MATA KULIAH
PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
Disusun Oleh:
KELOMPOK 8
2020
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan Anak
Berbakat, dengan judul: “Otak dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa (Twice
Exceptional)”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak dapat terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karna itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Mengidentifikasi Siswa dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa...............................................6
2.2 Keberbakatan Dan Gangguan Hiperaktivitas Ketiadaan Perhatian (ADHD)
13
2.3 Keterbakatan dengan Autisme Gangguan Spektrum Autisme.......................................15
2.4 Hiperleksia......................................................................................................................21
2.5 Layanan atau Bantuan/Intervensi pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda
..............................................................................................................................................23
2.6 Peran Orang Tua dan Guru pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda........................25
BAB III.....................................................................................................................................27
PENUTUP................................................................................................................................27
Kesimpulan...........................................................................................................................27
Saran.....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
Pemahaman mengenai anak berbakat pada saat ini masih sangat bervariasi baik
dikalangan para orang tua, para pendidik/guru maupun masyarakat pada
umumnya. Anak berbakat sering kali dipandang sebagai anak didik yang mampu
berprestasi istimewa di berbagai bidang dan tidak menunjukkan adanya
kekurangan atau kelemahan dalam bidang apapun dalam belajar. Anak yang
memiliki bakat istimewa/cerdas istimewa adalah anak yang “super/istimewa”
yang tidak memiliki kelemahan sama sekali dalam mengikuti pendidikan.
Keluarbiasaan ganda yang terjadi pada diri individu merupakan karunia Tuhan
yang patut disyukuri, sebagai calon pendidik kita tentu harus mampu mencarikan
jalan keluar supaya anak didik (individu tersebut) dapat tumbuh kembang secara
maksimal baik secara individu, maupun sebagai makhluk sosial. Sebagai individu,
anak memiliki dan membutuhkan bimbingan, layanan untuk tumbuh kembang
menjadi pribadi yang unggul dalam bidang nilai, norma, kognisi, persepsi, sikap,
dan tingkah lakunya.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Apa yang membuat kondisi dua-kondisi-luar biasa ini dapat terjadi adalah bahwa
kekuatan dan kelemahan individu terletak di wilayah yang berbeda. Pengamatan
awal dari siswa ini membawa ke istilah pemelajar yang tidak konsisten, karena
ada banyak ketidakkonsistenan di prestasi sekolah mereka. Saat ini, mereka lebih
sering disebut sebagai siswa dengan dua kondisi luar biasa (twice exceptional
student).
Kesulitan Identifikasi
Tidak ada data aktual yang muncul hingga saat ini tentang berapa banyak siswa
yang berbakat memiliki kesulitan belajar, walaupun sejumlah perkiraan
menyatakan, sekitar 120.000 dan 150.000 mengikuti sekolah di Amerika (Davis &
Rimm, 2003). Jumlah kombinasi yang ada di antara kecerdasan intelektual yang
tinggi dan ketidakmampuan belajar sangat beragam, sehingga upaya apapun untuk
membuat satu jenis ukuran yang dapat diandalkan kemungkinan tak ada gunanya.
Contoh, siswa yang berbakat dengan kekurangan dalam bidang bahasa atau
berbicara, tidak bisa merespons tes yang membutuhkan jawaban lisan. Siswa
dengan masalah pendengaran mungkin juga tidak dapat merespons perintah lisan
ataupun tidak memiliki kosakata yang diperlukan, untuk mengungkapkan
pemikiran yang rumit. Masalah penglihatan bisa mencegah sejumlah siswa untuk
memahami kosakata tertulis. Ketidakmampuan belajar bisa mencegah sejumlah
siswa dari mengekspresikan diri mereka lewat ucapan atau dalam bentuk tertulis.
Selain itu, siswa dengan dua-kondisi-luar biasa seringkali menggunakan kelebihan
mereka untuk menutupi kekurangan mereka, dan hal itu semakin mempersulit
proses identifikasi.
Chine & Hegeman (2001) mengusulkan, identifikasi dari siswa yang berbakat
dengan ketidakmampuan sangat sedikit untuk alasan berikut:
Ketika psikologi dan pendidikan menjadi lebih paham dengan perilaku yang
mengindikasikan ketidakmampuan belajar, semakin meningkatkan kekhawatiran
bahwa siswa yang berbakat salah didiagnosis. Mereka dianggap memiliki
gangguan psikologis sebagai hasil dari perilaku fantastis yang membuat mereka
luar biasa. Contoh, banyak siswa yang berbakat tekun di dalam pekerjaan mereka,
terlihat dalam perbuatan kekuasaan dengan orang dewasa, dan sangat peka
terhadap situasi emosional. Mereka seringkali tidak sabar dengan diri mereka
sendiri dan orang lain, menampilkan suatu idealisme yang hanya persis peduli
dengan masalah moral dan sosial, yang dapat menciptakan depresi dan ketakutan.
Selain itu, anak yang berbakat seringkali merasa bosan di kelas yang biasa, dan
hubungan dengan teman mereka bisa menjadi sulit. Masalah ini, yang dapat
dikaitkan dengan kekuatan karakteristik dari siswa yang berbakat, bisa
disalahartikan dan pada akhirnya menghasilkan diagnosis yang keliru.
Psikolog James Webb telah lama tertarik tarik tertarik dalam diagnosis siswa yang
berbakat. Webb menyatakan, ahli kesehatan yang tidak berpengalaman salah
membaca masalah dan salah mendiagnosis sejumlah anak yang berbakat, sebagai
anak yang mengidap gangguan hiperaktivitas-ketiadaan perhatian (ADHD),
gangguan ketidakpatuhan yang bersifat menentang, gangguan bipolar, dan
gangguan kompulsif-obsesif. Tak diragukan, keberbakatan bisa muncul juga di
dalam diri siswa yang memiliki gangguan psikologis, tetapi Webb percaya,
jumlahnya jauh lebih kecil daripada yang saat ini di diagnosis.
Demikian pula, sejumlah siswa yang berbakat telah salah didiagnosis dengan
ketidakmampuan belajar. Ini bisa terjadi, ketika ahli kesehatan salah memaknai
hal berikut sebagai tanda dari gangguan belajar (Rizza & Morrison, 2003; Webb
et al., 2005; Winner, 2000):
• Perbedaan besar antara IQ lisan dan IQ unjuk kerja (performance) pada tes
kecerdasan Wechsler.
• Perbedaan besar antara subskala individu pada bagian kecerdasan dan
pencapaian dari Skala Kecerdasan Wechsler untuk anak-anak.
• Tulisan tangan yang buruk.
• Kebiasaan tidur yang buruk.
• Laporan orangtua bahwa anak-anak itu memiliki keinginan yang kuat, tidak
sopan, aneh, argumentatif, dan kuat.
Saat melihat tabel 4.1 jelas bahwa banyak perilaku bermasalah yang dihubungkan
dengan anak yang berbakat, bisa dikaitkan dengan karakteristik ADHD. Tentu
saja, sejumlah anak yang berbakat menderita ADHD, tetapi banyak juga yang
tidak. Jadi, bagaimana ahli kesehatan dan pendidikan menentukan apakah perilaku
seorang anak hanya ekspresi dan keberbakatan, atau tanda dari anak berbakat
dengan ADHD? untuk untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipertimbangkan
latar dan situasi di mana anak menampilkan perilaku bermasalah, dan juga
penjelasan potensial lainnya.
Tabel 4.1 Masalah yang Ada Dikaitkan ke Kekuatan Khas Anak yang Berbakat
Kekuatan Masalah yang Ada
Cepat mendapat dan mengingat Terlihat bosan; tidak sabar dengan
informasi kelambanan teman yang lain.
Menikmati aktivitas intelektual dan Bisa saja menanyakan prosedur
bisa membuat hipotesis serta sintesis kepada guru, menolak Latihan,
konsep yang abstrak. mengabaikan rincian.
Berusaha mengorganisasikan hal-hal Bisa terlihat kasar atau mendominasi.
dan orang.
Kritis terhadap diri sendiri dan Tidak toleran terhadap orang lain; dan
mengevaluasi orang lain secara kritis. bisa menjadi tertekan.
Senang menemukan cara baru untuk Bisa menolak apa yang telah
melakukan sesuatu. diketahui, dianggap berbeda oleh
orang lain
Hasrat yang kuat untuk diterima oleh Mengharapkan orang lain memiliki
orang lain; memiliki empati untuk nilai yang sama; peka terhadap
orang lain. kecaman teman; bisa merasa
terisolasi.
Memiliki minat dan kemampuan yang Merasa frustrasi karena ketiadaan
beragam. waktu; bisa tampak tidak teratur.
Memiliki selera humor yang kuat. Seringkali melihat keanehan dari
situasi; leluconnya mungkin tidak
dipahami oleh orang lain; menjadi
badut kelas untuk mendapatkan
perhatian.
Menampilkan upaya yang kuat, energi Keinginan yang kuat sering kali
tinggi, keringanan yang kuat, dan mengganggu orang lain; merasa
kepekaan. frustasi dengan ketiadaan aktivitas;
bisa dilihat sebagai hiperaktif.
Sejumlah anak yang sangat cerdas menampilkan tingkat masalah perilaku yang
sama, dengan anak yang memiliki masalah belajar.
Beberapa anak yang berbakat memiliki ADHD. Sayangnya, dua kondisi luar biasa
ini seringkali bermakna bahwa anak seperti itu tidak diakui memiliki salah satu
kondisi luar biasa itu. Oleh karena itu, kebutuhan mereka untuk pendidikan yang
tepat seringkali tidak terpenuhi (Zentall, Moon, Hall, & Grskovic, 2001).
Penyebab pasti ADHD tidak diketahui. Bukti ilmiah mengindikasikan bahwa ini
adalah suatu hal yang bersifat neurologis yang didasarkan pada masalah medis,
dan peneliti semakin memahami penyebabnya. Dasar biologis dari gangguan ini
tampaknya terletak di perbedaan dalam struktur otak dan fungsi otak, serta
kehadiran ketidaknormalan genetis tertentu. (Sousa, 2007).
Laporan Perhatian: Karena salah satu karakter utama ADHD (seperti juga
gangguan ketiadaan perhatian/ADD) adalah tidak mampu mengendalikan
perhatian, penelitian terbaru berfokus pada bagaimana otak memberi perhatian
pada rangsangan yang datang dan ransangan internal. Perhatian tampaknya
menjadi hasil dari proses seperti lingkaran yang mencakup barang otak, konteks
posterior (belakang) dan konteks prafrontal. Barang otak mengumpulkan data
yang masuk dan mengirimkan ke korteks posterior yang mengintegrasikan data.
Pemaknaan data adalah pekerjaan dari konteks frontal dan perhatiannya bisa
memodifikasi apa yang disampaikan batang otak, sehingga melengkapi lingkaran.
Kerusakan apapun di lingkaran ini akan mengganggu perhatian, dan tingkatan
kerusakan akan memengaruhi karakter kurang perhatian, beberapa dengan dan
yang lain tanpa hiperaktivitas (Goldberg,2001).
Karena anak yang berbakat memiliki fungsi korteks prefrontal yang lebih tinggi
daripada rekan mereka dengan kecerdasan rata-rata, kerusakan di lingkaran
perhatian lebih mungkin terjadi di korteks posterior (integrasi indera dan input
emosional) serta di dalam batang otak. Hal ini dapat menjelaskan mengapa anak
dengan ADHD lebih mudah mengalami masalah sosial dan emosional daripada
masalah kognitif.
Anak yang berbakat dengan ADHD berbeda dari anak berbakat lainnya dalam hal:
Untuk itu tujuan makalah ini, kita akan berfokus pada autisme klasisk (Jenis-
Kanner) dan Sindrom Aspeger, karena ini adalah 2 jenis yang lebih mungkin
bersamaan dengan kecerdasan yang tinggi.
Keterbakatan juga terjadi di spektrum dari anak yang cukup cerdas hingga jenius.
Terkadang sulit untuk membedakan individu yang sangat aktif dengan autisme
ringan dari seseorang yang berbakat karena mereka bisa berbagi banyak sifat
serupa. Contoh, baik anak berbakat (gifted) dan autis cenderung sangat fokus pada
objek, perilaku, dan aktivitas. Mereka menampilkan perilaku negatif serupa,
seperti sikap keras kepala, tidak peduli terhadap sosialisasi dan pakaian, perilaku
yang buruk dna otoritas guru. Kedua kelompok merupakan pemikir visual yang
kuat dan memiliki indra yang tajam. Individu autis dan berbakat sulit untuk
dikenali, karena kekuatan dan kelemahan mereka bisa sailng menutupi. Tetapi
mereka harus mengelola dan menyuasaikan diri dengan lingkungan mereka. Sulit
untuk memebedakan individu yang sangat aktif dengan autisme ringan dari
seseorang yang berbakat, karena mereka bisa berbagi banyak sifat serupa. Dengan
memiliki dua-kondisi-luar-biasa ini, dampak negative dan postif berikut bisa
muncul (Cash, 1999)
Dampak Positif.
Dampak Negatif
Individu yang berbakat/autistic sering kali bergerak dari satu lingkungan yang
memuji kekuatan mereka ke lingkungan lain yang salah memahami mereka, dan
takut dengan karakteristik mereka yang tidak biasa dan membingungkan. Di
sekolah siswa, yang berbakat/autis bisa ditempatkan di kelas dimana perilaku
mereka yang tampak bertolak belakang dan interaksi sosial yang non-tradisional
sering kali membingungkan guru dan teman yang tidak memahami hal itu.
Sabagai hasilnya, siswa yang berbakat/autis dapat dikecam dan mengalami
penolakan sosial. Walaupun sejumlah dengan dua-kondisi-luar-biasa ini tidak
peka terhadap tidak adanya hubungan sosial (karakteristik khas autis) yang lain
merasa frustasi dengan pengasingan.
Sindrom Aspeger
Sindrom ini diindentifikasi pada tahun 1994 oleh dokter Austria, Hans Aspeger.
Sindrom ini adalah gangguan perkembangan dengan banyak gejala yang sama
seperti autisme. Sindrom Aspeger (AS/ Aapeger Syndrom) bisa terjadi di dalam
36 dari 10.000 anak, atau sekitar 1 dalam 280 anak. Jumlah anak yang mengidap
AS berubah ketika AS dikenali dengan lebih baik, dan ketika jumlah pakar yang
mendiagnosis hal itu meningkat. AS sering kali ditujuk sebagai Autisme Ringan
(HFA) karena orang-orang denga gangguan ini biasanya menampilkan kondisi
mental yang lebih tinggi dari pada mereka dengan autisme klasik. Tetapi, ini ada
sejumlah perbedaan. Dibandingkan dengan autisme ringan, hal itu dipercaya
bahawa dalam AS:
Seperti autisme klasik, A5 adalah kondisi seumur hidup. Gejala pertama dari
kondisi ini biasanya tampak setelah usia 18 bulan dan ditandai oleh koordinator
motoric yang buruk serta mobilitas yang terlambat. Ketika anak berkembang,
gejala lain menjadi terlihat jelas, seperti perilaku obsesif komplusi yang rutin,
koordinasi motoric yang buruk dengan langkah yang terlihat canggung, terkait
erat dengan tempat, kontak mata yang buruk, kesulitan dalam berhubungan
dengan orang, ketiadaan empati terhadao orang lain, dan depresi. Ucapannya
sering kali bersifat berulang dan resmi, dengan intonasi yang monoton dan tidak
memliki kata ganti orang pertama.
Indvidu pengidap AS memiliki masalah dengan interkasi sosial. Hal ini bisa
menjadi karakteristik yang sangta menyulitkan karena hal itu terbawa ke masa
dewasa, yang menyebabkan isolasi sosial dan frustasi. Anak dengan AS sering
kali tidak bisa memahami kebiasaan sosial yang dikaitkan dengan kencan atau
untuk memahami isyarat non-verbal, seperti kontak mata, intonasi suara, atau
bahasa tubuh. Sebagai, hasilnya indvidu dengan AS seringkali menghasilkan
seperangkat peraturan untuk mengatasi interaksi sosial. Aturan biasanya tidak
fleksibel dan semakin mengisolasi individu ini, bukannya membantu mereka
berhasil melakukan interaksi sosial sejumlah program telah dibuat untuk
membantu siswa dengan AS, meningkatkan keterampilan sosial mereka.
Komponen Genetis
Ada buku penting bahwa autisme klasik dan AS memiliki komponen genetis.
Pertama, kedua kondisi memiliki rasio lelaki lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Perbedaan gender ini terlalu besar untuk dijelaskan secara
keseluruhan oleh perbedaan sosialisasi. Mereka lebih mereflesikan perbedaan
perkembangan antara dua jenis kelamin yang diatur oleh informasi genetis.
Kedua, ada jumlah profil AS yang meningkat diantara keluarga dengan anak-anak
pengidap AS. Ketiga, ada jumlah yang meningkat tentang gangguan
perkembangan lain diantara sodara kandung dari anak dengan AS. Satu penelitian
awal meneliti hubungan genetis lewat serangkain tugas kemampuan kognitif
serupa (Barron Cohen & Hammer, 1997). Ibu dan bapak dari anak-anak pengidap
AS beprestasi lebih baik dari pada subjek kontrol pada tugas tersebut yang
dikaitkan dengan kekuatan AS, tetapi lebih buruk pada tugas yang dikaitkan
dengan kelemahan dalam profil AS. Temuan ini memberi dukungan pada
pandangan bahwa orang tua dengan anak pengidap AS membawa bentuk
gangguan ringan. Temuan lain hal adalah, sang ayah menunjukan prestasi yang
lebih rendah pada semua tugas dari pada sang ibu. Tetapi, itu mungkin, AS
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk faktor genetis. Penelitian yang lebih
baru terpusat pada upaya untuk mengidentifikasi jenis gen tertentu, yang mungkin
terkait dengan sifat biasa pada autisme dan AS. Terlihat bahwa kumpulan gen
yang berbeda bertangguang jawab untuk gangguan dalam hubungan sosial,
komunikasi, dan perilaku. Di dalam penelitian yang terpisah, peneliti telah
menemukan kaitan genetis ke perilaku yang terbatas dan berulang (Shao et al,
2003) dan untuk keterlambatan dalam hal bahasa serta interaksi sosial (Depeine et
al, 2007).
Pencitraan otak
Identifikasi Hiperleksia
Frekuensi hiperleksia tampak kurang lebih sama pada anak perempuan dan anak
lelaki (Grigorenko et al., 2002). Anak diduga memiliki hiperleksa bila mereka
menampilkan tiga karakteristik berikut (Kupperman, Bligh, & Ba rouski, 2002):
Jenis Hiperleksia
Karena gejala yang terkait dengan perilaku berkurang di dalam banyak anak
ketika pemahaman bahasa mereka dan ekspresi mereka meningkat, identifikasi
hiperleksia yang sebenarnya pun menjadi sulit. Penelitian tentang hiperleksia
tampaknya mengindikasikan bahwa ada tiga jenis hiperleksia (Kuppernan et al.,
2002):
Mengatasi Hiperleksia
Karena beragam jenis hiperleksia, tes yang komprehensif oleh suatu sistem yang
diakui adalah penting untuk diagnosis yang tepat. Contohnya, adalah penting
untuk membedakan anak-anak ini dari mereka yang memiliki gangguan bahasa
karena gangguan pendengaran, keterbelakangan mental autisme, atau gangguan
emosional. Walaupun anak-anak dengan hiperleksia adalah seperti anak lain
dengan gangguan pembelajaran bahasa, mereka jauh lebih beruntung karena
mereka memiliki keterampilan membaca untuk digunakan sebagai sumber daya
yang suportif. Tetapi, hiperleksia itu membingungkan karena hal tersebut
menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara membaca dan bahasa.
Seorang anak bisa menampilkan kemampuan membaca yang luar biasa, sambil
menampilkan kumpulan linguistik, perilaku, dan sosial.
Banyak anak dengan hiperleksia menunjukkan perbaikan yang luar biasa sejak
mereka didiagnosis untuk kali pertama di usia 2 atau 3 tahun hingga mereka
masuk di kelas 2 SD. Pada awalnya, perilaku mereka terlihat autistic (misalnya,
mereka echolalic dan tidak mampu memahami banyak bahasa). Tetapi, ketika
pemahaman bahasa mereka dan bahasa ekspresif mereka meningkat, anak-anak
ini keluar dari autisme mereka. Di saat mereka mencapai kelas 1 atau 2, mereka
kehilangan sebagian besar karakteristik autistik mereka, tetapi tetap menjauhkan
diri dari yang lain. Pada titik ini, mereka bisa diajari keterampilan sosial.
Penekanan bisa ditempatkan pada ucapan yang intensif dan terapi bahasa, karena
keberhasilan dari anak-anak ini tergantung pada perkembangan pemahaman
mereka dan penggunaan bahasa (Kupperman et al., 2002).
(Sumber: Sousa David A.2009. Bagaimana Otak yang Berbakat Belajar, Edisi
Kedua, Ati Cahyani. 2012. PT Permata Puri Media: Jakarta, Indonesia.)
Berbagai penelitian (Kerr, 2009), menunjukkan bahwa strategi efektif bagi mereka
memiliki beberapa ciri tertentu yang menghadirkan kemungkinan intervensi
efektif sebagai berikut:
a. Libatkan siswa-siswa ini dalam suatu kerja tim dengan anak berbakat, dan
juga melibatkan guru PLB.
b. Selain itu, siswa pada umumnya juga bergaul dengan kelompok ini, agar
terwujud kelompok belajar yang memahami tentang kekurangan dan
keterbelakangannya.
c. Pemahaman tentang masing-masing kekuatan dan kelemahan diperoleh
melalui interaksi dan pemahamannya tentang telanta kekuatan dan interesnya.
2.6 Peran Orang Tua dan Guru pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda
Berikut ini merupakan beberapa saran yang dapat dilakukan oleh guru
kelas:
A. Untuk masalah akademisa
1. Menyajikan materi pelajaran dengan berbagai cara (secaravisual, ceramah,
dan kinestetis) menyalin ulang materi pengajaran yang telah direkam oleh
orang tua, siswa lain ataupun para relawan.
2. Memberi kesempatan untuk berbagi pengetahuan dengan berbagai cara
(rekaman laporan, tes oral, dan demonstrasi di kelas)
3. Menyediakan pengalaman belajar alternatif yang tidak tergantung pada kertas
dan pensil (seperti puzzles, permainan logis, tangrams,manipulasi
matematika)
4. Menempatkan siswa di mana guru dan papan tulis dapat dengan mudah
terlihate.Beri batas waktu yang realistis dalam menyelesaikan tugas (sering
kali harus lebih lama dari anak-anak lain)
C. Afeksia
1. Kurangi tekanan prestasi akademis untuk mengurangi rasa frustasi dan
menurunnya motivasi
2. Gunakan aktivitas-aktivitas seperti klarifikasi nilai-nilai dan bermain peran
3. Gunakan permainan untuk mendorong siswa untuk bicara, adakan pertemuan
kelas untuk membahas perasaan dan masalah yang terjadi di kelas
4. Bawa twice exceptionality dewasa yang sudah sukses sebagai role modele.
5. Jelaskan bagaimana rasanya menjadi anak berkebutuhan khusus pada saat
yang samaf.
6. Ajari anak twice exceptionality untuk menghargai dirinya sendiri sebagai
manusia yang kuat dan cerdas
Berikut ini merupakan beberapa saran yang dapat dilakukan oleh orangtua:
1. Terima kondisi anak anda dan ketahui semua kekhususan yang dimilikinya,
baik kelebihan maupun kekurangannya. Hargai kesuksesan yang dilakukan
anak
2. Sediakan kondisi lingkungan yang memperkaya khasanah belajar anak
(wisata, puzzles, materialsm dan diskusi mengenai topik-topik yang menarik
bagi keluarga
3. Libatkan anak dalam pengambilan keputusan mengenai kehidupan mereka,
termasuk membuat kesepakatan tugas-tugas sekolah atau memutuskan untuk
mengganti salah satu program khusus dengan program yang lain.
4. Jangan bandingkan anak anda dengan anak lainnya.
(Sumber: Zaitun (2017). Anak Berkebutuhan Khusus, Kreasi Edukasi,
Pekanbaru)
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam memberikan bantuan bagi anak-anak
dengan twice exceptionality seperti intervensi dalam bentuk bimbingan dan
konseling, konsultasi dengan melibatkan peranan orang tua, menetapkan strategi
pembelajaran bersama guru dan pembimbing, konseling pribadi dan grup
konseling bagi siswa, dan advokasi. Program pendidikan khusus seperti integrasi,
mainstreaming dan inklusi dapat dilakukan untuk membantu anak-anak ini, sejauh
program tersebut memang memenuhi kebutuhan anak berprestasi. Hal yang perlu
ditekankan dalam hal ini adalah jangan sampai kekhususan yang mereka miliki
menghambat kita untuk mengenali kemampuan-kemampuan yang mereka miliki
karena karakteristik yang terpenting dari twice exceptionality adalah kemampuan
dan keberkatan yang dimilikinya.
Bagi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama hendaklah secara dini
menemu-kenali karakteristik anak-anak mereka yang memiliki kecenderungan
keluarbiasaan ganda, sehingga dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.
Adapun guru dan sekolah, tentunya memiliki peran yang tidak sedikit untuk lebih
berkembangnya anak-anak ini dengan memberikan model pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan yang dimiliki anak tersebut.
Mengubah paradigma anak keluarbiasaan ganda sebagai para trouble maker si
pembuat onar, dan menghilangkan segala label pada anak-anak ini menjadi sangat
penting, agar mereka tidak rendah diri dalam pergaulannya.
Teman sebaya dan lingkungan juga memiliki peran yang signifikan dalam proses
pengembangan anak-anak dengan keluarbiasaan ganda ini. Perlakuan yang sama
adalah yang sangat diharapkan oleh mereka, penerimaan dengan setulusnya
menjadi kunci keberhasilan pergaulan mereka. Pada misi tersebut peran teman
sebaya menjadi sangat penting, agar anak-anak ini tidak terisolir.
DAFTAR PUSTAKA