Anda di halaman 1dari 32

STRATEGI PENANGGULANGAN STUNTING

MELALUI GERAKAN TERPADU CEGAH DAN ATASI STUNTING


BANJARWANGI OKE
(GARDU CHATING BRO)

Disusun:
Tim UPT Puskesmas Banjarwangi

DINAS KESEHATAN KABUPATEN GARUT


UPT PUSKESMAS BANJARWANGI
2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama terutama dalam 1000
hari pertama kehidupan (1000 HPK), sehingga mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek
(kerdil) dari standar usianya. (Kemenkes RI)
Indonesia saat ini tengah bermasalah dengan stunting. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018 menunjukkan proporsi stunting mencapai
30,8% dan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kab. Garut 2018 43,2%.
Sementara hasil yang didapatkan dari Bulan Penimbangan Balita (BPB)
Puskesmas Banjarwangi Tahun 2019 yaitu status gizi pendek 4,5% dan
sangat pendek 10% (Stunting 14,5% dan Wasting 4,7%). Apabila
dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2018 dan PSG Kab. Garut 2018,
Puskesmas Banjarwangi masih lebih baik. Terlebih jika dibandingkan
standar WHO, Puskesmas Banjarwangi termasuk ke dalam masalah gizi
masyarakat kategori “Baik” dengan syarat prevalensi balita stunting kurang
dari 20% dan balita wasting kurang dan 5% (Modifikasi WHO, 1997)
Berdasarkan hasil tersebut tidak menghentikan Puskesmas
Banjarwangi untuk terus berpastisipasi, berupaya, berinovasi dalam
pencegahan dan penurunan angka Stunting. Sebab, dikhawatirkan terjadi
peningkatan angka stunting di kemudian hari dan stunting bukan hal yang
sepele. Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting
mencapai 3—11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai
PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di
Indonesia diperkirakan mencapai Rp300-triliun—Rp1.210 triliun per tahun.
(Kementerian Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi).
Dan pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus
demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun)
lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah
15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia
produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang
diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa (Kementerian PPN/Bappenas). Tentu
saja Bonus Demografi ini akan menjadi kesempatan emas apabila kualitas
SDM Indonesia baik, sebaliknya bisa menjadi ancaman apabila kualitas
SDM nya buruk.
Dengan begitu, dengan upaya penurunan angka stunting akan
berdampak positif bagi pembentukan kualitas SDM yang baik dan
berkualitas demi Kemajuan Bangsa Indonesia. Program yang telah dimiliki
oleh kabupaten garut adalah ―Gagah Ti Garut‖ yaitu Gerakan Pencegahan
Stunting Garut, berdasarkan hal itu UPT PKM Banjarwangi
mengembangkan Strategi Inovasi ―Gardu Chating Bro‖ yaitu Gerakan
Terpadu Cegah dan Atasi Stunting Banjarwangi Oke sebagai strategi
pencegahan stunting di wilayah kerja Puskesmas Banjarwangi.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjadi panduan bagi Puskesmas Banjarwangi dalam
melaksanakan intervensi stunting terintegrasi mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
2. Tujuan khusus
Mengikuti lomba pembuatan makalah intervensi stunting di
Kabupaten Garut
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat
kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya
asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua
faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai
terutama dalam 1.000 HPK. Anak tergolong stunting apabila panjang atau
tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang
berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan beberapa dokumen lainnya. Gambaran dan angka stunting yang
terjadi di wilayah Indonesia dan mengerucut hingga ke Puskesmas
Banjarwangi dapat dilihat pada Gambar 1, Tabel 1 dam 2 di bawah ini.

Gambar 1. Distribusi Geografis Prevalensi Stunting menurut Provinsi di Indonesia


Tabel 1. Masalah dan Kinerja Program Gizi di Provinsi Jawa Barat Tahun
2017

Sumber: Buku Saku Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Kemenkes RI, 2017

Tabel 2. Prevalensi Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarwangi


Tahun 2019
Balita Balita STATUS GIZI BALITA TB/U
yang yang Sangat
No Nama Desa D/S
ada ditimbang Pendek Pendek Normal Tinggi JUMLAH
n % n % n % N %
1 BANJARWANGI 212 195 92 9 4,6 21 10,8 155 79,5 10 5,128 195
2 BOJONG 638 638 100 47 7,4 77 12,1 477 74,8 37 5,799 638
3 DANGIANG 404 404 100 26 6,4 35 8,7 332 82,2 11 2,723 404
4 JAYABAKTI 320 299 93 16 5,4 35 11,7 239 79,9 9 3,01 299
5 KADONGDONG 521 521 100 14 2,7 48 9,2 408 78,3 51 9,789 521
6 MULYAJAYA 423 423 100 20 4,7 36 8,5 357 84,4 10 2,364 423
7 PADAHURIP 576 575 100 27 4,7 55 9,6 475 82,6 18 3,13 575
8 TALAGAJAYA 318 318 100 10 3,1 31 9,7 257 80,8 20 6,289 318
9 TALAGASARI 732 732 100 25 3,4 65 8,9 635 86,7 7 0,956 732
10 TANJUNGJAYA 583 583 100 16 2,7 74 12,7 477 81,8 16 2,744 583
11 WANGUNJAYA 503 468 93 23 4,9 37 7,9 388 82,9 20 4,274 468
PUSKESMAS 5.230 5.156 99 233 5 514 10 4.200 81 209 4,054 5.156
Sumber: Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) Puskesmas Banjarwangi, 2019
B. Penyebab Stunting
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor
keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak
yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal
seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku,
lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan.
Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa
dicegah.

Gambar 2. Kerangka Penyebab Masalah Stunting di Indonesia

Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami
penyakit infeksi akan melahirkan bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR),
dan/atau panjang badan bayi di bawah standar. Asupan gizi yang baik tidak
hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga tetapi
juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang
pertama kali keluar), Inisasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat.
Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air bersih dan sanitasi
layak serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian
infeksi penyakit menular pada anak.
Kehidupan anak sejak dalam kandungan ibu hingga berusia dua tahun
(1.000 HPK) merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan
dan perkembangan anak yang optimal. Faktor lingkungan yang baik,
terutama di awal-awal kehidupan anak, dapat memaksimalkan potensi
genetik (keturunan) yang dimiliki anak sehingga anak dapat mencapai tinggi
badan optimalnya. Faktor lingkungan yang mendukung ditentukan oleh
berbagai aspek atau sektor.
Penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh berbagai
faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan,
urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan,
pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi
penyebab stunting, diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup:
1. Komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan
2. Keterlibatan pemerintah dan lintas sektor
3. Kapasitas untuk melaksanakan.
Gambar 2. menunjukkan bahwa penurunan stunting memerlukan
pendekatan yang menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat
pendukung.
C. 1000 Hari Pertama Kehidupan
1000 HPK atau Seribu Hari Pertama Kehidupan adalah masa awal
kehidupan yang dimulai saat di dalam kandungan sampai 2 tahun pertama
setelah kelahiran. 1000 HPK terdiri dari 270 hari (± 9 bulan) masa
kehamilan, 180 hari (6 bulan) masa pemberian asi eksklusif, dan 550 hari
(18 bulan) masa pemberian ASI + makanan pendamping ASI.
Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas seorang anak
tumbuh dan berkembang secara optimal. Gangguan yang terjadi pada
periode ini, khususnya asupan gizi yang tepat, akan berdampak pada
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak yang bersifat permanen dan
berjangka panjang serta sulit untuk diperbaiki setelah anak usia 2 tahun.
Gambar 3. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Masa 1000 HPK
D. Dampak Stunting
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia
Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Permasalahan stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK,
akan berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Stunting
menyebabkan organ tubuh tidak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Balita stunting berkontribusi terhadap 1,5 juta (15%) kematian anak balita di
dunia dan menyebabkan 55 juta Disability-Adjusted Life Years (DALYs)
yaitu hilangnya masa hidup sehat setiap tahun.
Dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh,
hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran
fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam jangka panjang, stunting
menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual. Gangguan struktur dan
fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen dan menyebabkan
penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia sekolah yang akan
berpengaruh pada produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, kekurangan gizi
juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek dan atau kurus) dan
meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus,
hipertensi, jantung kroner, dan stroke (Gambar 4.).
Gambar 4. Dampak Terjadi Terjadinya Gangguan Gizi Pada Masa 1000 HPK

Gambar 5. Perbedaan Perkembangan Otak Anak Stunting dan Anak Sehat


E. Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting,
yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan
akses air bersih. (Nila Farid Moelok, 2018)
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui dua intervensi, yaitu
intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi
gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain mengatasi
penyebab langsung dan tidak langsung, diperlukan prasyarat pendukung
yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan,
keterlibatan pemerintah dan lintas sektor, serta kapasitas untuk
melaksanakan. Penurunan stunting memerlukan pendekatan yang
menyeluruh, yang harus dimulai dari pemenuhan prasyarat pendukung.
Kerangka konseptual Intervensi penurunan stunting terintegrasi (Gambar
6.).
Kerangka konseptual intervensi penurunan stunting terintegrasi
berikut merupakan panduan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam
menurunkan kejadian stunting. Pemerintah kabupaten/kota diberikan
kesempatan untuk berinovasi untuk menambahkan kegiatan intervensi
efektif lainnya berdasarkan pengalaman dan praktik baik yang telah
dilaksanakan di masing-masing kabupaten/kota dengan fokus pada
penurunan stunting.
Gambar 6. Kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi
1. Intervensi Gizi Spesifik
Merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting
seperti asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, dan
kesehatan lingkungan. Intervensi spesifik ini umumnya diberikan oleh
sektor kesehatan dan dijelaskan dalam Tabel 3.
Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik:
a. Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memilik
dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk
menjangkau semua sasaran prioritas;
b. Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah
gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah
intervensi prioritas dilakukan.
c. Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang
diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk untuk kondisi
darurat bencana.
Pembagian kelompok ini dimaksudkan sebagai panduan bagi
pelaksana program apabila terdapat keterbatasan sumber daya.

2. Intervensi Gizi Sensitif


Sasaran intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan
dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan sebagaimana tercantum
di dalam Tabel 4. Program/kegiatan intervensi di dalam tabel tersebut
dapat ditambah dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Intervensi ini mencakup:
a. Peningkatan penyediaan air bersih dan sarana sanitasi
b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan
c. Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi ibu
dan anak
d. Peningkatan akses pangan bergizi. Intervensi gizi sensitif umumnya
dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan.
Tabel 3. Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Penurunan Stunting

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di


Kabupaten/Kota Kementerian PPN/Bappenas, 2018)
Tabel 4. Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Penurunan Stunting

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di


Kabupaten/Kota Kementerian PPN/Bappenas, 2018)

Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi


dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Holistik, Intergratif,
Tematik, dan Spatial (HITS). Upaya penurunan stunting akan lebih efektif
apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif dilakukan secara terintegrasi atau
terpadu.
Beberapa penelitian baik dari dalam maupun luar negeri telah
menunjukkan bahwa keberhasilan pendekatan terintegrasi yang dilakukan
pada sasaran prioritas di lokasi fokus untuk mencegah dan menurunkan
stunting. Terutama terhadap perempuan sebagai sasaran prioritas perlu
mendapatkan perhatian khusus. Sebab, perempuan dewasa yang kurang gizi
(berat badan kurang dan postur pendek) berisiko melahirkan bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi BBLR berisiko gagal tumbuh
selama usia anak, remaja dan pada saat dewasa berisiko melahirkan generasi
kurang gizi selanjutnya. Kehamilan dini dari remaja yang kurang gizi akan
menambah risiko lahirnya bayi dengan BBLR dan remaja tersebut akan
tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan berat badan rendah dan postur
pendek. Apabila masalah ini tidak diperbaiki, maka akan terjadi masalah
anak pendek intergenerasi.

Gambar 7. Dampak Rantai Kekurangan Gizi Pada Perempuan


BAB III
PEMBAHASAN
A. Strategi Inovasi Gardu Chating Bro
Permasalah stunting pada usia dini terutama pada periode 1000 HPK
akan berdampak pada kualitas manusia khususnya di wilayah kerja UPT
PKM Banjarwangi dengan jumlah penduduk 64.698 jiwa dan jumlah balita
5230 jiwa. Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan gagal
tumbuh, hambatan perkembanagn kognitif dan motorik serta tidak
optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam jangka
panjang, stunting dapat menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual
gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat permanen
dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di usia
sekolah yang akan berpengaruh produktivitas saat dewasa.
Strategi inovasi Gardu Chating Bro (Gerakan Terpadu Cegah dan
Atasi Stunting Banjarwangi Oke) merupakan intervensi terhadap stunting
yang terintegrasi. Upaya penurunan stunting dilakukan melalui 2 intervensi,
yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan
intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain
mengatasi penyebab langsung dan tidak langsung, strategi ini merupakan
komitmen dan kebijakan keterlibatan UPT Puskesmas Banjarwangi dan
lintas sektor untuk melaksanakan penurunan stunting yang memerlukan
pendekatan yang menyeluruh.
Target indikator utama dalam program inovasi ini adalah:
No Indikator Capaian Target
2018 2019 2020 2021 2022 2023
1. Prevalensi 14,5%
stunting/pendek (BPB
pada anak 2019)
baduta dan
balita
2. Prevalensi 9,5%
underwight/gizi (BPB
kurang pada 2019)
anak balita

3. Prevalensi 4,7%
wasting/kurus (BPB
pada anak 2019)
balita

4. Persentase 84,28%
bumil
mengonsumsi
TTD 90 tablet
5. Persentase 0%
remaja putri
dan WUS
mengonsumsi
TTD di SMP
dan
SMA/sederajat
5. Persentanse 33,3%
bumil KEK
mendapatkan
PMT
6. Persalinan oleh
Tenaga
Kesehatan di
Fasilitas
Kesehatan
7. Persentase 75,24%
IMD bayi baru
lahir
8. Persentase ASI 62,42%
Eksklusif bayi
0-6 bulan
9. Persentase
balita
mendapatkan
Imunisasi dasar
Lengkap
10. Persentase D/S 93,24%
Posyandu
11. Persentase
keluarga ber-
PHBS

Strategi Inovasi Gardu Chating Bro terdiri dari pengoptimalan


program-progam rutin pencegahan stunting yang telah ditetapkan sesuai
pedoman serta program-program inovasi untuk setiap sasaran kelompok.
UPT Puskesmas Banjarwangi banyak menggunakan singkatan-singkatan
menarik untuk setiap program inovasi sebagai branding agar mudah
diingat. Rincian program inovasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Program Inovasi Gardu Chating Bro

Intervensi Gizi Spesifik


Sasaran Inovasi Program dan Jenis Kegiatan
Kelompok 1000 HPK
- Ibu hamil - Sosialisasi Stunting dan ―GIAT
- Ibu menyusui dan bayi 0-6 1000 HPK‖
bulan - ―Mangkok‖ PMBA
- Bayi 6 – 23 bulan (Memang Kedah Oke)
Kelompok Usia lainnya
- Remaja putri dan WUS - ―Jumpa Umi Odah‖
- Calon pengantin (Jumat Pagi Untuk Minum Obat
Tambah Darah)
- ―Nisa Sabyan‖
(Nikah Sehat Sangkan
Banjarwangi Nyaman)
Intervensi Gizi Sensitif
Sasaran Jenis kegiatan
- Kader kesehatan - Sosialisasi Pencegahan dan
Penanggulangan Stunting
- Pelatihan pengukuran PB dan
TB balita bagi Kader
- Optimalisasi peran kader
kesehatan di Posyandu
- Desa - Revitalisasi Posyandu
- Pengelolaan sampah yang sesuai
standar kesehatan (
Menyediakan Tempat Buang
Sampah sementara dari
Anggaran Dana Desa tahun
2020
- Deklarasi Desa STBM seluruh
Desa pada tahun 2019-2024
(Tahun 2019 1 Desa Deklarasi
Desa STBM)
- Pengadaan Alat Kesehatan oleh
Desa untuk pemenuhan
Poskesdes dari Dana Desa
(Desa Talagajaya)
- Pemberian PMT Pada Kegiatan
Posyandu
- Pembuatan MCK di daerah
rawan sanitasi
- Pembuatan sarana Fisik Berupa
pembangunan Posyandu
- Pembanguan Poskesdes
- Program Pansimas
- Pengadaan Mobil Desa Siaga
(Desa Padahurip)
- Sosialisai Stunting di setiap
- PKK
pertemuan PKK
- Monitoring lapangan melalui
Posyandu
- Pengadaan alat ukur panjang
badan dan microtoise
- Sosialisasi Penanggulangan
- Forkompincam (Forum
Stunting di setiap kesempatan
Komunikasi Pimpinan
baik rakor Desa maupun rakor
Kecamatan)
Kecamatan
- SK Camat Inovasi Gardu
Chating Bro
- Monev langsung ke Lapangan
pada Pelaksanaaan BPB ( bulan
Penimbangan Balita )

- Kantor Urusan Agama - MOU Nisa Sabyan


- Pesantren - MOU Pelayanan Kesehatan
pada Poskestern
- Dinas Pendidikan - MOU Pelayanan Kesehatan di
semua jenjang pendidikan
(PAUD, TK, SD,SMP, SMU )

- Keluarga Berencana - Penyediaan Alat Kontrasepsi


Gratis untuk orang miskin

- Pembinaaan Kampung KB

- Sosialisasi Bina Keluarga Balita

- Sosialisasi Kekerasan dalam


Rumah Tangga dan penanganan
kasus KDRT

- Puskesmas Ramah Anak

- Keluarga Bumil - ―Ayu Tingting‖ (Ayah Peduli


Genting Stunting)
- Masyarakat - ―BASAJAN‖ (Babarengan
Sauyunan Arisan Jamban)

B. Sosialisasi Stunting dan “GIAT 1000 HPK”


Sosialisasi stunting merupakan langkah awal dalam memberikan
informasi kepada sasaran utama kelompok 1000 HPK dan masyarakat
umum mengenai stunting. Sementara GIAT 1000 HPK merupakan tindakan
pencegahan untuk penyebab langsung stunting kepada sasaran utama
kelompok 1000HPK sesuai dengan fase-fasenya. ―GIAT‖ sendiri
merupakan singkatan dari Gizi Seimbang, ASI Eksklusif, Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), dan T (Teruskan ASI sampai 2 tahun, Tambah Makanan
Pendamping ASI, Tambah vitamin A, Tambah Imunisasi, Timbang balita ke
Posyandu). GIAT 1000 HPK dilakukan dengan metode ceramah,
demonstrasi, dan diskusi.
Sosialisasi stunting dan GIAT 1000 HPK telah mulai dilakukan
kepada ibu hamil yang kegiatannya terintegrasi dengan pemeriksaan
laboratorium ibu hamil di setiap desa. Kedepannya program ini juga dapat
terintegrasi dengan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita. Program inovasi ini
juga sudah dilakukan kepada sasaran kader posyandu yang tertintegrasi
dengan pelatihan kader dengan tujuan agar kader bisa meneruskan
informasi mengenai stunting dan GIAT 1000HPK kepada anggota
posyandu.

C. “Mangkok” PMBA
Merupakan singkatan ―MeMang Kedah Ok Pemberian Makanan Bayi
dan Anak‖. Selain singkatan, maksud dari kata ―Mangkok‖ disini memiliki
arti mangkok secara harfiah yaitu dengan membuat tanda takaran pada
mangkok bervolume 250 ml. Tujuannya adalah memberikan gambaran
mudah kepada sasaran utama yaitu Ibu bayi 6-11 bulan dalam menyiapkan
jumlah takaran yang sesuai untuk makanan anaknya. Program ini dilakukan
dengan metode demonstrasi sesuai dengan kaidah-kaidah PMBA yaitu ―4
Bintang‖ dan standar ―UFREJUTEK‖ (Usia, Frekuensi, Jumlah, dan
Tekstur). Sementara untuk usia 12-23 bulan disesuaikan dengan ―Isi
Piringku‖
D. “Jumpa Umi Odah”
Program ini merupakan program pemberian Tablet Tambah Darah
(TTD) kepada remaja putri baik yang sekolah maupun yang tidak setiap satu
minngu sekali, sesusai dengan pedoman yang telah ditetapkan Kemenkes.
Adapun ―Jumpa Umi Odah‖ merupakan singkatan dari : ―Jumat Pagi
Minum Obat (Tablet) Tambah Darah‖. Singkatan ini dibuat agar mudah
diingat oleh para remaja putri dan WUS. Pemberian TTD kepada sasaran
remaja putri yang sekolah terintegrasi dengan UKS masing-masing sekolah.
Sementara, untuk sasaran remaja putri yang tidak sekolah diberikan saat
Posyandu Remaja. Kegiatan Jumpa Umi Odah ini terdiri dari penyuluhan,
pemeriksaan Hb, dan pemantauan.
E. “Nisa Sabyan”
Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dan Kemenag Kabupaten Garut
telah melakukan kerja sama berkaitan dengan progam ―Nikah Sehat‖ yang
dianjurkan oleh Pemerintah Indonesia, namun program tersebut berjalan
kurang maksimal. Terutama dalam upaya menarik minat para calon
pengantin dan masyarakat luas. Maka dari itu, Puskesmas Banjarwangi
membuat Program Inovasi ―Nisa Sabyan‖ (Nikah Sehat Sangkan
Banjarwangi Nyaman) bekerjasama dengan Kantor Urusan Agama
Kecamatan Banjarwangi. Judul inovasi tersebut dibuat mengikuti tren masa
kini dengan tujuan untuk mengambil simpati dan mengundang rasa
penasaran masyarakat.
Mekanisme kerja dari program ini yaitu setiap calon pengantin
diwajibkan untuk mendapatkan surat keterangan telah dilakukan Imunisasi
TT catin, surat keterangan sehat badan, dan sertifikat dari Puskesmas
Banjarwangi sebagai syarat dilangsungkannya pernikahan oleh KUA.
Indikator keberhasilan program ini yaitu :
1. Meningkatnya cakupan TT Catin
2. Meningkatnya angka kontak Calon Pengantin Konsultasi kesehatan
Pra nikah.
F. Pelatihan Pengukuran Panjang Badan dan Tinggi Badan
Sasaran utama dalam pelatihan ini adalah Kader Posyandu.
Tujuannya, agar kader posyandu menjadi terampil dan kompeten dalam
melakukan pengukuran sehingga didapatkan hasil pengukuran yang akurat.
Sebab, hasil pengukuran yang akurat sangat dibutuhkan sebelum
penyusunan program intervensi agar program tersebut sesuai dan tepat guna.
Hasil pengukuran yang akurat berawal dari cara pengukuran yang dilakukan
sesuai standar dengan menggunakan alat yang standar. Maka, UPT PKM
Banjarwangi berinovasi melakukan pelatihan ini. Pelatihan ini telah
dilaksanakan pada bulan Oktober 2019. Pada kegiatan ini juga melibatkan
lintas sektor PKK untuk pengadaan alat yang standar di masing-masing
posyandu. Pada pelatihan ini kader pun dilatih untuk menetapkan status gizi
Pendek dan Sangat Pendek menggunakan Tabel Antropometri PB/U dan
TB/U yang diberikan oleh Tim PKK Kabupaten Garut untuk masing-masing
Posyandu.
G. Ayu Tinting
Merupakan singkatan dari ―Ayah Peduli Gentingnya Stunting‖ dengan
maksud meningkatkan kesadaran dan kepedulian suami daripada ibu hamil
terhadap stunting dan turut mendukung GIAT 1000HPK. Sebab, kurangnya
kepedulian seorang suami terkadang disebabkan oleh informasi yang minim
terkait stunting. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang para suami
setidaknya hadir 1 kali pada pertemuan Kelas Ibu Hami
H. Basajan
Basajan (Babarengan Sauyunan Arisan Jamban) merupakan salah satu
inovasi unggulan Puskesmas Banjarwangi dalam upaya meningakatkan
cakupan JaGa (Jamban Keluarga) yang memenuhi standar kesehatan
bekoordinasi dengan Pemerintahan Kecamatan Banjarwangi dan
Pendamping PKH (Program Keluarga Harapan). Program ini dibuat karena
masih banyaknya masyarakat dengan kemampuan ekonomi lemah sehingga
masyarakat kesulitan mengadakan secara mandiri fasilitas JaGa yang
memadai. Mekanisme program ini yaitu seluruh sasaran PKH diinstruksikan
untuk menyisihkan sebesar Rp. 25.000,- dari dana PKH dan dikumpukan
untuk membangun jamban sehat umum.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting yang dilakukan
oleh UPT Puskesmas Banjarwangi merupakan serangkaian kegiatan yang
terintegrasi dari optimalisasi program rutin puskesmas, program inovasi,
dan program lintas sektor yang memiliki daya ungkit tinggi.
Upaya nyata yang dilakukan yaitu dengan membentuk strategi inovasi
―Gardu Chating Bro‖ yang dikemas secara menarik sehingga menjadi
branding yang mudah diingat oleh masayarakat. Program ini merupakan
pengembangan dari program Kabupaten yang sedang gencar digalakan yaitu
― Gagah Ti Garut‖.
B. Saran
1. Pemerintah Daerah diharapkan melakukan monitoring-evaluasi yang
berkesinambugnan melalui BPMPD sehingga seluruh Kepala Desa dan
jajarannya lebih fokus dalam penanganan dan mengalokasikan Anggaran
Dana Desa untuk Kesehatan. Khususnya pada upaya penanggulangan dan
pencegahan stunting di desanya masing-masing.
2. Dinas Kesehatan diharapkan melakukan monitoring-evaluasi ke seluruh
Puskesmas sejauh mana Gerakan Besar Gagah Ti Garut bisa
dikembangkan di setiap Puskesmas dengan melibatkan semua
program/bidang.
3. Semua lintas sektor diharapkan turut mengambil bagian sehingga strategi
pencegahan dan penanggulangan stunting terpadu ini dapat berjalan
dengan baik.
4. Optimalisasi pelayanan kesehatan yang sesuai standar bagi seluruh
karyawan UPT Puskesmas Banjarwangi.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Desa, Pembanguna Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI. (2017).


Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembanguna Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun
2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian PPN/Bappenas RI. (2018). Pedoman Pelaksanaan Intervensi


Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota. Jakarta:
Kementerian PPN/Bappenas RI.

Wahana Visi Indonesia. (t.thn.). 1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan
Hari Berikutnya. Wahana Visi Indonesia.
LAMPIRAN

A. Dokumentasi Kegiatan
1. Sosialisasi Stunting kepada PKK

2. Sosialisasi Stunting dan Pelatihan Pengukuran PB dan TB kepada


Kader
3. Penyuluhan Terpadu kepada Ibu Hamil (Stunting, GIAT 1000 HPK,
PHBS, PPPK, Kesehatan Gigi dan Mulut, Hepatitis)
4. Penyuluhan Anemia. Pembagian TTD dan Penyluhan Kesehatan
Reproduksi kepada Rematri

5.

Anda mungkin juga menyukai