Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN

RASA NYAMAN NYERI

1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidakmenyenangkan sebagai
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta
diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera,
atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang
akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh
Faktor yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.Nyeri dianggap
nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi.Meskipun
beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien
secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya
saja.Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli
emosional.(Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu
pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan menyakitkan bagitubuh sebagai respon
karena adanya kerusakan atau trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan
secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.
2. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri
masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien.Kemampuan untuk mentoleransi nyeri
dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan
tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat- obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan,
distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008).

3. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis.Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya nyeri.
a. Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,
biasanya kurang dari 6 bulan.Nyeri akut yang tidak diatasi secaraadekuat
mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang
disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler,
gastrointestinal, endokrin, dan imunologik (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.Jadi nyeri ini
biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008).Nyeri kronik
mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tumor, depresi, dan ketidakmampuan.

4. Fisiologi Nyeri
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga
pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian
peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi, transrmisi, modulasi
dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius diubah menjadi
aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu
transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer
yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang
meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang
otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex.
Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas sarafyang bertujuan mengontrol transmisi
nyeri. Suatu senyawa tertentu telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif
menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis.Senyawa ini diaktifkan jika terjadi
relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto. G, 2003).

Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga
menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. Bahkan struktur
otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas.Sangat disayangkan karena
nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang dialami seseorang
sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dewanto.G, 2003).Nyeri diawali sebagai
pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer.Zat kimia (substansi P, bradikinin,
prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu
mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak.Sinyal nyeri dari daerah
yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian
dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh
tubuh).Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana
sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan.Pesan
lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan.Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke
spinal cord.Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk
mcngurangi nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh
meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan
parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot,
dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri
dalam, berat , berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan,
kelelahan, dan pucat.

5. Pengukuran Intensitas Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa


parah nyeri dirasakan oleh individu.

a. Pengukuran intensitas nyeri


sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri.Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut:
1) skala intensitas nyerideskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0:Tidak nyeri
1-3: Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasidengan baik.

4-6: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan


lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9: Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi .
10: Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi, memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut.Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah.Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien.Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala
deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif.
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak
yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurut dari “tidak terasa nyeri” sampai
“nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta
klienuntuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa 10 paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling
tidak menyakitkan.Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri.Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10.Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter & Perry, 2005).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.Skala ini memberi klien kebebasan penuh
untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.VAS dapat merupakan pengukuran keparahan
nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian
dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (PotterPotter & Perry, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca
dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif
bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga
mengevaluasiperubahan kondisi klien.Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau
saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan
atau peningkatan (Potter & Perry, 2005).

6. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri
a.Pengkajian
Menurut Potter dan Perry (2005), pengkajian nyeri yang faktual, lengkap dan
akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnose
keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok dan untuk mengevaluasi
respons klien terhadap terapi. Dalam melakukan pengkajian ada beberapa hal yang
harus dikaji yaitu:

a. Awitan dan durasi: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri
dirasakan?”, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap
hari?”, “Seberapa sering nyeri kembali kambuh?”.
b. Lokasi: Dalam mengkaji lokasi nyeri, perawat meminta klien untuk menunjukkan
semua daerah yang dirasa tidak nyaman.

c. Keparahan: Tingkat keparahan klien tentang nyeri merupakan karakteristik yang


paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri
yang klien rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat dari skala nyeri
yang ditunjukkan dari rentang nomor 1-10.

d. Faktor predisposisi atau faktor yang memperburuk: Perawat meminta klien untuk
menjelaskan apa saja yang dapat memperburuk ketika nyeri itu muncul.

e. Tindakan untuk menghilangkan nyeri: Akan sangat bermanfaat apabila perawat


mengetahui apakah klien mempunyai cara yang efektif unutk menghilangkan nyeri
seperti mengubah posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun-ayun,
menggosok) meditasi, atau mengompres bagian yang nyeri dengan kompres dingin
atau kompres hangat.

7. Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, kemungkinan data yang
ditemukan dalam kebutuhan nyeri dikelompokkan menjadi Data Subjektif dan Data
Objektif. Menurut
Wilkinson dan Ahern (2011), batasan karakteristik dalam data subjektif pada
kebutuhan dasar nyeri seperti mengungkapkan secara verbal atau isyarat, depresi,
keletihan dan takut kembali cedera. Selain data subjektif, batasan karakteristik data
juga ditemukan dalam data objektif seperti posisi untuk menghindari nyeri, perubahan
tonus otot, perubahan selera makan, perilaku ekspresif (seperti gelisah, merintih,
menangis, kewaspadaan berlebihan dan menghela napas panjang), perilaku menjaga
atau sikap melindungi, gangguan tidur (mata terlihat kayu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu dan menyeringai), perubahan pola tidur, perubahan berat badan dan
penurunan interaksi dengan orang lain.

8. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data diatas, ditemukan dua diagnosa yaitu
Gangguan rasa nyaman nyeri kronis dan Intoleransi Aktivitas. Berdasarkan masalah yang
didapatkan, ditegakkan diagnosa:

a. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik


b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan.

9. Perencanaan
Berdasarkan hasil rumusan masalah, ditemukan perencanaan keperawatan pada klien
nyeri yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan intervensi. Dari hasil data rumusan masalah
tersebut didapatkan diagnosa pada kebutuhan nyeri antara lain (Wilkinson dan Ahern, 2011)
a. Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.

1. Tujuan: klien menunjukkan ansietasnya berkurang.

2. Kriteria hasil: klien mampumengidentifikasi danmengungkapkan gejala cemas,memiliki


tanda-tanda vital dalam batas normal, meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun
mengalami kecemasan.

3. Intervensi: informasikan secara faktual menyangkut diagnosis, terapi, dan prognosis,


instruksikan klien tentang penggunaan teknik relaksasi dan imajinasi bimbingan, beri
dorongan kepada klien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas, sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan
untuk menurunkan ansietas, kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan
lingkungan yang tenang, memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal yang
meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan.

b. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan nyeri kronik.

1. Tujuan: menunjukkan koping yang efektif.


2. Kriteria hasil: klienakan menunjukkan minat terhadap aktivitas pengalihan, klien akan
berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, klien akan berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan, menggunakan pernyataan verbal dan nonverbal yang
sesuai dengan situasi.
3. Intervensi: kaji konsep diri dan harga diri klien, identifikasi penyebab koping tidak
efektif, berikan informasi faktual yang terkait dengan diagnosis, terapi dan prognosis,
anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi (jika diperlukan), identifikasi
pandangan klien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan penyedia layanan
kesehatan, bantu klien dalam mengambil keputusan, bantu klien untuk meningkatkan
penilaian diri sendiri terhadap harga dirinya, dan dorong untuk melakukan latihan fisik
sesuai kemampuan klien.

c. Nyeri kronik yang berhubungan dengan jaringan parut, kontrol nyeri yang tidak
adekuat.
1. Tujuan: menunjukkan tingkat nyeri ringan dengan skala 1-3.
2. Kriteria hasil: menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk
meredakan nyeri, memperlihatkan tenang, tidak mengalami ketegangan otot, pasien
melaporkan menikmati aktivitas senggang, mengenali faktor-faktor yang meningkatkan
nyeri dan melakukan tindakan pencegahan nyeri.

3. Intervensi: lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas, gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien, kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, ajarkan pasien
dalam penggunaan teknik nonfarmakologis seperti distraksi, relaksasi, terapi bermain,
imajinasi bimbingan, dan kompres hangat dan dingin, tingkatkan istirahat dan tidur
yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

Guytondan Hall.(2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC.


Dewanto. G. (2003). Patofisiologi Nyeri. MajalahKedokteranAtmajaya,

Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Kozier dkk.( 2009 ). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis edisi 5. Jakarta : EGC.

LeMonedan Burke. (2008). Education Consultant for the Oregon State Board of Nursing.

NianPrasetyo, Sigit. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:


GrahaIlmu.

Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, R danWim de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2002).Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.

Tamsuri. (2007). Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta.

Wilkinson dan Ahern. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan NANDA, Intervensi
NIC, HasilKriteria NOC Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai