Pricing and Revenue Management in a Supply Chain

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Rantai Pasok & Logistik
Dosen Pengampu : Dr. Saparila Worokinasih, S.Sos., M.Si

Oleh:
Lusi Kurnia. (226030201111009)
Samuel Domade Sitorus (226030200111019)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

MAGISTER ADMINISTRASI BISNIS

MALANG

2023
1. Peran Manajemen Harga dan Pendapatan dalam Rantai Pasok
Cara untuk meningkatkan keuntungan rantai pasokan biasanya dilakukan dengan
pengelolaan permintaan dan penawaran, periklanan dan pemasaran, dan beberapa
lainnya. Tetapi penetapan harga juga menjadi salah satu pengungkit penting untuk
meningkatkan keuntungan rantai pasokan dengan pencocokan penawaran dan
permintaan yang lebih baik. Penetapan harga mempengaruhi jumlah produk yang
diminta dan pendapatan total yang dihasilkan. Manajemen pendapatan adalah
penggunaan penetapan harga untuk meningkatkan laba yang dihasilkan dari pasokan
terbatas aset rantai pasokan. Aset rantai pasokan ada dalam dua bentuk yaitu kapasitas
dan inventaris. Aset kapasitas dalam rantai pasokan ada untuk produksi, transportasi,
dan penyimpanan. Aset inventaris ada di seluruh rantai pasokan dan dilakukan untuk
meningkatkan ketersediaan produk. Untuk meningkatkan total margin yang diperoleh
dari aset ini, manajer harus menyediakan pengungkit, termasuk harga.
Hasil penelitian menunjukkan untuk meningkatkan keuntungan maka perusahaan
pertama-tama harus menggunakan penetapan harga untuk mencapai keseimbangan
antara penawaran dan permintaan dan baru kemudian berinvestasi atau menghilangkan
sebagian aset. Pembahasan teknik pengelolaan pendapatan secara teori dan praktek
dapat ditemukan dalam Tallori dan Van Ryzin (2004). Terdapat contoh teknik
pengelolaan pendapatan yaitu terdapat beberapa pertimbangan yang dapat digunakan
jika kita memiliki perusahaan angkutan truk untuk meningkatkan keuntungan.
Pendekatannya yaitu menetapkan harga tetap untuk semua layanannya, memberikan
harga yang lebih rendah untuk konsumen yang mau berkomitmen untuk meggunakan
layanan kita dalam jangka panjang, dan memberikan harga yang lebih tinggi selama
periode permintaan tinggi dan menurunkan harga selama periode permintaan rendah.
Hal tersebut dapat ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Teknik pengelolaan pendapatan yang berbeda ketika bisnis kita terkait dengan
menjual pakaian musiman. Strategi yang digunakan yaitu menyesuaikan harga
berdasarkan ketersediaan produk, permintaan pelanggan, dan sisa durasi musim
penjualan sehingga akan menghasilkan keuntungan rantai pasokan yang lebih tinggi.
Semua ini adalah strategi manajemen pendapatan yang menggunakan harga diferensial
sebagai pengungkit penting untuk memaksimalkan pendapatan. Manajemen
pendapatan juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan harga diferensial berdasarkan
segmen pelanggan, waktu penggunaan, dan ketersediaan produk atau kapasitas untuk
meningkatkan surplus rantai pasokan. Dampak pengelolaan pendapatan terhadap
kinerja rantai pasokan dapat menjadi signifikan.
Salah satu contoh yang paling sering dikutip adalah keberhasilan penggunaan
manajemen pendapatan oleh American Airlines untuk melawan dan akhirnya
mengalahkan People Express pada pertengahan 1980-an. PeopleExpress dimulai di
Newark, New Jersey, dan menawarkan tarif 50 hingga 80 persen lebih rendah daripada
operator lain. Pada awalnya maskapai lain mengabaikan PeopleExpress karena tidak
tertarik dengan segmen pasar tarif rendah. Namun pada tahun 1983, People Express
menerbangkan 40 pesawat dan mengambil muatan lebih dari 74 persen dari total yang
ada. PeopleExpress dan pendatang baru lainnya membuat terobosan signifikan ke
wilayah maskapai penerbangan yang ada. Maskapai yang ada tidak bisa bersaing
dengan memangkas harga ke level People Express karena biaya operasionalnya lebih
tinggi. American Airlines adalah yang pertama menghasilkan penanggulangan yang
efektif menggunakan manajemen pendapatan. Daripada menurunkan harga semua
kursinya, American menurunkan harga sebagian kursi ke harga di atau di bawah
PeopleExpress. Segera maskapai lain; seperti United, mengikutinya, menarik banyak
penumpang PeopleExpress. Ini cukup untuk mendorong down load factor People
Express hingga di bawah 50 persen, tingkat di mana maskapai tidak dapat bertahan.
Sebelum akhir tahun 1986, People Express bangkrut.
American Airlines berhasil terutama karena menggunakan harga diferensial untuk
menurunkan harga untuk sebagian kecil kursi dan menarik penumpang yang seharusnya
terbang dengan PeopleExpress. Orang Amerika tidak menurunkan harga untuk
sebagian kecil kursi yang digunakan oleh pelancong bisnis yang tidak terbang dengan
PeopleExpress. Penetapan harga diferensial yang ditargetkan adalah inti dari
pengelolaan pendapatan yang sukses. Manajemen pendapatan menyesuaikan harga dan
pasokan aset yang tersedia untuk memaksimalkan mematok keuntungan. Manajemen
pendapatan memiliki dampak signifikan pada profitabilitas rantai pasokan ketika satu
atau lebih dari empat kondisi berikut ini ada:
a) Nilai produk bervariasi di segmen pasar yang berbeda.
b) Produk sangat mudah rusak atau terjadi pemborosan produk.
c) Permintaan memiliki puncak musiman dan lainnya.
d) Produk dijual baik secara grosir maupun di pasar spot.
Kursi penerbangan adalah contoh produk yang bagus yang nilainya bervariasi
berdasarkan segmen pasar. Pelancong bisnis bersedia membayar tarif lebih tinggi untuk
penerbangan yang sesuai dengan jadwalnya. Sebaliknya, seorang pelancong akan
sering mengubah jadwalnya untuk mendapatkan tarif yang lebih murah. Sebuah
maskapai penerbangan yang dapat memperoleh harga yang lebih tinggi dari pelancong
bisnis dibandingkan dengan pelancong rekreasi akan selalu lebih baik daripada
maskapai penerbangan yang mengenakan harga yang sama untuk semua pelancong.
Tujuan manajemen pendapatan dalam pengaturan seperti itu adalah untuk
menyesuaikan harga dari waktu ke waktu untuk memaksimalkan keuntungan yang
diperoleh dari persediaan yang tersedia atau kapasitas.
Amazon.com juga menggunakan manajemen pendapatan dengan mengikuti pola
musiman, dengan puncaknya pada bulan Desember. Amazon.com menggunakan ide
manajemen pendapatan untuk menawarkan pengiriman gratis sebelum puncak bulan
Desember. Amazon.com menggeser beberapa permintaan dari puncak ke periode di luar
puncak dan meningkatkan keuntungan total untuk Amazon.com. Beberapa kereta api
komuter menggunakan strategi yang sama untuk mengatasi perbedaan puncak dalam
perjalanan penumpang. Mereka membebankan tarif lebih tinggi selama periode puncak
dan tarif lebih rendah untuk perjalanan di luar jam sibuk. Perbedaan harga untuk periode
puncak dan tidak puncak menghasilkan laba yang jauh lebih tinggi.
Pemilik gudang juga dapat menggunakan manajemen pendapatan ini dengan
memutuskan apakah akan menyewakannya seluruh gudang kepada pelanggan yang
bersedia menandatangani kontrak jangka panjang atau menyimpan sebagian gudang
untuk digunakan di pasar spot. Kontrak jangka panjang lebih aman tetapi biasanya
mengambil harga rata-rata yang lebih rendah daripada pasar spot. Menajemen
pendapatan meningkatkan keuntungan dengan menemukan portofolio yang tepat dari
pelanggan jangka panjang dan pasar spot. Manajemen pendapatan dapat menjadi alat
yang ampuh untuk setiap pemilik aset dalam rantai pasokan. Pemilik segala bentuk
kapasitas (produksi, transportasi, atau penyimpanan) dapat menggunakan manajemen
pendapatan jika ada permintaan musiman atau jika ada segmen yang bersedia
membayar harga yang berbeda untuk lead time yang berbeda untuk menggunakan
kapasitas tersebut. Manajemen pendapatan bisa efektif jika ada segmen yang ingin
menggunakan kapasitas pada menit terakhir dan bersedia membayarnya, dan ada
segmen lain yang menginginkan harga lebih rendah dan bersedia berkomitmen jauh
sebelumnya.
Contoh paling sukses dari penggunaan manajemen pendapatan berasal dari
industri perjalanan dan perhotelan dan mencakup maskapai penerbangan, persewaan
 mobil, dan hotel. American Airlines telah menyatakan bahwa teknik manajemen
pendapatan meningkatkan pendapatan mereka lebih dari $1 miliar setiap tahun. Teknik
manajemen pendapatan di Marriott meningkatkan pendapatan tahunan lebih dari $100
juta. Manajemen pendapatan dapat memiliki dampak serupa pada semua tahapan rantai
pasokan yang memenuhi satu atau lebih dari empat kondisi yang telah diidentifikasi
sebelumnya.
2. Manajemen Harga dan Pendapatan Untuk Segmen Pelanggan Berganda
Pada bagian ini akan dibahas terkait dengan anajemen Harga dan Pendapatan
Untuk Segmen Pelanggan Berganda. Contoh klasik pada pasar dengan banyak segmen
pelanggan adalah industri penerbangan, di mana pelancong bisnis bersedia membayar
tarif lebih tinggi untuk melakukan perjalanan dengan jadwal tertentu, sedangkan
pelancong rekreasi bersedia mengubah jadwal mereka untuk memanfaatkan tarif yang
lebih rendah. Banyak contoh serupa muncul dalam rantai pasokan.
Banyak contoh serupa muncul dalam rantai pasokan. Pertimbangkan ToFrom,
sebuah perusahaan angkutan truk yang telah membeli enam truk, dengan kapasitas total
6.000 kaki kubik, untuk digunakan sebagai transportasi antara Chicago dan St. Louis.
Biaya sewa bulanan, pengemudi, dan biaya perawatan adalah $1.500 per truk. Riset
pasar menunjukkan bahwa kurva permintaan untuk kapasitas truk adalah d = 10.000 -
2.000p di mana d adalah permintaan dari setiap segmen dan p adalah biaya transportasi
per kaki kubik. Harga $2 per kaki kubik menghasilkan permintaan 6.000 kaki kubik,
pendapatan $12.000, dan keuntungan $3.000, sedangkan harga $3,50 per kaki kubik
menghasilkan permintaan 3.000, pendapatan $10.500, dan keuntungan $1.500.
Pertanyaan sebenarnya adalah apakah permintaan 3.000 kaki kubik dengan harga $3,50
berasal dari segmen yang berbeda dari permintaan 3.000 kaki kubik tambahan yang
dihasilkan dengan harga $2 per kaki kubik. Jika ToFrom mengasumsikan bahwa semua
permintaan berasal dari satu segmen, harga optimalnya adalah $2,50 per kaki kubik,
menghasilkan permintaan 5.000 kaki kubik dan pendapatan $12.500, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 15-1.
 Namun, jika ToFrom dapat membedakan segmen yang membeli 3.000 kaki kubik
seharga $3,50 dari segmen yang membeli 3.000 kaki kubik hanya seharga $2,00,
perusahaan dapat menggunakan manajemen pendapatan untuk meningkatkan
pendapatan dan keuntungan. ToFrom harus mengenakan biaya $3,50 untuk segmen
yang bersedia membayar harga tersebut dan $2,00 untuk 3.000 kaki kubik yang hanya
menjual dengan harga tersebut. Dengan demikian, perusahaan memperoleh pendapatan
sebesar $10.500 dari segmen yang bersedia membayar $3,50 dan pendapatan sebesar
$6.000 dari segmen yang bersedia membayar sekitar $2,00 per kaki kubik, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 15-2.

Di hadapan berbagai segmen yang memiliki nilai berbeda untuk kapasitas truk,
manajemen pendapatan meningkatkan pendapatan dari $12.500 menjadi $16.500 dan
menghasilkan peningkatan laba yang signifikan. Secara teori, konsep penetapan harga
diferensial meningkatkan keuntungan total bagi perusahaan. Namun, ada dua masalah
mendasar yang harus ditangani dalam praktiknya. Pertama, bagaimana perusahaan
dapat membedakan antara dua segmen dan menyusun harganya untuk membuat satu
segmen membayar lebih dari yang lain? Kedua, bagaimana perusahaan dapat
mengendalikan permintaan sedemikian rupa sehingga segmen yang membayar lebih
rendah tidak memanfaatkan seluruh ketersediaan aset? Untuk membedakan antara
berbagai segmen, perusahaan harus mengidentifikasi atribut produk atau jasa yang
dinilai secara berbeda oleh segmen tersebut.
Misalnya, pelancong bisnis di maskapai penerbangan ingin memesan pada menit
terakhir dan tinggal hanya selama mereka harus. Pelancong rekreasi, di sisi lain,
bersedia memesan jauh sebelumnya dan menyesuaikan durasi masa tinggal mereka.
Paket untuk pelancong bisnis juga dapat berubah. Oleh karena itu, pemesanan di muka,
wajib menginap pada Sabtu malam, dan penalti untuk perubahan tarif yang lebih rendah
memisahkan pelancong rekreasi dari pelancong bisnis. Untuk penyedia transportasi
seperti ToFrom, segmen-segmen tersebut dapat dibedakan berdasarkan seberapa jauh
sebelumnya pelanggan bersedia berkomitmen dan membayar untuk kapasitas
transportasi. Pemisahan serupa juga dapat terjadi untuk aset terkait produksi dan
penyimpanan dalam rantai pasokan. Di hadapan banyak segmen yang dapat dipisahkan,
perusahaan harus menyelesaikannya berikut dua masalah:
a) Berapa harga yang dikenakan untuk setiap segmen
b) Bagaimana mengalokasikan kapasitas yang terbatas di antara segmen-segmen
Dalam praktiknya, prosedur seperti itu akan sangat sulit diterapkan. Pendekatan
lain untuk penetapan harga diferensial adalah membuat versi produk yang berbeda yang
ditargetkan pada segmen yang berbeda. Contohnya produsen mobil membuat versi
high-end, mid-level, dan low-end dari model paling populer berdasarkan pilihan yang
disediakan. Kebijakan ini memungkinkan mereka membebankan harga yang berbeda
ke segmen yang berbeda untuk produk inti yang sama. Banyak produsen lensa kontak
menjual lensa yang sama dengan garansi satu minggu, satu bulan, dan enam bulan.
Dalam hal ini, produk yang sama dengan layanan yang berbeda dalam bentuk jaminan
digunakan untuk menagih harga diferensial. Untuk menggunakan manajemen
pendapatan dengan sukses ketika melayani beberapa segmen pelanggan, perusahaan
harus menggunakan taktik berikut secara efektif:
• Harga berdasarkan nilai yang diberikan oleh masing-masing segmen
• Gunakan harga yang berbeda untuk setiap segmen
 • Prakiraan di tingkat segmen
3. Penetapan Harga Dan Manajemen Pendapatan Untuk Aset Perishable
Aset Perishable merupakan aset yang memiliki karakteristik mudah rusak yakni
aset yang kehilangan nilainya dari waktu ke waktu, contohnya produk seperti komputer
dan ponsel yang kehilangan nilainya saat model baru diperkenalkan. Pakaian mode
tinggi mudah rusak karena tidak dapat dijual dengan harga penuh setelah musim
berlalu. Aset yang mudah rusak juga mencakup semua bentuk produksi, transportasi,
dan kapasitas penyimpanan yang terbuang sia-sia jika tidak dimanfaatkan secara
maksimal. Kapasitas yang tidak terpakai dari masa lalu tidak memiliki nilai. Jadi semua
kapasitas yang tidak digunakan setara dengan kapasitas yang hilang. Dell menggunakan
manajemen pendapatan saat menjual PC. Setelah organisasi penjualan membuat
ramalan untuk siklus penjualan berikutnya, operasi memastikan ketersediaan
komponen dan kapasitas produksi. Pada titik ini, investasi dalam inventaris dan
kapasitas aset untuk siklus penjualan berikutnya adalah tetap. Penjualan kemudian
berupaya memaksimalkan pendapatan yang bisa diperoleh dari aset yang tersedia
dengan menyesuaikan harga dan ketersediaan.
Contoh manajemen pendapatan yang terkenal yakni pada penjualan pakaian jadi
oleh Filene's Basement asli di Boston. Merchandise pertama kali dijual di toko utama
dengan harga penuh. Barang dagangan yang tersisa dipindahkan ke etalase depan dan
harganya dikurangi secara bertahap selama periode 35 hari sampai terjual. Ketika
memang barang dagangan tidak terjual maka kemudian diberikan untuk amal. Saat ini,
sebagian besar department store secara progresif mendiskon barang dagangan selama
musim penjualan dan kemudian menjual persediaan yang tersisa ke toko outlet dan
mengikuti strategi penetapan harga yang dilakukan Filene's Basement. Dua taktik
manajemen pendapatan yang digunakan untuk aset yang mudah rusak adalah Dynamic
Pricing (melakukan variasi harga secara dinamis dari waktu ke waktu) dan overbooking
(pemesanan berlebihan) untuk memaksimalkan pendapatan yang diharapkan.
Dynamic Pricing ocok untuk aset seperti pakaian mode yang memiliki tanggal
yang jelas sehingga kehilangan banyak nilainya. Pakaian yang dirancang untuk musim
dingin tidak memiliki banyak nilai pada bulan April. Pengecer yang telah membeli 100
jaket ski di bulan Oktober memiliki banyak pilihan sehubungan dengan strategi
penetapan harganya. Ini dapat membebankan harga tinggi pada awalnya. Strategi ini
dapat dilakukan dengan menetapkan harga yang lebih rendah pada awalnya, menjual
lebih banyak jaket di awal musim (meskipun dengan harga lebih rendah) dan
 menyisakan lebih sedikit jaket untuk dijual dengan harga diskon. Penetapan harga
diferensial yang efektif dari waktu ke waktu umumnya meningkatkan tingkat
ketersediaan produk bagi konsumen yang bersedia menerima harga penuh dan
meningkatkan tingkat ketersediaan produk bagi konsumen yang bersedia membayar
harga penuh dan juga meningkatkan keuntungan total bagi pengecer. Penetapan harga
dinamis dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan laba jika pelanggan
sensitif terhadap perubahan harga sepanjang musim. Ini sering terjadi untuk produk
fashion, yang pelanggannya kurang sensitif terhadap harga di awal musim tetapi
menjadi lebih sensitif terhadap harga menjelang akhir musim.
Kemudian upaya lain yaitu taktik overbooking atau overselling aset yang tersedia
yang cocok dalam situasi apa pun di mana pelanggan dapat membatalkan pesanan dan
nilai aset turun secara signifikan setelah tenggat waktu. Contohnya termasuk kursi
pesawat, barang yang dirancang khusus untuk Natal, yakni jumlah aset yang tersedia
terbatas dan pelanggan diizinkan untuk membatalkan pesanan, menjadikan aset
kehilangan nilainya setelah tanggal tertentu. Tujuan saat membuat keputusan
overbooking adalah memaksimalkan keuntungan rantai pasokan dengan
meminimalkan biaya kapasitas yang terbuang dan biaya kekurangan kapasitas.
Overbooking atau overselling aset rantai pasokan adalah taktik yang berharga jika
terjadi pembatalan pesanan dan aset mudah rusak. Tingkat overbooking didasarkan
pada trade-off antara biaya pemborosan aset jika terlalu banyak pembatalan
menyebabkan aset tidak terpakai dan biaya mengatur cadangan jika terlalu sedikit
pembatalan menyebabkan pesanan yang dilakukan lebih besar dari kapasitas yang
tersedia.
4. Manajemen Harga dan Pendapatan untuk Permintaan Musiman
Puncak permintaan musiman adalah kejadian umum di banyak rantai pasokan.
Sebagian besar pengecer di Amerika Serikat mencapai bagian yang signifikan dari
penjualan tahunan mereka selama bulan Desember. Salah satu contohnya adalah
Amazon.com. Sebagai akibat dari puncak musiman, terdapat peningkatan yang
signifikan dalam kebutuhan pengambilan dan pengepakan serta kapasitas transportasi
di Amazon.com. ketika Amazon.com ingin menghadirkan kapasitas jangka pendek hal
tersebut mahal dan akan menurunkan margin Amazon. Sehingga penetapan diskon di
luar puncak adalah metode yang efektif untuk mengalihkan permintaan dari periode
puncak ke periode di luar puncak. Amazon.com biasanya menawarkan pengiriman
gratis untuk pembeli yang ditempatkan pada bulan November. Potongan harga
 mendorong beberapa pelanggan untuk mengalihkan permintaan mereka dari Desember
ke November, sehingga mengurangi puncak bulan Desember untuk Amazon.com dan
memungkinkannya untuk mengekstrak keuntungan yang lebih tinggi.
Secara bersamaan, strategi ini menawarkan potongan harga kepada pelanggan
yang bersedia memesan lebih awal. Menghadapi puncak musiman, taktik pengelolaan
pendapatan yang efektif adalah membebankan harga yang lebih tinggi selama periode
puncak dan harga yang lebih rendah selama periode di luar puncak. Hasilnya adalah
pergeseran permintaan dari periode puncak ke periode tidak puncak. Industri perhotelan
menggunakan harga diferensial berdasarkan hari dalam seminggu dan waktu dalam
setahun. Di sini tujuannya bukan untuk menggeser permintaan tetapi untuk
meningkatkan permintaan selama periode permintaan rendah dengan menarik
pelanggan yang sensitif terhadap harga, seperti keluarga yang sedang berlibur, dengan
potongan harga. Marrett Corporation cukup berhasil dalam upaya ini.
Permintaan kamar hotel diketahui bervariasi pada hari dalam seminggu. Untuk
Marriott, yang menargetkan pelanggan bisnis, hari-hari permintaan puncak terjadi di
tengah minggu. Marriott menawarkan tarif yang lebih rendah selama akhir pekan untuk
mendorong keluarga menggunakan hotel selama waktu tersebut. Taktik manajemen
pendapatan lain yang digunakan Marriott adalah membebankan tarif yang lebih rendah
kepada pelanggan jika mereka menginap dalam jangka waktu yang lebih lama yang
juga mencakup hari-hari dengan permintaan rendah. Taktik ini meningkatkan
keuntungan bagi pemilik aset, menurunkan harga yang dibayarkan oleh sebagian kecil
pelanggan, dan juga mendatangkan pelanggan baru yang berpotensi selama periode
diskon di luar puncak.
5. Manajemen Harga dan Pendapatan untuk Kontrak Bulk (Massal) dan Spot
(Jumlahnya Kecil)
Sebagian besar perusahaan menghadapi pasar di mana beberapa pelanggan
membeli dalam jumlah besar dengan harga diskon dan yang lainnya membeli unit
tunggal atau lot kecil dengan harga lebih tinggi. Ini menjadi salah satu bahan
pertimbangan dari pemilik pergudangan dalam rantai pasokan. Kapasitas pergudangan
dapat disewakan dalam jumlah besar kepada perusahaan besar atau dalam jumlah kecil
kepada perusahaan besar untuk kebutuhan daruratnya atau kepada perusahaan kecil.
Perusahaan besar yang menyewakan ruangan secara borongan biasanya mendapat
potongan harga dibandingkan dengan yang lain. Dengan demikian, pemilik ruang
pergudangan bisa menyewakan ruang untuk pembeli massal dengan harga diskon atau
 menghemat sebagian ruang untuk permintaan harga yang lebih tinggi untuk sejumlah
kecil ruang gudang yang mungkin muncul atau tidak.
Dalam kebanyakan kasus, pemilik aset rantai pasokan lebih suka memenuhi
semua permintaan yang muncul dari penjualan massal dan mencoba melayani
pelanggan kecil hanya jika ada aset yang tersisa. Sebaliknya, perusahaan seperti
McMaster Carr hanya menargetkan pelanggan dengan permintaan darurat untuk barang
MRO, McMaster-Carr akan menolak pembeli massal yang mencari potongan harga.
Dengan menggunakan strategi ini, McMaster-Carr menjadi perusahaan yang sangat
menguntungkan. Untuk perusahaan yang ingin menjadi pemain ceruk, menargetkan
salah satu dari dua ekstrem adalah strategi yang masuk akal. Hal ini memungkinkan
perusahaan memfokuskan operasinya untuk melayani baik hanya segmen massal atau
hanya pasar spot. Namun terdapat pula perusahaan yang menggunakan strategi hibrid
yaitu melayani kedua segmen adalah tepat. Dalam hal ini, perusahaan pergudangan
harus memutuskan fraksi aset mana yang akan disewakan dalam jumlah besar dan
fraksi aset mana yang akan disimpan untuk pasar spot. Jumlah yang disimpan untuk
pasar spot harus diatur dengan sedemikian rupa sehingga pendapatan marjinal yang
diharapkan dari pasar spot sama dengan pendapatan saat ini dari penjualan massal.
6. Peran TI dalam Manajemen Harga dan Pendapatan
Peran TI dalam manajemen harga dan pendapatan (PRM) memiliki sejarah
panjang yang sebagian besar tidak bergantung pada perangkat lunak rantai pasokan.
Pada tahun 1980-an, maskapai penerbangan menjadi pengguna manajemen pendapatan
yang canggih untuk meningkatkan profitabilitas. Banyak maskapai mengembangkan
sistem manajemen pendapatan mereka sendiri dengan American Airlines sebagai salah
satu pemimpin Sabre, spin-off dari American Airlines, sekarang menjadi salah satu
perusahaan manajemen pendapatan terkemuka. Penggunaan sistem manajemen
pendapatan kini telah menyebar ke hotel dan perusahaan persewaan mobil. Manfaat TI
untuk PRM yaitu dalam pelaksanaan penetapan harga barang eceran dalam kategori
barang kemasan konsumen yang dilakukan pada toko kelontong dan toko obat yang
telah memanfaatkan teknologi ini untuk menentukan harga produk mereka di tingkat
eceran. TI digunakan untuk menyelesaikan masalah penetapan harga untuk reguler,
jumlah banyak dan produk promosi yang dipelopori oleh Perusahaan Demand Tec.
Sistem PRM juga berdampak signifikan pada barang-barang fashion, khususnya
pakaian yaitu pada bagaimana cara menurunkan harga barang secara optimal saat gaya
dan musim berubah. Tujuannya untuk menurunkan harga yang cukup untuk menjual
 sebagian besar produk tetapi tanpa menurunkannya terlalu banyak sehingga
keuntungan terbuang sia-sia yang dipelopori oleh Perusahaan Profitlogic. Masalah
umum peran TI untuk manajemen pendapatan ini adalah ketika ada rekomendasi dari
perangkat lunak untuk melakukan penurunan harga akan menyebabkan lonjakan
permintaan. Hal ini menyebabkan pelanggan tidak puas jika persediaan tidak
mencukupi karena sistem penetapan harga tidak berkomunikasi dengan sistem
manajemen persediaan. Kurangnya koordinasi ini bisa sangat berbahaya dan sangat
melemahkan manfaat PRM. Banyak vendor perangkat lunak rantai pasokan utama telah
mencoba memasuki arena PRM, baik melalui pengembangan internal atau melalui
akuisisi. Akhirnya, seperti yang terjadi pada hampir semua segmen rantai pasokan,
pemain yang lebih besar akan memperoleh keuntungan di area ini dan menjadi kekuatan
yang signifikan.
7. Implementasi Manajemen Harga dan Pendapatan
a. Evaluasi pasar Anda dengan hati-hati.
Langkah pertama dalam pengelolaan pendapatan adalah mengidentifikasi
segmen pelanggan yang dilayani dan menganalisis kebutuhan mereka. Tujuannya
adalah untuk memahami apa yang dibeli pelanggan, bukan apa yang Anda jual. Jika
sebuah maskapai menganggap dirinya hanya menjual kursi, ia tidak dapat
menggunakan manajemen pendapatan. Maskapai harus menganggap dirinya tidak
hanya menjual kursi tetapi mempercayai adanya kemungkinan pemesanan pada
menit terakhir, kemampuan untuk mengubah rencana penerbangan, dan
kemampuan untuk memilih jadwal penerbangan yang nyaman. Baru setelah itu
peluang pengelolaan pendapatan muncul dengan sendirinya. Setelah
mengidentifikasi kebutuhan pasar, sangat penting untuk mengumpulkan data yang
akurat dan lengkap terkait dengan produk yang ditawarkan, harga, persaingan, dan
yang paling penting, perilaku pelanggan. Informasi tentang perilaku pelanggan
adalah aset berharga yang membantu mengidentifikasi preferensi konsumen. Pada
akhirnya, pemahaman yang tepat tentang preferensi pelanggan dan kuantifikasi
dampak berbagai taktik pada perilaku konsumen merupakan inti dari manajemen
pendapatan yang sukses.
b. Hitung Manfaat Manajemen Pendapatan
Penting untuk mengukur manfaat yang diharapkan dari manajemen pendapatan
sebelum memulai proyek. Idealnya, data historis dan model preferensi pelanggan
yang baik harus digunakan untuk memperkirakan manfaat melalui simulasi. Hasil
 dari langkah ini harus berupa target pendapatan yang jelas yang akan dicapai
sebagai hasil dari pengelolaan pendapatan. Target pendapatan harus sedemikian
rupa sehingga semua orang yang terlibat mempercayainya. Upaya manajemen
pendapatan kemudian harus dibandingkan dengan manfaat yang akan didapatkan.
c. Fondasi Menerapkan Proses Peramalan
Setiap sistem manajemen pendapatan adalah fungsi peramalan. Peramalan
melibatkan perkiraan permintaan dan juga mengaitkan kesalahan yang diharapkan
dengan perkiraan itu sendiri. Nilai taksiran dan kesalahan yang diharapkan
merupakan masukan penting ke dalam model pengelolaan pendapatan apa pun.
Biasanya sangat sulit untuk meramalkan pada tingkat mikro, di mana semua
perilaku pada dasarnya bersifat istimewa. Sebagai contoh, sebuah maskapai
penerbangan dengan 100 kelas tarif akan sangat sulit untuk meramalkan permintaan
untuk setiap kelas dan juga meramalkan perilaku pelanggan ketika mereka
menemukan kelas tarif penuh. Oleh karena itu penting untuk memastikan bahwa
taktik pengelolaan pendapatan direncanakan pada tingkat yang cukup agregat
sehingga peramalan yang efektif dimungkinkan. Akhirnya, saat informasi baru
tersedia, perkirakan kembali untuk melihat apakah taktik manajemen pendapatan
yang saat ini ada dan masih sesuai. Frekuensi peramalan akan tergantung pada
jumlah aktivitas pasar. Idealnya, perkiraan dan keputusan manajemen pendapatan
harus dievaluasi setelah setiap transaksi.
d. Terapkan Pengoptimalan Untuk Mendapatkan Keputusan Pengelolaan
Pendapatan
Tujuan pengoptimalan adalah menggunakan prakiraan perilaku pelanggan
untuk mengidentifikasi taktik manajemen pendapatan yang paling efektif.
Keputusan untuk menggunakan pemindahbukuan oleh hotel hanyalah awal dari
proses pengelolaan pendapatan. Keberhasilan akhir dari upaya ini bergantung pada
tingkat pemesanan berlebih yang digunakan oleh hotel. Tingkat overbooking yang
terlalu tinggi akan menyebabkan pelanggan kecewa dan biaya tinggi untuk
menyediakan tempat bagi mereka. Terlalu rendah tingkat pemesanan berlebih akan
menyebabkan kamar kosong dan kehilangan pendapatan. Optimasi memungkinkan
hotel untuk mengidentifikasi tingkat overbooking yang memaksimalkan
keuntungan.
e. Libatkan Penjualan Dan Operasi
 Tenaga penjualan harus memahami taktik manajemen pendapatan yang ada
sehingga mereka dapat menyelaraskan promosi penjualan mereka dengan tepat.
Tidak masuk akal bagi perusahaan untuk menawarkan diskon di luar puncak
penjualan jika tenaga penjualan terus mendorong orang menuju periode dengan
harga tertinggi. Tenaga penjualan harus membedakan antara pelanggan yang benar-
benar membutuhkan aset rantai pasokan selama periode puncak dan pelanggan yang
akan mendapat manfaat dari memindahkan pesanan mereka ke periode di luar
puncak. Pendekatan seperti itu akan meningkatkan keuntungan bagi perusahaan
sekaligus memuaskan pelanggan.
f. Memahami Dan Menginformasikan Pelanggan
Pelanggan akan memiliki persepsi negatif tentang taktik pengelolaan
pendapatan jika hanya disajikan sebagai mekanisme untuk mengekstraksi
pendapatan maksimum. Persepsi seperti itu cenderung mengurangi loyalitas
pelanggan dalam jangka panjang. Dengan demikian, penting bagi perusahaan untuk
menyusun program manajemen pendapatannya sedemikian rupa sehingga
pendapatan meningkat sambil meningkatkan layanan sepanjang beberapa dimensi
yang penting bagi pelanggan yang membayar harga tertinggi. Penting bagi
perusahaan untuk menyampaikan informasi ini kepada pelanggannya yang paling
berharga. Perubahan perilaku oleh kumpulan pelanggan ini dapat menghancurkan
potensi keuntungan dari program pengelolaan pendapatan.
g. Mengintegrasikan Perencanaan Pasokan Dengan Pengelolaan Pendapatan
Meskipun ide-ide perencanaan persediaan dan manajemen pendapatan yang kita
diskusikan sangat berharga, menggabungkannya dapat menciptakan nilai yang jauh
lebih besar. Intinya di sini bukan untuk menggunakan manajemen pendapatan
secara terpisah, melainkan menggabungkannya dengan keputusan di sisi
penawaran. Misalnya, jika, setelah menerapkan manajemen pendapatan, produsen
menemukan bahwa produksi dari fasilitas dengan waktu tenggang pendek
memberikan sebagian besar keuntungannya, pabrikan harus mempertimbangkan
untuk menambah lebih banyak kapasitas waktu tenggang singkat. Memahami dan
menindaklanjuti interaksi antara penawaran, permintaan, dan harga dapat
memberikan hasil yang kuat.
NAMA - Lusi Kurnia (226030201111009)
MAHASISWA - Samuel Domade Sitorus (226030200111019)
NAMA MATA Manajemen Rantai Pasok dan Logistik
KULIAH
TOPIK Management Pricing dan Revenue dalam Rantai Pasok
JUDUL Optimal pricing and service level in supply chain considering
misreport behavior and fairness concerns
PENULIS Shaojian Qu, Lingli Shu, Jingyuan Yao
NAMA JURNAL Computers & Industrial Engineering
TAHUN TERBIT 2022
LATAR BELAKANG Dalam rantai pasokan, ada fenomena perilaku misreport dan
fairness concerns berjalan berdampingan. Titik referensi untuk
fairness concerns biasanya adalah laba yang dipublikasikan oleh
perusahaan hulu, sedangkan hulu dapat menyembunyikan
informasi sebenarnya. Beberapa penelitian menyelidiki fenomena
tersebut secara mendalam. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut,
penelitian ini mempelajari rantai pasokan yang terdiri dari
produsen dengan kemungkinan perilaku misreport dan retailer
atau pengecer dengan kemungkinan memiliki perilaku fairness
concerns.
TEORI DAN Penelitian ini secara umum menggunakan game theory dan ilmu
VARIABEL YANG perilaku untuk membangun model keputusan rantai pasokan di
DIGUNAKAN bawah pengaruh faktor perilaku, dan mempelajari keputusan
optimal dari perusahaan rantai pasok di bawah pengaruh faktor
perilaku yang berbeda. Oleh karena itu, literatur penelitian pada
penelitian ini mencakup dua aspek: optimal strategy in supply
chain (strategi optimal dalam rantai pasok) dan behavioral factors
in supply chain (faktor perilaku dalam rantai pasokan)
FAKTA DAN Model yang dibangun dalam makalah ini didasarkan pada asumsi
ASUMSI UNTUK berikut:
MENGEMBANGKAN 1) Kami berasumsi bahwa nilai parameter dibagi oleh semua
MODEL peserta dalam rantai pasokan, kecuali untuk faktor misreport
oleh manufaktur dan biaya produksi unit sebenarnya.
2) Kami menganggap permintaan berkorelasi negatif dengan
harga eceran dan berkorelasi positif dengan tingkat layanan.
Asumsi ini sesuai dengan literatur (Zhang, Fan, & Tian, 2020).
3) Dari segi signifikansi praktis, dengan asumsi bahwa
permintaan pasar atau 𝑎 jauh lebih besar daripada parameter
lainnya
4) Kami berasumsi bahwa manufaktur atau produsen itu netral
terhadap keadilan atau fairness-neutral
5) Sesuai dengan perilaku misreporting, manufaktur menetapkan
harga grosirnya berdasarkan laba yang diungkapkan secara
publik
6) Diasumsikan bahwa permintaan dasar, koefisien sensitivitas
harga-permintaan, dan koefisien sensitivitas tingkat layanan-
permintaan di semua saluran ritel adalah sama.
7) Diasumsikan bahwa setiap saluran ritel adalah independen,
yaitu pengaruh silang antar saluran ritel tidak
dipertimbangkan.
VARIABEL YANG 1. Strategi optimal dalam rantai pasokan
DIGUNAKAN Strategi optimal rantai pasok mengacu pada skema
pengambilan keputusan yang dapat memaksimalkan
keuntungan yang dibuat oleh setiap simpul perusahaan sesuai
dengan lingkungan sosial saat ini, strategi yang diadopsi oleh
perusahaan hulu dan hilir, permintaan konsumen, dan
kebijakan nasional dalam setiap proses rantai pasokan. Tak
pelak, strategi optimal perusahaan tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor-faktor di atas, tetapi juga oleh faktor lain, seperti
faktor perilaku. Seperti yang diketahui semua orang,
perusahaan di simpul yang berbeda dalam rantai pasokan
memiliki objek yang berbeda untuk membuat keputusan yang
optimal.
2. Perilaku dalam rantai pasokan
Untuk menghilangkan penyimpangan antara model tradisional
dan situasi aktual, semakin banyak peneliti telah
mengintegrasikan faktor perilaku dengan model tradisional,
yang terutama dibagi menjadi faktor perilaku pembuat
keputusan dan faktor perilaku konsumen.
INDIKATOR YANG Penelitian ini menggunakan 4 model dasar untuk menjelaskan
DIGUNAKAN hubungan antar variabel , yaitu :
UNTUK 1) Sebuah model pengambilan keputusan tanpa
MENGUKUR mempertimbangkan perilaku (Model NN)
VARIABEL 2) Model pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
pabrikan salah melaporkan perilaku atau perilaku laporan
kesalahan para manufaktur (Model MN)
3) Model pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
masalah keadilan pengecer (Model NF)
4) Model pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
kedua jenis perilaku (MF)
HIPOTESIS Penelitian ini tidak dibangun berdasarkan hipotesis namun
dibangun berdasarkan asumsi peneliti untuk mengembangkan
model penelitiannya . Asumsi yang dibangun dengan
menggunakan harga yang optimal dan faktor perilaku dalam
Kaitan dengan misreport behavior dan fairness concern.
POPULASI DAN Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden,
SAMPEL tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan. Secara
tersirat pada penelitian ini informannya yaitu pengecer dan
produsen.
METODE ANALISIS Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
systematic literatur review menggunakan analak analisis SLR.
Peneliti mengusulkan empat model keputusan untuk rantai
pasokan: model pengambilan keputusan tanpa
mempertimbangkan perilaku (NN), model pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan perilaku misreport manufaktur (MN),
model pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
fairness concerns pengecer (NF), dan pengambilan keputusan
model dengan mempertimbangkan kedua perilaku (MF).
Penelitian ini secara mendalam membahas efek dari fairness
concerns simetris dan informasi perilaku misreport asimetris pada
 rantai pasokan. Selain itu, di bagian ekstensi, kami memperluas ke
model rantai pasok one-to-many dan selanjutnya membuktikan
validitas dan kebenaran hasil yang diperoleh dalam model rantai
pasok one-to-one.
1) Comparative analysis
Analisis ini digunakan untuk membandingkan optimal
strategies dan profit dari model keempat yang diajukan .
2) Analisis numerik
Pada bagian ini, kami menginvestigasi dampak dari misreport
behavior dan fairness concern terhadap keputusan pemain
dengan analisis komparatif dan analisis numerik.
HASIL DAN Berdasarkan empat model yang diajukan dapat diketahui bahwa,
PEMBAHASAN pabrikan dan pengecer memiliki keputusan harga dan tingkat
layanan yang berbeda dalam model yang berbeda, yang
menghasilkan keuntungan pemain yang beragam. Manufaktur,
sebagai pemimpin rantai, terbukti bisa saja mendapatkan lebih
banyak keuntungan dengan melaporkan biaya sebenarnya ketika
retailer netral terkait fairness, namun terbukti profit akan lebih
besar lagi jika manufaktur melakukan misreports biaya pada saat
retailer cenderung concerns fairness. Dari perspektif lain, apakah
pabrikan melaporkan biaya sebenarnya atau tidak, jika pengecer
memperhatikan keadilan (concerns fairness), itu akan
menyebabkan pengurangan keuntungan dari pabrikan.

Ada temuan yang menarik, bahwa perilaku fairness concerns

pengecer tidak berpengaruh pada keputusan harga dan tingkat
layanan pengecer. Pabrikan atau manufaktur akan menyesuaikan
keputusan terkait harga grosirnya untuk membantu mendapatkan
lebih banyak keuntungan ketika mengetahui pengecer
memperhatikan keadilan. Hasil kami menunjukkan bahwa, sampai
batas tertentu, perilaku fairness concerns bisa membantu pengecer
menahan hilangnya keuntungan yang disebabkan oleh misreports
yang dilakukan manufaktur. Untuk pengecer aktual, jika
diperhatikan bahwa perusahaan hulu cenderung melakukan
misreport biaya, seperti yang dilaporkan dalam berita di masa lalu,
pengecer dapat memperhatikan keadilan alokasi untuk
menghadapi salah melaporkan perilaku
REVIEW ATAS Kelebihan:
ARTIKEL INI 1) Penelitian ini meneliti tentang situasi yang dekat dengan situasi
realita yaitu bagaimana perilaku misreport perusahaan
manufaktur akan berimbas pada aktivitas bisnis dari retailer
atau pengecer.
2) Asumsi untuk mengembangkan model kompleks sehingga
dianggap mampu menggambarkan realita.

Kekurangan:
1) Penelitian kurang menjelaskan hasil analisis dari keempat
model yang diajukan beserta proposisi dari analisis komparatif
dan analisis numerika secara lebih mendalam.
2) Penelitian ini dilakukan berdasarkan kalkulasi berdasarkan
asumsi yang dekat dengan realita, dengan mengajukan
persamaan-persamaan matematis sehingga perlu dilakukan
penelitian empiris untuk membuktikannya secara actual.
3) Meskipun penelitian ini meneliti tentang bagaimana perilaku
tertentu dari produsen dan retailer dapat saling mempengaruhi,
namun penelitian ini disusun berdasarkan asumsi yang tidak
mempertimbangkan faktor yang kerap terjadi diantara dua
pihak, yaitu permintaan.
 Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

Contents lists available at ScienceDirect

Computers & Industrial Engineering

journal homepage: www.elsevier.com/locate/caie

Optimal pricing and service level in supply chain considering misreport

behavior and fairness concern
Shaojian Qu a , Lingli Shu b ,∗, Jingyuan Yao c
a Nanjing University of Information Science & Technology, Nanjing, 210044, China
b
Business School, Sichuan University, Chengdu, 610065, China
c
School of Optical-Electrical and Computer Engineering, University of Shanghai for Science and Technology, Shanghai, 200093, China

ARTICLE INFO ABSTRACT

Keywords: In the supply chain, there exists the phenomenon that misreport behavior and fairness concern coexist. The
Pricing reference point for fairness concern is usually upstream publicly disclosed profit, whereas upstream may hide
Service level its true information. Few research investigates the phenomenon deeply. To address the gap, this paper studies
Stackelberg game
a supply chain consisting of a manufacturer with possible misreport behavior and one retailer with possible
Misreport behavior
fairness concern. Four Stackelberg game supply chain models are constructed. Optimal decisions and profits
Fairness concern
under different scenarios are solved simultaneously and compared, and find that: Firstly, the manufacturer’s
misreporting behavior is harmful to the retailer. Secondly, the retailer’s fairness concern behavior will shorten
the manufacturer’s profit and help itself to face manufacturer’s misreport behavior. Thirdly, face to the retailer’s
fairness concern, the manufacturer can benefit from appropriately misreporting. Through numerical analysis
and extension to one-to-many general situation, the above findings are verified and analyzed.

1. Introduction In a real supply chain, it is common for some enterprises to play

With the development of business practice and academic research,
people gradually find that the decision-making in supply chain man-
agement often deviates from the optimal solution obtained by the
traditional operational research model. This is because traditional op-
erational research models tend to be based on strong assumptions that
decision-makers are perfectly rational. However, in the complex real
life, decision-makers often have a variety of psychological activities
when making decisions, such as the misreport cost and fairness concern
behavior considered in this paper, which lead to decision-making bias.
Fairness problem is crucial and popular in the practice of supply
chain operations and management (Li, Cui, Li, Xu, & Xu, 2019; Tao,
Shao, Guan, Ho, & Talluri, 2020). Players in the supply chain have
strong feelings about the fairness of firms profits. In supply chain
operation, the level of fairness concern, i.e., fairness concern factor, of
enterprises also belongs to the private information of enterprises. An
actual example is∶ China’s largest hosiery company, Lang-sha Group,
broke up the partnership with Wal-Mart in 2007 due to unfair profit
allocation. Analogously, an important distributor of P ς G, Xuzhou
Wanji Trading of China, terminated their transactions because they
believed P ς G was unfairly taking an incommensurate share of the
profit (Nie & Du, 2017).
dominant roles and obtain enormous economic benefits. In this situa-
tion, it is significative to consider the impacts of fairness concern on
supply chain. For example, Guan, Ye, and Yin (2020) studied a supply
chain coordination problem considering the impacts of fairness concern
of members on the supply chain. Moreover, fairness concern is verified
that it can reduce system efficiency in a supply chain with fairness-
concern manufacturer and e-commerce platform (Wang, Yu, & Shen,
2019). Generally, the reference point for retailers’ fairness concerns
is based on the upstream publicly disclosed revenue, but in reality,
upstream has incentives to hide or misreport its own cost information,
which is private information (Yang & Anderson, 2014) .
With the development of information technology, information has
become a key point to success in supply chain operation. Because of
knowledge monopolies, industry barriers or conflicts of interest, each
enterprise usually withholds some important information from other
cooperative firms, i.e. asymmetric information. Information is of great
value to enterprises, such as enterprise production cost information,
fairness concern information. Enterprises with more information have
an advantage in business activities, while those with less information
will be at a disadvantage. Information asymmetry will be caused by
the difference in detail, timeliness and quality of information obtained
by each subject. One of the main reasons for this phenomenon is

∗ Corresponding author.
E-mail address: linglishai@163.com (L. Shu).

https://doi.org/10.1016/j.cie.2022.108759

Available online 9 November 2022

0360-8352/© 2022 Elsevier Ltd. All rights reserved.
S. Qu et al.
the monopoly of the information dominant party. In order to obtain
more economic benefits, the information dominant party will hide
information or provide false information to the inferior party. Cost
is a key information in determining decisions in a supply chain Yan,
Wang, Liu, and Liu (2016), the upstream misreporting production cost
mentioned in the previous paragraph is also for profit.
Through a large number of experiments, scholars have proved that
the decision-making subject is often affected by psychological fac-
tors, such as misreporting behavior and fairness concern factor, in the
process of decision-making, and the information is the private informa-
tion of the decision-making subject (Guth, Schmittberger, & Schwarze,
1982; Kahneman, Knetsch, & Thaler, 1986). In actual supply chain,
the existence of asymmetric information caused by the psychological
factors of decision makers is very common. The upstream player, for
example, thinks that by hiding and even highly lying about its own cost,
it can set higher wholesale prices and bring in more profits from the
downstream. The various cost could be production cost, management
cost, operating cost and so on. The asymmetric information has been
proved to be one of the causes of supply chain efficiency reduction (Su,
Guo, & Wang, 2014). Many studies confirmed that asymmetric in-
formation has significant impacts on the decisions of supply chain
members (Xia & Niu, 2020; Zhang, Yuan, & Zhang, 2020; Zhou, Liao,
Shen, & Yang, 2020), such as the pricing, production and order quantity
decisions. Yan et al. (2016) analyzed decisions in a retailer-dominated
dual-channel supply chain considering cost misreporting. Yang, Ji, and
Zheng (2016) investigated the misreporting behaviors of the supply
chain members and their influences on supply chain performance. Li
and Zhu (2019) discussed the impacts of asymmetric cost information
on decisions-making in green food supply chain.
With the development of social economy and information technol-
ogy, it is necessary to consider decision-makers’ psychological behav-
iors in the actual supply chain. In particular, some behavioral factors
cause information asymmetry in supply chain. As studied in previous
literature (Li & Zhu, 2019; Yan et al., 2016; Yang et al., 2016), there
are many problems caused by subjective reasons in real life. In order
to solve these problems scientifically and reasonably, we must consider
the complex situations caused by behavioral factors. However, few
literatures studied the impacts of misreport behavior and fairness con-
cern on the chain simultaneously. Thus this paper deeply discusses the
impacts of decision-makers’ two psychological behaviors on decisions
in the supply chain. And this paper designs that fair concern behavior
is symmetric, while misreport behavior is asymmetric. Different from
previous literatures (Cui, Raju, & Zhang, 2007; Qian, Chan, Zhang, Yin,
& Zhang, 2020; Yan, Wu, Jin, & He, 2020), this paper considers a supply
chain in which the manufacturer may misreport costs and the retailer
may have concerns about fairness, and constructs four supply chain
models respectively.
Motivated by these issues, this paper addresses the following re-
search questions:
• Research question 1: What is the impact of the manufacturer’s
misreport behavior and the retailer’s fairness concern on the
optimal decisions of supply chain members in different cases?
• Research question 2: In the face of fair-neutral or fair-concerned
retailer, does the misreport behavior benefit manufacturer?
• Research question 3: How does the retailer strike a balance be-
tween the service level and service cost to get more profit or
utility?
Due to the existence of behavioral science in reality and the fact that
it leads to decision error, behavioral factors are necessarily considered
in supply chain. Although some scholars have extensively studied mis-
report behaviors and fairness concerns in supply chains, their focus are
more on traditional supply chain and generally consider only one fac-
tor. Our study differs from the existing literature and the contributions
are as follows:
2
Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759
Firstly, modern consumers pay more attentions on the services they
received while many enterprises are also trying to improve their service
level to attract consumers and thus promote sales. In this paper, we
design a dyadic supply chain under price-sensitive and service-sensitive
consumer demand. This approach is close to reality, since consumer
demand is affected not only by pricing but also by service level.
Secondly, our study considers two psychological behaviors, and it is
close to reality for complex economic society. Manufacturer’s misreport
behavior and retailer’s fairness concern are considered simultaneously
in supply chain. The impacts of misreport behavior and fairness concern
on players are quantified. Four different models are constructed for
this purpose, which consist of symmetric benchmark-model without
behavior, an asymmetric model considering the manufacturer’s mis-
reporting behavior, a symmetric model with the retailer’s fairness
concerning, and an asymmetric decision-making model simultaneously
considering both two behaviors. In addition, the optimal decisions of
the players are calculated and the comparisons between four models
are presented. In addition, we explore in depth whether manufacturer’s
misreport behavior can increase its profit and how retailer can get the
decision-making balance.
Thirdly, we generalize the results in the one-to-many supply chain
model, which is more suitable for complex reality. By comparing the
optimal strategies in one-to-many supply chain model and one-to-one
supply chain model, the effectiveness and correctness of the results can
be verified to some extent.
The remainder of the article is organized as follows. In Section 2,
literature reviews are presented. In Section 3, we briefly describe the
problem and provide some necessary assumptions. Next, four models
are established and corresponding optimal strategies are solved. The
results of the different models are compared and analyzed in Section 4
and a numerical analysis is conducted in Section 5 to verify the pro-
posed models. In Section 6, we generalize the conclusion to the general
case, i.e. one-to-many supply chain. Finally, Section 7 concludes the
paper by discussing the contributions, some management implications,
limitations, and future research issues.
2. Literature reviews
This paper mainly uses game theory and behavioral science to con-
struct a supply chain decision model under the influence of behavioral
factors, and studies the optimal decision of supply chain node enter-
prises under the influence of different behavioral factors. Therefore,
the research literature related to this paper mainly covers two aspects:
optimal strategy in supply chain and behavioral factors in supply chain.
2.1. Optimal strategy in supply chain
Supply chain optimal strategy refers to the decision-making scheme
that can maximize profits made by each node enterprise according to
the current social environment, strategies adopted by upstream and
downstream enterprises, consumer demand, and national policies in
each process of the supply chain. Inevitably, the optimal strategy of
nodal enterprises will not only be affected by the above factors, but also
by other factors, such as behavior factors. As is known to all, enterprises
at different nodes in the supply chain have different objects to make
optimal decisions. For example, in practical life, manufacturers need
to decide the production volume, wholesale price, etc. Online retailers
need to decide on retail prices, free shipping policies, shipping policies,
return policies, etc.
The discussion about optimal decisions in supply chain is of pric-
ing strategy (Chen, Zhao, Yan, & Li, 2020; Ma, Lin, & Zhao, 2016),
service (Zhang & Wang, 2018; Zhou & Chen, 2020), logistics (Pankaj,
Anurag, Sachin, & Ibrahim, 2020; Zhang, Rong, & Wang, 2020), ship-
ping policy (Qu et al., 2019), consumer behavior (Feng, Govindan, & Li,
2017) and so on. Li, Liu, Teng, and Tsao (2019) established a supply
chain inventory model integrating marketing, operation and finance.
S. Qu et al.
Retailers simultaneously determined optimal pricing, replenishment
cycle and out-of-stock interval to maximize total profit. Liu et al.
studied how the functional logistics service provider and the logistics
service integrator will make decisions on the quality of logistics service
provided to consumers in the logistics service supply chain when they
promise to guarantee service quality defects (Liu & Xie, 2013). In
reality, the price problem is always considered in conjunction with
other factors. Rabinovich et al. confirmed the intuitive logic view of the
relationship between pricing and promised product distribution service
performance by examining a sample of over 2000 retail transactions
with customers (Rabinovich, Rungtusanatham, & Laseter, 2008). Hua,
Wang, and Cheng (2010) showed that service quality has a strong
impact on the pricing strategies and profits of manufacturers and retail-
ers. The literatures enrich the research on supply chain management.
Nevertheless, they did not consider the service level impacts of the
enterprise on the supply chain. In fact, modern consumers have a
strong awareness of service. When placing orders, they will also pay
attentions to the service provided by retailing enterprises. With the
development of industry, low price can hardly become competitive
advantage. Retailing companies can only survive by offering distinctive
and differentiated services. Therefore, it is significant to study the
impact of service level on retail companies.
This paper exactly considers the effort cost of the retailer paid to
improve its own service level. In this paper, we consider the positive
correlation between the service level and consumer demand.
2.2. Behavioral factors in supply chain
In order to eliminate the deviation between the traditional model
and the actual situation, more and more scholars have integrated
behavioral factors with the traditional model, which are mainly divided
into behavioral factors of decision-makers and behavioral factors of
consumers.
Some scholars have conducted a relatively complete study on the
behavioral factors of decision makers. For example, Cui, Kong, and
Pourghannad (2020) compares the situations in which retailers are
bounded rational and fully rational respectively, and finds that when
retailers are bounded rational, suppliers adopting wholesale price con-
tracts can increase their own profits and supply chain profits more
than buy-back and revenue-sharing contracts. Cui et al. (2007) in-
troduced the concept of fairness into traditional binary channels to
study the influence of fairness on channel coordination. They found
that when channel members pay attention to fairness, manufacturers
can use wholesale price contracts to coordinate supply chain profits.
Qin and Shao (2019) studied the behavior of manufacturers’ false cost
statement and proved that this behavior factor would aggravate the
unfair distribution of supply chain, thus further deviating from the
optimal state of supply chain operation. Yan et al. (2020) introduced
the manufacturer’s behavioral tendency of fairness concerns to examine
the fresh agricultural product supply chain and the optimal decision-
making problem. Qian et al. (2020) focused on a channel coordination
problem in a two-echelon sustainable supply chain involving one social
responsible manufacturer and one fair-minded retailer to verify that the
fairness behavior promotes the retailer’s profit. The above literatures
analyze the behavior factors of decision makers based on single or dual
sales channels, and study the coordination problems of supply chain
and profit distribution. Research on consumer behavior factors is also
relatively complete. For example, Han and Liu (2020) constructed a
supply chain optimization model for high-quality products, which took
into account consumers’ preferences for product quality at different
levels. Research shows that as consumers prefer high-quality products,
companies tend to produce more high-quality products. But when
consumers’ quality preferences reach a certain level, it may be better for
the industry if some companies stop producing low-quality products.
Different from previous studies, this paper comprehensively consid-
ers the influence of two behavior factors on the supply chain nodal
enterprises, and carries out mathematical reasoning and numerical
analysis.
3
Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759
3. Models
In this section, we first introduce the background of the problem in
this paper. Next, we study the influence of manufacturer’s asymmetric
misreport behavior and retailer’s fair concern behavior in the supply
chain, and obtain the optimal decisions and profit expression of each
member under the influence of different behavioral factors.
3.1. Problem description
Consider a supply chain system composed of single manufacturer
and single retailer, which is assumed to only sell one kind of prod-
uct. The manufacturer has private product cost information and the
retailer has private fairness concern information. Fig. 1 demonstrates
the relationship of total players. The chronology of events is described
as follows. At the beginning of selling season, the retailer places order
quantity 𝑞 the same as consumers’ demand to manufacturer. Then the
manufacturer produces a corresponding number of products and sells
them to retailer at a wholesale price 𝑤. Later, consumers can buy
product from retailer at a retailing price 𝑝. And the important reason
of choosing product for the consumer is by ensuring the service level
of retailer. The higher service level is, the higher consumer demand
is. Therefore, this paper considers the effect of the service level to the
supply chain. The consumer demand 𝐷 is affected by retailing price 𝑝
and service level 𝜙, i.e. 𝐷 = 𝑎−𝑏𝑝+𝜂𝜙. So the retailer needs to increase
service investment to improve its service level and to make decisions
about optimal retailing price and service level. Effort cost is used to
characterize the retailer’s investment costs of service level. Similar to
Qin and Shao (2019), the manufacturer may misreport its produce cost
𝑐, the reporting factor is 𝜃𝑚 . The misreporting cost is 𝑐𝑚 = (1 + 𝜃𝑚 )𝑐.
‘𝜃𝑚 = 0’ denotes the manufacturer reports its own cost information
faithfully. Fairness concern factor of the retailer is 𝜆, ‘𝜆 = 0’ denotes the
retailer is fairness neutral. To simplify, Table 1 summarizes the main
notations in this paper.
The models built in this paper are based on the following
assumptions:
Assumption 1. We assume that the value of the parameter is shared
by all participants in the supply chain, except for the manufacturer’s
misreporting factor and true unit production cost.
Assumption 2. We assume the demand is negatively correlated with
retailing price and positively correlated with service level. This assump-
tion is consistent with the literature (Zhang, Fan, & Tian, 2020).
Assumption 3. In terms of practical significance, assuming that basic
market demand 𝑎 is much greater than the other parameters, i.e., 𝑎 ≫
𝑏, 𝑐, 𝑐𝑚 , 𝜆, 𝜃𝑚 , 𝜃𝑚2 .
Assumption 4. We assume that the manufacturer is fairness-neutral.
Assumption 5. In keeping with its misreporting behavior, the manu-
facturer sets its wholesale price based on publicly disclosed profit.
3.2. Basic model: NN model
To get a benchmark compared to other models, basic model is
established, denoted as NN model. Under NN model, all information
in the supply chain is symmetric. The manufacturer reports its own
production cost faithfully and the retailer only pays attention to its own
profit distribution. As we know, the consumer demand depends upon
retailing price and service level, i.e. 𝐷 = 𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙, where 𝑎, 𝑏 and 𝜂
are positive constants.
Considering that the retailer is the follower and the manufacturer is
the leader, both the manufacturer and the retailer aim at maximizing
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

𝜕 2 𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙) 𝜕 2 𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)

= = 𝜂. (7)
𝜕𝑝𝜕𝜙 𝜕𝜙𝜕𝑝
) (
−2𝑏 𝜂 2
The Hessian matrix of Eq. (1) is 𝐻1 = . When 𝑀 > 𝜃2𝑏 ,
𝜂 −𝑀
we can derive Hessian matrix 𝐻1 is negative definite matrix. Hence, the
retailer’s profit function is convex. By making the above first derivative
conditions equal to 0, the optimal decisions of the retailer can be solved
as follows:
( 2 )
𝜂 − 𝑏𝑀 𝑤 − 𝑀𝑎
𝑝∗1 = , (8)
𝜂 2 − 2𝑏𝑀
𝜂𝑏𝑤 − 𝜂𝑎
𝜙∗1 = . (9)
𝜂 2 − 2𝑏𝑀
For the manufacturer, we substitute the optimal decisions, Eqs. (8)
and (9) of the retailer into the expression of the manufacturer’s profit
function, then take the partial derivative of the decision variable 𝑤, and
Fig. 1. The relationships of players.
the following calculation process can be obtained:
𝑏𝑀 (𝑏𝑤 − 𝑎)
Table 1 𝜋𝑚1 (𝑤) = (𝑤 − 𝑐) , (10)
Notations. 𝜂 2 − 2𝑏𝑀
Notations Definitions
𝜕𝜋𝑚1 (𝑤) −𝑎𝑏𝑀 − 𝑐𝑏2 𝑀 2𝑀𝑏2 𝑤
𝑎 Basic market demand = + , (11)
𝑏 The price–demand sensitivity coefficient
𝜕𝑤 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 𝜂 2 − 2𝑏𝑀
𝜂 The service level–demand sensitivity coefficient
𝜕 2 𝜋𝑚1 (𝑤) 2𝑀𝑏2
𝜃𝑚 Misreport factor of the manufacturer = . (12)
𝜆 Fairness concern factor of the retailer 𝜕𝑤2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀
𝑐 Unit true producing cost of manufacturer 2
𝑐𝑚 Unit misreporting production cost of manufacturer When 𝑀 > 𝜃2𝑏 , the optimal wholesale price decided by the manu-
𝐷 The market demand/the order quantity of retailer facturer is Eq. (13),
𝑀 The investment cost coefficient of service level
The profit of the retailer 𝑎 + 𝑏𝑐
𝜋𝑟 𝑤*1 = . (13)
𝜋𝑚 The publicly disclosed profit of the manufacturer 2𝑏
𝜋𝑚−𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 The actual profit of the manufacturer
Substituting Eq. (13) into Eqs. (8) and (9), the optimal decisions of
Decision variables retailer can be derived, which are given by Eqs. (14)–(15).
𝑝 Unit selling price of retailer ( 2 )
𝜙 The service level of retailer provided to consumers 𝜂 − 𝑏𝑀 (𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀
𝑝*1 = ( ) , (14)
𝑤 The wholesale price of manufacturer 2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀
(𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂
𝜙*1 = ( ). (15)
2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀
their respective profits. In model NN, retailers and manufacturers are
faced with the following questions: Substitute Eqs. (13)–(15) into Eqs. (1)–(2), we can get the profits of
1 retailer and manufacturer, which are shown by Eqs. (16)–(17).
𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙) = (𝑝 − 𝑤) (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙) − 𝑀𝜙2 , (1)
2
𝑀(𝑏𝑐 − 𝑎)2
𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙) = ( ), (16)
𝜋𝑚1 (𝑤) = (𝑤 − 𝑐) (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙) . (2) 8 2𝑏𝑀 − 𝜂 2
Wherein, according to Shu, Qu, and Wu (2020), the service cost of 𝑀(𝑏𝑐 − 𝑎)2
𝜋𝑚1 (𝑤) = ( ). (17)
the retailer can be expressed as 12 𝑀𝜙2 , denoted as effort cost. Since the 4 2𝑏𝑀 − 𝜂 2
operating parameters of all participants are public, the manufacturer
knows the retailer’s optimal price decision function and optimal service By comparing Eqs. (16) and (17), it can be found that in model NN,
level decision function when making decisions on wholesale prices. the manufacturer always gains twice the profit of the retailer.
Using the backward induction, based on Eqs. (1)–(2), the manufacturer
decides the optimal wholesale price, and then the retailer decides the 3.3. Model with misreport cost: MN model
retail price and service level based on the wholesale price given by the
manufacturer. In this situation, misreporting behavior of the manufacturer is con-
Due to the calculation process is simple, detailed calculation process sidered, denoted as MN model. Due to information asymmetry, the
can refer to the literature (Shu et al., 2020). Firstly, for retailer, retailer does not know the manufacturer exaggerates its own produc-
according to Eq. (1), the calculation process is as follows. tion cost and make decisions based on the wholesale price set by
𝜕𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙) the manufacturer. At this time, the manufacturer’s publicly disclosed
= (𝑎 + 𝜂𝜙) + 𝑏𝑤 − 2𝑏𝑝, (3)
𝜕𝑝 profit function changes to Eq. (18). In keeping with its misreporting
𝜕𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙) behavior, the manufacturer uses this publicly disclosed profit function
= 𝜂 (𝑝 − 𝑤) − 𝑀𝜙, (4) to determine its wholesale price. The profit function of retailer is
𝜕𝜙
Eq. (19), which is the same as Eq. (1).
𝜕 2 𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙)
= −2𝑏, (5) 𝜋𝑚2 (𝑤) = (𝑤 − 𝑐𝑚 )(𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙), (18)
𝜕𝑝2
𝜕 2 𝜋𝑟1 (𝑝, 𝜙)
= −𝑀, (6) 1
𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙) = (𝑝 − 𝑤) (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙) − 𝑀𝜙2 . (19)
𝜕𝜙2 2

4
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

Similar to NN Model, it is solved by backward induction. First, for 3.4. Model with fairness concern: NF model
retailers, according to Eq. (19), the calculation process is as follows:
In this model, the retailer pays considerable attention to the income
𝜕𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)
= (𝑎 + 𝜂𝜙) + 𝑏𝑤 − 2𝑏𝑝, distribution in supply chain. It focuses on the income gap between
𝜕𝑝 itself and manufacturer, denoted as NF model. According to Fehr
and Schmidt (1999), fairness concerning is modeled as self-centered
𝜕𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)
= 𝜂 (𝑝 − 𝑤) − 𝑀𝜙, inequality aversion, including disadvantageous inequality aversion and
𝜕𝜙 advantageous inequality aversion. In this paper, the manufacturer is
considered as the leader of the supply chain. Furthermore, it has been
𝜕 2 𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)
= −2𝑏, confirmed in the model NN that manufacturer’s profit is greater than
𝜕𝑝2 retailer’s. Hence, we only consider the situation with disadvantageous
inequality aversion, i.e., 𝜋𝑚 > 𝜋𝑟 .
𝜕 2 𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)
= −𝑀, Under this symmetric situation, the manufacturer reports its true
𝜕𝜙2 cost and knows retailer’s fairness concern behavior. Their profit func-
tions are respectively given by Eqs. (25)–(26).
𝜕 2 𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙) 𝜕 2 𝜋𝑟2 (𝑝, 𝜙)
= = 𝜂.
𝜕𝑝𝜕𝜙 𝜕𝜙𝜕𝑝 𝜋𝑚3 (𝑤) = (𝑤 − 𝑐) (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙) , (25)
2
When 𝑀 > 𝜃2𝑏 , we can derive Hessian matrix 𝐻2 is negative definite 1
𝜋𝑟3 (𝑝, 𝜙) = (𝑝 − 𝑤) (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙) −𝑀𝜙2 . (26)
matrix. Hence, the retailer’s profit function is convex. By making the 2
2
above first derivative conditions equal to 0, we can get when 𝑀 > 𝜃2𝑏 , Similar to the literature (Zheng, Liu, Li, & Huang, 2019), the utility
the optimal decisions of the retailer can be solved as follows: function of the fairness concerned retailer is given by Eq. (27).
( 2 )
𝜂 − 𝑏𝑀 𝑤 − 𝑀𝑎 𝑢3𝑟 = 𝜋𝑟3 − 𝜆(𝜋𝑚3 − 𝜋𝑟3 ). (27)
𝑝∗2 = ,
𝜂 2 − 2𝑏𝑀 Where 𝜆 ≥ 0 denotes the coefficient of fairness concern of the
retailer. When 𝜆 = 0, the retailer only focuses on its own profit Fehr
𝜂𝑏𝑤 − 𝜂𝑎
𝜙∗2 = . and Schmidt (1999), Zheng et al. (2019). Substitute Eqs. (25)–(26) into
𝜂 2 − 2𝑏𝑀
Eq. (27), we can get Eq. (28).
For the manufacturer, we substitute the above optimal decisions of 1
𝑢3𝑟 = (𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙)[(𝑝 − 𝑤) − 𝜆(2𝑤 − 𝑐 − 𝑝)] − (1 + 𝜆)𝑀𝜙2 . (28)
the retailer obtained into the expression of the manufacturer’s profit 2
function, then take the partial derivative of the decision variable 𝑤, For retailer, from Eq. (28),
and the following calculation process can be obtained:
𝜕𝑢3𝑟
( ) 𝑏𝑀 (𝑏𝑤 − 𝑎) = −2𝑏(1 + 𝜆)𝑝 + (𝑎 + 𝜙𝜂)(1 + 𝜆) − 𝑏𝑐𝜆 + 𝑏𝑤(2𝜆 + 1), (29)
𝜋𝑚2 (𝑤) = 𝑤 − 𝑐𝑚 , 𝜕𝑝
𝜂 2 − 2𝑏𝑀
𝜕 2 𝑢3𝑟
= − 2𝑏(1 + 𝜆), (30)
𝜕𝜋𝑚2 (𝑤) −𝑎𝑏𝑀 − 𝑐𝑚 𝑏2 𝑀 2𝑀𝑏2 𝑤 𝜕𝑝2
= + ,
𝜕𝑤 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 𝜕𝑢3𝑟
= −𝑀(1 + 𝜆)𝜙 + 𝑝𝜂(1 + 𝜆) + 𝑐𝜆𝜂 − 𝜂𝑤(1 + 2𝜆), (31)
𝜕𝜙
𝜕 2 𝜋𝑚2 (𝑤) 2𝑀𝑏2
= . 𝜕 2 𝑢3𝑟
𝜕𝑤2 2
𝜂 − 2𝑏𝑀 = − 𝑀(1 + 𝜆), (32)
𝜕𝜙2
𝜃2
When 𝑀 > 2𝑏
,
the optimal wholesale price decided by the manu- 𝜕 2 𝑢3𝑟 𝜕 2 𝑢3𝑟
facturer is Eq. (20), = = 𝜂(1 + 𝜆). (33)
𝜕𝑝𝜕𝜙 𝜕𝜙𝜕𝑝
𝑎 + 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 ) ( )
𝑤*2 = . (20) −2𝑏(1 + 𝜆) 𝜂(1 + 𝜆)
2𝑏 The hessian matrix is given by 𝐻 = .
𝜂(1 + 𝜆) −𝑀(1 + 𝜆)
2
Substituting Eq. (20) into Eqs. (18) and (19), the optimal decisions When 𝑀 > 𝜂2𝑏 , Eq. (28) is convex function. By setting the first-order
of retailer can be derived, which are given by Eqs. (21)–(22). conditions, Eq. (29) and (31), to zero and solve the equations, we can
𝜂 2 (𝑎 + 𝑏𝑐𝑚 ) − 𝑏𝑀(3𝑎 + 𝑏𝑐𝑚 ) obtain the optimal retailing price and service level.
𝑝*2 = ( ) , (21)
2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 (2𝜆 + 1)𝑤(𝜂 2 − 𝑏𝑀) − 𝑀𝑎(1 + 𝜆) + 𝑀𝑏𝑐𝜆 − 𝑐𝜆𝜂 2
𝑝*3 = , (34)
(1 + 𝜆)(𝜂 2 − 2𝑏𝑀)
(𝑏𝑐𝑚 − 𝑎)𝜂
𝜙*2 = , (22) 𝑏𝜂𝑤(2𝜆 + 1) − 𝑎𝜂(1 + 𝜆) − 𝑏𝑐𝜆𝜂
2(𝜂 2 − 2𝑏𝑀) 𝜙*3 = . (35)
(1 + 𝜆)(𝜂 2 − 2𝑏𝑀)
Substitute Eqs. (20)–(22) into Eq. (19), we can get the retailer’s For the manufacturer, substitute Eqs. (34)–(35) to Eq. (25), then set
profit under model MN, which is shown by Eq. (23). the first-order condition of the manufacturer’s profit to zero, we can
( )2 obtain the optimal wholesale price shown as Eq. (36).
2
𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐 1 + 𝜃𝑚 ]
𝜋𝑟 (𝑝, 𝜙) = ( ) . (23) 𝑎(𝜆 + 1) + 𝑏𝑐(3𝜆 + 1)
8 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 𝑤*3 = . (36)
2𝑏(2𝜆 + 1)
It is worth noting that the manufacturer’s real profit calculation Then substitute optimal wholesale price 𝑤∗ to Eqs. (34)–(35), opti-
formula is the same as Eq. (2), so the optimal strategies, i.e. Eqs. (20)– mal retailing price and service level are given by
(22), can be substituted into Eq. (2) to obtain the manufacturer’s actual
(𝜂 2 − 𝑏𝑀)(𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀
optimal profit, which is presented by Eq. (24). 𝑝*3 = , (37)
2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀)
( )
𝑀[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 − 1)][𝑎 − 𝑏𝑐 𝜃𝑚 + 1 ] (𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂
2
𝜋𝑚−𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 (𝑤) = ( ) . (24) 𝜙*3 = ( ). (38)
4 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀

5
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

Table 2
Optimal solutions and profits under four models.
Model NN Model MN Model NF Model MF
( 2 )
𝜂 − 𝑏𝑀 (𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀 (𝜂 2 − 𝑏𝑀)[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)] − 2𝑎𝑏𝑀 2
(𝜂 − 𝑏𝑀)(𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀 (𝜂 2 − 𝑏𝑀)[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)] − 2𝑎𝑏𝑀
𝑝∗ ( ) ( )
2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀) 2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀)
(𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂 [𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 ) − 𝑎]𝜂 (𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂 𝜂[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)]
𝜙∗ ( ) ( )
2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 2(𝜂 2 − 2𝑏𝑀) 2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀 2(2𝑏𝑀 − 𝜂 2 )
𝑎 + 𝑏𝑐 𝑎 + 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 ) 𝑎(𝜆 + 1) + 𝑏𝑐(3𝜆 + 1) 𝑎(𝜆 + 1) + 3𝜆𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)
𝑤∗
2𝑏 2𝑏 2𝑏(2𝜆 + 1) 2𝑏(2𝜆 + 1)
( )
𝑀(𝑏𝑐 − 𝑎)2 𝑀[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 − 1)][𝑎 − 𝑏𝑐 1 + 𝜃𝑚 ] 𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆 + 1) 𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)][𝑎 − 2𝑏𝑐 + 𝑎𝜆 − 𝑏𝑐𝜆 + 3𝜃𝑚 𝑏𝑐𝜆]
𝜋𝑚−𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 ( ) ( )
4 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 4 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 4(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) 4(2𝜆 + 1)(2𝑏𝑀 − 𝜂 2 )
( )2
𝑀(𝑏𝑐 − 𝑎)2 𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐 1 + 𝜃𝑚 ] 𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (4𝜆 + 1) 𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 )][𝑎(4𝜆 + 1) + (1 + 𝜃𝑚 )(1 − 4𝜆)𝑏𝑐]
𝜋𝑟 ( ) ( )
8 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 8 2𝑏𝑀 − 𝜂 2 8(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) 8(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 )
𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆 + 1) 𝑀(𝜆 + 1)[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)]2
𝑢𝑟 / /
8(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) 8(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 )

Substitute optimal solutions into Eqs. (25)–(27), optimal actual 4. Comparative analysis
profits of players and utility of retailer can be presented by
In this section, by comparing optimal strategies and profits of four
𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆 + 1)
𝜋𝑚3 = , (39) models in Section 3, Propositions 1–4 can be drawn. As for NF model
4(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) and MF model, we only consider the utility of the retailer for it concerns
𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (4𝜆 + 1) fairness rather than the profit.
𝜋𝑟3 = , (40)
8(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 )
Proposition 1.
𝑀(𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆 + 1) (1)When 0 < 𝜆 ≤ 1,
𝑢3𝑟 = . (41)
8(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) 1
(𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 0 < 𝜃𝑚 < , 𝑤* < 𝑤*3 < 𝑤*1 < 𝑤*2 .
3𝜆 4
1 (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 *
3.5. Model with misreport cost and fairness concerns: MF model (𝑖𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 < 𝜃𝑚 < , 𝑤3 < 𝑤*4 < 𝑤*1 < 𝑤*2 .
3𝜆 3𝜆𝑏𝑐
(𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 *
(𝑖𝑖𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 𝜃𝑚 > , 𝑤3 < 𝑤*1 < 𝑤*4 < 𝑤*2 .
In this model, manufacturer’s misreport cost and retailer’s fairness 3𝜆𝑏𝑐
concern are considered simultaneously, denoted as MF model. Under (2)When 𝜆 > 1,
this asymmetric situation, the manufacturer misreports its own cost 1
information, but other information, including retailer’s fairness concern (𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 0 < 𝜃𝑚 < , 𝑤* < 𝑤*3 < 𝑤*1 < 𝑤*2 .
3𝜆 4
factor, is public. The problems of players are given by 1 (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 *
(𝑖𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 < 𝜃𝑚 < , 𝑤3 < 𝑤*4 < 𝑤*1 < 𝑤*2 .
3𝜆 3𝜆𝑏𝑐
𝜋𝑚4 (𝑤) = (𝑤 − 𝑐𝑚 )(𝑎 − 𝑏𝑝 + 𝜂𝜙), (42) (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 *
(𝑖𝑖𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 < 𝜃𝑚 < , 𝑤3 < 𝑤*1 < 𝑤*4 < 𝑤*2 .
3𝜆𝑏𝑐 (𝜆 − 1)𝑏𝑐
(𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 *
1
𝑢4𝑟 = (1+𝜆)[(𝑎+𝜂𝜙)𝑝−𝑏𝑝2 −𝑤(𝑎+𝜂𝜙)+𝑏𝑤𝑝− 𝑀𝜙2 ]−𝜆(𝑤−𝑐𝑚 )(𝑎−𝑏𝑝+𝜂𝜙). (𝑖𝑣). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 𝜃𝑚 > , 𝑤3 < 𝑤*1 < 𝑤*2 < 𝑤*4 .
2 (𝜆 − 1)𝑏𝑐
(43) We first analyze the manufacturer’s wholesale price decision. One
may except that the optimal wholesale price under the manufacturer’s
Based on the calculations similar to those in the subSections 3.3 and misreport behavior is always higher than that under the manufacturer’s
3.4, optimal solutions of both players in MF model can be given by true report behavior because of profit competition. Inequation 𝑤∗1 <
𝑎(𝜆 + 1) + 3𝜆𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1) 𝑤∗2 in Proposition 1 does explain that the influence of manufacturer’s
𝑤*4 = , (44) misreport on decision making. It means that when the retailer is
2𝑏(2𝜆 + 1)
fair-neutral, the manufacturer will set a high price with misreporting
(𝜂 2 − 𝑏𝑀)(𝑎 + 𝑏𝑐𝑚 ) − 2𝑎𝑏𝑀 behavior. But when the retailer concerns fairness, the results change
𝑝*4 = , (45) a lot. Firstly, when 0 < 𝜃𝑚 < 3𝜆 1
, the manufacturer will set a lowest
2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀)
wholesale price under MF model than those under NN, MN and NF
𝜂(𝑎 − 𝑏𝑐𝑚 ) models. It is telling that, in combination with the retailer’s fairness
𝜙*4 = . (46)
2(2𝑏𝑀 − 𝜂 2 ) concern, a slight degree of misreporting behavior makes the manufac-
1
turer decide on the lowest wholesale price. Secondly, when 3𝜆 < 𝜃𝑚 <
Substitute optimal solutions into Eqs. (25) and (43). Then actual (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
profits of players and utility of retailer can be presented by Eqs. (47)– 3𝜆𝑏𝑐
, the optimal wholesale prices under four models satisfy the
(49). The optimal solutions and corresponding actual profits of players inequation 𝑤*3 < 𝑤*4 < 𝑤*1 < 𝑤*2 . It shows that when the misreporting
under four models are presented in Table 2. factor increases to a certain extent, the manufacturer’s wholesale price
decision under retailer’s fairness concern is higher than that under
4 𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)][𝑎 − 2𝑏𝑐 + 𝑎𝜆 − 𝑏𝑐𝜆 + 3𝜃𝑚 𝑏𝑐𝜆] retailer’s fair-neutral behavior, but lower than that under both players’
𝜋𝑚−𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 = , (47)
4(2𝜆 + 1)(2𝑏𝑀 − 𝜂 2 ) rational decisions. Thirdly, when 𝜃𝑚 > (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
, it can be divided into
three cases. When 0 < 𝜆 ≤ 1, the wholesale prices satisfy the inequation
𝑀[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)][𝑎(4𝜆 + 1) + (1 + 𝜃𝑚 )(1 − 4𝜆)𝑏𝑐]
𝜋𝑟4 = , (48) 𝑤*3 < 𝑤*1 < 𝑤*4 < 𝑤*2 . When 𝜆 > 1, (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 < 𝜃𝑚 < (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 , the
8(2𝜆 + 1)(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) 3𝜆𝑏𝑐<𝜃 𝑚 (𝜆−1)𝑏𝑐
inequation 𝑤*3 < 𝑤*1 < 𝑤*4 < 𝑤*2 holds. In both cases, at this point the
𝑀(𝜆 + 1)[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)]2 retailer’s fairness concern is low or the manufacturer’s cost misreport
𝑢4𝑟 = . (49)
8(2𝑀𝑏 − 𝜂 2 ) is low. When 𝜆 > 1, 𝜃𝑚 > (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
, the inequation 𝑤*3 < 𝑤*1 < 𝑤*2 < 𝑤*4
holds. In this case, when both manufacturer and retailer’s irrational

6
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

behavior factors are larger, manufacturer’s wholesale price decision is

the highest under MF model compared to the others. Note that the size
relationship between the three thresholds of 𝜃𝑚 has been proved in the
Appendix.

Proposition 2. 𝑝∗1 = 𝑝∗3 < 𝑝∗2 = 𝑝∗4 .

Proposition 2 presents the optimal retailing prices under NN, NF,

MN, MF model satisfy 𝑝∗1 = 𝑝∗3 < 𝑝∗2 = 𝑝∗4 . When the manufac-
turer misreports cost, the retailing prices are always bigger than those
under the models that the manufacturer reports cost truly, whatever
the retailer concerns fairness or not. On the other hand, when the
manufacturer reports its production cost truly, the fairness concerned
retailer will make retailing price decision consistent with its fair-neutral
decision. The similar thing happens. When the manufacturer misreports
its cost, the optimal retailing prices are equal when the retailer concerns
fairness or not. In another word, the retailer’s fairness concern has no
impact on its’ price decision.
Fig. 2. The comparison of 𝑝 and 𝜙 under four models.
Proposition 3. 𝜙∗1 = 𝜙∗3 > 𝜙∗2 = 𝜙∗4 .

Proposition 3 is similar to Proposition 2 and presents that service

levels under NN, NF, MN, MF model satisfy 𝜙∗1 = 𝜙∗3 > 𝜙∗2 = 𝜙∗4 .
The difference is when the manufacturer misreports cost, service levels
are always smaller than those under the models that the manufacturer
reports cost truly. In combination with Propositions 2 and 3, an inter-
esting finding is that the retailer’s fairness concern has no impact on
its’ optimal decisions. Then we can get some propositions by comparing
profits under four models.
Proposition 4.
(𝑖). 𝜋𝑚3 < 𝜋𝑚4 < 𝜋𝑚2 < 𝜋𝑚1 .
1 4
(𝑖𝑖). 𝑊 ℎ𝑒𝑛 𝜃𝑚 ≤ , 𝜋 > 𝜋𝑟3 > 𝜋𝑟1 > 𝜋𝑟2 .
4𝜆 𝑟
1 3
𝑊 ℎ𝑒𝑛 𝜃𝑚 > , 𝜋 > 𝜋𝑟4 > 𝜋𝑟1 > 𝜋𝑟2 .
4𝜆 𝑟
(𝑖𝑖𝑖). 𝑢3𝑟 > 𝑢4𝑟 .
From Proposition 4, profit of the manufacturer under NN model
is always the biggest among four models, profit under MN model is
the second, profit under MF model is the third while profit under NF
model is always the smallest. Obviously, this phenomenon is due to
the impacts of misreport behavior and fairness concern upon the chain.
When the retailer is fairness-neutral, the manufacturer’s profit will
decrease if it misreports its own production cost. When the retailer con-
cerns fairness, the manufacturer’s misreport behavior will help increase
its own profit. In addition, when the manufacturer reports the cost
truly, retailer’s fairness concern behavior will lead to the decreasing
of the manufacturer’s profit. We give specific analysis in the numerical
analysis section.
As for the profit comparison of retailer under four models, due to
manufacturer’s misreport behavior and retailer’s fairness concern, when
1
𝜃𝑚 ≤ 4𝜆 , the inequation 𝜋𝑟4 > 𝜋𝑟3 > 𝜋𝑟1 > 𝜋𝑟2 is always true; when
1
𝜃𝑚 > 4𝜆 , the inequation 𝜋𝑟3 > 𝜋𝑟4 > 𝜋𝑟1 > 𝜋𝑟2 is always true. When
1
the manufacturer slightly misreported the cost, if 𝜃𝑚 ≤ 4𝜆 , the profit
of the fair-neutral retailer is lower than that when the manufacturer
truly reported the cost. When the manufacturer highly misreported the
1
cost, if 𝜃𝑚 > 4𝜆 , the opposite is true. In other word, to some extent,
fairness concern behavior can help the retailer resist the loss of prof-
its caused by manufacturer’s misreporting. From another perspective,
while the retailer is fairness neutral, if the manufacturer misreport cost,
profits will fall for both of them. While retailer concerns fairness, the
manufacturer’s minor misreport behavior will lead to increase retailer’s
actual profit.
As for utility comparison between MN model and MF model, the
inequation 𝑢3𝑟 > 𝑢4𝑟 is always true. It is worth noting that if the retailer
is concerned with fairness, when the manufacturer misreports, value
of the retailer’s utility function grows higher when the manufacturer
truly reports the cost, but in fact the retailer gains more profit than
when the manufacturer truly reports the cost. On the whole, retailer’
fairness concern behavior will make itself gain more profit.
In brief, something can be concluded from Propositions 1–4. For
the retailer, whether it concerns fairness or not has no impact on its
own optimal decision, i.e. its optimal retailing price and service level
remain unchanged. But the manufacturer’s misreport behavior greatly
affects retailer’s decision, resulting in the decrease of retailing price
while service level and profit/utility get increased. Nevertheless, the
retailer’s fairness concern behavior and the manufacturer’s misreport
behavior have an opposite effect on the manufacturer’s profit.
5. Numerical analysis
In this section, we investigate the impacts of misreport behavior
and fairness concern upon player’s decisions by comparative analy-
ses and numerical studies. To conduct this numerical analysis, with
reference to the setting of the remaining parameters in the relevant
literature (Mondal & Giri, 2020; Qian et al., 2020; Qin & Shao, 2019;
Wang et al., 2019), we assume the values of the parameters are 𝑎 =
500, 𝑏 = 0.5, 𝜂 = 0.5, 𝑐 = 4, 𝑀 = 1000, 𝜆 = 2 , where the values
2
are realistic and satisfy Assumption 3 and the inequation 𝑀 > 𝜂2𝑏 .
Noting that in Proposition 1, it can be shown that the results of (1)(i–
ii) are the same as that of (2)(i–ii), obviously the situation 𝜆 > 1 is
more complicated than the situation 0 < 𝜆 ≤ 1. Hence the situation
𝜆 > 1 is chosen for analysis. We first demonstrate the impact of two
behavior factors on retailing price 𝑝 and service level 𝜙 of the retailer
in Fig. 2. We observe an interesting result that the misreport factor
exhibits an increasing effect on the retailing price but a decreasing
effect on the service level under models MN and MF. As for models NN
and NF, retailing price and service level keep unchanged. This result is
consistent with Propositions 2 and 3.
Before giving the comparison of the wholesale price, we first calcu-
late four thresholds of 𝜃𝑚 in Propositions 1 and 4, as shown in Table 3.
Then Fig. 3 presents the comparison of four wholesale prices under
different ranges of misreport factor. In Fig. 3, an interesting result is
that the size comparison relations in four ranges are different, which
accords with Proposition 1. Although when 𝜃𝑚 ≤ 0.1667, the differences
between 𝑤1 and 𝑤2 , and between 𝑤3 and 𝑤4 , are subtle. As for the
manufacturer, it should be aware of the impact of different degrees of
misreporting it takes on its optimal decision.
Then, we discuss the impact of behavior factors on the players’
profits and utilities. Fig. 4 presents that 𝜋𝑟1 is always bigger than

7
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

Fig. 3. The comparison of the manufacturer’s optimal wholesale price under four models.

Fig. 4. The comparison of the retailer’s profit/utility under four models.

Table 3 negatively correlated with misreporting factor. As for retailer’s utilities,

The values of 𝜃𝑚 when 𝑎 = 500, 𝑏 = 0.5, 𝑐 = 4, 𝜆 = 2.
𝑢3𝑟 and 𝑢4𝑟 , they are always content with 𝑢4𝑟 ≤ 𝑢3𝑟 under the influence of
1 1 (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐 (𝑎 − 𝑏𝑐)𝜆 + 𝑏𝑐
4𝜆 3𝜆 3𝜆𝑏𝑐 (𝜆 − 1)𝑏𝑐 the manufacturer’s misreport behavior, and retailer’s utility in model
𝜃𝑚 0.125 0.1667 83.1667 499 MF decreases as 𝜃𝑚 increases. Fig. 5 shows that 𝜋𝑚3 < 𝜋𝑚4 < 𝜋𝑚2 < 𝜋𝑚1 no
matter what the value of 𝜃𝑚 is. The results are consistent with Proposi-
tion 4. It should be noted that in reality, manufacturers generally do not
overstate the cost exaggeratively, and the range of values in the figure
𝜋𝑟2 , which means the manufacturer’s misreport behavior affects the is just to make the result more intuitive. Comparing the possible six
retailer’s profit to some extent, and retailer’s profit in model MN is pairs of the models, which consist of model NN and NF, model NN and

8
S. Qu et al.
Fig. 5. The comparison of the manufacturer’s profit under four models.
MN, model NN and MF, model NF and MN, model NF and MF, model
MN and MF, we can find that whether the manufacturer reports its own
true cost or not, the retailer’s concerns about fairness can lead to lower
profits for manufacturers whatever 𝜃𝑚 is. When the retailer concerns
fairness, the manufacturer’s misreport behavior will help increase its
own profit. When the retailer is fairness-neutral, the manufacturer’s
profit will decrease if it misreports its own production cost. In short,
misreport behavior of the manufacturer and fairness concern of retailer
will both reduce manufacturer’s profit.
6. Extension
In this section, we derive one-to-one supply chain model to one-
to-many supply chain model, which will be more in line with real
complex and competition life. In short, a supply chain system concluded
one manufacturer and multi-retailers is structured in the following
article. There are price and service differentiation among these com-
peting retailers. The structure of general supply chain is shown as
Fig. 6. It is worth noting that in addition to the six assumptions set
out in Section 3.1, this section proposes the following two necessary
assumptions.
Assumption 6. Assume that the basic demand, price–demand sensitiv-
ity coefficients and service level–demand sensitivity coefficients in all
retail channels are the same.
Assumption 7. Assume that each retail channel is independent, that is,
the cross influence between retail channels is not considered.
In this situation, misreport behavior of the manufacturer and fair-
ness concerns of retailers are considered. The public disclosed profit
functions of the manufacturer and retailer, the utility function of re-
tailer in each channel are presented in Eqs. (50)–(52). The actual profit
of the manufacturer is given by Eq. (53). For the sake of simplicity,
basic demands, price–demand sensitivity coefficients and service level–
demand sensitivity coefficients in all channels are assumed to be the
same.
∑
𝐼
𝜋𝑚 = (𝑤𝑖 − 𝑐𝑚 )(𝑎 − 𝑏𝑝𝑖 + 𝜂𝜙𝑖 ) , (50)
𝑖=1
1 Consequently, the manufacturer and the retailer have different price
𝜋𝑟𝑖 = (𝑝𝑖 − 𝑤𝑖 )(𝑎 − 𝑏𝑝𝑖 + 𝜂𝜙𝑖 ) − 𝑀𝜙2 , (51)
2 𝑖 𝑖
1
𝑢𝑟𝑖 = (1+𝜆𝑖 )[(𝑎−𝑏𝑝𝑖 +𝜂𝜙𝑖 )(𝑝𝑖 −𝑤𝑖 )− 𝑀𝑖 𝜙𝑖 2 ]−𝜆𝑖 (𝑤𝑖 −𝑐𝑚 )(𝑎−𝑏𝑝𝑖 +𝜂𝜙𝑖 ), (52)
2
9
Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759
Fig. 6. The structure of general supply chain.
∑
𝐼
𝜋𝑚−𝑎𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 = (𝑤𝑖 − 𝑐)(𝑎 − 𝑏𝑝𝑖 + 𝜂𝜙𝑖 ). (53)
𝑖=1
The multi-retailers’ total profit and utility are shown in Eqs. (54)–
(55).
∑
𝐼 ∑
𝐼
1
𝜋𝑟 = 𝜋𝑟𝑖 = [(𝑝𝑖 − 𝑤)(𝑎𝑖 − 𝑏𝑖 𝑝𝑖 + 𝜂𝑖 𝜙𝑖 ) − 𝑀 𝜙 2 ], (54)
𝑖=1 𝑖=1
2 𝑖 𝑖
∑
𝐼
1
𝑢𝑟 = {(1+𝜆𝑖 )[(𝑎−𝑏𝑝𝑖 +𝜂𝜙𝑖 )(𝑝𝑖 −𝑤𝑖 )− 𝑀𝑖 𝜙𝑖 2 ]−𝜆𝑖 (𝑤𝑖 −𝑐𝑚 )(𝑎−𝑏𝑝𝑖 +𝜂𝜙𝑖 )}.
𝑖=1
2
(55)
It is worth noting that when 𝜃𝑚 = 0, or 𝜆𝑖 = 0, or both 𝜃𝑚 and
𝜆𝑖 are 0, the corresponding profit expressions or utility expressions
corresponds to MN model, NF model and NN model in Section 3
respectively. According to Assumption 7, the optimal retailing price
and service level in each channel can be solved using the solution
process similar to the previous sections. So the calculation process
is omitted. The optimal strategies in general situation are shown in
Table 4. From Table 4, we can see the optimal solutions are similar
to these in Table 2. Likewise, Propositions 1–4 are true in general
situation, i.e. in one-to-many supply chain.
7. Conclusion and discussion
In retrospect, retailing industry has developed significantly because
retailers generally restock from the same large plant since they actively
searching for supplier with sufficient supply and excellent quality.
In reality, the player has the motivations of misreporting cost and
concerning fairness. As the leader, the manufacturer has great incentive
to misreport its own production cost in order to obtain more profits,
which causes the case with asymmetric information. As the follower,
the retailer may concern the fairness. The issue of misreport behavior
and fairness concern has become an important research topic.
We propose four decision models for supply chain: a decision-
making model without behaviors (NN), a decision-making model with
manufacturer misreport behavior (MN), a decision-making model with
retailer fairness concerns (NF), and a decision-making model with both
behaviors (MF). This paper deeply discusses the effects of symmetric
fairness concern and asymmetric misreport behavior information on the
supply chain. In addition, in the extension part, we extend to the one-to-
many supply chain model and further prove the validity and correctness
of the obtained results in the one-to-one supply chain model.
and service level decisions in different models, which bring diverse
players’ profits. The manufacturer, as the chain leader, is verified to
be able to get more profit by reporting true production cost when
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

Table 4
Optimal solutions and profits under four models.
Model NN Model MN Model NF Model MF
( 2 )
𝜂 − 𝑏𝑀𝑖 (𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀𝑖 (𝜂 2 − 𝑏𝑀𝑖 )[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)] − 2𝑎𝑏𝑀𝑖 (𝜂 2 − 𝑏𝑀𝑖 )(𝑎 + 𝑏𝑐) − 2𝑎𝑏𝑀𝑖 (𝜂 2 − 𝑏𝑀𝑖 )[𝑎 + 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)] − 2𝑎𝑏𝑀𝑖
𝑝∗𝑖 ( ) ( )
2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 2𝑏 𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 ) 2𝑏(𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 )
(𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂 [𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 ) − 𝑎]𝜂 (𝑏𝑐 − 𝑎) 𝜂 𝜂[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)]
𝜙𝑖 ∗ ( ) ( )
2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 2(𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 ) 2 𝜂 2 − 2𝑏𝑀𝑖 2(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 )
𝑎 + 𝑏𝑐 𝑎 + 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 ) 𝑎(𝜆𝑖 + 1) + 𝑏𝑐(3𝜆𝑖 + 1) 𝑎(𝜆𝑖 + 1) + 3𝜆𝑖 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)
𝑤∗𝑖
2𝑏 2𝑏 2𝑏(2𝜆𝑖 + 1) 2𝑏(2𝜆𝑖 + 1)
( ) ( )
∑𝐼
𝑀𝑖 (𝑏𝑐 − 𝑎)2 ∑𝐼
𝑀𝑖 [𝑎 + 𝑏𝑐 𝜃𝑚 − 1 ][𝑎 − 𝑏𝑐 𝜃𝑚 +1 ] ∑
𝐼
𝑀𝑖 (𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆 + 1) ∑𝐼
𝑀𝑖 [𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)][𝑎 − 2𝑏𝑐 + 𝑎𝜆𝑖 − 𝑏𝑐𝜆𝑖 + 3𝜃𝑚 𝑏𝑐𝜆𝑖 ]
𝜋𝑚 ( ) ( )
𝑖=1 4 2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 𝑖=1 4 2𝑏𝑀𝑖 − 𝜃 2 𝑖=1
4(2𝜆𝑖 + 1)(2𝑀𝑖 𝑏 − 𝜂 2 ) 𝑖=1
4(2𝜆𝑖 + 1)(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 )
( )2 ( )
∑𝐼
𝑀𝑖 (𝑎 − 𝑏𝑐)2 ∑𝐼
𝑀𝑖 [𝑎 − 𝑏𝑐 1 + 𝜃𝑚 ] ∑𝐼
𝑀𝑖 (𝑎 − 𝑏𝑐)2 (4𝜆𝑖 + 1) ∑𝐼
𝑀𝑖 [𝑎 − 𝑏𝑐 1 + 𝜃𝑚 ][𝑎(4𝜆𝑖 + 1) + (1 + 𝜃𝑚 )(1 − 4𝜆𝑖 )𝑏𝑐]
𝜋𝑟 ( ) ( ) ( ) ( )
𝑖=1 8 2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 𝑖=1 8 2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 𝑖=1 8 2𝜆𝑖 + 1)(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 𝑖=1 8 2𝜆𝑖 + 1)(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2
∑𝐼
𝑀𝑖 (𝑎 − 𝑏𝑐)2 (𝜆𝑖 + 1) 𝑀𝑖 (𝜆𝑖 + 1)[𝑎 − 𝑏𝑐(𝜃𝑚 + 1)]2
𝑢𝑟 / /
𝑖=1
8(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 ) 8(2𝑏𝑀𝑖 − 𝜂 2 )

the retailer is fairness-neutral, while the manufacturer will get more Appendix
profit with misreporting cost when the retailer concerns fairness. From
another perspective, whether the manufacturer reports true cost or not,
if the retailer concerns fairness, it will lead to the profit reduction
A.1. Proof of Proposition 1
of the manufacturer. In other words, the retailer’s fairness concern
behavior dampens manufacturer profit. For the real enterprise, if it is
observed that the downstream enterprise concerns fairness, such as the Proof. According to 𝜃𝑚 > 0 in MN model, 𝑤∗1 < 𝑤∗2 can be proved.
case of the downstream enterprise canceling cooperation due to unfair 𝑤*1 (𝑎+𝑏𝑐)(2𝜆+1) (𝑎+𝑏𝑐)(𝜆+1)+𝜆𝑏𝑐+𝜆𝑎
From = 𝑎(𝜆+1)+𝑏𝑐(3𝜆+1) = > 1, 𝑤*1 > 𝑤*3 can be
profit distribution, the upstream enterprise can achieve the purpose of 𝑤*3 (𝑎+𝑏𝑐)(𝜆+1)+𝜆𝑏𝑐+𝜆𝑏𝑐
improving profits by appropriately misreporting cost. derived.
𝑐𝜃𝑚
(𝑏𝑐−𝑎)𝜆
Furthermore, an interesting finding is that the retailer’s fairness con- Let 𝑤*3 − 𝑤*2 = 2𝑏(2𝜆+1)2
−. According to the assumption𝑎 ≫ 𝑏, 𝑐,
cern behavior has no influences on the retailer’s price and service level 𝑎 > 𝑏𝑐 can be derived. Then 𝑤*3 < 𝑤*2 can be derived.
3𝜆𝑏𝑐𝜃𝑚 +𝜆𝑏𝑐−𝑎𝜆−𝑏𝑐
decisions. The manufacturer will adjust its wholesale price decision Let 𝑤*4 − 𝑤*1 = 2𝑏(2𝜆+1)
< 0, 𝜃𝑚 < (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
can be derived.
to help get more profit when it knows the retailer concerns fairness. * * 3𝜆𝑏𝑐𝜃𝑚 +𝜆𝑏𝑐−𝑎𝜆−𝑏𝑐 (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
Let 𝑤4 − 𝑤1 = > 0, 𝜃𝑚 > can be derived. It
Our results suggest that, to some extent, fairness concern behavior can 2𝑏(2𝜆+1) 3𝜆𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐𝜃𝑚 +𝜆𝑏𝑐−𝑎𝜆−𝑏𝑐
help the retailer resist the loss of profits caused by manufacturer’s can be further deduced that, when 2𝑏(2𝜆+1)
< 0, 𝑤*4 < 𝑤*1 . When
3𝜆𝑏𝑐𝜃𝑚 +𝜆𝑏𝑐−𝑎𝜆−𝑏𝑐 * *
minor misreporting. For real retailer, if it is observed that the upstream > 0, 𝑤4 > 𝑤1 .
2𝑏(2𝜆+1)
enterprise is likely to misreport cost, as reported in the news in the For 𝑤*4 − 𝑤*2 =
(𝜆−1)𝑏𝑐(𝜃𝑚 +1)−𝑎𝜆
, when 0 < 𝜆 ≤ 1, 𝑤*4 < 𝑤*2 can be
past, the retailer can pay attention to the allocation fairness to face 2𝑏(2𝜆+1)
(𝜆−1)𝑏𝑐(𝜃𝑚 +1)−𝑎𝜆
misreporting behavior. derived. When 𝜆 > 1, let 𝑤*4 − 𝑤*2 = 2𝑏(2𝜆+1)
< 0, 𝜃𝑚 < (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
* * (𝜆−1)𝑏𝑐(𝜃𝑚 +1)−𝑎𝜆 (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
This research can be extended in several directions. First, a more re- can be derived. Let 𝑤4 − 𝑤2 = 2𝑏(2𝜆+1)
> 0, 𝜃𝑚 > (𝜆−1)𝑏𝑐
can be
alistic supply chain structure with multi manufacturers, multi retailers derived. It can be further deduced that, when 𝜆 > 1, if 𝜃𝑚 < (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 (𝜆−1)𝑏𝑐
,
or multi channels can be studied. Second, it is significative to consider
𝑤*4 < 𝑤*2 . If 𝜃𝑚 > (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
, 𝑤 * > 𝑤* .
4 2
the uncertain demand. These issues are great for further study.
𝑤* 𝑎(𝜆+1)+𝑏𝑐(3𝜆+1) 1
Let *3 = 𝑎(𝜆+1)+3𝜆𝑏𝑐(𝜃 +1)
> 1, 𝜃𝑚 < 3𝜆 can be derived.
𝑤 4 𝑚
CRediT authorship contribution statement 𝑤*3 𝑎(𝜆+1)+𝑏𝑐(3𝜆+1) 1
Let = < 1, 𝜃𝑚 > can be derived. It can be
𝑤*4 𝑎(𝜆+1)+3𝜆𝑏𝑐(𝜃𝑚 +1) 3𝜆
Shaojian Qu: Supervision, Validation, Reviewing, Funding acqui- further deduced that, when 𝜃𝑚 < 1 * * 1
, 𝑤3 > 𝑤4 . When 𝜃𝑚 < 3𝜆 , 𝑤*3 < 𝑤*4 .
sition. Lingli Shu: Conceptualization, Formal analysis, Methodology, 3𝜆
Next, further compare the sizes relationship of the three thresholds
Writing – original draft. Jingyuan Yao: Software, Visualization, Re-
of A. Intuitively, 3𝜆 1
< (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 is always true. When 0 < 𝜆 ≤ 1,
viewing. (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
− (𝜆−1)𝑏𝑐 = [(𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐](−1−2𝜆)
(𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆(𝜆−1)𝑏𝑐
> 0. So, (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
> (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
.
Declaration of competing interest As for (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆𝑏𝑐
1
/ 3𝜆 𝑎
= ( 𝑏𝑐 − 1)𝜆 + 1, according to the assumption𝑎 ≫
(𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
𝑎
𝑏, 𝑐, ( 𝑏𝑐 − 1)𝜆 + 1 > 1, 3𝜆𝑏𝑐
1
> 3𝜆 can be derived. As for (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
−
The authors declare that they have no known competing finan- 2
1
= 3𝜆 (𝑎−𝑏𝑐)+2𝜆𝑏𝑐+𝑏𝑐 < 0, so (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 1
< 3𝜆 . Hence, when 0 < 𝜆 ≤ 1,
cial interests or personal relationships that could have appeared to 3𝜆
(𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
3𝜆(𝜆−1)𝑏𝑐
1 (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
influence the work reported in this paper. (𝜆−1)𝑏𝑐
< 3𝜆
< 3𝜆𝑏𝑐
.
When 𝜆 > 1, (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 3𝜆𝑏𝑐
− (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
(𝜆−1)𝑏𝑐
= [(𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐](−1−2𝜆)
3𝜆(𝜆−1)𝑏𝑐
< 0, so
Data availability (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
< (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
. Additionally, (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
> 1
. Hence, when 𝜆 > 1,
3𝜆𝑏𝑐 (𝜆−1)𝑏𝑐 3𝜆𝑏𝑐 3𝜆
1 (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐 (𝑎−𝑏𝑐)𝜆+𝑏𝑐
< < . □
No data was used for the research described in the article. 3𝜆 3𝜆𝑏𝑐 (𝜆−1)𝑏𝑐

Acknowledgments
A.2. Proof of Proposition 2
The work was supported by the National Natural Science Founda-
tion of China (72171123, 72171149), Shanghai Philosophy and Social Proof. By comparing the optimal retailing prices, we know that 𝑝∗1 =
Science Foundation of China (2020BGL010), National Major Social 𝑝∗3 , 𝑝∗2 = 𝑝∗4 .
Science Foundation of China (21ZDA105). The authors are grateful to 𝑝*1 (𝑏𝑀−𝜂 2 )(𝑎+𝑏𝑐)+2𝑎𝑏𝑀
the editor and anonymous reviewers for their suggestions in improving From = < 1, 𝑝∗1 < 𝑝∗2 can be derived. Then
𝑝*2 (𝑏𝑀−𝜂 2 )[𝑎+𝑏𝑐(𝜃𝑚 +1)]+2𝑎𝑏𝑀
the quality of the manuscript. Proposition 2 can be verified. □

10
S. Qu et al. Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759

A.3. Proof of Proposition 3 Kahneman, D., Knetsch, J. L., & Thaler, R. (1986). Fairness competition on profit
seeking entitlements in the market. American Economics Review, 76(4), 728–741.
Proof. By comparing the optimal retailing prices, we can know 𝜙∗1 = Li, X., Cui, X. Q., Li, Y. J., Xu, D. Q., & Xu, F. C. (2019). Optimisation of reverse
𝜙*1
supply chain with used-product collection effort under collector’s fairness concerns.
(𝑎−𝑏𝑐)𝜂 𝑎−𝑏𝑐
𝜙∗3 , 𝜙∗2 = 𝜙∗4 . From = = > 1, 𝜙∗1 > 𝜙∗2 can be International Journal of Production Research, http://dx.doi.org/10.1080/00207543.
𝜙*2 [𝑎−𝑏𝑐(1+𝜃𝑚 )]𝜂 𝑎−𝑏𝑐(1+𝜃𝑚 )
2019.1702229.
derived. Then Proposition 3 can be verified. □
Li, R. H., Liu, Y. P., Teng, J. T., & Tsao, Y. C. (2019). Optimal pricing, lot-sizing
and backordering decisions when a seller demands an advance-cash-credit payment
A.4. Proof of Proposition 4 scheme. European Journal of Operational Research, 278(1), 283–295.
Li, X. Y., & Zhu, Q. H. (2019). Contract design for enhancing green food material
Proof. By simple calculations, 𝜋𝑟1 > 𝜋𝑟2 and 𝑢3𝑟 > 𝑢4𝑟 can be derived. production effort with asymmetric supply cost information. Sustainability-Basel,
𝜋𝑟3 12(5), 2119. http://dx.doi.org/10.3390/su12052119.
From = 4𝜆+1 > 1, 𝜋𝑟3 > 𝜋𝑟1 can be derived. From 𝜋𝑟4 −
𝜋𝑟1 2𝜆+1 ( ) Liu, W. H., & Xie, D. (2013). Quality decision of the logistics service supply chain
𝑀(1−𝜏){2𝑎𝑏𝑐(1−4𝜆𝜃𝑚 )−𝑏2 𝑐 2 [ 𝜃𝑚 +2𝜃𝑚2 (1−4𝜆)−8𝜆]}
with service quality guarantee. International Journal of Production Research, 51(5),
𝜋𝑟3 = 8(2𝜆+1)(2𝑏𝑀−𝜃 ) 2 , when (1 − 4𝜆𝜃𝑚 ) ≥ 0,
1618–1634.
𝑏𝑐[𝜃𝑚 −4𝜆𝜃𝑚 +2𝜃𝑚2 −8𝜆𝜃 2 −8𝜆]
1
i.e. 𝜃𝑚 ≤ 4𝜆 , if 𝑎 ≥ 2(1−4𝜆𝜃𝑚 )
𝑚
, 𝜋𝑟4 > 𝜋𝑟3 can be derived. Ma, S. S., Lin, J., & Zhao, X. (2016). Online store discount strategy in the presence
2 −8𝜆𝜃 2 −8𝜆] of consumer loss aversion. International Journal of Production Economics, 171, 1–7.
1 𝑏𝑐[𝜃𝑚 −4𝜆𝜃𝑚 +2𝜃𝑚 𝑚
When (1 − 4𝜆𝜃𝑚 ) < 0, i.e. 𝜃𝑚 > 4𝜆 , if 𝑎 > 2(1−4𝜆𝜃𝑚 )
, http://dx.doi.org/10.1016/j.ijpe.2015.10.016.
4 3
𝜋𝑟 < 𝜋𝑟 can be derived. Causing of Assumption 3, the inequality Mondal, C., & Giri, B. C. (2020). Pricing and used product collection strategies in
2 −8𝜆𝜃 2 −8𝜆]
𝑏𝑐[𝜃𝑚 −4𝜆𝜃𝑚 +2𝜃𝑚 a two-period closed-loop supply chain under greening level and effort dependent
1
𝑎> 2(1−4𝜆𝜃𝑚 )
𝑚
must be true. Hence, when 𝜃𝑚 > 4𝜆 , 𝜋𝑟4 < 𝜋𝑟3 demand. Journal of Cleaner Production, 265, Article 121335. http://dx.doi.org/10.
1 4 3 1016/j.jclepro.2020.121335.
must be true, when 𝜃𝑚 < 4𝜆 , 𝜋𝑟 > 𝜋𝑟 must be true.
1 Nie, T. F., & Du, S. F. (2017). Dual-fairness supply chain with quantity discount
𝜋𝑚
As for the manufacturer’s actual profit comparison, 2 = contracts. European Journal of Operational Research, 258, 491–500. http://dx.doi.
𝜋𝑚
𝑎2 −2𝑎𝑏𝑐+𝑏2 𝑐 2 org/10.1016/j.ejor.2016.08.051.
> 1 because of −
2 −1) (𝜃𝑚2
− 1) < 1. Then > 𝜋𝑚1
can 𝜋𝑚2 Pankaj, D., Anurag, M., Sachin, K., & Ibrahim, K. (2020). A multiobjective optimization
𝑎2 −2𝑎𝑏𝑐−𝑏2 𝑐 2 (𝜃𝑚
be derived. 2 (2𝜆+1)−𝜆(𝑎−𝑏𝑐)2 ] √ model for sustainable reverse logistics in Indian e-commerce market. Journal of
𝑀[𝑏2 𝑐 2 𝜃𝑚
From 𝜋𝑚3 − 𝜋𝑚2 = 4(2𝜆+1)(2𝑀𝑏−𝜂 2 )
, if 𝑎 > 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 2𝜆+1 ) or Cleaner Production, 249, Article 119348. http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.
√ 𝜆
119348.
2𝜆+1 2 3
𝑎 < 𝑏𝑐(1 − 𝜃𝑚 ), 𝜋𝑚 > 𝜋𝑚 can be derived. Causing of Assumption 3, Qian, X. H., Chan, F., Zhang, J. H., Yin, M. Q., & Zhang, Q. Y. (2020). Channel
𝜆 √ coordination of a two-echelon sustainable supply chain with a fair-minded retailer
the inequality 𝑎 > 𝑏𝑐(1 + 𝜃𝑚 2𝜆+1 𝜆
) must be true, hence 𝜋𝑚2 > 𝜋𝑚3 must under cap-and-trade regulation. Journal of Cleaner Production, 244, Article 118715.
be true.
2 http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.118715.
𝜋𝑚 𝑎(2𝜆+1)+𝑏𝑐(2𝜆𝜃𝑚 −2𝜆+𝜃𝑚 −1)
4 = 𝑎(𝜆+1)+𝑏𝑐(3𝜆𝜃 −𝜆−2)
, if 𝜃𝑚 > 𝜆(𝑏𝑐−𝑎)−𝑏𝑐+1
𝜆𝑎−1
, 𝜋𝑚2 > 𝜋𝑚4 can be Qin, Y. H., & Shao, Y. F. (2019). Supply chain decisions under asymmetric information
𝜋𝑚 𝑚
with cost and fairness concern. Enterprise Information Systems, 13(10), 1347–1366.
derived. Causing of misreport factor meets 𝜃𝑚 > 0, and 𝜆(𝑏𝑐−𝑎)−𝑏𝑐+1
𝜆𝑎−1
<0 http://dx.doi.org/10.1080/17517575.2019.1638974.
can be proved on account of Assumption 3, 𝜋𝑚2 > 𝜋𝑚4 must be true. Qu, S. J., Zhou, Y. Y., Zhang, Y. L., Wahab, M., Zhang, G., & Ye, Y. Y. (2019). Optimal
𝑀𝑏𝑐𝜃 [2𝜆𝑎−𝑏𝑐(3𝜆𝜃 2 +𝜃 2 +2𝜆𝜃 )]
From 𝜋𝑚4 − 𝜋𝑚3 = 𝑚 𝑚 𝑚
4(2𝜆+1)(2𝑏𝑀−𝜂 2 )
𝑚
, if 𝑎 > 𝑏𝑐(1 + 3𝜆+1
2𝜆 𝑚
𝜃 ), strategy for a green supply chain considering shipping policy and default risk.
4 3 Computers & Industrial Engineering, 131, 172–186. http://dx.doi.org/10.1016/j.cie.
𝜋𝑚 > 𝜋𝑚 can be derived. Causing by Assumption 3, the inequality 2019.03.042.
𝑎 > 𝑏𝑐(1 + 3𝜆+1
2𝜆 𝑚
𝜃 ) must be true, hence 𝜋𝑚4 > 𝜋𝑚3 must be true. Rabinovich, E., Rungtusanatham, M., & Laseter, T. M. (2008). Physical distribution
2 +2𝜆𝜃 +2𝜃 −1)]
𝑀𝑏𝑐[𝑎(2𝜆𝜃𝑚 −𝜃𝑚 −1)−𝑏𝑐(3𝜆𝜃𝑚 service performance and internet retailer margins: The drop-shipping context.
From 𝜋𝑚4 − 𝜋𝑚3 = 4(2𝜆+1)(2𝑏𝑀−𝜂 2 )
𝑚 𝑚
, if
Journal of Operations Management, 26(6), 767–780.
2 +2𝜆𝜃 +2𝜃 −1)
(3𝜆𝜃𝑚
𝑎 > 𝑏𝑐 (2𝜆𝜃 −𝜃 −1) , 𝜋𝑚4 > 𝜋𝑚3 can be derived. Causing by As-
𝑚 𝑚 Shu, L. L., Qu, S. J., & Wu, Z. (2020). Supply chain coordination with optimal pricing
𝑚 𝑚 and logistics service decision in online retailing. Arabian Journal for Science and
2 +2𝜆𝜃 +2𝜃 −1)
(3𝜆𝜃𝑚 𝑚 𝑚
sumption 3, the inequality 𝑎 > 𝑏𝑐 (2𝜆𝜃 must be true, hence Engineering, 45(3), 2247–2261. http://dx.doi.org/10.1007/s13369-019-04265-z.
𝑚 −𝜃𝑚 −1)
𝜋𝑚4 > 𝜋𝑚3 must be true. □ Su, Y. S., Guo, H. M., & Wang, X. Y. (2014). Incentive contract in supply chain
with asymmetric information. Discrete Dynamics in Nature and Society, 2014, Article
380142. http://dx.doi.org/10.1155/2014/380142.
References
Tao, J., Shao, L. S., Guan, Z. M., Ho, W., & Talluri, S. (2020). Incorporating risk
aversion and fairness considerations into procurement and distribution decisions
Chen, P. P., Zhao, R. Q., Yan, Y. C., & Li, X. (2020). Promotional pricing and online in a supply chain. International Journal of Production Research, 58(7), 1950–1967.
business model choice in the presence of retail competition. Omega, 94, Article http://dx.doi.org/10.1080/00207543.2019.1637955.
102085. http://dx.doi.org/10.1016/j.omega.2019.07.001.
Wang, Y. Y., Yu, Z. Q., & Shen, L. (2019). Study on the decision-making and
Cui, T. H., Kong, G. W., & Pourghannad, B. (2020). Is simplicity the ultimate sophis-
coordination of an e-commerce supply chain with manufacturer fairness concerns.
tication? The superiority of linear pricing. Production and Operations Management,
International Journal of Production Research, 57(9), 2788–2808. http://dx.doi.org/
29(7), 1767–1788.
10.1080/00207543.2018.1500043.
Cui, T. H., Raju, J. S., & Zhang, Z. J. (2007). Fairness and channel coordination.
Xia, J., & Niu, W. J. (2020). Pushing carbon footprint reduction along environment
Management Science, 53(8), 1303–1314.
with carbon-reducing information asymmetry. Journal of Cleaner Production, 249,
Fehr, E., & Schmidt, K. M. (1999). A theory of fairness, competition, and cooperation.
Article 119376. http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.119376.
The Quarterly Journal of Economics, 114(3), 817–868.
Yan, B., Wang, T., Liu, Y. P., & Liu, Y. (2016). Decision analysis of retailer-dominated
Feng, L. P., Govindan, K., & Li, C. (2017). Strategic planning: Design and coordination
dual-channel supply chain considering cost misreporting. International Journal of
for dual-recycling channel reverse supply chain considering consumer behavior.
Production Economics, 178, 34–41. http://dx.doi.org/10.1016/j.ijpe.2016.04.020.
European Journal of Operational Research, 260(2), 601–612. http://dx.doi.org/10.
1016/j.ejor.2016.12.050. Yan, B., Wu, J. W., Jin, Z. J., & He, S. (2020). Decision-making of fresh agricultural
Guan, Z. M., Ye, T., & Yin, R. (2020). Channel coordination under Nash bargaining product supply chain considering the manufacturer’s fairness concerns. 4OR-A
fairness concerns in differential games of goodwill accumulation. European Journal Quarterly Journal of Operations Research, 18(1), 91–122. http://dx.doi.org/10.1007/
of Operational Research, 285(3), 916–930. http://dx.doi.org/10.1016/j.ejor.2020.02. s10288-019-00409-x.
028. Yang, S. J. S., & Anderson, E. J. (2014). Competition through capacity investment under
Guth, W., Schmittberger, R., & Schwarze, B. (1982). An experimental analysis asymmetric existing capacities and costs. European Journal of Operational Research,
of ultimatum bargaining. Journal of Economic Behavior and Organization, 3(4), 237(1), 217–230. http://dx.doi.org/10.1016/j.ejor.2014.01.042.
338–367. Yang, L., Ji, J. N., & Zheng, C. S. (2016). Impact of asymmetric carbon information on
Han, X. Y., & Liu, X. (2020). Equilibrium decisions for multi-firms considering supply chain decisions under low-carbon policies. Discrete Dynamics in Nature and
consumer quality preference. International Journal of Production Economics, 227, Society, 2016, Article 1369589. http://dx.doi.org/10.1155/2016/1369589.
Article 107688. Zhang, C., Fan, L., & Tian, Y. (2020). Optimal operational strategies of capital-
Hua, G. W., Wang, S. Y., & Cheng, T. C. E. (2010). Price and lead time decisions constrained supply chain with logistics service and price dependent demand under
in dual-channel supply chains. European Journal of Operational Research, 205(1), 3PL financing service. Soft Computing, 24(4), 2793–2806. http://dx.doi.org/10.
113–126. 1007/s00500-019-04500-7.

11
S. Qu et al.
Zhang, Y. J., Rong, F., & Wang, Z. (2020). Research on cold chain logistic service
pricing-based on tripartite stackelberg game. Neural Computing and Applications,
32(1), 213–222.
Zhang, F., & Wang, C. (2018). Dynamic pricing strategy and coordination in a dual-
channel supply chain considering service value. Applied Mathematical Modelling, 54,
722–742. http://dx.doi.org/10.1016/j.apm.2017.10.006.
Zhang, X. Q., Yuan, X. G., & Zhang, D. L. (2020). Research on closed-loop supply
chain with competing retailers under government reward-penalty mechanism and
asymmetric information. Discrete Dynamics in Nature and Society, 2020, Article
7587453. http://dx.doi.org/10.1155/2020/7587453.
12
Computers & Industrial Engineering 174 (2022) 108759
Zheng, X. X., Liu, Z., Li, K. W., & Huang, J. (2019). Cooperative game approaches
to coordinating a three-echelon closed-loop supply chain with fairness concerns.
International Journal of Production Economics, 212, 92–110. http://dx.doi.org/10.
1016/j.ijpe.2019.01.011.
Zhou, J. H., & Chen, X. L. (2020). The impact of service and channel integration on the
stability and complexity of the supply chain. Complexity, 2020, Article 8178947.
http://dx.doi.org/10.1155/2020/8178947.
Zhou, R., Liao, Y., Shen, W. J., & Yang, S. L. (2020). Channel selection and fulfillment
service contracts in the presence of asymmetric service information. International
Journal of Production Economics, 222, Article 107504. http://dx.doi.org/10.1016/j.
ijpe.2019.09.025.