Anda di halaman 1dari 19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka


Penelitian Eko Triaji (2006) tentang Pengaruh Kualitas Faktor Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Waktu Penyelesaian Proyek Konstruksi
Bangunan Tingi Di Jabotabek, didapat hubungan yang signifikan dimana kualitas
faktor keselamatan dan kesehatan kerja dapat menaikkan kinerja waktu
penyelesaian proyek konstruksi bangunan tinggi di Jabotabek. Faktor – faktor
keselamatan dan kesehatan kerja yang bepengaruh dalam penelitian adalah
keterlibatan top manajer terhadap masalah keselamatan dan kesehatan kerja dan
pelatihan dan orientasi program K3 terhadap pekerja proyek.

Penelitian Wieke Yuni Christina, Ludfi Djakfar dan Armanu Thoyib (2012)
tentang Pengaruh Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja
Proyek Konstruksi menunjukkan bahwa secara signifikan dan positif, budaya K3
dapat menaikkan kinerja proyek konstruksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara simultan dan parsial variabel bebas yang terdiri dari komitmen top
management terhadap K3, peraturan dan prosedur K3, komunikasi pekerja,
kompetensi pekerja, lingkungan kerja konstruksi, dan keterlibatan pekerja dalam
K3 berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja proyek konstruksi.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Proyek Konstruksi
Proyek adalah suatu kegiatan sementara yang mempunyai dimensi waktu, biaya
dan mutu, guna mewujudkan gagasan yang timbul karena naluri manusia untuk
berkembang. Proyek konstruksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara
yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya
tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasrannya telah
digariskan dengan jelas (Iman Soeharto, 1997). Menurut Krisna Mochtar (2003)
commit
proyek memiliki ciri pokok sebagai to :user
berikut

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

1. Memiliki tujuan dan sasaran khusus, produk akhir atau hasil kerja telah
digariskan dengan jelas.
2. Jumlah biaya, sasaran jadwal, serta criteria mutu dalam proses mencapai
tujuan telah ditentukan terbatas.
3. Bersifat sementara, pelaksanaannya dibatasi oleh titik awal dan akhir.
4. Non rutin, tidak berulang-ulang, dalam arti jenis dan intensitas kegiatan
selalu berubah sepanjang proyek berlangsung.

Menurut Asiyanto (2005:171) dalam proyek konstruksi ada sifat-sifat khusus yang
tidak terdapat pada industri lain.
1. Kegiatan proyek konstruksi terdiri dari bermacam-macam kegiatan dengan
jumlah banyak dan rawan kecelakaan.
2. Jenis-jenis kegiatannya sendiri tidak standar, sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor luar, seperti : kondisi lingkungan bangunan, cuaca, bentuk,
desain, metode pelaksanaan dan lain-lain.
3. Perkembangan teknologi yang selalu diterapkan dalam kegiatan
memberikan resiko tersendiri.
4. Tingginya turn-over tenaga kerja juga menjadi masalah sendiri, karena
selalu menghadapi orang-orang baru yang terkadang belum terlatih.
5. Banyaknya pihak yang terkait dalam proses konstruksi, yang memerlukan
pengaturan serta koordinasi yang kuat.

Menurut Donald S. Barrie (1984:8) proyek konstruksi dapat dibagi dalam


berbagai tipe :
1. Konstruksi pemukiman (Residential Construction)
2. Konstruksi gedung (Building Construction)
3. Konstruksi rekayasa berat (Heavy Engineering Construction)
4. Konstruksi industry (Industrial Construction)

Menurut Asiyanto (2005) proyek konstruksi terdiri dari 4 tahapan dasar, yaitu :
1. Tahapan evaluation and planning
commit to user
2. Tahapan conceptual engineering

7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

3. Tahapan detailed engineering


4. Tahapan construction

2.2.2. Keselamatan Kerja


2.2.2.1. Pengertian Keselamatan Kerja
Pengertian keselamatan kerja menurut Suma'mur (1986:1) adalah keselamatan
kerja yang bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Megginson dalam Mangkunegara (2004:61), keselamatan kerja didefinisikan


menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan kerusakan atau
kerugian di tempat kerja.

Definisi tempat kerja menurut UU No. 1 Tahun 1970 adalah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja,
atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atau sumber – sumber bahaya

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa keselamatan kerja adalah keadaan
dimana tenaga kerja merasa aman dari kerugian ditempat kerja yang bertalian
dengan alat kerja, bahan, proses pengolahan, landasan tempat kerja dan
lingkungan serta cara melakukan pekerjaan. Perasaan nyaman mulai dari dalam
diri tenaga kerja ini akan berpengaruh terhadap kualitas bekerja.

Menurut peraturan perundang-undangan yang diatur dalam undang-undang


tentang keselamatan kerja No. 1 tahun 1970 pasal dua, ini memberikan
perlindungan keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya,
dari segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.

commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Sesuai dengan pengertian keselamatan kerja yang dikemukakan Moenir


(1983:203) maka faktor-faktor dari keselamatan kerja adalah:
1. Lingkungan Kerja Secara Fisik
Secara fisik, upaya-upaya yang perlu dilakukan perusahaan untuk meningkatkan
keselamatan kerja adalah:
a. Penempatan benda atau barang sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan atau mencelakakan orang-orang yang berada di tempat kerja
atau sekitarnya. Penempatan dapat pula dilakukan dengan diberi tanda-tanda,
batas-batas, dan peringatan yang cukup.
b. Perlindungan pada pegawai/pekerja yang melayani alat-alat kerja yang dapat
menyebabkan kecelakaan, dengan cara memberikan alat perlindungan yang
sesuai dan baik. Perlengkapan perlindungan misalnya: gas masker,
kacamata/topeng las, sarung tangan, helm pengaman, sepatu, pakaian anti
api/anti radiasi, penutup telinga, pelindung dada, pakaian anti peluru dan
sebagainya.
c. Penyediaan perlengkapan yang mampu untuk digunakan sebagai alat
pencegahan, pertolongan dan perlindungan. Perlengkapan pencegahan
misalnya: alat pencegahan kebakaran, pintu darurat, kursi pelontar bagi
penerbangan pesawat tempur, pertolongan apabila terjadi kecelakaan seperti:
alat PPPK, perahu penolong di setiap kapal besar, tabung oksigen, ambulance
dan sebagainya.
2. Lingkungan Sosial Psikologis
Jaminan kecelakaan kerja secara psikologis dapat dilihat pada aturan organisasi
sepanjang mengenai berbagai jaminan organisasi atas pegawai atau pekerja yang
meliputi:
a. Perlakuan yang adil terhadap semua pegawai/pekerja tanpa membedakan
agama, suku kewarganegaraan, turunan dan lingkungan sosial. Aturan
mengenai ketertiban organisasi dan atau pekerjaan hendaknya diperlakukan
secara merata kepada semua pegawai tanpa kecuali. Masalah-masalah seperti
itulah yang sering menjadi sebab utama kegagalan pegawai termasuk para
eksekutif dalam pekerjaan.
commit terhadap
b. Perawatan dan pemeliharaan asuransi to user para pegawai yang melakukan

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

pekerjaan berbahaya dan resiko, yang kemungkinan terjadi kecelakaan kerja


yang sangat besar. Asuransi meliputi jenis dan tingkat penderitaan yang
dialami pada kecelakaan. Adanya asuransi jelas menimbulkan ketenangan
pegawai dalam bekerja dan menimbulkan ketenangan akan dapat ditingkatkan
karenanya.
c. Masa depan pegawai terutama dalam keadaan tidak mampu lagi melakukan
pekerjaan akibat kecelakaan, baik fisik maupun mental. Bentuk jaminan masa
depan ini dapat diwujudkan seperti tunjangan pensiun, tunjangan cacat.

2.2.2.2. Syarat-syarat Keselamatan Kerja


Berdasarkan ruang lingkup yang telah ditetapkan pada pasal 3 Undang-undang
No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja yang ditunjukan untuk :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan


2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
dan kejadian-kejadian lain berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri
7. Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap, uap gas, hembusan angin cuaca, sinar dan
radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan
9. Memperoleh penerapan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban yang baik
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik
12. Memelihara kesehatan dan ketertiban
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
commitpengangkutan
14. Mengamankan dan memperlancar to user orang, binatang, tanaman

10
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

2.2.2.3.Tujuan Keselamatan Kerja


Tujuan keselamatan kerja menurut pendapat Suma'mur (1986:1-2) adalah sebagai
berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produk nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

2.2.2.4. Penyebab Utama Timbulnya Kecelakaan Kerja


Kecelakaan adalah suatu kejadian yang selalu mempunyai sebab dan berakibat
kerugian. Menurut Dessler (1986:649/652) ada dua penyebab utama timbulnya
kecelakaan dalam perusahaan.
1. Kondisi yang tidak aman
Kondisi yang tidak aman adalah kondisi mekanik atau fisik yang mengakibatkan
kecelakaan. Yang termasuk dalam kondisi ini antara lain meliputi :
a. Peralatan yang tidak diamankan dengan baik
b. Peralatan yang rusak
c. Pengaturan atau prosedur yang berbahaya, atau disekitar mesin-mesin atau
peralatan
2. Tindakan yang tidak aman
Tindakan yang tidak aman merupakan sebab utama kecelakaan dan manusialah
yang menimbulkan tindakan tidak aman tersebut. Yang termasuk dalam kategori
tindakan yang tidak aman ini antara lain :
a. Tidak mengamankan peralatan
b. Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh
c. Membuang benda sembarangan
d. Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman, apakah terlalu cepat atau terlalu
lambat
commit alat
e. Menyebabkan tidak berfungsinya to user
pengaman dengan memindahkan,

11
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

menyesuaikan atau memutuskan


f. Menggunakan peralatan yang tidak aman dalam memuat, menempatkan,
mencapur atau mengkombinasi
g. Mengambil (posisi yang tidak aman dibawah beban yang tergantung)
h. Mengangkat barang dengan ceroboh
i. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain dan sebagainya. Kondisi yang
tidak aman dan tindakan yang tidak aman tersebut akan mengakibatkan
kecelakaan kerja dan bilamana sering terjadi akan mengancam operasi
perusahaan. Kecelakaan kerja ini dapat langsung mengakibatkan :
a. Penderitaan fisik tenaga kerja, misalnya kematian, cacat tubuh dan sebagainya
b. Kehilangan waktu kerja, kerusakan harta benda dan lain sebagainya

Manullang (1990:63) juga menjelaskan beberapa faktor yang dapat menimbulkan


kecelakaan kerja, yaitu :
a. Faktor manusia
Misalnya kurangnya ketrampilan atau kurangnya pengetahuan salah penempatan,
misalnya tenaga kerja lulusan Sekolah Teknologi Menengah (STM) akan tetapi
ditepatkan dibagian Tata Usaha.
b. Faktor material atau bahannya atau peralatannya
Misalnya karena bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih
murah dibuat dari bahan lainnya sehingga mudah dapat menimbulkan kecelakaan.
c. Faktor bahaya atau sumber bahaya / bahaya ada dua sebab
1. Perbuatan berbahaya
Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan atau kelesuan sikap kerja
yang tidak sempurna dan sebagainya
2 . Kondisi atau keadaan berbahaya
Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin atau peralatan-peralatan lingkungan,
proses sifat pekerjaan.
d. Faktor yang dihadapi
Misalnya kurangnya pemeliharaan mesin-mesin dan peralatan sehingga tidak
bekerja dengan sempurna. Sebagaimana yang kita ketahui keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan hal commit to user bagi suatu perusahaan karena
yang penting

12
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

dampak terjadinya suatu kecelakaan kerja tidak hanya merugikan pekerja tetapi
juga perusahaan secara langsung. Oleh karena itu penanganan masalah
keselamatan dan kesehatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus secara serius
oleh seluruh komponen pelaku usaha dan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerja yang terorganisir dengan baik tentunya akan mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja.

Terorganisir dengan baik disini adalah terpenuhinya semua aspek syarat-syarat


keselamatan kerja sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 1 Tahun 1970, terpenuhinya
lingkungan kerja yang sehat dengan terbebas dari penyakit akibat kerja baik
dari golongan fisik, golongan kimia, golongan biologis, golongan fisiologis,
dan golongan psikologi.

2.2.3. Kesehatan Kerja


2.2.3.1. Pengertian Kesehatan Kerja
Menurut Moenir (1983:207) yang dimaksud kesehatan kerja adalah Suatu usaha
dan keadaan yang memungkinkan seseorang mempertahankan kondisi
kesehatannya dalam pekerjaan.

Menurut Soepomo (1985:75), Kesehatan kerja adalah aturan-aturan dan usaha-


usaha untuk menjaga buruh dari kejadiaan atau keadaan perburuhan yang
merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam seseorang itu melakukan pekerjaan
dalam suatu hubungan kerja.

Menurut Manullang (1990:87), adapun faktor dari kesehatan kerja


1. Lingkungan Kerja Secara Medis
· Kebersihan lingkungan kerja
2. Sarana Kesehatan Tenaga Kerja
· Penyediaaan air bersih
· Sarana MCK
3. Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja

commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

2.2.3.2. Tujuan Kesehatan Kerja


Tujuan kesehatan kerja menurut Manullang (1990:87) adalah
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun sosial.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga
kerja.
4. Meningkatkan produktifitas kerja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan kesehatan kerja adalah menjaga dan
melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan kerja.

2.2.3.3. Penyakit Akibat Kerja


Salah satu hambatan dalam proses kerja adalah penyakit yang erat hubungannya
dengan masalah kesehatan kerja. Adapun penyakit yang diderita tenaga kerja
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Penyakit umum
Penyakit umum merupakan penyakit yang dapat diderita oleh setiap orang baik itu
seseorang pekerja maupun penganggur, seorang anak maupun orang lanjut usia.
b. Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang ditimbulkan karena pekerjaannya.
Menurut Romandang (1985:139) pada umumnya penyakit akibat kerja disebabkan
beberapa faktor;
1. Faktor fisik
a. Bunyi atau getaran yang bisa menyebabkan ketulian atau peka (sementara/
permanen)
b. Suhu ruang kerja
c. Radiasi sinar rontgen atau sinar-sinar radio aktif yang menyebabkan
kelainan pada kulit, mata, bahkan susunan darah
d.Tekanan udara yang tinggi menyebabkan ketulian permanen. Caisson
commit
Discase (keadaan yang ditandai to user
dengan kelumpuhan, rasa sakit karena panas

14
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

udara) dan lain-lain.


2. Faktor Kimia
a. Debu dan serbuk yang menyebabkan penyakit pada saluran pernafasan
b. Kabut dan racun serangga yang menimbulkan keracunan
c. Gas, misalnya keracunan karbon monoksida, hidrogen sulfida dan lain- lain
d. Uap yang menyebabkan keracunan atau penyakit kulit
e. Cairan beracun
3. Faktor Biologis
a. Tumbuh-tumbuhan yang beracun atau menimbulkan alergi
b. Penyakit Antharax (semacam infeksi) dari hewan atau Brucela pada kulit
4. Faktor Fisiologis
a. Konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh
manusia
b. Sikap kerja yang menyebabkan keletihan dan kelainan fisik
c. Cara kerja yang membosankan atau meletihkan
5. Faktor Psikologis
a. Proses kerja yang rutin dan membosankan
b. Hubungan kerja yang terlalu menekan/ sangat menuntun
c . Suasana kerja yang serba kurang nyaman

2.2.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan masalah yang besar di bidang
konstruksi. Berbagai bentuk kecelakaan merupakan hal yang sangat merugikan
dan memakan banyak biaya dan waktu bagi pekerja proyek (Terrero Nancy,1997).

Program keselamatan kerja perlu dibuat oleh manajemen perusahaan, serta


memiliki komitmen untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya
keamanan di lokasi proyek (Hinze, 1997).

Dalam manajemen proyek konstruksi, salah satu sasaran utama yang dicapai
adalah menciptakan iklim kerja yang mendukung baik dari segi sarana, kondisi
commit totimbal
kerja, keselamatan kerja, dan komunikasi user balik yang terbuka antara atasan

15
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

dan bawahan(Paulus, 1985).

Dalam dunia konstruksi, keselamatan dan kesehatan kerja sangat berpengaruh


terhadap kinerja dari sebuah proyek, sehingga harus diperhatikan dengan
sungguh-sunguh. Pengabaian faktor tersebut terbukti mengakibatkan tingginya
tingkat kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Hal tersebut sering berakibat
fatal, baik terhadap kondisi dan kesejahteraan pekerja juga terhadap proyek secara
keseluruhan. Oleh sebab itu maka dalam setiap pekerjaan konstruksi diharapkan
adanya upaya-upaya mengurangi resiko kecelakaan yang akan terjadi. Target
utama keselamatan kerja adalah angka kecelakaan nihil pada setiap proyek. Hal
ini hanya dapat dilakukan secara meyeluruh, terpadu, dan bertahap melalui suatu
mekanisme sistem manajemen yang terintegrasi dengan baik (Depnaker,2004).

2.2.5. Kinerja
Prawirosentono (1999:2) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kinerja
(performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing, dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Simanjuntak
(2004:9) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Selanjutnya Kusriyanto dalam Mangkunegara (2004:9) mendefinisikan kinerja


sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan tenaga kerja per satuan waktu
(lazimnya per jam).

Dari beberapa definisi di atas, maka kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah hasil kerja yang telah diperoleh oleh pekerja berdasarkan standar dalam
periode waktu tertentu. Jadi kinerja dalam konsep ini adalah kuantitas, kualitas
dan ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan oleh pekerja konstruksi.

commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

2.2.5.1. Pengukuran Kinerja


Dharma (1993:46) menyatakan bahwa kriteria dalam pengukuran kinerja dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Kuantitas, yang berkaitan dengan target/jumlah yang harus diselesaikan.


Merupakan ukuran kuantitatif yang melibatkan perhitungan dari proses atau
pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang dihasilkan, sehingga
untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi kerja pekerja tersebut dibandingkan
dengan standar kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan.

2. Kualitas, yang berkaitan dengan mutu yang dihasilkan (baik buruknya). Ukuran
kuantitas yang mencerminkan"tingkat kepuasan" yaitu seberapa baik penyelesaian
dari suatu perusahaan walaupun standar kualitas sulit diukur atau ditentukan tetapi
hal ini penting sebagai acuan pencapaian sasaran penyelesaian suatu pekerjaan.

3. Ketepatan waktu, yang berkaitan dengan sesuai tidaknya dengan waktu yang
telah direncanakan. Merupakan suatu jenis khusus dari ukuran kuantitatif yang
menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Dalam hal ini
penetapan standar waktu biasanya ditentukan berdasarkan pengalaman
sebelumnya atau berdasarkan studi gerak waktu.

2.2.5.2. Penilaian Kinerja


Kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam usaha
perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan
harus dilakukan perusahaan untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya
adalah melalui penilaian kinerja. Meggison dalam Mangkunegara (2002:69),
mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk
menentukan apakah pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang
dimaksudkan.

Menurut Rivai (2005:18), Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang


commit tosecara
kondisi kerja karyawan yang dilakanakan user formal yang dikaitan dengan

17
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Rivai (2005:19) menyimpulkan


bahwa penilaian kinerja merupakan:
a. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan
hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan
standar kinerja.
b. Salah satu cara untuk menentukan penilaian kinerja dengan melakukan
penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan.
c. Alat yang baik untuk menganalisa kinerja karyawan dan membuat
rekomendasi perbaikan.

2.2.5.3. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan Kinerja


Pekerja Konstruksi
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang dilaksanakan oleh
perusahaan diharapkan dapat mempertinggi derajat kesehatan dan keselamatan
pekerja konstruksi. Apabila masalah kesehatan dan keselamatan ini, tidak
diperhatikan akan dapat menjadi sebuah permasalahan yang serius bagi
perusahaan dan pekerja konstruksi itu sendiri. Bagi pekerja konstruksi yang
kondisi kesehatannya buruk jelas tentu berdampak pada penyelesaian
pekerjaannya, sehingga membuat kinerja menurun.

Menurut Sedarmayanti dalam Hari (2004:24), adanya program kesehatan yang


baik dan memenuhi syarat akan menguntungkan pegawai secara material, karena
pegawai jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan,
sehingga secara keseluruhan akan mampu bekerja lebih lama, lebih produktif.

Dari pernyataan diatas tampak jelas, bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
berhubungan erat dengan kinerja pekerja. Apabila perusahaan dapat menciptakan
suasana kerja yang kondusif pada akhirnya akan meningkatkan kinerja.

commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

2.2.6. Analisis Statistik


2.2.6.1.Uji Validitas
Teknik pengujian validitas menggunakan teknik korelasi Pearson Product
Moment dengan tingkat signifikansi 5% untuk mengetahui keeratan pengaruh
antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) dengan cara
mengkorelasikan antara skor butir pada questioner terhadap skor total. Apabila
nilai total pearson correlation > 0,3 maka item tersebut valid (Arikunto, 2002
:146 ).
Adapun Rumus Pearson Product Moment :
n.(å xy) - (å x)(å y )
r=
{n.å x }{ }
(2.1)
- (å x ) . n.å y 2 - (å y)
2 2 2

r = korelasi Product Moment


n = cacah subjek uji coba

åx = jumlah skor variabel (x)

åy = jumlah skor variabel (y)

åx 2
= jumlah skor kuadrat variabel (x)

åy 2
= jumlah skor kuadrat variabel (y)

å xy = jumlah perkalian skor variabel (x) dan (y)

2.2.6.2.Uji Reliabilitas
Metode yang digunakan pada uji reabilitas adalah metode Cronbach’s Alpha.
Perhitungan Cronbach’s Alpha dengan menghitung rata-rata interkorelasi di
antara butir-butir pertanyaan dalam kuisioner. Semakin dekat koefisien keandalan
dengan 1, semakin baik. Keandalan kurang dari 0,6 dianggap buruk, keandalan
dalam kisaran 0,7 bisa diterima, dan lebih dari 0,8 adalah baik (Sekaran
2003:182).
Rumus Cronbach’s Alpha:

k æç å s b ö÷
2

rtt = . 1-
k - 1 çè s t 2 ÷ø
(2.2)
commit to user
r11 = reliabilitas questioner

19
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

k = banyaknya butir pertanyaan

ås b 2
= jumlah variansi butir

s t2 = variansi total
Alpha cronbach adalah koefisien keandalan (reliability) yang menunjukkan
seberapa baik item dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu sama
lain.Nilai Cronbach’s Alpha kemudian dibandingkan dengan tabel Cronbach’s
Alpha untuk melihat nilai keandalan.
Tabel 2.1. Tabel Cronbach’s Alpha
No Interval Kriteria
1 < 0.200 Sangat rendah
2 0.200 - 0.399 Rendah
3 0.400 - 0.599 Cukup
4 0.600 - 0.799 Tinggi
5 0.800 - 1.00 Sangat tinggi

2.2.6.3.Analisis Regresi Berganda


Analisis regresi berganda merupakan suatu model dimana variabel terikat
tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas/ independen terhadap variabel terikat
Analisis regresi berganda dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
Y = a + b1X1 + b2X2 + …… + bnXn (2.3)
Dimana: Y adalah variabel tak bebas/ terikat
X adalah variabel-variabel bebas
a adalah konstanta
b adalah koefisien regresi/ nilai parameter

2.2.6.4. Uji Asumsi Klasik


Pada analisis data dengan regresi linier ganda sebelumnya dilakukan juga uji
asumsi: multikolinieritas, normalitas, autokorelasi, dan heteroskesdastisitas.
Apabila hasilnya tidak ditemukan terjadinya multikolinieritas, autokorelasi, dan
heteroskesdastisitas, maka analisis regresi ganda yang telah dilakukan dapat tetap
commit to user
digunakan sebagai hasil akhir uji hipotesis penelitian mengenai pengaruh faktor-

20
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

faktor keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja pekerja proyek


konstruksi

2.2.6.4.1. Uji Multikolinieritas


Multikolinieritas adalah menunjukkan hubungan linier diantara variabel
independen. Pengujian multikolinieritas dalam penelitian ini menggunakan nilai
varian inflation factor (VIF) yang diperoleh dari pengujian hipotesis. Kriteria
terjadinya multikolinieritas adalah apabila VIF lebih besar dari 10 berarti terjadi
masalah yang berkaitan dengan multikolinieritas, sebaliknya apabila nilai VIF
dibawah 10 berarti model regresi tidak mengandung multikolinieritas.

2.2.6.4.2. Uji Autokorelasi


Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi
antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan secara waktu (time series)
ataus secara ruang (cross sectional). Mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat
dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Pengujian autokorelasi akan dilakukan
berdasarkan nilai Durbin-Watsonnya.

Jika DW < DL menyatakan terjadinya autokorelasi, maka Ho ditolak


Jika DW > 4 – DL menyatakan terjadinya autokorelasi, maka Ho ditolak
Jika DU < DW < 4 – DU menyatakan tidak terjadinya autokorelasi positif atau
negatif , maka Ho diterima.

2.2.6.4.3. Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji ini dilakukan dengan
melihat normal probability plot. Distribusi normal akan membentuk garis lurus
diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal, jika
distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2.2.6.4.4. Uji Heteroskedastisitas


Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variandari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika varian dari residual atau pengamatan satu ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik plot antara


nilai prediksi variable terikat,yaitu ZPRED (sumbu X), dengan residualnya
SRESID (sumbu Y). Jika ada pola tertentu sepert titik-titik yang membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, menyebar kemudian menyampit) maka
mengindikasikan terjadinya heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas dan
teratur, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y,maka
tidak terjadi heteroskedastisitas

2.2.6.5.Pengujian Hipotesis Uji t


Yaitu uji hipotesis pengaruh variabel bebas secara parsial atau sendiri-sendiri
terhadap variabel terikat.
a. Hipotesis operasional
· Ho = Variabel bebas secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat.
· Ha = Variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat.
b. Perhitungan t tabel
Tingkat Signikasi (α) = 0,05
T tabel = t (α / 2; n– k) (2.4)
keterangan: n adalah jumlah sampel/responden
k adalah jumlah variabel
c. Dasar pengambilan keputusan
· Berdasarkan t tabel :
Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima
Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak
· commit toprobabilitas
Berdasarkan taraf signifikasi/nilai user :

22
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima


Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak

Nilai t tabel yang diperoleh dibandingkan nilai t hitung, bila t hitung lebih besar
dari t tabel, maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel
independent berpengaruh pada variabel dependen.

Apabila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka Ho diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.

2.2.6.6.Pengujian Hipotesis Uji F


Yaitu uji hipotesis pengaruh variabel bebas secara simultan atau bersama-sama
terhadap variabel terikat.
a. Hipotesis operasional
· Ho =Variabel bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel terikat.
· Ha = Variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat.
b. Perhitungan F tabel
Tingkat Signikasi (α) = 0,05
F tabel = F (α ,V1,V2)
F tabel = F (α ,[k-1];[n-1][k-1]) (2.5)
keterangan: n adalah jumlah sampel/responden
k adalah jumlah variabel
c. Dasar pengambilan keputusan
· Berdasarkan F tabel :
Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima
Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak
· Berdasarkan taraf signifikasi/nilai probabilitas :
Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima
commit
Jika signifikasi < 0,05 maka to user
Ho ditolak

23
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung
lebih besar dari F tabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen

commit to user

24

Anda mungkin juga menyukai