QMS Refrensi 1
QMS Refrensi 1
MODUL
44
Pendahuluan
Banyak survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga atau perusahaan di Indonesia
perusahaan lain. Kualitas pelayanan yang lebih baik inilah yang kemudian akan
Tidak mungkin terjadi “fokus pada pelanggan” tanpa didahului oleh “fokus pada
karyawan.” Oleh karena itu, jika kita bicara “fokus pada pelanggan” maka konteks
seharusnya adalah pada “pelanggan internal dan eksternal.” Dalam hal ini
Pada awalnya, pendekatan top down merupakan cara yang efektif dalam
membangun service culture ini. Artinya, kesadaran dan contoh teladan harus
datang dari pucuk pimpinan, disemaikan ke bawah dengan berbagai media
penyampaian. Membangun service culture ini harus dipandang sebagai sesuatu
yang stratejik sifatnya. Oleh karena itu, dorongan dari atas akan sangat efektif.
Baru setelah mulai berjalan, empowerment of employees menjadi tahap berikutnya.
Memberikan keleluasaan pada karyawan pada batas tertentu akan mendorong
karyawan berkreasi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. Dari dua
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa membangun service culture bukanlah upaya
instan yang akan memberikan hasil instan pula. Ini yang penting disadari.
Service culture harus dibangun dalam tubuh perusahaan secara keseluruhan. Tidak
hanya pada frontliners. Banyak service provider yang mengira dengan melatih para
frontliners agar dapat memiliki budaya melayani, berarti tugasnya sudah selesai.
Padahal, para fronliners ini tidak mungkin dapat melakukan tugasnya dengan baik
tanpa adanya dukungan dari back office yang juga memiliki orientasi yang sama.
Satu hal yang rasanya perlu dicermati oleh para service provider saat ini, sebagai
contoh industri telekomunikasi, yaitu: adanya pola outsource karyawan, terutama
karyawan yang menjadi garda terdepan perusahaan. Dengan pola ini, di satu sisi
memang perusahaan dapat mencapai efisiensi yang diinginkan, namun di sisi lain
ada risikonya. Karyawan ousource ini belum tentu dapat menghayati nilai-nilai
perusahaan, apalagi memahami secara utuh service culture yang dibangun oleh
perusahaan. Akibatnya, service delivery-nya belum tentu optimal, atau dengan kata
lain, belum mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. Inilah yang terkadang
merupakan salah satu sebab dari timbulnya over promise-under delivery.
rupiah dialokasikan untuk kepentingan ini dengan harapan akan berhasil merayu
Menurut Craig Harrison dalam Turning Customer Service Inside Out! How
penting justru mulai dari perusahaan Anda. Cepat atau lambat riak-riak efeknya
pelanggan terjadi juga dalam perusahaan dengan jenis usaha lain. Seberapa baik
konsultan?
yang mengarah pada bagian lain dalam perusahaan Anda. Itu juga tercermin pada
pelayanan.
berikut).
membuang perilaku ‘mereka dan kami’ yang sering dilakukan, baik oleh
• Seluruh standar pelayanan harus realistis, dapat dicapai dan diukur. Para
karyawan harus dilibatkan dalam menetapkan standar pelayanan yang akan
menjadi dasar dari pekerjaan yang akan mereka laksanakan.
• Standar yang ‘keras’ dan standar yang ‘lunak’ harus ditetapkan. Standar
yang ‘keras’ dapat dihitung, misalnya memproses 95% aplikasi dalam waktu
24 jam. Standar yang ‘lunak’ merupakan standar kualitatif, misalnya sikap
ramah dan sopan kepada para pelanggan. Standar bisa juga ditetapkan
berdasarkan standar lokal maupun nasional.
Kepedulian Karyawan
Mendengarkan Pelanggan
Ada dua metode utama yang dapat digunakan untuk mendengarkan pelanggan dan
mendapatkan umpan balik dari pelanggan, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif:
1. Kuantitatif
Fakta (data),
Survey on-line.
2. Kualitatif
Video,
Berikan keyakinan bahwa di masa dating hal yang sama tidak akan
terulang lagi.