Anda di halaman 1dari 168

III.

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR


PABRIK KELAPA SAWIT
PABRIK KELAPA SAWIT
 PKS yang cukup efisien menghasilkan 0,6-0,8 m3
LCPKS/ton TBS yang diolah.
 Contoh pada kondisi yang wajar, total volume
limbah cair dari sebuah pabrik kelapa sawit
berkapasitas olah 30 ton TBS/jam sekitar 600 m3 /
hari.
 Pada prakteknya, kebanyakan Pabrik kelapa sawit
di Indonesia menghasilkan 1,0 – 1,3 m3 LCPKS /
ton TBS.
 Persentase LCPKS terhadap TBS sebesar 50%
 Industri minyak nabati (kelapa sawit)
 Polutant utama adalah = bahan organik

 (efek = dapat mengganggu kadar oksigen


dalam air, BOD tinggi, bau)

 Industri kertas
 Polutant utama adalah = lignin, logam
berat, sulfida
LOGAM BERAT

 Hg (Raksa (nama lama: air raksa)


atau merkuri atau hydrargyrum (bahasa
Latin: Hydrargyrum, air/cairan perak)

 Pb = Plumbum
 Cd = Kadmium

 As = Arsen, arsenik, atau arsenikum


PARAMETER AIR LIMBAH
 1. Mikrobiologi = jumlah mikroba / bakteri dlm air
 2. Fisika = suhu, kejernihan, bau, warna
 3. Kimia = kadar pencemaran oleh bahan kimia
organik maupun anorganik
 Kontaminan anorganik terdiri dari :
 Kelompok logam = (Hg,Fe,Cr /Kromium, Pb) dan

 Non logam = (klor, sianida, posfat)


 Senyawa organik dpt dinyatakan sbg parameter
total : (BOD, COD, total organik karbon)
 Kelompok senyawa : protein, karbohidrat,
minyak
 Senyawa )fenol, klorofenol, asamasetat, DDT
(DICHLORO-DIPHENIL-TRICHLOROETHANE)
Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
menurut sumbernya
Komposisi kimia limbah PKS
PENGELOLAAN LIMBAH CAIR PKS

 Limbah cair PKS atau POME ( Palm Oil Mill


Effluent ) terdiri dari campuran limbah cair yang
berasal dari :
-stasiun klarifikasi(sludge water dari drab, 70-
75% ),
-stasiun rebusan ( air kondensat, 15 – 20 % ),
-hidrosiklon ( 5 – 10 % ),
-air cucian pabrik.

POME is a thick ( kental ), brownish ( berwarna


kecoklat-coklatan ), berupa koloid.
Cucian pabrik kelapa sawit 10
Heavy phase
11
Condensate – 1 12
Condensate – 2
13
 Jumlah air buangan/effluent tergantung pada
 sistem pengolahan, kapasitas olah, dan
keadaan peralatan klarifikasi.
 Karakteristik atau parameter mutu LCPKS
dari masing-masing sumber limbah tersebut
berbeda satu sama lain (Tobing et al., 2003
dalam Buana et al., 2003).

LCPKS
 Keseluruhan LCPKS yang belum diolah
biasanya mempunyai BOD sekitar 25 ribu
mg/l.
 LCPKS mengandung padatan suspensi dan
minyak dengan kadar yang tinggi.
 Padatan tersebut apabila masuk ke perairan
umum akan
 mengendap
 terurai secara perlahan
 mengkonsumsi oksigen yang ada dalam air
 mengeluarkan bau yang tidak enak dan
 merusak tempat pembiakan ikan.
 Kemungkinan lainnya,
 padatan dan minyak tersebut mengapung di
permukaan air sehingga menahan aerasi
(menghambat suplai oksigen) dan
 mempengaruhi kehidupan air.
 Karena sifatnya yang merusak kualitas
ekologi perairan tempat pembuangannya,
LCPKS dikelola dengan baik sehingga
jumlah/debitnya dan kualitasnya layak untuk
dibuang ke perairan umum.
Beberapa pendekatan yang umum diterapkan
dalam pengelolaan atau pengendalian LCPKS
adalah :

 Konservasi air :
 pemisahan dan daur ulang (penggunaan
kembali) air pendingin turbin, air kondensat
dari boiler, overflow / tumpahan dari
pengering vakum.
 Pengaturan penggunaan air dengan efektif
(good in-house keeping)
 Menjaga kebersihan lingkungan pabrik
terutama unit proses yang menghasilkan air
limbah seperti stasiun ekstraksi, klarifikasi dll.
Dilakukan dengan mencegah terjadinya
ceceran, tumpahan atau kebocoran pipa-pipa
minyak, dan menangani limbah yang terjadi
sebaik mungkin.
 Pengolahan LCPKS sedemikian rupa sehingga BOD
nya turun di bawah batas maksimum yang ditetapkan
Pemerintah Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995
tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri
tanggal 23 Oktober 1995, misalnya
 menjadi sekitar 50 mg/l,
 pemisahan minyak yang ikut bersama LCPKS,
 mereduksi BOD dengan cara kimia, fisik, dan
biologis.

Baku mutu limbah cair untuk
industri minyak sawit
Catatan:

 Kadar maksimum untuk setiap parameter


pada Tabel di atas dinyatakan dalam
miligram parameter per liter air limbah.
 Beban pencemaran maksimum untuk
setiap parameter pada Tabel di atas
dinyatakan dalam kg parameter per ton
produk minyak sawit (CPO).
 Nitrogen Total adalah jumlah nitrogen
organik + amonia total + NO3 + NO2
Keterangan:

 BOD (Biological Oxygen Demand).


Kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
merombak bahan organik sering
digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan kualitas limbah. Semakin
tinggi nilai BOD air limbah maka daya
saingnya dengan mikroorganisme atau
biota yang terdapat pada badan penerima
limbah semakin tinggi.
 COD (chemical Oxygen Demand) adalah
 banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l
yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk
menguraikan benda organik secara kimiawi.

 COD = jml oksigen yg diperlukan unt


mengoksdasi zat organik yg ada di dlm cairan
limbah, proses oksidasi tsb dilakukan
berdasarkan reaksi kimia
TSS (Total Suspended Solid)
 Adalah : padatan melayang dalam cairan
limbah.
 Semakin tinggi TSS, maka bahan organik
membutuhkan oksigen untuk perombakan
yang lebih tinggi (BOD).
 Oleh karena itu diupayakan TSS lebih kecil
yaitu dengan penyaringan, pengendapan
atau penambahan bahan kimia (Al. Sulfat, Al.
Clorida, fero sulfat).
 N total. Semakin tinggi kandungan N dalam
cairan limbah akan menyebabkan keracunan
pada biota. Oleh sebab itu parameter ini
dicantumkan pada baku mutu limbah.
Minyak dan Lemak,

 dapat mempengaruhi aktivitas


mikroorganisme dan
 merupakan pelapis permukaan cairan limbah
sehingga menghambat proses oksidasi pada
kondisi aerob.
 Minyak tersebut berperan sebagai isolasi
antara substrat dengan bakteri.
 Minyak tersebut dapat dihilangkan dengan
 penambahan alkali dan membentuk sabun
atau scum (buih) pada permukaan limbah.
 Scum yang terlalu tebal harus dibuang
supaya tidak menghambat keluarnya gas
metana, dan supaya tidak menghambat
pergerakan limbah sehingga penyebaran
bakteri dan lumpur aktif yang dimasukkan
tidak merata.
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
KELAPA SAWIT SISTEM KOLAM/POND

 Pengolahan air limbah PKS bertujuan untuk :

 membuang atau mengurangi kandungan


limbah yang membahayakan kesehatan serta
tidak mengganggu lingkungan tempat
pembuangannya.
 Pada umumnya pengolahan limbah cair pabrik
kelapa sawit dilakukan secara konvensional,
yaitu secara biologis dengan menggunakan
sistem kolam/POND
 Limbah cair diproses di dalam suatu kolam
anaerob dan aerob dengan memanfaatkan
mikroorganisme sebagai perombak dan
menetralisir keasaman cairan limbah.
 Hal ini dilakukan karena pengolahan limbah
dengan menggunakan teknik tersebut cukup
sederhana dan dianggap murah.
33
 Proses pengolahan limbah terdiri dari
 perlakuan awal dan
 pengendalian lanjutan.
Perlakuan Awal:

1. Pendinginan.
 Air limbah segar yang keluar dari pabrik
umumnya masih panas (70-800 C) maka
perlu didinginkan sesuai dengan kondisi
pengendalian limbah yang diinginkan bakteri.
 Pengendalian limbah yang menggunakan
bakteri mesofil memerlukan pendinginan
hingga 400 C, sedangkan pengendalian
dengan menggunakan bakteri termofil
memerlukan suhu 600 C
 Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui:
 - Menara pendingin yaitu pendinginan air
limbah dengan menggunakan menara, yang
kemudian dibantu dengan bak pendingin.
Menara dibuat dari plat stainlessteel yang
tahan karat atau dengan konstruksi kayu.
 Alat ini mampu menurunkan suhu limbah
dari 600 C menjadi 400 C.
 Kolam pendingin yaitu pendinginan limbah
dengan kolam pendinginan ini
dikombinasikan dengan pengutipan minyak.
Pendinginan di dalam kolam dilakukan
selama 48 jam.

2. Deoiling pond.

 Yang berfungsi mengutip minyak hingga
kadar minyak 0,4 %.
 Deoiling pond ini merupakan instalasi
tambahan membantu fat-pit yang hanya
mampu mengutip minyak.
FUNGSI FAT PIT :
Fat Pit merupakan kolam penampungan sludge,
tumpahan minyak (heavy phase), air kondensat dan air
cucian PKS temperatur berkisar (70 – 80) 0C. Jika
sludge yang masuk ke Fat Pit masih banyak
mengandung minyak akan dipompakan ke dalam
Deoiling Tank, untuk dikutip minyaknya. Apabila
kandungan minyak dalam sludge sudah rendah
(maksimum 0,6%) akan dipompakan ke Cooling Pond
sebagai effluent.
40
Bak Fat Pit di PKS PT. SMART Tbk – Hanau, Kab.Seruyan,
Kalimantan Tengah 41
3. Pengasaman.

 Selanjutnya air limbah dialirkan ke dalam


kolam pengasaman dengan waktu penahanan
Hidrolisis/WPH selama 5 hari.
 Air limbah di dalam kolam ini mengalami
asidifikasi yaitu terjadinya kenaikkan
konsentrasi asam-asam mudah menguap
(volatile fatty acids), sehingga air limbah yang
mengandung bahan organik lebih mudah
mengalami biodegradasi dalam suasana
anaerob.
4. Netralisasi

 Sebelum diolah di unit pengolahan limbah


(UPL) anaerob, limbah dinetralkan terlebih
dahulu dengan menambahkan alkali
(misalnya kapur tohor 25 kg/m3 limbah, abu
tandan kosong) hingga mencapai pH 7-7,5.
 Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan
sirkulasi yaitu memakai sludge/lumpur yang
berasal dari kolam fakultatif yang telah
mempunyai pH netral.
Kolam pembiakan bakteri
 Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk
membiakkan bakteri pada awal
pengoperasian pengendalian limbah.
Pengendalian lanjutan
 dapat dilakukan dengan proses biologis yang
direkomendasi sebagai berikut:
 1. Proses biologis Anaerob-aerasi lanjut.
 2. Proses biologis anaerob-fakultatif
 3. Proses biologis anaerob-Aplikasi lahan
 limbah yang telah dinetralkan dialirkan ke
dalam kolam anaerob.
 Proses perombakan limbah dapat berjalan
lancar jika kontak antara limbah dengan
bakteri yang berasal dari kolam pembiakan
lebih baik.
 Untuk mengefektifkan proses perombakan
dalam kolam anaerob maka perlu dilakukan
 sirkulasi (dilakukan pengadukan) maupun
 resirkulasi yaitu pemasukan hasil olah
limbah/lumpur aktif dari kolam di hilir ke
kolam di hulu (dari kolam fakultatif ke kolam
anaerob) dengan tujuan
 memperbaiki kondisi substrat dalam hal pH,
nutrisi dan kelarutan.
Kolam fakultatif

 Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam


anaerob menjadi aerob
 Volume kolam dipersiapkan untuk limbah
selama 25 hari. Dalam kolam ini proses
perombakan anaerob masih tetap berjalan.
 Karakteristik limbah di dalam kolam fakultatif
yaitu pH 7,6-7,8, BOD 600-800 ppm, COD
1250-1750 ppm.

Kolam aerasi

 Kolam aerasi dibuat dengan kedalaman 3m


dan ditempatkan alat yang dapat
meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam
air (aerator) dengan tujuan agar dapat
berlangsung reaksi oksidasi dengan baik.

Aerator
Kolam aerob
 Limbah yang masuk ke dalam kolam
mengandung oksigen terlarut. Kedalaman
kolam 2,5 m, sehingga peluang sinar matahari
sampai ke dasar kolam akan membantu reaksi
oksidasi dan membantu kerja mikroorganisme.
 Lamanya limbah ditahan dalam kolam ini
selama 14 hari dan dapat menurunkan BOD
600-800 ppm menjadi BOD 75-125 ppm.
 Kolam ini adalah kolam terakhir dan air limbah
telah dapat dialirkan ke sungai.
 Efisien atau tidaknya pengolahan minyak
dapat dilihat apakah limbah cair yang berada
di unit pengolahan limbah masih
mengandung minyak atau tidak.
 Jika limbah cair pada kolam pertama sampai
kolam keempat masih laku dijual tentu ada
yang tidak beres dalam pengolahannya.
PENJELASAN
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA
ANAEROB

 adalah suatu proses yang melibatkan mikroorganisme


dalam menstabilkan limbah yang berlangsung tanpa
adanya oksigen ( fermentasi ). Dalam proses ini
biasanya disertai dengan terbentuknya gas metana (
CH4 ) dan CO2.
 Bakteri anaerob yang aktif adalah :
 Methanobacterium : bakteri berbentuk batang, tidak
membentuk spora.
 Methanobacillus : bakteri berbentuk batang,
membentuk spora
 Methanococcus : bakteri berbentuk kokus
 Methanosarcina : bakteri berbentuk sarcina
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan
mikroorganisme dalam limbah :

1. Keasaman limbah.
Derajad keasaman yang diperlukan yaitu antara pH
5-9. Oleh karena itu limbah yang bersifat asam (pH
4-5) merupakan media yang tidak cocok untuk
pertumbuhan bakteri, maka untuk mengaktifkan
bakteri, cairan limbah tersebut dinetralisasi dengan
penambahan alkali (misalnya kapur tohor 25 kg /m3
limbah, abu tandan kosong).
2. Suhu.

Suhu limbah yang keluar dari pabrik umumnya berkisar


antara 500- 700 C tergantung pada kondisi
pengolahan . Mikroorganisme menghendaki suhu
cairan yang sesuai dengan jenis mikroorganisme
yang dikembangkan.
Berdasarkan sifat adaptasi bakteri terhadap suhu
lingkungan dapat dibagi 3 yaitu :
 Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat hidup dan aktif
pada suhu rendah ( 100C ).
 Mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada suhu
100 – 500 C.
- Thermofil, yaitu bakteri yang tahan panas dan
aktif pada suhu 500 – 800C
3. Nutrisi.

 Limbah cair mengandung karbohidrat, protein,


lemak dan mineral yang dibutuhkan
mikroorganisme. Agar proses anaerob berjalan
dengan baik, maka diberikan starter sebagai
dasar penyesuaian diri untuk berkembang.
 Sedangkan komposisi limbah perlu diperbaiki
dengan penambahan nutrisi seperti unsur P dan
N, yang diberikan dalam bentuk pupuk TSP dan
urea.
 Sejumlah besar mikroorganisme dapat hidup baik
dengan atau tanpa oksigen. Mikroorganisme yang
dapat hidup baik dalam kondisi aerob atau anaerob
adalah mikroorganisme fakultatif.
 Bila tidak ada oksigen dalam lingkungannya,
mampu memperoleh energi dari degradasi bahan
organik dengan mekanisme anaerob,
 Bila terdapat oksigen terlarut, akan
memecah bahan organik lebih sempurna.
 Mikroorganisme dapat memperoleh energi
lebih banyak dengan oksidasi aerob daripada
anaerob.
 Kolam fakultatif ini adalah kolam peralihan
dari kolam anaerob menjadi aerob volume
kolam dipersiapkan untuk limbah selama 25
hari. Dalam kolam ini proses perombakan
anaerob masih tetap berjalan . Karakteristik
limbah di dalam kolam fakultatif yaitu pH
7,6-7,8, BOD 600-800 ppm, COD 1250-
1750 ppm.
PENGOLAHAN LIMBAH SECARA AEROB

• Menggunakan oksigen yang berasal dari udara yang


dipompakan ke dalam cairan. Pemberian oksigen dilakukan
dengan cara :

• Diffuse, yaitu menginjeksikan udara dalam cairan dalam bentuk


gelembung halus, yang kemudian oksigen terlarut dalam cairan.


• Aeration blowing, yaitu mengangkut air
dengan kipas ( propeller ) sehingga air naik
dan membentuk lapisan tipis dan kontak
dengan udara.
• Sprinkle, yaitu alat yang memompa cairan
limbah melalui nozzle sehingga membentuk
siraman halus dan kontak dengan udara.
• Aeration tower, yaitu menara aerasi, air keluar
melalui lubang-lubang kecil, saat air jatuh bebas
akan bersinggungan dengan udara
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PENGOLAHAN LCPKS
DENGAN SISTEM KOLAM/POND

• Secara konvensional pengolahan LCPKS


dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri
dari kolam anaerob dan aerob dengan
memanfaatkan mikroorganisme sebagai
perombak dan menetralisir keasaman cairan
limbah dengan total waktu retensi sekitar 90-
120 hari.


• Keuntungan dengan sistem ini antara lain:
– Sederhana dan murah
– Biaya investasi untuk peralatan rendah
– Kebutuhan energi rendah
Kerugian dengan sistem kolam antara lain :

• 1. Kebutuhan lahan yang diperlukan untuk


pengolahan limbah sangat luas, sekitar 5 ha
untuk PKS yang mempunyai kapasitas 30 ton
TBS /jam dengan membuat kolam-kolam (ada
yang membuat sampai 13 kolam)
• Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik
pengolahan limbah dengan menggunakan
sistem kolam dapat mengurangi ketersediaan
lahan untuk kebun kelapa sawit.
• Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan
sistem kolam hanya sebesar 60-70 %.
• 2. Perlu biaya pemeliharaan untuk
pembuangan dan penanganan lumpur dari
kolam. Untuk PKS yang menggunakan
separator 2 fase, praktis semua lumpur
(sludge) mengalir ke kolam. Padatan
tersuspensi dari lumpur ini tidak akan/sedikit
didegradasi sehingga konsentrasinya akan
semakin meningkat dan akan mengendap di
dasar kolam.
• Kolam akan semakin dangkal apabila tidak
dilakukan pembuangan lumpur secara
periodik. Akibatnya volume efektif kolam akan
semakin menurun sehingga waktu retensi
limbah akan turun dan kapasitas perombakan
kolam juga turun.
• Disamping itu pembuangan lumpur juga tidak
dapat dilakukan pada semua bagian kolam
karena luas dan dalamnya kolam.
• 3. Hilangnya nutrisi. Semua nutrisi yang
berasal dari limbah (N,P,K,Mg,Ca) akan hilang
apabila limbah dibuang ke sungai.
Pembuangan limbah juga dapat menyebabkan
pencemaran sungai.
• 4. Emisi gas metana ke udara bebas. Hampir semua
bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik
tersuspensi didegradasi secara anaerob menjadi gas
metana dan karbondioksida.
• Emisi gas metana ke udara bebas dapat
menyebabkan efek rumah kaca yang besarnya 20
kali lipat lebih tingi dibandingkan dengan
karbondioksida.
• Jumlah gas metana yang diproduksi kolam limbah
anaerob sekitar 10 m3 setiap ton TBS yang diolah.
• Dengan semakin tingginya kesadaran
masyarakat dunia tentang pelestarian
lingkungan hidup serta adanya persaingan pada
pasar global, maka mutu produk tidak hanya
dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi
juga aspek lingkungannya.
• Eko label akan menjadi parameter baru pada
mutu produk di masa depan
• Pada prinsipnya persyaratan untuk mendapatkan
eko-label adalah proses produksi yang
menerapkan :
– Minimalisasi limbah/pencemaran
– Pemanfaatan kembali/recycle nutrisi
– Penggunaan energi terbarukan (biomassa)

• Dalam hal ini sistem kolam anaerob tidak dapat


memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu
perlu dikembangkan alternatif penanganan LCPKS
dengan :
TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PKS
DENGAN SISTEM TANGKI ANAEROB/
REAKTOR ANAEROB

 Alternatif lain yang digunakan untuk


mengolah limbah PKS yaitu dengan sistem
tangki anaerob/ reaktor anaerob.
 Keuntungannya :
adalah gas yang dihasilkan ( gas metana )
dapat ditangkap dan digunakan sebagai
bahan bakar pada pabrik, waktu retensi lebih
singkat, karena dalam proses dilakukan
sirkulasi dalam tangki sehingga kecepatan
reaksi lebih tinggi.
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PKS
( LCPKS )

 1. Pendinginan.
 2. Deoiling pond.
 3. Pengasaman. Perlakuan Awal
 4. Netralisasi
 5. Kolam anaerob
 6. Kolam fakultatif
 7. Kolam aerasi
 8. Kolam aerob
Komposisi nutrisi limbah cair sebelum dan setelah
penanganan
Jangan terjadi 
 Ribuan Ikan Mati, Warga Aceh Timur Protes
Pabrik Buang Limbah Ke Sungai

 Warga Desa Aramiyah menduga matinya ikan-ikan itu akibat keracunan


limbah pabrik kelapa sawit PT. Ensem Sawita yang dibuang ke sungai.
POME FOR THE PRODUCTION OF SUPERGRO
ORGANIC FERTILISERS

Decanter Mixer Rotary Drier

Sieve Products Stacks


Unique features of the system
● Adds value to waste
● Reduces methane production by 50 to 75%
● Scrubs particulates from flue gas
● Waste heat recovered for drying UP
SUMBER EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)
DARI PENGELOLAAN LCPKS

 Keberadaan senyawa organik dalam air


limbah pada kolam konvensional merupakan
penyebab yang menjadikan air limbah
termasuk salah satu sumber penghasil gas
rumah kaca yang menjadi sebab utama
perubahan iklim global,
 senyawa organik pada air limbah akan terurai menjadi
karbondioksida (CO2)-- dan atau metana (CH4,).
 Upaya-upaya mitigasi pengurangan GRK melalui
pengendalian dan pengelolaan pencemaran air limbah
industri yang dilakukan antara lain :
 mencegah terbentuknya limbah (up of the pipe),
 meminimalkan terbentuknya limbah,
 memanfaatkan limbah (reuse, recycle, recovery) serta
 mengolah limbah secara benar melalui pendekatan teknologi
pengolahan limbah (end of the pipe).
 Metode dalam upaya tersebut diantaranya
dengan metode ko-komposting atau
 dengan proses digester anaerob dapat
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca,
recovery metan dari IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah),
 menghindari pembentukan metana pada
IPAL melalui penggantian sistem anaerobik
dengan sistem aerobik, penangkapan metan
SOAL LATIHAN 3

 Sebutkan parameter apa saja yang termasuk dalam kriteria penentuan


baku mutu limbah industri minyak sawit? jelaskan.
 Bagaimana cara pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit yang saudara
ketahui?
 Jelaskan keuntungan dan kerugian pengolahan LCPKS dengan sistem
kolam
 Jelaskan teknik pengolahan LCPKS dengan sistem reaktor anaerob
 Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan mikroorganisme
dalam proses pengolahan limbah
 Bagaimana caranya mengurangi GRK pada pengolahan LCPKS?
IV. PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT MELALUI TEKNIK APLIKASI LAHAN /
LAND APPLICATION
PEMANFAATAN LCPKS MELALUI TEKNIK
APLIKASI LAHAN / LAND APPLICATION

 Standarisasi pengolahan limbah PKS dan karet untuk aplikasi


lahan
Batasan Kepekatan :
BOD ( mg/l) < 3.500, Minyak dan lemak ( mg/l ) < 3.000, pH 6,0
 Aplikasi limbah cair Pabrik Kelapa Sawit di
perkebunan kelapa sawit sebagai pupuk telah
dilakukan pada tanaman kelapa sawit
menghasilkan (TM) baik di Malaysia maupun
di Indonesia.
Aplikasi limbah cair memiliki keuntungan

 antara lain dapat mengurangi biaya


pengolahan limbah cair dan
 dapat berfungsi untuk menambah hara
 meningkatkan efektivitas pemupukan.
 Selain menambah hara, pada luasan areal
terbatas aplikasi LCPKS juga bermanfaat
untuk mengantisipasi masalah kekurangan
air pada musim kemarau.
 Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk/bahan
pembenah tanah di pertanaman kelapa sawit
sangat dimungkinkan atas dasar adanya
kandungan hara dalam limbah tersebut.

 Setiap 1 ton limbah PKS mengandung hara setara


dengan 1,56 kg urea, 0,25 kg TSP, 2,50 kg MOP
(Muriat of Potash / KCL), dan 1,00 kg Kieserit.
 Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai
sumber pupuk / bahan organik juga akan
mengurangi biaya pengolahan limbah hingga
sebesar 50 - 60 %.
 Penurunan biaya ini disebabkan limbah cair
yang digunakan adalah limbah yang masih
memiliki nilai BOD antara 3.500 - 5.000 mg/l
yang berasal dari kolam anaerob primer.
 Hal tersebut masih memenuhi persyaratan
yang telah diatur dalam peraturan Menteri
Pertanian No. K3. 310/452/Mentan/XII/95
tentang standarisasi pengolahan limbah PKS
dan karet terutama untuk aplikasi lahan (land
application ) sebagai sumber air dan pupuk.
(Sutarta et al., 2000 )
Standarisasi pengolahan limbah PKS dan karet untuk
aplikasi lahan

No. Uraian Batasan


Kepekatan
1 BOD (mg / l) < 3.500
2 Minyak dan lemak ( mg/l ) < 3.000
3 pH 6,0
 Sedangkan pedoman teknis pengkajian
pemanfaatan air limbah dari industri minyak
sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit
diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun
2003. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa:
 1. Bupati/Walikota menetapkan persyaratan
minimal untuk pelaksanaan pengkajian
pemanfatan air limbah, yaitu:
 Pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan
dan tanaman;
 Pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah;
 Pengaruh terhadap kesehatan masyarakat;
 BOD tidak boleh melebihi 5000 mg/liter;
 Nilai pH berkisar 6-9;
 Dilakukan pada lahan selain lahan gambut;
 Dilakukan pada lahan selain lahan dengan
permeabilitas lebih besar 15 cm/jam;
 Dilakukan pada lahan selain lahan dengan
permeabilitas kurang dari 1,5 cm/jam;
 Tidak boleh dilaksanakan pada lahan dengan
kedalaman air tanah kurang dari 2 meter;
 Areal pengkajian seluas 10 – 20 persen dari seluruh
areal yang akan digunakan untuk pemanfaatan air
limbah;
 Pembuatan sumur pantau (Bapedal,2003)
 Teknik aplikasi limbah cair sebagai sumber
hara pada areal kelapa sawit dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang disesuaikan
dengan kondisi setempat (seperti topografi
areal dan jarak areal dengan lokasi
pengolahan limbah).
 Beberapa cara aplikasi limbah cair yang
dikenal antara lain :
cara aplikasi limbah cair
1. Teknik Sprinkler ( penyemprotan )

 Limbah cair yang sudah diolah di kolam anaerob


dengan WPH ( waktu Penahanan Hidrolisis ) 75 –
80 hari diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit
dengan penyemprotan / sprinkle berputar atau
dengan arah penyemprotan yang tetap.
 Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya
nozzle sprinkle oleh lumpur yang dikandung limbah
cair tesebut.
 Disamping itu biaya pembangunan instalasi sistem
sprinkle relatif mahal. Sistem ini dipakai untuk lahan
yang datar atau sedikit bergelombang.
 2. Teknik Flatbed ( parit dan teras )

 Sistem ini digunakan di lahan bergelombang


dengan membuat konstruksi diantara baris
pohon yang dihubungkan dengan saluran
parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas
ke bawah dengan kemiringan tertentu.
 Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan
tanah.
 Teknik aplikasi limbah adalah dengan
mengalirkan limbah tersebut dari kolam limbah
melalui pipa ke bak-bak distribusi ( kadar BOD
3.500 – 5.000 mg/l ) berukuran 4m x 4m x1 m,
lalu ke parit sekunder ( flatbed ) berukuran 2,5m
x 1,5 m x 0,25 m, yang dibuat setiap 2 baris
tanaman ( gawangan mati ).
 Dengan teknik ini maka secara periodik lumpur
yang tertinggal pada dasar flatbed perlu dikuras.
 3. Teknik Parit atau alur ( long Bed )

 Teknik seperti ini dilakukan dengan


memompakan limbah ke tempat yang tinggi, lalu
dialirkan ke bawah dengan kemiringan tertentu
di dalam alur.
 Parit dibangun dengan kedalaman ( sekitar 20
cm atau 30 cm dengan lebar sekitar 30 cm ).
 Kecepatan aliran diatur agar perlahan-lahan
untuk memungkinkan perkolasi ke dalam
tanah dan juga untuk mencegah erosi.
 Teknik aplikasi ini seperti ini biayanya lebih
murah, tetapi masalah yang sering timbul
adalah distribusi aliran tidak sama rata dan
parit tertimbun lumpur.
Furrow Irrigation of POME

UP
 4. Teknik Traktor- Tangki

Limbah cair dari IPAL ( Instalasi Pengolahan


Air Limbah ) diangkut ke lapangan dengan
menggunakan tangki yang ditarik oleh traktor.
 Limbah cair diaplikasikan dengan bantuan
pompa sentrifugal yang dihubungkan dengan
lobang ( chasis ) ke tangki.
 Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah
disemprotkan sepanjang baris pohon tempat
tumpukan pelepah hasil pangkasan.
 Berbagai hasil penelitian aplikasi limbah cair pada
perkebunan kelapa sawit umumnya secara nyata
dapat meningkatkan produksi kelapa sawit.
 Hasil percobaan PPKS menunjukkan bahwa
kombinasi pemberian limbah cair dengan
dosis 12,66 mm ECH ( Ekivalen Curah Hujan
) per bulan setara dengan 126.000 liter/ha
dengan pupuk anorganik sebanyak 50 % dari
dosis standar kebun, dapat meningkatkan
produksi tandan buah segar (TBS) sebesar
36 % dibanding pada perlakuan tanpa
aplikasi limbah cair dan aplikasi pupuk
standar kebun 100 %
 (Pemupukan standar: urea 250 kg/ha, RP
250 kg/ha, MOP 286 kg/ha, Kieserit 143
kg/ha).
PENGALAMAN DI PERKEBUNAN

 PT Astra Agro Lestari Tbk ( PT. AAL ).


 Limbah cair yang dihasilkan dari Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) setelah diolah diaplikasikan ke
lapangan sebagai bagian dari usaha pengelolaan
lingkungan dan pemanfaatannya.
 Dalam pelaksanaannya di lapangan, sebagian
besar aplikasi lapangan limbah cair yang telah
diolah mengikuti sistem flat bed
 Aplikasi limbah cair memberikan pengaruh
terhadap perbaikan sifat fisik dan kimia
tanah, utamanya pada tanah di sekitar
flatbed.
 Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk
pada tanaman kelapa sawit tidak
berpengaruh buruk terhadap kualitas air
tanah di sekitarnya.
 Seperti diketahui di perusahaan perkebunan
kelapa sawit biaya pupuk dan pemupukan dapat
mencapai 60% dari total biaya.
 Jadi dengan perlakuan aplikasi limbah cair di
perkebunan sawit dapat mengurangi biaya
pemupukan atau meningkatkan efisiensi pupuk
anorganik disamping memberikan manfaat bagi
tanaman dan tanah.

 Hasil pengamatan pengaruh aplikasi LCPKS
yang dilakukan PT Astra Agro Lestari Tbk
(PT. AAL). di perkebunan PT. Tunggal
Perkasa Plantation yang dilaporkan oleh
Hutabarat (2003), menunjukkan bahwa
aplikasi LCPKS dapat meningkatkan produksi
sampai 20-30 % dibandingkan dengan areal
yang dipupuk anorganik.
 Hal tersebut diduga selain disebabkan karena
unsur hara yang dikandung dalam limbah cair,
juga disebabkan karena kelembaban tanah
yang selalu terjaga dengan adanya aplikasi
limbah cair.
 Keuntungan aplikasi LCPKS adalah :
memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah, tanpa
pupuk kimia,meningkatkan produksi, menekan
biaya pemupukan hingga 100%, aplikasi lahan
lebih baik dan ekonomis dibanding dibuang ke
sungai.
Pengaruh Aplikasi Limbah Cair Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit
PT. Tunggal Perkasa Plantation (Jan 2001 - Jun 2003)

3.00

2.50
Produksi (ton/ha)

2.00

1.50

1.00

0.50
Jan- Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan- Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan- Feb Mar Apr May Jun
01 02 03

Pupuk Anorganik Aplikasi Limbah


Hasil penelitian yang dilakukan SMART Research
Institute ( SMARTRI )

 terhadap pengaruh dosis dan frekuensi aplikasi LCPKS


pada tanah Ultisol membuktikan bahwa aplikasi LCPKS
pada dosis rendah 360 m3/ha/th mampu memberikan
tingkat produktifitas yang sama dengan tanaman pada
perlakuan aplikasi pupuk anorganik dengan dosis
rekomendasi yang ditentukan. Aplikasi LCPKS selain
berfungsi sebagai bahan pengganti pupuk anorganik juga
sebagai sumber air bagi tanaman kelapa sawit. Teknik
aplikasi dengan pembuatan flatbed. Posisi pipa outlet
harus dipasang pada posisi topografi yang paling tinggi
sehingga LCPKS akan mengalir ke seluruh flatbed yang
ada
 Aplikasi LCPKS selain berfungsi sebagai
bahan pengganti pupuk anorganik juga
sebagai sumber air bagi tanaman kelapa
sawit.
 Teknik aplikasi dengan pembuatan flatbed.
 Posisi pipa outlet harus dipasang pada posisi
topografi yang paling tinggi sehingga LCPKS
akan mengalir ke seluruh flatbed yang ada
PT. Perkebunan Nusantara IV.

 Pemanfaatan LCPKS secara aplikasi lahan


merupakan salah satu alternatif yang ditempuh
PTPN IV menuju implementasi konsep zero
waste di industri kelapa sawit.
 PTPN IV pada tahun 2004 telah melaksanakan
pengkajian pemanfaatan aplikasi LCPKS pada
lahan di 5 kebun
 Pengaliran limbah cair dilakukan dengan
menggunakan truk tangki. Parit aplikasi
berbentuk longbed, dosis aplikasi 7,5 cm-rey,
rotasi aplikasi 3-4 kali setahun, dan pemupukan
100% dosis pupuk standar.
 Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
produktivitas tanaman di lahan aplikasi LCPKS
lebih tinggi 6-20% daripada di lahan kontrol.
PT. Perkebunan Nusantara IV.

 Selain land aplication, usaha PTPN IV adalah


membangun pabrik kompos dengan bahan
baku tandan kosong sawit (TKS ) dan
LCPKS sebagai bahan pendukung.
Pengomposan ini merupakan cara untuk
mengkombinasikan pengolahan limbah cair
dan padat secara terpadu sekaligus
menghasilkan produk samping. Kompos
digunakan di kebun-kebun PTPN IV sebagai
suplemen hara sedangkan pupuk anorganik
masih digunakan dalam dosis normal
 Selain land aplication, usaha PTPN IV adalah
membangun pabrik kompos dengan bahan
baku tandan kosong sawit (TKS ) dan
LCPKS sebagai bahan pendukung.
 Pengomposan ini merupakan cara untuk
mengkombinasikan pengolahan limbah cair
dan padat secara terpadu sekaligus
menghasilkan produk samping.
 Kompos digunakan di kebun-kebun PTPN IV
sebagai suplemen hara sedangkan pupuk
anorganik masih digunakan dalam dosis
normal
PEMBUATAN BIOGAS DARI LCPKS

 Bahan bakar yang ditambang dari perut bumi


(gas elpiji/LPG) lambat-laun akan habis.
 Ketersediaan bahan bakar gas Elpiji akan
semakin menipis dan harganya pun akan
semakin mahal.
 Sudah saatnya beralih ke sumber energi
yang dapat diperbaharui (renewable energi).
Salah satunya energi terbarukan dari limbah
cair pabrik kelapa sawit.
 Gas metana adalah gas yang dihasilkan dari
perombakan anaerob senyawa-senyawa
organik, seperti limbah cair pabrik kelapa
sawit.
 Secara alami gas ini dihasilkan pada kolam-
kolam pengolahan limbah cair PKS.
 Limbah cair yang ditampung di dalam kolam-
kolam terbuka akan melepaskan gas metana
(CH4) dan karbon dioksida (CO2).
 Kedua gas ini merupakan emisi gas
penyebab efek rumah kaca yang berbahaya
bagi lingkungan.
 Selama ini kedua gas tersebut dibiarkan saja
menguap ke udara.
Bioreaktor
PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PABRIK KELAPA
SAWIT ( PKS )

 Setiap ton TBS yang diolah di pabrik akan


menghasilkan :
- 220 kg tandan kosong sawit ( TKS )
 - 670 kg limbah cair
 - 120 kg serat mesocarp
 - 70 kg cangkang
 - 30 kg palm cernel cake
KANDUNGAN HARA TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT

 42,8% C, 2,90% K2O, 0,80% N, 0,22%


P2O5, 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro
antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, 51 ppm Zn.
 Pemanfaatan TKS sebagai bahan pembenah
tanah dan sumber hara ini dapat dilakukan
dengan cara :
 aplikasi langsung sebagai mulsa dan
 kompos TKS.
APLIKASI LANGSUNG TKS SEBAGAI MULSA

 Aplikasi 40 ton TKS/ha yang dikombinasikan


dengan 60% dosis pupuk urea dan RP dari
standar kebun dapat meningkatkan produksi
TBS sebesar 34% dari perlakuan standar (
pemupukan sesuai standar kebun )
KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT ( TKS )

 TKS mengandung 45,95% selulosa, 16,49%


hemiselulosa, dan 22,84% lignin.

 Beberapa percobaan untuk mempercepat proses


pengomposan TKS telah dilakukan. Pengomposan
TKS dengan menambahkan kotoran hewan ( sapi,
kambing, dan ayam ) sehingga dapat menurunkan
rasio C/N TKS dari 52 menjadi 12-24 setelah 60 hari
pengomposan ( Thambirajah et al., 1995 cit. Tobing
et al.,2003 ). Pengomposan TKS dengan
menambahkan inokulum ( bioaktivator orgadec ) dan
dapat menurunkan rasio C/N TKS dari 52 menjadi 13
setelah 28-30 hari pengomposan.
TEKNOLOGI PRODUKSI KOMPOS DENGAN
MENGGUNAKAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA
SAWIT ( LCPKS ) SEBAGAI MEDIA PENYIRAM.

 Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)


mengembangkan teknologi produksi kompos secara
aerob dengan sisten tumpukan ( windrow) dengan
memanfaatkan LCPKS sebagai media penyiram

 Proses produksi kompos dimulai dengan


pencacahan TKS menjadi serpih ukuran 4-6 cm,
kemudian ditumpuk diatas lantai pengomposan
membentuk segitiga memanjang dan secara periodik
disiram dengan limbah cair segar dan dbalik dengan
mesin pembalik kompos. Waktu pengomposan
sekitar 2 bulan.
Keuntungan teknologi produksi
kompos
 Resiko kegagalan sangat
kecil
 Tidak memerlukan
bioaktivator dan hanya
memanfaatkan limbah cair.
 Mutu produk tinggi dan
homogen
 Proses pengomposan
cukup singkat.
 Tidak berbau.
 Ramah lingkungan.
Persentase dari Penggunaan
Jenis Limbah tiap ton TBS
Tandan kosong 22-23 Kompos, mulsa, pulp,
kertas, papan partikel,
energi

Solid dekanter 4-5 Kompos, pakan ternak


Cangkang 6-7 Arang, papan partikel
Serat sabut 13-18 Pulp, kertas, papan
partikel
Limbah cair 30-50 Irigasi, pupuk, biogas

PPKS
EFB AS FUEL

Empty Bunch Press Nut Recovery Drum

EFB Fibre Plant EFB Fibre


UP
INTENSIFIKASI PERTANIAN

• Pada perkebunan rakyat berprospek


cukup baik.
- gulma untuk pakan domba
- pupuk organik dari kotoran

• Pelepah kelapa sawit dan limbah PKS


juga dapat digunakan sebagai bahan
makanan sapi
PAKAN TERNAK BERBASIS LIMBAH SAWIT

Komposisi bahan baku terbaik:


Formula Formula Formula Formula
Jenis bahan baku
1 2 3 4
Pelepah sawit (%) 60 50 40 30
Lumpur sawit (%) 18 23 28 40
Bungkil inti sawit (%) 18 23 28 26
Dedak (%) 4 4 4 4
Urea (% dari jumlah pakan) 0.4 0.4 0.4 0.4
Garam (% dari jumlah pakan) 0.1 0.1 0.1 0.1
Kandungan energi (Kal/kg) 4760 4740 4720 4630
Kandungan protein (%) 7.8 9.0 10.3 14.5

Pertambahan bobot selama


12 minggu 38 kg
SAPI - SAWIT
Daftar Pustaka

1. Buana.L.D.Siahaan dan S. Adiputra.2003. Teknologi


Pegolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya.
PPKS Medan.

2. Corley.R.H.V. dan P.B. Tinker.2003. The Oil Palm.


Fourt Ed. Black Well Publising.

3. Darmosarkoro.W. 2006. Pengembangan Perkebunan


Kelapa Sawit Indonesia yang Lestari Berbasis
Teknologi. Pidato Dies Natalis ke 48 INSTIPER,
Yogyakarta.
4. Hakim, M. 2007. Kelapa Sawit. Teknis Agronomis dan
Manajemennya (Tinjauan Teoritis dan Praktis ) Lembaga
Pupuk Indonesia, Jakarta.

5. Lubis.E.L.Erningpraja, dan R.Fauzan. 2005. Dampak


Pemanfaata Limbah Cair PKS Secara Aplikasi Lahan
Terhadap Produktivita Tanaman Kelapa Sawit. Presiding
Pertemuan Teknis Kelap Sawit. Medan 19-20 April 2005.

6.Jenie.B.S.L dan W.P. Rahayu.1990. Penanganan Limbah


Industri Pangan. Penerbit Kanisius.
7. Naibaho.P.M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. PPKS
Medan.

8. Satyoso,H.S.M.Hutabarat,Harimurti,Slamet, dan Berlian. 2005.


Pemanfaatan Limbah Cair PKS Di PT Astra Agro Lestari Tbk.
Konsep, Implementasi Operasional, dan Manfaat. Presiding
Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Medan 19-20 April 2005.
9. Siregar.F.A, 2005. Studi Pergerakan air di Dalam Tanah Pada
Perlakuan Beberapa Frekuensi dan Dosis Aplikasi Limbah Cair
Pabrik Kelapa Sawit. Presiding Pertemuan Teknis Kelapa
Sawit. Medan 19-20 April 2005.

10. Sutarta, E.S. 2003. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Pad. Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam Lahan & Pemupukan
Kelapa Sawit. Editor: Darmosarkoro, et a/., 2003. PPKS
Medan.
e-mail :

pauliz@instiperjogja.ac.id
E-journal

 GOOGLE : DIKTI -- BUKA DIKTI ....>


CARI E JOURNAL BUKA

 http//dikti.kemdiknas.go.id
 http//e-journal.dikti.go.id
 Portal : GARUDA
Akses e-journal
DIRJEN DIKTI smp 31/12 2010
 PROQUEST
 URL : proquest.com/pqdweb
 Ac : 0GTMGMPQMJ (Depan angka nol)
 Password : pqdikti
EBSCO ( KHUSUS INSTIPER)

URL :
search.ebscohost.com
User name : ns184742
Password : password
GALE CENGAGE
(KHUSUS INSTIPER)
 URL : infotract.galegroup.com/itweb
 User name : kpt05022
 Password : advance

Anda mungkin juga menyukai