Pendahuluan
PT Garuda Indonesia Tbk. Mulai melirik pasar transportasi udara di kelas menengah ke
bawah dengan melahirkan anak perusahaannya yaitu Citilink. Garuda yang sudah
menguasai penerbangan kelas menengah ke atas tidak bias tinggal diam dengan
banyaknya perusahaan yang sukses dengan penerbangan kelas menengah kebawah seperti
Lion Air, Sriwijaya Air, Air asia dan Batavia Air. Dengan adanya masyarakat yang
semakin banyak naik pesawat, hal tersebut adalah momentum yang tidak boleh dilewatkan
oleh Garuda. Maskapai kelas menengah yang semakin tumbuh membuat Garuda
melahirkan Citilink untuk masuk ke persaingan maskapai penerbangan kelas menengah
tersebut. Untuk mengelola Citilink, Garuda mendirikan anak usaha sendiri dengan nama
PT Citilink Indonesia. Organisasi ini terpisah dari manajemen Garuda. Dengan begitu
Citilink lahir dengan wajah baru dan mengutamakan LCC atau low cost carrier yang
berbeda dengan Garuda yang menguasai di pasar maskapai kelas menengah ke atas.
Citilink akan menjadi pelengkap dari induknya yaitu Garuda agar lebih bisa menguasai
pasar kususnya di regional ASEAN yang memiliki kebijakan open sky. Citilink dibangun
memang beda dengan induknya dengan model bisnis yang jelas untuk bersaing di
maskapai penerbangan berbiaya rendah yang diperjelas dengan filosofi sayapnya yang
berwarna hijau. Citilink juga menggunakan jenis pesawat tunggal yaitu Airbus 320 untuk
pemeliharaan yang lebih efisien. Dengan model bisnis LCC Citilink berusaha untuk
menambah banyak biaya agar total biaya operasionalnya rendah dan efisien. Semua kru
harus bisa memahami dan mau dengan prosedur LCC ceperti contohnya pilot yang tidak
banyak menuntut kebutuhan pribadinya harus dilayani. Bahkan model penggajiannya pun
juga berbeda dengan Garuda, model-model benefit dan tunjangan jangka panjang
ditiadakan, hanya ada tunjangan haru raya atau THR. Mereka benar-benar mengubah
mindset yang full service ke low cost.
2. Latar Belakang Masalah
Industri penerbangan Indonesia dimulai dengan berdirinya maskapai penerbangan
pertama di Indonesia, yaitu Garuda Indonesia. Sebelum krisis, industri ini menunjukkan
perkembangan yang cukup baik, namun keadaannya berubah setelah terjadinya krisis
ekonomi yang melanda beberapa negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia.
Perkembangan industri penerbangan menjadi terhambat, bahkan turun.
Berdasarkan aktivitasnya, industri penerbangan di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu penerbangan berjadwal, penerbangan tidak berjadwal dan
penerbangan khusus. Penerbangan berjadwal adalah penerbangan yang operasinya
dilakukan secara teratur pada rute-rute tertentu dengan tujuan mengangkut penumpang
komersial, kargo dan surat. Penerbangan tidak berjadwal adalah penerbangan yang
dilakukan sewaktu-waktu pada rute tertentu yang diperlukan. Penerbangan tipe ini
umumnya dilakukan oleh perusahaan yang menyediakan jasa carter pesawat. Sedangkan
penerbangan khusus adalah penerbangan yang disediakan oleh perusahaan untuk
kepentingan pemilik pesawat, bukan untuk melayani kepentingan umum. Tipe
penerbangan ini umumnya digunakan oleh instansi-instansi pemerintah dan perusahaan-
perusahaan swasta untuk mengangkut karyawannya ataupun pihak lain yang terkait untuk
tujuan tertentu.
Ada dua regulasi utama dalam industri penerbangan di Indonesia. Pertama, tarif
diatur oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan, dengan menggunakan
sistem tarif batas atas. Perusahaan tidak boleh menetapkan tarif penerbangan melebihi
batas atas yang ditetapkan, namun diperkenankan untuk menetapkan tarif serendah-
rendahnya. Tarif yang ditetapkan pemerintah pada tahun 1999 adalah sebesar
US$0,11/kursi/km/penumpang. Pada tahun 2003, ketentuan ini diperbaharui dengan
menetapkan tarif referensi yang maksimum 40% lebih rendah dari tarif batas atas.
Kedua, pada tahun 1999 pemerintah melakukan deregulasi industri penerbangan
dengan mengeluarkan PP No. 40/1999 yang memungkinkan masuknya perusahaan
penerbangan dalam industri penerbangan berjadwal secara bebas asalkan menguasai
minimal dua pesawat (milik sendiri maupun leasing).
Sejak diterapkannya open sky policy yang mempermudah syarat pendirian maskapai
penerbangan tersebut, persaingan di industri penerbangan di Indonesia menjadi semakin
ketat. Salah satunya pada rute Jakarta-Surabaya. Beberapa pemain lama dan baru
membuka jalur penerbangan untuk rute ini, diantaranya Merpati yang kembali beroperasi
di jalur ini dan Efata Papua sebagai pemain baru.
Berdasarkan sensitivitas harga, konsumen pada jalur ini dapat dibagi pada dua
segmen, yaitu segmen yang sensitif harga (price sensitive segment) dan segmen yang tidak
sensitif terhadap harga (price insensitive segment). Perusahaan penerbangan yang
beroperasi dijalur ini, kebanyakan membidik segmen price sensitive. Hal ini dibuktikan
dengan harga tiket yang dijual murah. Persaingan antara maskapai yang cukup ketat pun
mempengaruhi para pemain untuk saling banting harga. Harga tiket pesawat yang murah
ini mendapat respon positif dari masyarakat, terlihat dari kenaikan jumlah penumpang
yang cukup signifikan.
Di tengah munculnya para pemain baru yang mengklaim dirinya penerbangan murah
(low cost carrier), Garuda pun ikut meluncurkan Garuda Citilink – penerbangan murah
untuk rute domestik jarak dekat. Salah satunya adalah rute Jakarta-Surabaya. Garuda
Indonesia, melayani penumpang pada jalur ini dengan dua layanan, yaitu Garuda Citilink
(no frills flight) dan Garuda reguler yang harganya terpaut sekitar Rp.100.000 lebih tinggi
dari Citilink. Sebagai maskapai penerbangan yang menjadi market leader pada
penerbangan reguler, Garuda kini harus bersaing dengan low cost carrier melalui Citilink.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
“Bagaimana strategi yang dapat ditempuh Garuda Citilink untuk dapat bersaing dalam
penerbangan murah (low cost carrier) di Indonesia?”

4. Pemecahan Masalah
Dalam kondisi saat sekarang ini dunia industri mengalami perkembangan yang
sangat pesat, dimana hal tersebut berdampak pada semakin banyaknya perusahaan-
perusahaan yang didirikan, yang masing-masing bergerak dalam bidang produksi maupun
jasa. Dengan demikian akan banyak perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa yang
sejenis. Maka antara industri satu dengan industri satunya saling bersaing untuk
merebutkan pangsa pasar yang ada.
Dalam kasus Garuda Citilink diatas, persaingan dalam jasa penerbangan tersebut
sudah tentu tidak dapat dielakkan. Setiap perusahaan tentu mempunyai keinginan agar
jasanya dapat terjual dan mendominasi di pasaran, dan perusahaan tidak mengharapkan
jasanya mengalami kegagalan di pangsa pasar yang ada. Maka dari sini perusahaan
dituntut untuk bersaing dalam harga dan promosi. Untuk itu perusahaan harus dapat
berorientasi terhadap peningkatan peningkatan jumlah pengguna jasa yang memiliki
keterkaitan dengan harga dan promosi dalam suatu perusahaan
Bila suatu perusahaan ingin mendapatkan laba yang maksimal, maka perusahaan
harus menetapkan harga yang cocok untuk jasa yang ditawarkan, dimana dalam penetapan
harga jual harus memperhatikan berbagai pihak antara lain pada konsumen, tenaga kerja,
pemerintah dan para manajer perusahaan yang bersangkutan. Meskipun harga juga
ditetapkan berdasarkan biaya, permintaan ataupun persaingan.
Dalam kenyataannya, tingkat harga yang terjadi tidak luput dari pengaruh beberapa
faktor seperti:
1. Keadaan ekonomi
2. Penawaran dan permintaan
3. Elastisitas permintaan
4. Persaingan
5. Biaya
6. Tujuan perusahaan
7. Pengawasan pemerintah.
Perusahaan dalam menetapkan harga untuk jasa yang ditawarkan pada umumnya
mempunyai tujuan yang salah satunya adalah untuk memenuhi target agar memperoleh
keuntungan yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan suatu keputusan tingkat harga
dari suatu produk jasa yang mungkin mencakup kenaikan, dan atau mempertahankan
harga pada tingkat sekarang.
Strategi atau pendekatan harga alternatif untuk jasa adalah sama yang dipakai untuk
barang. Strategi penetapan harga yang akan dipakai harus diawali dengan pertimbangan
mengenai tujuan dalam menetapkan harga. Strategi ini terbagi dalam 7 kelompok yaitu:
1. Skimming pricing
Strategi ini merupakan strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk/jasa
baru. Biasanya strategi ini dilengkapi dengan aktivitas promosi yang gencar.
2. Penetration pricing
Dalam strategi ini harga ditetapkan relatif rendah pada tahap awal product life cycle
(PLC). Tujannya adalah agar dapat merahi pangsa pasar yang besar dan sekaligus
menghalangi masuknya para pesaing. Dengan harga yang rendah, maka perusahaan
dapat meningkatkan omzet penjualannya.
3. Prestige pricing
Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas suatu barang atau jasa.
4. Price lining pricing
Pricing lining digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis.
Harga untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga
tertentu yang berbeda.
5. Odd-even pricing
Bila kita masuk ke sebuah supermarket, kerapkali dijumpai barang-barang yang
ditawarkan dengan harga ganjil yang mendekati tetap tertentu.
6. Demand-backward pricing
Perusahaan kadangkala memperkirakan suatu tingkat harga yang bersedia ditawarkan
dengan harga ganjil yang mendekati jumlah tetap tertentu.
7. Bundle pricing
Bundle pricing merupakan strategi pemasaran dua atau lebih produk dalam satu harga
pokok.
Dewasa ini pelaksanaan promosi sangat terasa sekali, banyak perusahaan melakukan
kegiatan promosi dengan berbagai macam bentuk dan cara, dengan tujuan agar
masyarakat dapat mengetahui dan mengenal lebih jelas akan barang atau jasa yang
diproduksi oleh perusahaan, sehingga menimbulkan minat dan daya tarik untuk berusaha
mendapatkan barang atau jasa tersebut. Promosi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan suatu program pemasaran. Strategi promosi berkaitan dengan masalah-
masalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian komunikasi persuasif dengan
pelanggan. Strategi promosi ini biasanya menentukan proporsi personal selling, iklan dan
promosi penjualan.
Berdasarkan uraian diatas maka strategi yang dapat ditempuh oleh Garuda Citilink
untuk dapat memenangkan persaingan dalam bisnis penerbangan murah tersebut adalah
dengan menetapkan strategi yang tepat baik dalam masalah harga maupun promosinya.
Harga yang ditetapkan sebisa mungkin, selain sudah pasti harus murah, harus benar-benar
sesuai dengan kualitas jasa yang ditawarkannya, sedangkan dari sisi promosinya Citilink
harus dapat memberikan informasi yang tepat dan relevan terhadap calon konsumen yang
menjadi sasarannya dengan mengkomunikasikan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
Promosi ini sangat penting bagi Garuda Citilink untuk memberikan informasi yang
terpenting, yaitu bahwa Citilink ini adalah termasuk jasa penerbangan murah (low cost
carrier) karena yang diketahui sebagian besar masyarakat tiket penerbangan Garuda tentu
harganya mahal.

Anda mungkin juga menyukai