Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH UPACARA DEWA YADNYA

Oleh :

Nama : Sinto

Nim : 19 13 006

Fakultas : Dharma Duta dan Brahma Widya

Prodi : kepanditaan

Mata Kuliah : upacara dewa yadnya

INSTITUT AGAMA HINDU NEGERI TAMPUNG PENYANG


( IAHN-TP ) PALANGKA RAYA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Panca Yadnya adalah lima macam yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu yang terdiri
dari Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Dalam
pelaksanaan yadnya ini disamping didasari oleh rasa ketulusan dan keikhlasan juga di dukung
oleh tata pelaksanaan yang disebut upacara serta sarana yang melengkapi pelaksanaan yadnya
yang disebut dengan upakara atau bebanten. Jadi upacara yadnya adalah tata cara atau
pelaksanaan suatu yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu. Sedangkan upakara adalah segala
sarana yang dipersembahkan.

Upacara dewa yadnya adalah upacara pemujaan dan persembahan sebagai wujud bakti
kehadapan Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya, yang diwujudkan dalam bermacam-macam
bentuk upakara. Upacara ini bertujuan untuk pengucapan terima kasih kepada Hyang Widhi atas
kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga kehidupan dapat berjalan damai. Upacara dewa yadnya
umumnya dilaksanakan di sanggah-sanggah, pamerajan, pura, kayangan dan tempat suci lainnya
yang setingkat dengan itu. Upacara dewa yadnya ada yang dilakukan setiap hari dan ada juga
yang dilakukan secara periodik atau berkala. Contoh dari upacara dewa yadnya yang dilakukan
setiap hari adalah puja tri sandya dan yadnya cesa. Sedangkan upacara dewa yadnya yang
dilakukan pada hari-hari tertentu seperti: Galungan, Kuningan, Saraswati, Ciwaratri, Purnama
dan Tilem, dan piodalan lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:


1. Apa pengertian Dewa Yadnya?
2. Apa tujuan upacara Dewa Yadnya?
3. Bagaimana upacara Dewa Yadnya pada hari raya Purnama dan Tilem?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui pengertian Dewa Yadnya
2. Untuk mengetahui tujuan upacara Dewa Yadnya
3. Untuk mengetahui upacara Dewa Yadnya pada hari raya Purnama dan Tilem

2.1. Pengertian Dewa Yadnya


Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau
cahaya suci. Seperti halnya cahaya yang berasal dari matahari, demikianlah para Dewa adalah
sumber dari sang pencipta yaitu Hyang Widi Wasa. Dewa sebagai manifestasinya Tuhan
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda seperti misalnya Dewa Wisnu, Dewa Brahma,
Dewa Iswara dan yang lainnya memiliki kekuasaan yang berbeda, tetapi para Dewa tetap
bersumber dari Tuhan. Dengan demikian pemujaan dan persembahan yang ditujukan kepada
para Dewa pada dasarnya adalah ditujukan kepada Tuhan.

Dari pelaksanaan Dewa Yadnya adalah karena adanya hutang kepada Sang Hyang Widi
Wasa yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk didalamnya adalah manusia,
manusia bisa memanfaatkan isi alam ini dengan semuanya bersumber dan diciptakan oleh
Tuhan. Hutang ini disebut dengan Dewa Rna. Atas dasar itu umat hindu sewajibnya berbhakti
kepada Sang Hyang Widi dengan melaksanakan persembahan dalam bentuk Dewa Yadnya.

2.2. Tujuan Upacara Dewa Yadnya

Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain :

1. Untuk menyatakan rasa terimakasih kepada Tuhan


2. Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa
3. Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan
pengampunan atas segala dosa.
4. Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.

Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud bhakti
kehadapan Ida Sang Hyang Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa Yadnya dapat
dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Pemujaan yang dilakukan setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang
di setiap palinggih pada pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban.
2. Upacara yadnya tergolong upacara peringatan hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti
Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan
sebagainya.
3. Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.
4. Upacara pada waktu dan hari yang khusus seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.

Pelaksanaan Dewa Yadnya ini disamping menggunakan sarana upakara, juga


menggunakan puja mantra, serta dilengkapi pula dengan persembahyangan. Sembahyang
memiliki pengertian memuja, menyembah, menghormat kepada Ida Sang Hyang Widhi,
para Dewa, atau kepada sesuatu yang dianggap suci. Sembahyang merupakan
perwujudan dari rasa bhakti umat manusia kehadapan Sang Pencipta. Bhakti adalah
penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala
ketulusikhlasan dan tanpa adanya ikatan ataupun pamrih. Adapun yang menjadi tujuan
umat Hindu melaksanakan persembahyangan adalah untuk mewujudkan rasa bhakti
kepada Tuhan beserta segala manifestasiNya, memohon wara nugraha serta petunjuk
untuk menuju kehidupan yang lebih baik, sebagai wujud penyerahan diri, penyucian
lahir bhatin, serta tujuan-tujuan lain yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Pelaksanaan Dewa Yadnya yang pelaksanaannya pada waktu-waktu tertentu (Naimitika
Yadnya) ada yang berdasarkan pawukon, wewaran atau juga berdasarkan sasih.

2.3. Upacara Dewa Yadnya Pada Hari Raya Purnama dan Tilem
Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon
berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh
setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam
pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29
hari sekali. Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra,
sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya
merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala
kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan
dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya.
Pada hari Purnama dan Tilem ini sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir
batin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang
Widhi untuk memohon anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan
badan dengan air. Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam
jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula.
Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam
hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.
Umat Hindu memiliki hari raya yang didasarkan pada sasih/ bulan yaitu Purnama
dan Tilem. Hari suci ini dirayakan setiap 15 hari sekali dalam setiap bulannya. Jadi dapat
disimpulkan dalam 1 tahunnya umat Hindu merayakan 12 kali hari raya Purnama dan 12
kali hari raya Tilem. Pada hari Purnama umat Hindu memuja Sang Hyang Chandra. Dan
pada hari raya Tilem Umat Hindu memuja Sang Hyang Surya. Kombinasi purnama tilem
ini merupakan penyucian terhadap Sang Hyang Rwa Bhinneda yaitu Sang Hyang Surya
dan Chandra. Pada waktu gerhana bulan beliau dipuja dengan Candrastawa (Somastawa)
dan pada waktu gerhana matahari beliau dipuja dengan Suryacakra Bhuwanasthawa.
Pada hari suci purnama tilem ini biasanya umat Hindu menghaturkan Daksina dan
Canang Sari pada setiap pelinggih dan pelangkiran yg ada di setiap rumah. Untuk
Purnama atau Tilem yang mempunyai makna khusus biasanya ditambahkan dengan
banten sesayut.
Berikut hari Purnama Tilem yang mempunyai makna khusus bagi Umat Hindu :
1. Sasih Kapat (Purnama Kapat)
Pada hari Purnama Kapat ini merupakan beryoganya Sang Hyang Purusa
Sangkara yang diiringi oleh para Dewa, Rsigana, Dewa Pitara atau leluhur semuanya.
Hari ini umat Hindu melakukan pemujaan kepadaNya, khusus untuk para pandhita wajib
melakukan yoga dengan Suryasewana dan Candrasewana. Dalam melakukan pemujaan
kepada Sang Hyang Candra patut mempersembahkan penek jenar, prayascita luwih,
pareresikan, daging ayam, dan menghaturkan pula segehan agung. Untuk para widyadara
dan widyadari di haturkan sesayut widyadari di tempat tidur dan untuk para leluhur juga
menghaturkan suci lengkap. Untuk para bhuta dipersembahkan segehan agung 1 soroh.
Semua itu dilakukan sebagai wujud bhakti untuk memohon kedirgayusan dan kesucian.
Pada saat Tilem sasih Kapat, umat Hindu hendaknya melakukan penyucian diri dan
memusnahkan kecemaran diri, yang disebut Pamugpug raga roga, dengan
mengahaturkan canang wangi, di sanggah, menghaturkan satu soroh sesayut widyadari
di atas tempat tidur guna memuja Sang Hyang Widyadara Widyadari, untuk memohon
ketenangan pikiran dalam melakukan tugas sehari-hari. Pada tengah malam hendaknya
melakukan monabrata, memuja Sang Hyang Widhi.

2. Sasih Kapitu
Sehari sebelum Tilem sasih kapitu disebut Hari Raya Siwaratri. Pada malam
harinya umat Hindu melakukan brata siwaratri yang terdiri dari Mona Brata yang artinya
tidak berbicara, Upawasa yang artinya tidak makan dan minum, dan Jagra yang artinya
tidak tidur dari pagi sampai pagi kembali. Pada malam ini Bhatara Siwa melakukan
Yoga Samadhi, yang hendaknya umat Hindu mengikuti pula dengan melakukan
penyucian diri melalui palukatan atau prayascita. Keesokan harinya yaitu pada Tilem
Kapitu umat Hindu melakukan pabersihan diri kembali serta melakukan pemujaan di
sanggah atau parahyangan masing-masing.

3. Sasih Kasanga
Pada sasih kesanga tepatnya pada Tilem sasih kesanga merupakan hari penyucian
para Dewa dan waktu untuk melakukan Butha Yadnya. Pada tilem kasanga hendaknya
melakukan pecaruan di perempatan desa pakraman serta menghaturkan segehan di depan
rumah. Esok harinya umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian yang bertepatan
dengan Hari Raya Nyepi atau tahun baru Caka.

4. Sasih Kadasa
Pada saat Purnama Kadasa merupakan pujawali kehadapan Sang Hyang Surya
Amrta disetiap parahyangan dengan menghaturkan suci, daksina, ajuman, ajengan,
wewangian, dan pareresikan. Pada hari ini umat hendaknya melakukan penyucian diri
dengan prayascita.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah Dewa Yadnya adalah
persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa beserta segala bentuk
manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata : Div yang artinya sinar atau cahaya suci.
Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain untuk menyatakan rasa
terimakasih kepada Tuhan, sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Sang Hyang Widhi
Wasa, sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan
pengampunan atas segala dosa, sebagai pengejawantahan ajaran Weda.
Jadi Yadnya yang kita persembahkan adalah sebagai wujud balas budi serta wujud
bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widi atas segala karunia-Nya. Pelaksanaan dari Dewa
Yadnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu : Pemujaan yang dilakukan
setiap hari (Nitya), seperti : Tri Sandya, menghaturkan canang di setiap palinggih pada
pagi atau sore hari, ngejot dan mesaiban, Upacara yadnya tergolong upacara peringatan
hari-hari suci (Naimitika) tertentu seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih,
Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya berdasarkan Pawukon, atau
pertemuan Saptawara dan Pancawara serta Upacara yang terkait dengan tempat-tempat
suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan, Upacara pada waktu dan hari yang khusus
seperti Ngusaba, Ngaci-aci, Melasti.

3.2. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan dalam makalah ini, agar para pembaca
dapat memberikan kontribusinya berupa kritikan dan saran yang membangun. Selain itu
di harapkan kedepannya kita selaku umat Hindu mampu melaksanakan upacara Dewa
Yadnya tersebut secara teratur seperti apa yang telah di bahas dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mas Mt Putra, Ny. I G. A. 1998. Panca Yadnya. Surabaya : Paramita

Pemprop Bali. 2003. Panca Yadnya.


Sanjaya, Putu. 2010. Acara Agama Hindu. Surabaya : Paramita

https://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-purnama-dan-tilem.html
Panaturan (widya dharmadenpasar) 2013

www.nahunan-internet.com

Majelis resot Agama Hindu ;Basran u.talawang

Bidan kampung ;salie

Anda mungkin juga menyukai