Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KELOMPOK

MATA KULIAH
PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

Dosen Pengampu: Dr. Hartini Nara, M.Si.

“Otak dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa (Twice Exceptional)”

Disusun Oleh:

KELOMPOK 8

Zhekeyna Glory Pakpahan (1102620020)


Varrel Alifia Maharani E. (1102620068)
Zahra Dinda Shalihah (1102620081)
Vira Servia (1102620089)

PRODI PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan Anak
Berbakat, dengan judul: “Otak dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa (Twice
Exceptional)”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak dapat terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karna itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Jakarta, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Mengidentifikasi Siswa dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa...............................................6
2.2 Keberbakatan Dan Gangguan Hiperaktivitas Ketiadaan Perhatian (ADHD)
13
2.3 Keterbakatan dengan Autisme Gangguan Spektrum Autisme.......................................15
2.4 Hiperleksia......................................................................................................................21
2.5 Layanan atau Bantuan/Intervensi pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda
..............................................................................................................................................23
2.6 Peran Orang Tua dan Guru pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda........................25
BAB III.....................................................................................................................................27
PENUTUP................................................................................................................................27
Kesimpulan...........................................................................................................................27
Saran.....................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemahaman mengenai anak berbakat pada saat ini masih sangat bervariasi baik
dikalangan para orang tua, para pendidik/guru maupun masyarakat pada
umumnya. Anak berbakat sering kali dipandang sebagai anak didik yang mampu
berprestasi istimewa di berbagai bidang dan tidak menunjukkan adanya
kekurangan atau kelemahan dalam bidang apapun dalam belajar. Anak yang
memiliki bakat istimewa/cerdas istimewa adalah anak yang “super/istimewa”
yang tidak memiliki kelemahan sama sekali dalam mengikuti pendidikan.
Keluarbiasaan ganda yang terjadi pada diri individu merupakan karunia Tuhan
yang patut disyukuri, sebagai calon pendidik kita tentu harus mampu mencarikan
jalan keluar supaya anak didik (individu tersebut) dapat tumbuh kembang secara
maksimal baik secara individu, maupun sebagai makhluk sosial. Sebagai individu,
anak memiliki dan membutuhkan bimbingan, layanan untuk tumbuh kembang
menjadi pribadi yang unggul dalam bidang nilai, norma, kognisi, persepsi, sikap,
dan tingkah lakunya.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana mengidentifikasi anak dengan dua kondisi-luar-biasa?


2) Bagaimana kondisi anak keberbakatan dan gangguan hiperaktivitas-ketiadaan
perhatian (ADHD)?
3) Bagaimana kondisi anak keberbakatan dan autisme?
4) Bagaimana kondisi anak hiperleksia?
5) Bagaimana layanan atau bantuan/intervensi pada anak berbakat keluarbiasaan
ganda?
6) Bagaimana peran orang tua dan guru bagi anak keluarbiasaan ganda?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui cara mengidentifikasi anak dengan dua kondisi luar biasa


2) Mengetahui kondisi anak keberbakatan dan gangguan hiperaktivitas-
ketiadaan perhatian (ADHD)
3) Mengetahui kondisi anak keberbakatan dan autisme
4) Mengetahui kondisi anak hiperleksia
5) Mengetahui layanan atau bantuan/intervensi pada anak berbakat
keluarbiasaan ganda
6) Mengetahui peran orang tua dan guru bagi anak berbakat keluarbiasaan ganda
7)
BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality)

Pemikiran bahwa anak yang berbakat bisa memiliki ketidakmampuan belajar


(learning disabilities) tampak aneh. Sebagai hasilnya, banyak anak yang berbakat
dalam sejumlah cara dan tidak cerdas dalam hal lain, mereka tidak terdeteksi dan
tidak dilayani oleh sekolah kita. Baru di tahun-tahun terakhir, pendidik mulai
menyadari bahwa kemampuan tinggi dan masalah belajar bisa muncul bersamaan
pada siswa yang sama. Tetapi bahkan dengan pengakuan yang seperti ini banyak
sekolah tetap tidak memiliki prosedur untuk mengamati, mengidentifikasi, dan
melayani kebutuhan anak dengan dua kondisi luar biasa (twice exceptional).
Sekolah yang mengidentifikasi siswa ini memberikan layanan entah untuk siswa
mereka yang berbakat atau bagi siswa dengan ketidakmampuan belajar tetapi
biasanya tidak dua-duanya. (Newman, 2004).

Apa yang membuat kondisi dua-kondisi-luar biasa ini dapat terjadi adalah bahwa
kekuatan dan kelemahan individu terletak di wilayah yang berbeda. Pengamatan
awal dari siswa ini membawa ke istilah pemelajar yang tidak konsisten, karena
ada banyak ketidakkonsistenan di prestasi sekolah mereka. Saat ini, mereka lebih
sering disebut sebagai siswa dengan dua kondisi luar biasa (twice exceptional
student).

2.1 Mengidentifikasi Siswa dengan Dua-Kondisi-Luar Biasa

Anak berbakat yang menampilkan masalah belajar dapat ditempatkan ke dalam 3


kelompok unik (Baum & Owen, 2004):

1. Diidentifikasi sebagai berbakat tetapi juga tidak mampu belajar. Kelompok


pertama ini mencakup siswa yang diidentifikasi sebagai berbakat (gifted)
tetapi menampilkan kesulitan belajar di sekolah. Mereka seringkali memiliki
kemampuan mengeja dan menulis yang buruk, serta mungkin tampak tidak
terorganisasi atau ceroboh dalam pekerjaan mereka. Lewat motivasi yang
rendah, kebodohan, atau harga diri yang rendah, mereka berprestasi dengan
buruk serta sering disebut sebagai orang dengan kemampuan akademis yang
rendah (undererchievers).
2. Tidak ada identifikasi. Kelompok kedua dan mungkin yang terbesar
menggambarkan siswa tersebut yang kemampuan dan ketidakmampuannya
saling menutupi. Mereka seringkali memiliki peringkat di kelas, sering
dianggap sebagai siswa dengan kepandaian rata-rata, dan tidak dianggap
memiliki masalah atau kebutuhan khusus apapun. Mayoritas dari siswa ini
tidak percaya diri, melakukan apa yang diharapkan dari mereka tetapi tidak
menyampaikan informasi tentang kemampuan mereka atau minat mereka.
walaupun mereka berprestasi dengan baik, mereka sebenarnya belum
mencapai potensi penuh mereka.
3. Diidentifikasi sebagai tidak mampu belajar, tetapi juga berbakat. Kelompok
ketiga mencakup siswa yang telah diagnosis dengan ketidakmampuan belajar
tetapi yang kemampuan tingginya tidak pernah dikenali. Ini mungkin
merupakan kelompok yang lebih besar daripada yang semula kita duga.
Mereka seringkali ditempatkan di dalam kelas khusus untuk siswa dengan
kesulitan belajar dimana ketidakmampuan mereka menghalangi kinerja
intelektual mereka. Sedikit perhatian diberikan kekuatan dan minat mereka.
Pada akhirnya mereka bisa menjadi pembuat onar dan menemukan cara untuk
memanfaatkan kemampuan kreatif mereka, guna menghindari tugas.

Kesulitan Identifikasi

Tidak ada data aktual yang muncul hingga saat ini tentang berapa banyak siswa
yang berbakat memiliki kesulitan belajar, walaupun sejumlah perkiraan
menyatakan, sekitar 120.000 dan 150.000 mengikuti sekolah di Amerika (Davis &
Rimm, 2003). Jumlah kombinasi yang ada di antara kecerdasan intelektual yang
tinggi dan ketidakmampuan belajar sangat beragam, sehingga upaya apapun untuk
membuat satu jenis ukuran yang dapat diandalkan kemungkinan tak ada gunanya.
Contoh, siswa yang berbakat dengan kekurangan dalam bidang bahasa atau
berbicara, tidak bisa merespons tes yang membutuhkan jawaban lisan. Siswa
dengan masalah pendengaran mungkin juga tidak dapat merespons perintah lisan
ataupun tidak memiliki kosakata yang diperlukan, untuk mengungkapkan
pemikiran yang rumit. Masalah penglihatan bisa mencegah sejumlah siswa untuk
memahami kosakata tertulis. Ketidakmampuan belajar bisa mencegah sejumlah
siswa dari mengekspresikan diri mereka lewat ucapan atau dalam bentuk tertulis.
Selain itu, siswa dengan dua-kondisi-luar biasa seringkali menggunakan kelebihan
mereka untuk menutupi kekurangan mereka, dan hal itu semakin mempersulit
proses identifikasi.

Tetapi, peneliti sepakat bahwa rangkaian pengukuran seharusnya dikembangkan


untuk menilai para siswa ini. Penilaian seharusnya mencakup rangkaian prestasi,
tes kecerdasan, indikator pengolahan kognitif, dan pengamatan perilaku. Guru
seharusnya diberi daftar karakteristik, seperti “Karakteristik dari Anak yang
Berbakat dengan Ketidakmampuan Belajar”, untuk meningkatkan pemahaman
mereka akan perilaku yang ditampilkan oleh siswa yang berbakat dan memiliki
ketidakmampuan belajar. Wawancara terhadap orang tua, skala harga diri, dan
daftar periksa bakat adalah sejumlah perangkat yang dapat digunakan untuk
menilai apakah seorang anak sangat cerdas. Tujuan adalah identifikasi dan
intervensi dini bagi siswa yang berbakat dengan ketidakmampuan belajar,
sehingga kebutuhan mereka dan bakat mereka dikenali dan ditangani dengan tepat
oleh sekolah.

Chine & Hegeman (2001) mengusulkan, identifikasi dari siswa yang berbakat
dengan ketidakmampuan sangat sedikit untuk alasan berikut:

• Fokus pada Penilaian Ketidakmampuan. Penilaian ketidakmampuan


seharusnya termasuk melihat kekuatan tertentu, seperti kemampuan
intelektual yang Superior atau artistik, dan kreativitas. Selain informasi
medis, pengelola tes harus melihat pada partisipasi dalam kreativitas
ekstrakurikuler dan prestasi dalam musik, seni pertunjukan, drama, atau
dansa.
• Harapan Stereotip. Persepsi yang telah dimiliki sejak lama bahwa siswa
yang berbakat termotivasi dan matang, Sementara siswa dengan
ketidakmampuan belajar tidak termotivasi dan bergerak dengan lambat perlu
diatasi, bila kita ingin mengidentifikasi populasi ini dengan sukses.
• Penundaan Perkembangan. Penundaan dalam perkembangan kognitif siswa
dapat menghasilkan ketidakmampuan yang menutupi bakat. Siswa dengan
kekurangan visual, contohnya, akan mengalami kesulitan dengan segala
pemikiran abstrak yang membutuhkan gambaran visual, tetapi bisa memiliki
kemampuan yang tinggi di bidang ekspresi bahasa lainnya.
• Kekurangan dalam Pengalaman. Siswa di keluarga dengan sumber daya
yang terbatas, mungkin tidak memiliki banyak peluang untuk beragam
pengalaman pembelajaran (misalnya, perjalanan), sehingga menghambat
ekspresif kemampuan unik mereka.
• Pandangan yang Sempit tentang Keterbakatan. Terlalu banyak pendidik
tetap memiliki pandangan yang sempit tentang kecerdasan yang tinggi
sebagai potensi intelektual dalam matematika dan bahasa. Tetapi, karya
Howard Gardner, Robert Stenberg, dan yang lain telah memberi pemikiran
yang lebih luas tentang kecerdasan. Hal itu dapat membantu dalam
mengidentifikasi siswa yang berbakat dengan ketidakmampuan belajar.
• Kekhawatiran Ketidakmampuan-Khusus. Karena ketidakmampuan
khusus dapat mempengaruhi prestasi siswa sejumlah bagian proses tes,
pengelola tes mungkin perlu membuat adaptasi atau penyesuaian prosedur
tes. Perubahan ini seharusnya cocok untuk ketidakmampuan khusus, dan bisa
termasuk menghilangkan sejumlah pertanyaan atau menambah waktu untuk
mengerjakan tes.

Kemungkinan Salah Diagnosis

Ketika psikologi dan pendidikan menjadi lebih paham dengan perilaku yang
mengindikasikan ketidakmampuan belajar, semakin meningkatkan kekhawatiran
bahwa siswa yang berbakat salah didiagnosis. Mereka dianggap memiliki
gangguan psikologis sebagai hasil dari perilaku fantastis yang membuat mereka
luar biasa. Contoh, banyak siswa yang berbakat tekun di dalam pekerjaan mereka,
terlihat dalam perbuatan kekuasaan dengan orang dewasa, dan sangat peka
terhadap situasi emosional. Mereka seringkali tidak sabar dengan diri mereka
sendiri dan orang lain, menampilkan suatu idealisme yang hanya persis peduli
dengan masalah moral dan sosial, yang dapat menciptakan depresi dan ketakutan.
Selain itu, anak yang berbakat seringkali merasa bosan di kelas yang biasa, dan
hubungan dengan teman mereka bisa menjadi sulit. Masalah ini, yang dapat
dikaitkan dengan kekuatan karakteristik dari siswa yang berbakat, bisa
disalahartikan dan pada akhirnya menghasilkan diagnosis yang keliru.

Psikolog James Webb telah lama tertarik tarik tertarik dalam diagnosis siswa yang
berbakat. Webb menyatakan, ahli kesehatan yang tidak berpengalaman salah
membaca masalah dan salah mendiagnosis sejumlah anak yang berbakat, sebagai
anak yang mengidap gangguan hiperaktivitas-ketiadaan perhatian (ADHD),
gangguan ketidakpatuhan yang bersifat menentang, gangguan bipolar, dan
gangguan kompulsif-obsesif. Tak diragukan, keberbakatan bisa muncul juga di
dalam diri siswa yang memiliki gangguan psikologis, tetapi Webb percaya,
jumlahnya jauh lebih kecil daripada yang saat ini di diagnosis.

Demikian pula, sejumlah siswa yang berbakat telah salah didiagnosis dengan
ketidakmampuan belajar. Ini bisa terjadi, ketika ahli kesehatan salah memaknai
hal berikut sebagai tanda dari gangguan belajar (Rizza & Morrison, 2003; Webb
et al., 2005; Winner, 2000):

• Perbedaan besar antara IQ lisan dan IQ unjuk kerja (performance) pada tes
kecerdasan Wechsler.
• Perbedaan besar antara subskala individu pada bagian kecerdasan dan
pencapaian dari Skala Kecerdasan Wechsler untuk anak-anak.
• Tulisan tangan yang buruk.
• Kebiasaan tidur yang buruk.
• Laporan orangtua bahwa anak-anak itu memiliki keinginan yang kuat, tidak
sopan, aneh, argumentatif, dan kuat.

Kesalahan diagnosis kecerdasan yang tinggi sebagai gangguan-hiperaktivitas


ketiadaan perhatian atau ADHD

Saat melihat tabel 4.1 jelas bahwa banyak perilaku bermasalah yang dihubungkan
dengan anak yang berbakat, bisa dikaitkan dengan karakteristik ADHD. Tentu
saja, sejumlah anak yang berbakat menderita ADHD, tetapi banyak juga yang
tidak. Jadi, bagaimana ahli kesehatan dan pendidikan menentukan apakah perilaku
seorang anak hanya ekspresi dan keberbakatan, atau tanda dari anak berbakat
dengan ADHD? untuk untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipertimbangkan
latar dan situasi di mana anak menampilkan perilaku bermasalah, dan juga
penjelasan potensial lainnya.

Tabel 4.1 Masalah yang Ada Dikaitkan ke Kekuatan Khas Anak yang Berbakat
Kekuatan Masalah yang Ada
Cepat mendapat dan mengingat Terlihat bosan; tidak sabar dengan
informasi kelambanan teman yang lain.
Menikmati aktivitas intelektual dan Bisa saja menanyakan prosedur
bisa membuat hipotesis serta sintesis kepada guru, menolak Latihan,
konsep yang abstrak. mengabaikan rincian.
Berusaha mengorganisasikan hal-hal Bisa terlihat kasar atau mendominasi.
dan orang.
Kritis terhadap diri sendiri dan Tidak toleran terhadap orang lain; dan
mengevaluasi orang lain secara kritis. bisa menjadi tertekan.
Senang menemukan cara baru untuk Bisa menolak apa yang telah
melakukan sesuatu. diketahui, dianggap berbeda oleh
orang lain
Hasrat yang kuat untuk diterima oleh Mengharapkan orang lain memiliki
orang lain; memiliki empati untuk nilai yang sama; peka terhadap
orang lain. kecaman teman; bisa merasa
terisolasi.
Memiliki minat dan kemampuan yang Merasa frustrasi karena ketiadaan
beragam. waktu; bisa tampak tidak teratur.
Memiliki selera humor yang kuat. Seringkali melihat keanehan dari
situasi; leluconnya mungkin tidak
dipahami oleh orang lain; menjadi
badut kelas untuk mendapatkan
perhatian.
Menampilkan upaya yang kuat, energi Keinginan yang kuat sering kali
tinggi, keringanan yang kuat, dan mengganggu orang lain; merasa
kepekaan. frustasi dengan ketiadaan aktivitas;
bisa dilihat sebagai hiperaktif.

• Pertimbangkan Latar dan Situasi. Anak yang berbakat tidak menunjukkan


perilaku bermasalah di segala latar. Contoh, mereka mungkin tampak seperti
menderita ADHD di satu kelas, tetapi normal di kelas lain. Atau, mereka
mungkin memiliki masalah di permainan bola, tetapi tidak di pelajaran musik.
Sebaliknya, anak dengan ADHD menunjukkan perilaku bermasalah mereka
di semua latar, walaupun intensitas dari tampilan mereka bisa beragam, dari
satu situasi ke situasi yang lain.
• Pertimbangkan Sumber Lain. Penelitian klinis melaporkan sedikit siswa
yang sangat cerdas menderita hipoglisemia minor (gula darah rendah) dan
beragam jenis alergi (Webb et al., 2005). Reaksi fisik di dalam kondisi ini,
dipasangkan dengan karakteristik kepekaan dan intensitas dari anak yang
berbakat, bisa menghasilkan perilaku yang meniru adhd. Sekali lagi, aktivitas
yang ditampilkan akan beragam dengan diet, dalam waktu sehari, dan faktor
lingkungan lainnya.

Sejumlah anak yang sangat cerdas menampilkan tingkat masalah perilaku yang
sama, dengan anak yang memiliki masalah belajar.

Beberapa fakta empiris yang menilai kemungkinan salah diagnosis antara


kecerdasan yang tinggi dan ADHD (Harnett, Nelson, & Riso, 2004). Studi kasus
menambahkan temuan mereka kecampuran itu juga. Contohnya, satu penelitian
menemukan bahwa anak yang berbakat menunjukkan tingkat masalah perilaku
yang sama dengan anak yang memiliki kesulitan belajar (Shaywitz et al., 2001).
Tentu saja, beberapa anak yang berbakat benar benar memiliki kesulitan belajar,
dan dua kondisi luar biasa mereka seharusnya dibicarakan. Tetapi, ahli perawatan
kesehatan perlu lebih mengenal aspek kebakatan, sehingga mereka memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk menyimpulkan bahwa karakteristik alamiah
tertentu dari anak pelekat adalah tanda-tanda patologi.

Panduan dan Intervensi Konseling

Konselor sekolah dapat membeli panduan dan layanan konseling yang


menguntungkan siswa yang berbakat dengan ketidakmampuan pemelajaran.
Layanan ini seringkali bisa membantu siswa mengembangkan hubungan sosial
yang positif, meningkatkan harga diri mereka, dan memperbaiki perilaku mereka
secara keseluruhan. Selain itu, konselor dapat memberi saran atas nama siswa ini,
dengan meningkatkan pemahaman atas kebutuhan unik mereka. Dengan
membantu di dalam proses identifikasi, menggunakan konseling pribadi dan
kelompok, berkonsultasi dengan orang tua, dan berbagi strategi akademis,
konselor menjadi kolaborator dan fasilitator penting di dalam memastikan
keberhasilan akademis dari siswa yang berbakat dengan ketidakmampuan belajar
(McEachern & Barnot, 2001).

2.2 Keberbakatan dan Gangguan Hiperaktivitas Ketiadaan Perhatian


(ADHD)

Beberapa anak yang berbakat memiliki ADHD. Sayangnya, dua kondisi luar biasa
ini seringkali bermakna bahwa anak seperti itu tidak diakui memiliki salah satu
kondisi luar biasa itu. Oleh karena itu, kebutuhan mereka untuk pendidikan yang
tepat seringkali tidak terpenuhi (Zentall, Moon, Hall, & Grskovic, 2001).

Apa Itu ADHD?


ADHD adalah sindrom yang mengganggu kemampuan individu untuk berfokus
(ketiadaan perhatian), mengontrol tingkat aktivitas (hiperaktivitas), dan perilaku
yang menghambat (impulsivitas). Itu, adalah salah satu gangguan belajar paling
umum yang terjadi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal itu mempengaruhi dan
sekitar lima persen dari anak usia 9-17 tahun. ADHD biasanya terlihat jelas di
taman bermain pada tahun tahun awal sekolah dasar, sering kali tetap ada hingga
masuk masa remaja dan dewasa. Banyak orang dewasa yang dapat mengatasi
bagian hiperaktivitas dan ADHD.

Walaupun banyak anak-anak memiliki sejumlah hiperaktivitas, impulsivitas, dan


ketiadaan perhatian, ada anak di mana perilaku ini tetap ada dan menjadi
peraturan, bukan pengecualian. Suatu diagnosis ADHD membutuhkan adanya
enam atau lebih gejala yang untuk ketiadaan perhatian atau untuk hiperaktivitas
impulsivitas setidaknya selama enam bulan, terlihat sebelum anak berusia tujuh
tahun, dan terlihat setidaknya di dua lingkungan anak, seperti di rumah, di
sekolah, di taman bermain, dan lain lain. ADHD telah dimasukkan ke dalam tiga
subjenis: mayoritas tidak memiliki perhatian, mayoritas hiperaktif-impulsif, dan
jenis gabungan (APA, 2000).

Apa yang Menyebabkan ADHD?

Penyebab pasti ADHD tidak diketahui. Bukti ilmiah mengindikasikan bahwa ini
adalah suatu hal yang bersifat neurologis yang didasarkan pada masalah medis,
dan peneliti semakin memahami penyebabnya. Dasar biologis dari gangguan ini
tampaknya terletak di perbedaan dalam struktur otak dan fungsi otak, serta
kehadiran ketidaknormalan genetis tertentu. (Sousa, 2007).

Laporan Perhatian: Karena salah satu karakter utama ADHD (seperti juga
gangguan ketiadaan perhatian/ADD) adalah tidak mampu mengendalikan
perhatian, penelitian terbaru berfokus pada bagaimana otak memberi perhatian
pada rangsangan yang datang dan ransangan internal. Perhatian tampaknya
menjadi hasil dari proses seperti lingkaran yang mencakup barang otak, konteks
posterior (belakang) dan konteks prafrontal. Barang otak mengumpulkan data
yang masuk dan mengirimkan ke korteks posterior yang mengintegrasikan data.
Pemaknaan data adalah pekerjaan dari konteks frontal dan perhatiannya bisa
memodifikasi apa yang disampaikan batang otak, sehingga melengkapi lingkaran.
Kerusakan apapun di lingkaran ini akan mengganggu perhatian, dan tingkatan
kerusakan akan memengaruhi karakter kurang perhatian, beberapa dengan dan
yang lain tanpa hiperaktivitas (Goldberg,2001).

Karena anak yang berbakat memiliki fungsi korteks prefrontal yang lebih tinggi
daripada rekan mereka dengan kecerdasan rata-rata, kerusakan di lingkaran
perhatian lebih mungkin terjadi di korteks posterior (integrasi indera dan input
emosional) serta di dalam batang otak. Hal ini dapat menjelaskan mengapa anak
dengan ADHD lebih mudah mengalami masalah sosial dan emosional daripada
masalah kognitif.

Karakteristik Anak yang Berbakat Dengan ADHD

Mengasumsikan diagnosis yang tepat, anak yang berbakat dengan ADHD


memang berbeda dari anak pengidap ADHD dengan kecerdasan rata-rata dalam
cara berikut (Lovecky, 2004).

• Ujian (testing). Anak yang berbakat dengan ADHD menunjukkan variabilitas


yang hebat pada tes kemampuan dan kecerdasan. Hasil kerja mereka tidak
terpola, dan mereka kehilangan banyak hal mudah saat menjawab hal yang
sulit secara benar. Karena ingatan mereka yang luar biasa, mereka cenderung
mendapat nilai tinggi di sukses yang melibatkan matematika. Mereka juga
cenderung mendapat nilai tinggi dalam kemampuan analisis kesimpulan.
• Keterampilan Belajar. Siswa ini seringkali belajar dengan lebih cepat dan
menampilkan strategi metakognitif yang lebih matang (misalnya,
menggunakan memonik, pengelompokan kategori, pola, atau karakteristik
ruang; dan mengingat dengan menggunakan asosiasi) daripada rekan seusia
mereka. Tetapi, mereka terkadang lupa menggunakan strategi atau mungkin
tidak menggunakan hal tersebut secara efisien. Mereka cenderung memiliki
lebih banyak masalah dengan keterampilan belajar, seperti membuat catatan,
mengelola ide, dan membuat kesimpulan.
• Masalah Perkembangan. Anak yang berbakat dengan ADHD menunjukkan
perbedaan yang lebih besar di dalam tingkatan perkembangan sosial dan
emosional mereka daripada rekan mereka yang memiliki kecerdasan rata-rata.
Perilaku mereka mungkin tidak terlalu matang dibandingkan teman mereka di
sejumlah situasi, tetapi justru lebih matang di situasi yang lain. Mereka
membentuk pertemanan dengan mereka yang akan berbagi minat lumit
mereka dengan intensitas yang sama. Tetapi, mereka seringkali salah
membaca isyarat sosial dan menunjukkan pemahaman yang buruk tentang
dinamika dan tujuan kelompok. Mereka cenderung lebih emosional dan
menunjukkan kepekaan yang lebih besar dibandingkan teman seusia mereka.
• Minat. Dibandingkan dengan anak teman dengan teman seusia mereka, anak
ini biasanya memiliki minat yang lebih khusus serta mencari aktivitas yang
lebih rumit. Minat mereka biasanya besar dan bertahan untuk bertahun-tahun.

Anak yang berbakat dengan ADHD berbeda dari anak berbakat lainnya dalam hal:

• Menunjukkan tingkat perbedaan yang lebih besar dalam bidang


perkembangan kognitif, sosial, dan emosional, serta didalam kemampuan
mereka untuk bertindak secara matang.
• Memiliki kemampuan yang lebih sedikit untuk berpikir secara berurutan dan
menggunakan ingatan operasional secara memadai.
• Mengalami lebih banyak kesulitan dalam memecahkan masalah yang
menggunakan hubungan bagian-ke-seluruhan, karena mereka memiliki
masalah untuk memilih hal utama dari data yang ada.
• Cenderungan untuk menyelesaikan lebih sedikit pekerjaan, terburu-buru
untuk melakukan itu, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
menyelesaikan satu hal sederhana, dan seringkali mengubah topik proyek.
• Merasa sulit bekerja dalam kelompok, bahkan dengan kelompok anak yang
berbakat.
• Tidak merasakan kepuasan yang tinggi atau imbalan intrinsik untuk
menyelesaikan suatu proyek.

2.3 Keterbakatan dengan Autisme Gangguan Spektrum Autisme

Peniliti telah menemukan bahwa autisme dapat dikaitkan dengan kerusakan


genetis (karakteristik austik cenderung terjadi di dalam keluarga), dengan
ketidaknormalan structural di dalam lobus frontal dan batang otak, atau dengan
konsentrasi rendah dan serotonim dan melotonim. Pertama-tama, peniliti mengira
peningkatan disebabkan oleh dua faktor: pelebaran kriteria diagnostik untuk
autisme dan diagnosis yang sangat meningkat di usia yang lebih muda. Kedua
faktor ini dapat membuat hal itu tampak seperti ada lebuh banyak kasus autisme
daripada sebelumnya. Tetapi, suatu penelitian Kalifornia terbaru menyimpulkan,
dua faktor ini hanya bertanggung jawab kurang dari separuh peningkatan.
Jelasnya, beberapa faktor lain terlibat. Penelitian ini menyatakan bahwa
penelitian ilmu seharusnya berfokus pada janin dan masa kanak-kanak awal yang
terpapar faktor lingkungan, seperti pestisida, virus dan zat kimia berbahaya di
roduk rumah tangga (Hertz Picciotto & Delwiche, 2004).

Jenis Autisme Gangguan spectrum autisme mencakup lima jenis berikut:

1. Klasik atau Jenis Kanner.


Terkadang ini disebut autisme anak-anak dini, jenis ini ditandai oleh gejala
awal, tidak ada kontak mata, lambat berbicara, perilaku berulang, dan di
dalam sejumlah kasus, bisa menglami keterbelakangan mental.
2. Sindrom Aspeger.
Suatu gangguan perkembangan yang ada di semua sprektum autisme dan
ditandai oleh ketiadaan hubungan sosial, perkembangan bahasa dan kognitif
yang relatif normal, serta kehadiran minat yang kuat dan unik dalam satu
objek atau topik tunggal, sehigga mengabaikan hal yang lain.
3. Gangguan Perkembangan yang Menyeluruh (PPD/Pervassive
Development Disorder).
Meskipun dikenal sebagai autisme yang tidak biasa, ini adalah kateogori yang
memuat banyak kemungkinan bagi anak yang tidak memenuhi kriteria yang
ditetapkan sebelum usai 3 tahun. Terkadang kasifikasi ini digunakan ketika
kondisi tampak tidak terlalu parah, atau tidak konsisten dengan kriteria
umum. Ini biasanya terkait erat dengan autisme klasik daripada dengan
Sindrom Aspeger.
4. Gangguan Reet
Suatu sindrom yang jarang terjadi, tetapi yang terkena hamper seluruhnya
perempuan. Anak-anak pengidap Sindrom Reet mulai berkembang dengan
normal. Lalu mereka mulai kehilangan keterampilan komunikasi dan sosial
mereka. Dimulai di usia 1 hingga 4 tahun, pergerakan tangn secara berulang
mengubah penggunaan tangan, dan mereka memiliki kesulitan untuk
mengontrol kaki mereka.
5. Gangguan Disentragatif Masa Kanak-kanak
Anak-anak ini berkembang secara normal setidaknya selama 2 tahun, dan
kemudian kehilangan beberapa atau banyak keterampilan komunikasi dan
sosial mereka. Kekurangan kosakata lebih dramatis daripada di autisme
klasik.

Untuk itu tujuan makalah ini, kita akan berfokus pada autisme klasisk (Jenis-
Kanner) dan Sindrom Aspeger, karena ini adalah 2 jenis yang lebih mungkin
bersamaan dengan kecerdasan yang tinggi.

Dampak dari Keterbakatan pada Individu dengan Autisme Klasik (Jenis


Kanner)

Keterbakatan juga terjadi di spektrum dari anak yang cukup cerdas hingga jenius.
Terkadang sulit untuk membedakan individu yang sangat aktif dengan autisme
ringan dari seseorang yang berbakat karena mereka bisa berbagi banyak sifat
serupa. Contoh, baik anak berbakat (gifted) dan autis cenderung sangat fokus pada
objek, perilaku, dan aktivitas. Mereka menampilkan perilaku negatif serupa,
seperti sikap keras kepala, tidak peduli terhadap sosialisasi dan pakaian, perilaku
yang buruk dna otoritas guru. Kedua kelompok merupakan pemikir visual yang
kuat dan memiliki indra yang tajam. Individu autis dan berbakat sulit untuk
dikenali, karena kekuatan dan kelemahan mereka bisa sailng menutupi. Tetapi
mereka harus mengelola dan menyuasaikan diri dengan lingkungan mereka. Sulit
untuk memebedakan individu yang sangat aktif dengan autisme ringan dari
seseorang yang berbakat, karena mereka bisa berbagi banyak sifat serupa. Dengan
memiliki dua-kondisi-luar-biasa ini, dampak negative dan postif berikut bisa
muncul (Cash, 1999)

Dampak Positif.

Kunci untuk keberhasilan individu yang berbakat/autis sering kali dimulia


disekolah, dimana mereka dapat mempelajari starategi kompensasi untuk
memanipulasi kelemahan dan kecenderungan autistik mereka. Lewat program
modifikasi perilaku dan dengan menggunakan strategi metakognitif, mereka bisa
mendapat penerimaaan setra kredibilitas, dan lebih muda diterima oleh
masyarakat.

Dampak Negatif

Individu yang berbakat/autistic sering kali bergerak dari satu lingkungan yang
memuji kekuatan mereka ke lingkungan lain yang salah memahami mereka, dan
takut dengan karakteristik mereka yang tidak biasa dan membingungkan. Di
sekolah siswa, yang berbakat/autis bisa ditempatkan di kelas dimana perilaku
mereka yang tampak bertolak belakang dan interaksi sosial yang non-tradisional
sering kali membingungkan guru dan teman yang tidak memahami hal itu.
Sabagai hasilnya, siswa yang berbakat/autis dapat dikecam dan mengalami
penolakan sosial. Walaupun sejumlah dengan dua-kondisi-luar-biasa ini tidak
peka terhadap tidak adanya hubungan sosial (karakteristik khas autis) yang lain
merasa frustasi dengan pengasingan.

Terlalu sering, individu berbakat/autistic tidak menerima peluang intelektual dan


sering kali ditempatkan di kelas dengan siswa yang mengalami masalah mental.
Sekolah hanya berfokus pada kelemahan mereka, dan pengobatan menjadi tujuan
tunggal bidang pendidikan. Sebagai akibatnya, siswa ini bisa menderita depresi,
harga diri yang rendah, dan ketiadaaan motivasi. Di sisi lain lebih banyak
pendidik memahami bahwa sejumlah anak yang autistic mungkin juga berbakat,
dan mereka mengeksprolisasi intervensi, seperti identifikasi dan pemindaain dini,
penggunaan instrument diagnostic, pelatihan guru dan orangtua yang
terkoordinasi, jejaring dukungan orangtua, program modifikasi perilaku, dan
perubahan teori pembelajaran. Bila indentifikasi yang cepat dan intervensi yang
dimulai di sekolah, ada kemungkinan yang lebih besar bahwa individu yang
berbakat /autistic dapat berkembang menjadi orang dewasa yang berperan serta
dan memiliki peran penting (Cash 1999).

Sindrom Aspeger

Sindrom ini diindentifikasi pada tahun 1994 oleh dokter Austria, Hans Aspeger.
Sindrom ini adalah gangguan perkembangan dengan banyak gejala yang sama
seperti autisme. Sindrom Aspeger (AS/ Aapeger Syndrom) bisa terjadi di dalam
36 dari 10.000 anak, atau sekitar 1 dalam 280 anak. Jumlah anak yang mengidap
AS berubah ketika AS dikenali dengan lebih baik, dan ketika jumlah pakar yang
mendiagnosis hal itu meningkat. AS sering kali ditujuk sebagai Autisme Ringan
(HFA) karena orang-orang denga gangguan ini biasanya menampilkan kondisi
mental yang lebih tinggi dari pada mereka dengan autisme klasik. Tetapi, ini ada
sejumlah perbedaan. Dibandingkan dengan autisme ringan, hal itu dipercaya
bahawa dalam AS:

• Serangan biasanya terjadi belakangan (autisme biasanya tidak terdiagnosis


hingga sekitar usia 3 tahun sementara AS biasanya tidak terdiagnosis hingga
anak berusia 6 atau 7 tahun).
• Hasilnya biasanya positif
• Kekuranagn sosial dan komunikasi tidak terlalu parah
• Minat yang difokuskan lebih penting
• Kecangguan terlihat lebih sering
• Gangguan neuorologis tidak sering terjadi
• Kecepatan pengolahan visual lebih cepat
• Keterampilan bahasa jauh lebih baik

Karena hasil penelitian terbaru, penelitian memperdebatkan apakah Sindrom


Aspeger dan Autisme Ringan adalah variasi di sepanjang spectrum yang
berkelanjutan, atau gangguan yang terpisah.

Seperti autisme klasik, A5 adalah kondisi seumur hidup. Gejala pertama dari
kondisi ini biasanya tampak setelah usia 18 bulan dan ditandai oleh koordinator
motoric yang buruk serta mobilitas yang terlambat. Ketika anak berkembang,
gejala lain menjadi terlihat jelas, seperti perilaku obsesif komplusi yang rutin,
koordinasi motoric yang buruk dengan langkah yang terlihat canggung, terkait
erat dengan tempat, kontak mata yang buruk, kesulitan dalam berhubungan
dengan orang, ketiadaan empati terhadao orang lain, dan depresi. Ucapannya
sering kali bersifat berulang dan resmi, dengan intonasi yang monoton dan tidak
memliki kata ganti orang pertama.

Indvidu pengidap AS memiliki masalah dengan interkasi sosial. Hal ini bisa
menjadi karakteristik yang sangta menyulitkan karena hal itu terbawa ke masa
dewasa, yang menyebabkan isolasi sosial dan frustasi. Anak dengan AS sering
kali tidak bisa memahami kebiasaan sosial yang dikaitkan dengan kencan atau
untuk memahami isyarat non-verbal, seperti kontak mata, intonasi suara, atau
bahasa tubuh. Sebagai, hasilnya indvidu dengan AS seringkali menghasilkan
seperangkat peraturan untuk mengatasi interaksi sosial. Aturan biasanya tidak
fleksibel dan semakin mengisolasi individu ini, bukannya membantu mereka
berhasil melakukan interaksi sosial sejumlah program telah dibuat untuk
membantu siswa dengan AS, meningkatkan keterampilan sosial mereka.

Komponen Genetis

Ada buku penting bahwa autisme klasik dan AS memiliki komponen genetis.
Pertama, kedua kondisi memiliki rasio lelaki lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Perbedaan gender ini terlalu besar untuk dijelaskan secara
keseluruhan oleh perbedaan sosialisasi. Mereka lebih mereflesikan perbedaan
perkembangan antara dua jenis kelamin yang diatur oleh informasi genetis.
Kedua, ada jumlah profil AS yang meningkat diantara keluarga dengan anak-anak
pengidap AS. Ketiga, ada jumlah yang meningkat tentang gangguan
perkembangan lain diantara sodara kandung dari anak dengan AS. Satu penelitian
awal meneliti hubungan genetis lewat serangkain tugas kemampuan kognitif
serupa (Barron Cohen & Hammer, 1997). Ibu dan bapak dari anak-anak pengidap
AS beprestasi lebih baik dari pada subjek kontrol pada tugas tersebut yang
dikaitkan dengan kekuatan AS, tetapi lebih buruk pada tugas yang dikaitkan
dengan kelemahan dalam profil AS. Temuan ini memberi dukungan pada
pandangan bahwa orang tua dengan anak pengidap AS membawa bentuk
gangguan ringan. Temuan lain hal adalah, sang ayah menunjukan prestasi yang
lebih rendah pada semua tugas dari pada sang ibu. Tetapi, itu mungkin, AS
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk faktor genetis. Penelitian yang lebih
baru terpusat pada upaya untuk mengidentifikasi jenis gen tertentu, yang mungkin
terkait dengan sifat biasa pada autisme dan AS. Terlihat bahwa kumpulan gen
yang berbeda bertangguang jawab untuk gangguan dalam hubungan sosial,
komunikasi, dan perilaku. Di dalam penelitian yang terpisah, peneliti telah
menemukan kaitan genetis ke perilaku yang terbatas dan berulang (Shao et al,
2003) dan untuk keterlambatan dalam hal bahasa serta interaksi sosial (Depeine et
al, 2007).

Pencitraan otak

Hanya sedikit penelitian telah menggunakan teknik pencitraan otak untuk


menganalisis perbedaan dalam fungsi otak dari anak-anak pengidap AS
dibandingkan dengan anak-anak tanpa AS. Dengan menggunakan fMRI, satu
penelitian menemukan sejumlah perbedaan di aktivitas lobus frontal dari anak
dengan AS dan tanpa AS selama mengerjakan tugas yang melibatkan penilaiaina
(Oktem, Diren, Karaagaoglu, &Anlar, 2001). Suatu penelitian MRI yang
membandingkan antara 21 orang dewas dengan AS dan 24 kelompok kontrol
menemukan pengurangan nyata di volume massa abu-abu (permukaan korteks)
pada lobus frontal dan cerebellum. Juga ada peningkatan massa
2.4 Hiperleksia
Walaupun tidak ada definisi pasti tentang hiperleksia, istilah ini diterapkan bagi
anak pak yang menampilkan keterampilan membaca yang sangat hebat tetapi
memiliki masalah nyata dengan pembelajaran bahasa serta keterampilan sosial
yang buruk. Anak dengan hiperleksia seringkali menampilkan perilaku yang
dikaitkan dengan gangguan perkembangan lain.  Sebagai hasilnya, mereka
mungkin juga di diagnosis sebagai autisme, gangguan perkembangan yang
menyeluruh gangguan kurang perhatian, atau Sindrom Asperger.  Tidak menerima
diagnosis dan dianggap sebagai pembaca yang sangat hebat. Peneliti tetap tidak
memiliki kesepakatan, apakah hyperleksia adalah bentuk autisme atau suatu
gangguan bahasa yang unik dan terpisah.

Identifikasi Hiperleksia

Frekuensi hiperleksia tampak kurang lebih sama pada anak perempuan dan anak
lelaki (Grigorenko et al., 2002). Anak diduga memiliki hiperleksa bila mereka
menampilkan tiga karakteristik berikut (Kupperman, Bligh, & Ba rouski, 2002):

 Kemampuan Membaca pada Usia Dini (Precocious  Reading Ability). 


Pada usia 18 hingga 24 bulan,   oran tua kagum dengan kemampuan anaknya
untuk menyebutkan huruf dan angka. Keterampilan ini tidak diajarkan kepada
sang anak oleh orang tuanya. Di usia 3 tahun, anak-anak ini melihat kata-kata
yang diketik dan membacanya, terkadang sebelum mereka benar-benar
belajar berbicara. Mereka kagum dengan kata-kata yang diketik.
 Gangguan Pemelajaran  Bahasa yang Aneh.  Anak-anak ini berbicara ( ada
juga hiperleksia non verbal)  dengan hampir semua ucapannya seperti gema ( 
mengulangi apa yang dikatakan kan orang lain)   dan ingatan audio yang baik
untuk lagu,  huruf,  dan angka yang didengar berulang kali.  Mereka juga
menunjukkan gangguan di dalam  kemampuan untuk memulai atau
mempertahankan suatu percakapan,  terlepas dari ucapan yang memadai.
 Masalah di dalam Perkembangan Sosial.  Perilaku yang mungkin diamati
termaksud hal berikut: ketidakpatuhan,  kebutuhan ekstrem untuk kesamaan,
kesulitan dengan transisi, kesulitan dalam bersosialisasi  dengan teman
seusia,  dan tidak memiliki kemampuan untuk menjalin pertemanan. 

Jenis Hiperleksia

Karena gejala yang terkait dengan perilaku berkurang di dalam banyak anak
ketika pemahaman bahasa mereka dan ekspresi mereka meningkat, identifikasi
hiperleksia yang sebenarnya pun menjadi sulit.  Penelitian tentang hiperleksia
tampaknya mengindikasikan bahwa ada tiga jenis hiperleksia (Kuppernan et al.,
2002):

 Benar-benar Sangat Hebat.  ini adalah anak yang memiliki keterampilan


membaca yang yang sangat hebat dan normal di dalam aspek perkembangan
lainnya. Mereka tidak menampilkan perilaku autistik  jangka panjang.
Malahan, ini adalah anak normal hanya senang membaca dan otaknya sangat
aktif ketika membaca.
 Membaca dengan Sangat Hebat/Perilaku Seperti Autistik.  Anak-anak ini
menampilkan keterampilan membaca yang luar biasa dipasangkan dengan
perilaku seperti autistik, seperti echolalia (pengulangan kata-kata atau frasa
yang yang diutarakan oleh orang lain secara tidak sengaja seperti burung
beo),  dan keterampilan sosial yang kurang.  Tetapi,  anak-anak ini tidak
autistik,  dan mungkin menggambarkan kelompok di mana diagnosis khusus
hiperleksia lah yang paling tepat. Ramalan jangka panjang untuk kelompok
ini bagus. 
 Perilaku Savant.  Anak-anak ini memiliki keterampilan membaca yang luar
biasa,  sehingga menampilkan keterampilan orang savant, bersama dengan
autisme atau sejumlah gangguan perkembangan lainnya.   Dalam kasus ini, 
hiperleksia hanyalah satu gejala dari gangguan spektrum yang lebih serius.

Mengatasi Hiperleksia

Karena beragam jenis hiperleksia, tes yang komprehensif oleh suatu sistem yang
diakui adalah penting untuk diagnosis yang tepat. Contohnya, adalah penting
untuk membedakan anak-anak ini dari mereka yang memiliki gangguan bahasa
karena gangguan pendengaran, keterbelakangan mental autisme, atau gangguan
emosional. Walaupun anak-anak dengan hiperleksia adalah seperti anak lain
dengan gangguan pembelajaran bahasa, mereka jauh lebih beruntung karena
mereka memiliki keterampilan membaca untuk digunakan sebagai sumber daya
yang suportif. Tetapi, hiperleksia itu membingungkan karena hal tersebut
menimbulkan pertanyaan tentang hubungan antara membaca dan bahasa.
Seorang anak bisa menampilkan kemampuan membaca yang luar biasa, sambil
menampilkan kumpulan linguistik, perilaku, dan sosial.

Banyak anak dengan hiperleksia menunjukkan perbaikan yang luar biasa sejak
mereka didiagnosis untuk kali pertama di usia 2 atau 3 tahun hingga mereka
masuk di kelas 2 SD. Pada awalnya, perilaku mereka terlihat autistic (misalnya,
mereka echolalic dan tidak mampu memahami banyak bahasa). Tetapi, ketika
pemahaman bahasa mereka dan bahasa ekspresif mereka meningkat, anak-anak
ini keluar dari autisme mereka. Di saat mereka mencapai kelas 1 atau 2, mereka
kehilangan sebagian besar karakteristik autistik mereka, tetapi tetap menjauhkan
diri dari yang lain. Pada titik ini, mereka bisa diajari keterampilan sosial.
Penekanan bisa ditempatkan pada ucapan yang intensif dan terapi bahasa, karena
keberhasilan dari anak-anak ini tergantung pada perkembangan pemahaman
mereka dan penggunaan bahasa (Kupperman et al., 2002).

(Sumber: Sousa David A.2009. Bagaimana Otak yang Berbakat Belajar, Edisi
Kedua, Ati Cahyani. 2012. PT Permata Puri Media: Jakarta, Indonesia.)

2.5 Layanan atau Bantuan/Intervensi pada Anak Berbakat Keluarbiasaan


Ganda
Anak-anak twice exceptionality membutuhkan pendidikan yang berbeda karena
mereka berbeda dari kebanyakan siswa lainnya dalam hal-hal berikut ini: anak-
anak ini mungkin memiliki ketidakmampuan dan atau kesulitan untuk
memberikan perhatian dan belajar, gangguan emosional dan tingkah laku,
kecacatan fisik, gangguan komunikasi, autistik, traumatic brain injury, cacat
pendengaran, cacat penglihatan, namun juga memiliki bakat dan kelebihan
tertentu. Perbedaan kebutuhan dalam pendidikan ini menuntut instruktur dan
instruksi yang juga berbeda dari anak-anak pada umumnya.

Mereka harus dibantu untuk memperluas kekuatannya dan mengatasi


kelemahannya; sayangnya, kebanyakan dari anak-anak ini telah diberi label dan
dipaksa untuk mengikuti gaya hidup yang berbeda hanya karena seseorang telah
mengkategorikan mereka sebagai bentuk fungsi pada batas bawah sebuah
kontinum, dan bukan berdasarkan pada kenyataan yang sesungguhnya terjadi
(Hart, 1981). Tidak ada satu solusi yang dapat dikatakan sebagai solusi terbaik
untuk memenuhi kebutuhan anak-anak twice exceptionality. Keputusan yang
dibuat haruslah berdasarkan berbagai pertimbangan akan faktor-faktor yang ada,
termasuk kelebihan dan kekurangan anak, pilihan orang tua, jenis program
keberbakatan, dan pertimbangan-pertimbangan lain. Ada baiknya dicoba beberapa
strategi yang berbeda-beda untuk sampai pada cara yang paling cocok bagi
seseorang tertentu.

Berbagai penelitian (Kerr, 2009), menunjukkan bahwa strategi efektif bagi mereka
memiliki beberapa ciri tertentu yang menghadirkan kemungkinan intervensi
efektif sebagai berikut:

a. Libatkan siswa-siswa ini dalam suatu kerja tim dengan anak berbakat, dan
juga melibatkan guru PLB.
b. Selain itu, siswa pada umumnya juga bergaul dengan kelompok ini, agar
terwujud kelompok belajar yang memahami tentang kekurangan dan
keterbelakangannya.
c. Pemahaman tentang masing-masing kekuatan dan kelemahan diperoleh
melalui interaksi dan pemahamannya tentang telanta kekuatan dan interesnya.

Para pendidik terkait harus memastikan siswa menerima pelayanan yang


selayaknya harus kreatif dalam mencari solusi. Mereka harus bekerja sama dengan
baik dengan para pendidik anak cacat maupun para pendidik anak berbakat.
Memang masih sangat sulit bagi kebanyakan orang untuk tidak hanya menerima
anak-anak berkebutuhan khusus yang juga berbakat, tapi juga untuk memahami
bahwa program khusus ini memang sulit bagi kebanyakan orang untuk tidak
hanya menerima anak-anak berkebutuhan khusus yang juga berbakat, tapi juga
untuk memahami bahwa program khusus ini memang benar-benar dibutuhkan.
Interaksi dua jenis kekhususan yang saling bertentangan ini akan menghasilkan
anak-anak yang terus menerus merasa frustasi dan sekaligus juga menginspirasi.
Memberikan berbagai stretegi mengajar merupakan cara tercepat untuk
mengetahui metode apa yang paling baik dan dapat digunakan untuk anak.

(Sumber: Zaitun (2017). Anak Berkebutuhan Khusus, Kreasi Edukasi, Pekanbaru)

2.6 Peran Orang Tua dan Guru pada Anak Berbakat Keluarbiasaan Ganda

Berikut ini merupakan beberapa saran yang dapat dilakukan oleh guru
kelas:
A. Untuk masalah akademisa
1. Menyajikan materi pelajaran dengan berbagai cara (secaravisual, ceramah,
dan kinestetis) menyalin ulang materi pengajaran yang telah direkam oleh
orang tua, siswa lain ataupun para relawan.
2. Memberi kesempatan untuk berbagi pengetahuan dengan berbagai cara
(rekaman laporan, tes oral, dan demonstrasi di kelas)
3. Menyediakan pengalaman belajar alternatif yang tidak tergantung pada kertas
dan pensil (seperti puzzles, permainan logis, tangrams,manipulasi
matematika)
4. Menempatkan siswa di mana guru dan papan tulis dapat dengan mudah
terlihate.Beri batas waktu yang realistis dalam menyelesaikan tugas (sering
kali harus lebih lama dari anak-anak lain)

B. Untuk membangun kemampuan kompensatorisa


1. Ajarkan mengetik dan menggunakan komputer.
2. Dorong anak untuk menggunakan kalkulator dan tape recorder sebagai alat
bantu
3. Ajarkan strategi organisasional dan strategi penyelesaian masalah
menggunakan cognitive behavior therapy modification techniques
4. Di dalam kelas penting diingat bahwa pendekatan
5. Pengatasan masalah (problem solving)
6. Keterampilan mengatur waktu (time management skill)
7. Teknik organisasional (organizational)
8. Pelatihan keterampilan sosial (social skill training) harus intensif dilakukan.

C. Afeksia
1. Kurangi tekanan prestasi akademis untuk mengurangi rasa frustasi dan
menurunnya motivasi
2. Gunakan aktivitas-aktivitas seperti klarifikasi nilai-nilai dan bermain peran
3. Gunakan permainan untuk mendorong siswa untuk bicara, adakan pertemuan
kelas untuk membahas perasaan dan masalah yang terjadi di kelas
4. Bawa twice exceptionality dewasa yang sudah sukses sebagai role modele.
5. Jelaskan bagaimana rasanya menjadi anak berkebutuhan khusus pada saat
yang samaf.
6. Ajari anak twice exceptionality untuk menghargai dirinya sendiri sebagai
manusia yang kuat dan cerdas

Berikut ini merupakan beberapa saran yang dapat dilakukan oleh orangtua:
1. Terima kondisi anak anda dan ketahui semua kekhususan yang dimilikinya,
baik kelebihan maupun kekurangannya. Hargai kesuksesan yang dilakukan
anak
2. Sediakan kondisi lingkungan yang memperkaya khasanah belajar anak
(wisata, puzzles, materialsm dan diskusi mengenai topik-topik yang menarik
bagi keluarga
3. Libatkan anak dalam pengambilan keputusan mengenai kehidupan mereka,
termasuk membuat kesepakatan tugas-tugas sekolah atau memutuskan untuk
mengganti salah satu program khusus dengan program yang lain.
4. Jangan bandingkan anak anda dengan anak lainnya.
(Sumber: Zaitun (2017). Anak Berkebutuhan Khusus, Kreasi Edukasi,
Pekanbaru)
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam memberikan bantuan bagi anak-anak
dengan twice exceptionality seperti intervensi dalam bentuk bimbingan dan
konseling, konsultasi dengan melibatkan peranan orang tua, menetapkan strategi
pembelajaran bersama guru dan pembimbing, konseling pribadi dan grup
konseling bagi siswa, dan advokasi. Program pendidikan khusus seperti integrasi,
mainstreaming dan inklusi dapat dilakukan untuk membantu anak-anak ini, sejauh
program tersebut memang memenuhi kebutuhan anak berprestasi. Hal yang perlu
ditekankan dalam hal ini adalah jangan sampai kekhususan yang mereka miliki
menghambat kita untuk mengenali kemampuan-kemampuan yang mereka miliki
karena karakteristik yang terpenting dari twice exceptionality adalah kemampuan
dan keberkatan yang dimilikinya.

Anak dengan keluarbiasaan ganda (twice exceptionality) sebagai individu muda


yang sama seperti anak-anak berbakat lainnya, memiliki pengetahuan yang luas,
intelegensi yang tinggi dan memiliki bakat dalam hal-hal tertentu. Peran keluarga,
lingkungan rumah, dan masyarakat sangat penting untuk memberikan kontribusi
terhadap identitas diri, kemudian konsep diri dan harga diri bagi individu
berbakat, sehingga mampu mewujudkan dirinya (aktualisasi diri). Anak-anak
dengan twice exceptionality tidak perlu untuk diperbaiki. Mereka bukan benda
yang rusak. Mereka hanya membutuhkan bimbingan dan dukungan dari
sekitarnya
Saran

Bagi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama hendaklah secara dini
menemu-kenali karakteristik anak-anak mereka yang memiliki kecenderungan
keluarbiasaan ganda, sehingga dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka.

Adapun guru dan sekolah, tentunya memiliki peran yang tidak sedikit untuk lebih
berkembangnya anak-anak ini dengan memberikan model pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan yang dimiliki anak tersebut.
Mengubah paradigma anak keluarbiasaan ganda sebagai para trouble maker si
pembuat onar, dan menghilangkan segala label pada anak-anak ini menjadi sangat
penting, agar mereka tidak rendah diri dalam pergaulannya.

Teman sebaya dan lingkungan juga memiliki peran yang signifikan dalam proses
pengembangan anak-anak dengan keluarbiasaan ganda ini. Perlakuan yang sama
adalah yang sangat diharapkan oleh mereka, penerimaan dengan setulusnya
menjadi kunci keberhasilan pergaulan mereka. Pada misi tersebut peran teman
sebaya menjadi sangat penting, agar anak-anak ini tidak terisolir.
DAFTAR PUSTAKA

Sousa David A.2009. Bagaimana Otak yang Berbakat Belajar, Edisi


Kedua, Ati Cahyani. 2012. PT Permata Puri Media: Jakarta, Indonesia.

Idrus, Muhammad. (2013). Layanan Pendidikan bagi Anak Gifted.


PSIKOPEDAGOGIA Jumal Bimbingan dan Konseling,2(2).116-130.

Hidayati, Richma & Dewi Gumulyo, Anggun. (2016). Konseling Anak


dengan Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality). Jurnal Konseling
GUSJIGANG,2(2).211-215

Conny R. Semiawan & Frieda Mangunsong. 2010. Keluarbiasaan Ganda


Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana Predana Media Group, Jakarta

Ariyana, Dian. (2016, Mei 01). Buletin K-Pin. Diakses dari


https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/79-keluarbiasaan-ganda-twice-
exceptionality

Zaitun (2017). Anak Berkebutuhan Khusus, Kreasi Edukasi, Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai