Anda di halaman 1dari 10

Nama : Gadi Agung Panuntun

Prodi : PBSI

NPM : 20882011A226013

SEJARAH SASTRA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT. Dengan curahan
rahmat dan hidayah-Nya, artikel ini dapat terselesaikan. Dalam artikel ini, penulis
mencantumkan secara singkat sejarah perkembangan sastra Indonesia. Artikel ini disusun untuk
memenuhi tugas UAS perkuliah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Sumenep. Juga,
diharapkan artikel ini bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Dalam penulisan buku ini, penulis memanfaatkan sejumlah artikel dan website sebagai
rujukan dari artikel ini.

Memang artikel ini jauh dari kata sempurna, tetapi alangkah baiknya kita mensyukuri apa
yang ada. Semoga dengan adanya artikel ini bisa bermanfaat bagi semua.

Sumenep, Januari 2021

Gadi Agung Panuntun


DAFTAR ISI
Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan

A. Penggunaan Istilah Sastra dan Kesusastraan


B. Sastra dan Kebudayaan
C. Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru
D. Batas Waktu Antara yang Lama dan yang Baru

BAB II Masa Mula Sastra Indonesia


A. Berbagai Pendapat tentang Masa Mula Sastra Indonesia

BAB III Periode Sastra di Indonesia


A. Pujangga Lama
B. Sastra Melayu Lama
C. Periode Sastra Indonesia Baru
D. Angkatan Reformasi
E. Angkatan 2000
F. Saat Ini

BAB IV Refrensi
BAB I PENDAHULUAN

A. Penggunaan Istilah Sastra dan Kesusastraan


Di bawah ini dikemukakan penggunaan istilah sastra demikian juga istilah kesusastraan untuk
mempermudah uraian selanjutnya. Dengan bertambahnya wawasan kita dengan soal-soal kesusastraan
tidakkah ada baiknya untukselanjutnya kita mempertegas batas-batas istilah sebagai berikut:

a) Istilah sastra, dipakai sebagai istilah umum yang meliputi beberapa ilmu yang bersangkut-paut
dengan bahasa, filsafat, seni, sejarah, dan kebudayaan. Jadi, di fakultas sastra diadakan dan
diselidiki ilmu-ilmu sastra;
b) Istilah susastra, dipakai untuk mengacu kepada hasil kerja sastra yang konkret, jadi ada susastra
Indonesia, susastra Inggris dan sebagainya, (literature, belies-lettres);
c) Istilah kesusastraan, dipakai untuk mengacu kepada abstraksi soal-soal susastra. Jadi ada teori
kesusastraan, kritik kesusastraan dan sebagainya, (cf. masyarakat dan kemasyarakatan). 1
B. Sastra dan Kebudayaan
Dr. S. O. Robson mengatakan bahwa sastra sebenarnya apa? Ia tidak berani mengajukan
definisi, tetapi ia mengajukan usul bahwa sastra adalah sebagian dari kebudayaan, yaitu
kebudayaan dalam arti yang luas, bukan sekadar kehalusan atau kesenian. Jadi pada gilirannya
mengharuskan kita membuat definisi kebudayaan.
Yang dimaksud dengan kebudayaan adalah kelompok adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan
dan nilai yang turun-temurun dan dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk
menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul, baik
dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat secara keseluruhan.
Selanjutnya, Robson mengatakan bahwa barangkali penting untuk memberikan perhatian
sedikit pada definisi itu, karena ada beberapa hal yang berguna untuk pembicaraan sastra, kalau
seandainya sastra boleh dipandang sebagai bagian dari kebudayaan.2

C. Masyarakat Lama dan Masyarakat Baru


Masyarakat lama melahirkan sastra lama, masyarakat baru melahirkan sastra baru. Baik
sastra lama maupun sastra baru terdiri atas bentuk puisi dan bentuk frosa.

Masyarakat lama dipayungi dan dipagari oleh folklor. Apakah yang dimaksud dengan istilah
folklor? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa (Edisi IV, 2008 : 395 - 396)
tercantum pengertian folklor adapun bunyinya sebagai berikut :

1) Adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turuntemurun,


tetapi tidak dibukukan;

1
A. M. Moeliono (1996: 270)
2
Dr. S. O. Robson (1978: 6-7)
2) Ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang tidak dibukukan;
- folklor bukan lisan: folklor yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan tidak
dalam bentuk lisan (arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan
tradisional, bunyi isyarat dan musik tradisional)
- folklor lisan: folklor yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan dalam bentuk
lisan (bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat)

Sifat masyarakat lama yang terpenting ialah sebagai berikut :

1) Perasaan persatuan yang kukuh antara anggota-anggotanya, yang antara sesamanya


tidak banyak berbeda dan sekaliannya dapat memenuhi keperluannya tentang rohani
dan jasmani dalam lingkungan masyarakat itu.
2) Adat yang timbul di masa yang silam dan berakar kepada kepercayaan, kepada agama
(kepada dunia yang gaib dan sakti) melingkupi dan menguasai segala cabang
kehidupan, yang padu bersatu.
3) Oleh sifat-sifat yang di atas masyarakat tiada bergerak, pertentangan antara orang dan
golongan sangat sedikit, karena sekaliannya sudah tetap watas-watasnya

Lahirnya Masyarakat Baru

Masyarakat lama yang bersifat statis, lama kelamaan berubah menjadi masyarakat baru.
Faktor utama terjadinya perubahan sifat adalah sebagai berikut :

Pengaruh Agama Islam Agama Islam membawa corak yang lain, ia sangat
mengutamakan manusia, tanggung jawab dan kewajibannya masing-masing. Akan tetapi, dalam
berbagai hal, pemeluk agama Islam disamping yang menyesuaikan diri juga yang masih patuh
pada adat-istiadat masyarakat lama.

Orang yang beriman disuruh memelihara diri dan juga keluarganya dari api neraka. Allah
SWT. Berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka” 3

Pengaruh Barat (Masyarakat Eropa)

Sebenarnya, perubahan yang terbesar, yang terjadi di negeri ini dan yang penting untuk
memahamkan puisi baru sebagai pancaran masyarakat baru, yaitu perubahan yang disebabkan
oleh pertemuan masyarakat kita dengan masyarakat Eropa.

Seperti bangsa Timur yang lain, bangsa Indonesia dengan sengaja pula menyongsong
kebudayaan Eropa, dengan jalan memasuki sekolah yang didirikannya, membaca bukunya,
menjadi pegawai dalam perusahaannya, turut menyertai perdagangan internasional, dll. Sekolah,
berbagai-bagai didikan dan pengajaran tentang ekonomi, kesehatan, dll., perlahan-lahan
3
(Surat At-Tahrim, 66 : 6)
mengubah pikiran dan anggapan. Ikatan adat yang mengekang sudah longgar dan mata mereka
tertuju ke depan. Perubahan-perubahan tersebut di atas melahirkan masyarakat baru. Masyarakat
baru melahirkan puisi baru, puisi baru adalah pancaran masyarakat baru.

D. Batas Waktu Lama dan Baru


Batas waktu antara perpustakaan lama dan yang baru ialah permulaan abad yang ke XX ini.
Oleh Prof. Dr. C. Hooykaas mengatakan bahwa perpustakaan baru dimulainya dengan kitab-
kitab yang dikarang oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsji ±100 tahun yang lalu.
Siapakah Abdullah bin Abdul Kadir Munsji? Abdullah ialah pengarang Melayu yang mula-
mula keluar dari kebiasaan lama, yang melanggar dan mematahkan tradisi yang sudah
turuntemurun, yang memalingkan penanya dari menceritakan kisah yang ghaibghaib atau dari
alam khayal ke dunia kenyataan.
Prof. Dr. C. Hooykaas memasukkan Abdullah dalam golongan perintis (permulaan)
pengarang baru, karena pandangannya dalam karangmengarang sudah lain sekali dari pengarang-
pengarang Melayu sebelumnya. Sezaman Abdullah ada dua orang pengarang Melayu bersaudara
Radja Ali Hadji dan Siti Saleha tidak dimasukkan orang ke dalam golongan pengarang
kesusastraan baru, karena kedua pengarang itu tidak membawa perubahan apa-apa dalam
lapangan sastra. Yang pertama terkenal karena Gurindam Dua Belasnya dan yang kedua karena
Sjair Abdul Muluknya. Keduanya itu masih tetap berpegang pada bentuk puisi lama. Abdullah
pun dalam puisi masih tetap menggunakan bentuk lama, yaitu sjair dan pantun. Oleh karena itu
ada yang mengatakan kaki Abdullah sebelah telah menginjak zaman baru dan yang sebelah lagi
masih tetap terikat pada zaman lama.
Abdullah banyak bergaul dengan orang-orang Barat, khususnya dengan Raffles; ia pun
berkenalan dengan Milne dan Thomson dari kalangan penyiar agama Kristen. Kepada Milne,
Abdullah belajar bahasa Inggris dan sebaliknya Milne belajar bahasa Melayu kepadanya.
Abdullah banyak pula membantu penyiar-penyiar agama Kristen itu memperbaiki terjemahan
kitab Injil, oleh anak negeri ia digelari Abdullah Padri.

BAB II MASA MULA SASTRA INDONESIA

A. Berbagai Pendapat tentang Masa Mula Sastra Indonesia


Bahasa adalah unsur utama sastra. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa
Indonesia disebut sastra Indonesia. Di Indonesia, di samping sastra yang ditulis
dalam bahasa Indonesia ada juga yang ditulis dalam bahasa daerah dan bahasa
asing. Sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa daerah disebut sastra daerah dan
sastra yang aslinya ditulis dalam bahasa asing disebut sastra asing. Jadi, untuk
mengenal jenis sebuah sastra kita lihat jenis bahasa yang digunakannya. Di
samping ketiga jenis sastra tersebut di atas, ada juga disebut sastra terjemahan,
yaitu sastra yang dialihbahasakan dari suatu bahasa ke bahasa lain tanpa mengubah
bentuk dan isi sastra yang bersangkutan. Contohnya sastra daerah atau sastra asing
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ada juga disebut sastra saduran,
yaitu sastra (cerita) yang disusun kembali secara bebas tanpa merusak garis besar
cerita, biasanya dari bahasa lain.
Kapan masa mula sastra Indonesia? Para pengamat sastra Indonesia tidak
sependapat tentang masa mula sastra Indonesia. 24 Sejarah Perkembangan Sastra
Indonesia Dalam buku Perkembangan Puisi Indonesia dalam Masa Duapuluhan
(Fachruddin Ambo Enre, 1963: 11) tercantum:
1) Sastra Indonesia baru ada sesudah Proklamasi Kemerdekaaan 1945.
2) Sastra Indonesia baru ada sesudah Sumpah Pemuda 1928.
3) Sastra Indonesia sudah mulai pada awal tahun duapuluhan.
Pendapat pertama di atas dikemukakan oleh Slametmuljana. Ia menyangkut-pautkan nama
negara Indonesia dengan nama sastra Indonesia. Sastra sebelum proklamasi kemerdekaan 1945
semuanya masih digolongkan sastra daerah.

Pendapat kedua di atas dikemukakan oleh Umar Junus. Ia menyangkutpautkan nama Sumpah
Pemuda dengan nama sastra Indonesia. Ia beranggapan bahwa sastra Indonesia baru ada sesudah
Sumpah Pemuda 1928. Tidak ada sastra tanpa bahasa, ini benar. Jadi, sastra Indonesia baru ada
sesudah ada bahasa Indonesia.

Pendapat ketiga di atas dikemukakan oleh Fachruddin Ambo Enre (1963: 19). Ia berpendapat
bahwa ditinjau dari sudut bentuk, bahasa, dan isinya, kesusastraan yang muncul pada masa-masa
duapuluhan ini jelas menunjukkan adanya pengaruh kesusastraan Barat; isinya mencerminkan
keadaan masyarakat zamannya, masyarakat Indonesia yang sedang mengalami pertumbuhan,
gaya bahasa dan perbendaharaan kata-katanya tidak lagi serupa dengan bahasa di zaman
Abdullah bi Abdulkadir Munsji. Jadi, kenyataan cukup memberikan hak kepada kita untuk
menetapkan munculnya suatu zaman baru, zaman kesusastraan Indonesia.

BAB III Periode Sastra di Indonesia

A. Pujangga Lama
Bentuk pengklasifikasian karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada
masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di
Nusantara, budaya melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar
negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-
karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama dianatara penulis-penulis utama
angkatan pujangga lama.
B. Sastra Melayu Lama
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942. Berkembang
dilingkungan masyarakat Sumatera seperti Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah
Sumatera lainnya.
C. Periode Sastra Indonesia Baru

Sejarah sastra Indonesia baru diperkirakan dimulai pada tahun 1920-an, dimana pada periode
ini sastra Indonesia telah mengalami akulturasi dengan Kesusastraan Barat.

Disamping itu karya di zaman ini hadir dengan nama pengarang yang dinyatakan dengan
jelas. Di mana di masa ini mulai dikenal prosa (Roman, novel, cerita pendek dan drama) dan
puisi yang mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah
sastra di Indonesia.

Periode ini digolongkan ke beberapa angkatan, salah satunya iyalah :

 Angkatan Chairil Anwar (Angkatan 45)

Karena perjuangannya yang sangat besar, Chairil Anwar menjadi tokoh sentral pada
periode ini. Disebut juga sebagai Angkatan Kemerdekaan karena kelahirannya
bersamaan dengan suasana proklamasi kemerdekaan Indonesia.

D. Angkatan Reformasi

Jatuhnya kekuasaan Orde Baru turut melahirkan wacana tentang Sastrawan Angkatan
Reformasi, terlebih di akhir 1990-an. Angkatan ini turut merefleksi keadaan sosial politik. Oleh
karena itu masa ini didominasi oleh lahirnya karya-karya sastra bertemakan sosial-politik.

E. Angkatan 2000

sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 oleh Korrie Layun Rampan telah diterbitkan oleh
Gramedia di tahun 2002. Buku tersebut menjadi penanda lahirnya Sastrawan Angkatan 2000
yang kemudian menjaring seratus lebih pelaku sastra, baik itu penyair, cerpenis, novelis hingga
kritikus sastra.

Masa ini ditandai dengan lahirnya karya sastra yang sangat berani dan vulgar yang
mendorong berkembangnya fiksi sekuler dan seksual. Salah satu yang menonjol adalah Ayu
Utami melalui karyanya yang berjudul “Saman” dan “Larung”.

Sebagai pengimbangnya lahir juga fiksi-fiksi Islami yang dilahirkan dengan eksplorasi dan
pengemasan yang Islami sehingga terkesan lebih santun dan bersih dari hal yang mengandung
citra erotis dan vulgar.
F. Saat Ini

Seiring dengan perkembangan internet, berdampak pula pada sejarah perkembangan sastra
Indonesia saat ini, banyak anggota komunitas sastra Indonesia tidak lagi mempublikasikan
karya-karyanya melalui buku, periode ini dikenal dengan nama Cyber Sastra.

Mereka lebih memilih mempublikasikan melalui dunia maya, baik yang dikelola resmi oleh
pemerintah, organisasi nirbala, maupun situs pribadi.
REFERENSI

http://digilib.unm.ac.id/

https://blogkulo.com/sejarah-sastra-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai