Makalah Hukum Kesehatan
Makalah Hukum Kesehatan
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan taufiq, hidayah dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam
waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Rasulullah
SAW yang telah mengubah zaman sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang
minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat
mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu
kita.
Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil yang
sempurna. Oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga makalah ini dapat
membantu pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum
DAFTAR IS
1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................3
1.1 TUJUAN PENULISAN..............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN HUKUM........................................................................................................5
2.2 PENGERTIAN KESEHATAN.................................................................................................5
2.3 PENGERTIAN DARI HUKUM KESEHATAN..........................................................................5
2.4 SEJARAH HUKUM KESEHATAN.........................................................................................6
2.5 KELOMPOK-KELOMPOK DALAM HUKUM KESEHATAN....................................................7
2.6 RUANG LINGKUP YANG TERDAPAT DALAM HUKUM KESEHATAN..................................8
2.7 LATAR BELAKANG TERJADINYA TERJADINYA UNDANG UNDANG DI DUNIA KESEHATAN 9
2.8 FUNGSI DARI HUKUM KESEHATAN................................................................................10
2.9 SUMBER-SUMBER HUKUM KESEHATAN.........................................................................10
2.10 TUJUAN HUKUM KESEHATAN.......................................................................................11
2.11 ASAS-ASAS HUKUM KESEHATAN.................................................................................11
2.12 UPAYA KESEHATAN GUNA MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN..........................12
2.13 HUKUM KESEHATAN DIMASA YANG AKAN DATANG..................................................12
2.14 HAL-HAL PENTING DARI UNDANG-UNDANG KESEHATAN..........................................13
2.15 HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM KESEHATAN..................................................15
2.16 MATERI PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KESEHATAN.........................................15
2.17 OBJEK PERJANJIAN MEDIS............................................................................................17
BAB III....................................................................................................................................19
KESIMPULAN.......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan peraturan
perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan sumbangan
pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan hukum
kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum
sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui
tradisi keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi dalam 3 (tiga)
kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori
hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan
hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis,
dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini dibatasi
hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan dengan upaya dan
pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur
pelayanan medik dan sarana medik
6
hukuman yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter mengganti
budak yang mati akibat kelalian dokter ketika menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran modern) telah
berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktek
kedokteran yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi kesembuhan
pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan terhadap
euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter dilarang
mengambil keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar, pintu pendidikan bagi
profesi kedokteran telah terbuka lebar dan dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang
kedokteran menjadi sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh perangkat
hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum dan etika berfungsi sebagai alat
untuk menilai perilaku manusia, obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan
lahir, sedang etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika untuk
kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa, etika berupa pengucilan dari
masyarakat.
7
a. HukumPidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 359 KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab secara
pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan pasien mengalami
cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau
kesalahan yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang kewajiban hukum untuk
mengganti kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana kesehatan yang
melanggar hukum adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pada pasien
menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan kesehatan
tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
Konvensi
Yurisprudensi
Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
Perda tentang kesehatan
Kode etik profesi
8
4. Kesehatan lingkungan
5. Kesehatan kerja
6. Kesehatan jiwa
7. Pemberantasan penyakit
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. Penyuluhan kesehatan
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. Pengamanan zat adiktif
12. Kesehatan sekolah
13. Kesehatan olah raga
14. Pengobatan tradisional
15. Kesehatan matra
Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi runag lingkup yang
ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. Melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-undangan yang sudah
ada untuk dikaji sudah cukup atau belum.
2. Perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada tenaga kesehatan saja
tetapi juga kalangan penagak hukum dan masyarakat
3. Perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan masalah-masalah
kesehatan guna pembentukan perundang-undangan yang benar.
9
1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata
kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi
sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-
halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka
karena tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai
dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter
adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan
profesinya, sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk
dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang
sering merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.
10
1. Undang-undang (UU) : Peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang, dan mengikat masyarakat.
11
4. Asas adil dan merata berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat
dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa penyelenggaraan
kesehatan harus dilaksanakan seimbang antara kepentingan individu dan
masyarakat, antara fisik dan mental, antara materiel dan spiritual
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus berlandaskan pada kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri dengan memanfaatkan potensi nasional seluas-
luasnya.
12
2.14 Hal-Hal Penting Dari Undang-Undang Kesehatan
1. Adanya payung bagi tindakan aborsi atas indikasi medik
Sebagaimana diketahui bahwa tindakan medik dalam bentuk pengguguran
kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, dan hukum. Namun dalam keadaan darurat untuk
menyelamatkan jiwa ibu dapat dilakukan aborsi.
Aborsi atas indikasi medik tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. adanya kondisi yang menyebabkan wanita hamil berada dalam keadaan bahaya
maut jika tidak dilakukan aborsi.
b. Sebelumnya harus meminta pertimbangan lebih dahulu dari tim ahli yang
terdiri atas ahli medik, agama, hukum, dan psikologi.
c. Harus ada informed consent dari wanita yang bersangkutan. Jika wanita ybs
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, maka
informed consent dapat diminta dari suami atau keluarganya.
d. Pelaksanaan aborsi harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan kebidanan.
e. Tempat aborsi adalah di sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan fasilitas
yang memadai untuk kepentingan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan transplantasi
Upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transplantasi.
Meskipun belum diatur secara lengkap tetapi beberapa pembatasan telah dikemukakan
dalam UUK, antaralain:
a. Transplantasi organ/jaringan hanya boleh dilakukan dengan kemanusiaan. Tidak
dibenarkan dilakukan dengan tujuan komersial.
b. Pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Tempat pelaksanaan ialah di sarana kesehatan yang memiliki persyaratan
ketenagaan dan fasilitas.
d. Pengambilan organ/jaringan harus memperhatikan kesehatan donor
e. Harus ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
13
Upaya kehamilan untuk memperoleh keturunan di luar cara alami dengan
memanfaatkan teknologi bayi tabung dapat dilakukan sebagai upaya terakhir dengan
syarat-syarat yang sangat ketat, yaitu:
a. Hanya boleh dilakukan terhadap pasangan nikah (suami isteri).
b. Harus menggunakan sperma suami dan ovum isteri.
c. Embrio yang dihasilkan hanya boleh ditanamkan ke dalam rahim isteri.
d. Pelaksanaannya hanya di sarana kesehatan yang memenuhi persyaratan ketenagaan
dan fasilitas yang memadai untuk itu dan telah ditunjuk oleh pemerintah
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
itu.
Dengan adanya syarat tersebut maka upaya kehamilan dengan teknologi bayi
tabung tidak boleh menggunakan donor sperma atau ovum, donor embrio, dan ibu
tumpang. (ttg kehamilan dg menggunakan teknologi cloning tidak disinggung dlm
UUK)
4. Diakuinya hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
Pengakuan atas hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri yang diwujudkan
dalam bentuk informed consent merupakan refleksi bahwa HAM juga dijadikan acuan
bagi kebijakan di bidang kesehatan. Dengan adanya pengakuan tersebut maka pasien
berhak menentukan apakah ia akan menerima atau menolak tindakan medik.
Mengenai masalah imunisasi, yang sebetulnya amat oenting bagi upaya meningkatkan
kesehatan masyarakat tidak disebut dalam UUK, yaitu termasuk wajib atau sukarela.
5. Dibolehkannya melakukan pengobatan tradisional
Dengan dibolehkannya melakukan pengibatan tradisional berarti sistem yang dianut
bukan sistem monopli kedokteran, artinya orang boleh melakukan praktek pengobatan
tradisional, yaitu metode pengobatan yang mengacu pada pengalaman turun temurun,
baik yang asli maupun dari luar negeri. Kebijakan seperti ini memang patut dihargai,
sebab masyarakat memang punya hak untuk menentukan, metode mana yang
menurutnya baik untuk dipilih. Meskipun demikian pemerintah punya kewajiban dan
sekaligus kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya sehingga tidak merugikan
masyarakat.
6. Dibentuknya majelis disiplin tenaga kesehatan
7. Untuk memberikan perlindungan yang seimbang antara tenaga kesehatan dan
penerima layanan kesehatan, maka perlu dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan,
yang akan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh
14
tenaga kesehatan dalam rangka memberikan layanan. Majelis terdiri atas ahli
psikologi, sosiologi, agama dan ahli hukum yang sekaligus bertindak sebagai ketua.
Hukuman yang dapat diterapkan adalah hukuman administratif berupa pencabutan izin
untuk jangka waktu ttt atau hukukman lain sesuai dengan kesalahan dan kelalaiannya.
8. Adanya payung bagi Program KB
Sebelum ada UUK banyak tenaga kesehatan merasa ragu terhadap program KB, sebab
meskipun secara materiil tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana namun secara
formil masih. Dengan adanya UUK, maka secara formil tindakan pengaturan terhadap
kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis tidak lagi
mrpkn tindak pidana.
9. Ditetapkannya hukuman pidana yang yang sangat berat (Pasal 80-86)
Bisanya dalam uu yang mengatur hal yang khusus (lex specialis) diatur juga ketentuan
pidananya, demikian juga dalam UUK. Hukumannya mencapai 15 tahun penjara
disertai denda 500 juta rupiah.
15
menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam suatu sistem hukum
seperti yang dikemukakan Schuyt.(9) Ketiga komponen dimaksud adalah keseluruhan
peraturan, norma dan ketetapan yang dilukiskan sebagai sistem pengertian,
betekenissysteem, keseluruhan organisasi dan lembaga yang mengemban fungsi
dalam melakukan tugasnya, organisaties instellingen dan keseluruhan ketetapan dan
penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan oleh subjek dalam komponen
kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah seluruh peraturan, norma
dan prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan di bidang kesehatan. Bertolak
dari hal tersebut dapat diklasifikasikan ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan
yang dibuat oleh penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan
asosiasi kesehatan. Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat oleh
organisasi profesi dan asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan hanya mengikat ke
dalam dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang dibuat oleh penguasa.
Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang dikeluarkan
penguasa dalam bentuk peraturan perundang-undangan terdapat 2 (dua) kategori,
yaitu yang bersifat menetapkan dan yang bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan mengandung 4 (empat)
obyek, yaitu:
a. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
b. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan
c. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
d. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip perikemanusiaan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan,
adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan pada
kemampuan dan kekuatan sendiri. Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam
keputusan dan peraturan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang
kesehatan serta sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode etik usaha
dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam ketentuan ini
mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu autonomy, beneficence, non maleficence dan
justice.
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu komponen ketiga
mengenai intervensi yang berupa penanganan yang dilakukan berdasarkan ketentuan
16
yang diatur. Komponen ini merupakan aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada
dalam komponen pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana
diperlukan penanganan terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
a. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan sesuatu
b. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak melakukan
sesuatu
c. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk tidak
melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
d. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu
yang secara umum dilarang.
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau tidak, kiranya
dapat diukur dengan tatanan hukum seperti yang dikemukakan oleh Nonet dan
Selznick, yaitu apakah masih bersifat represif, otonomous atau responsive.
Selanjutnya dengan komponen kedua tentang organisasi yang ada dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu
organisasi pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah serta
departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor swasta terdapat
berbagai organisasi profesi, asosiasi dan sarana kesehatan yang mempunyai tugas dan
fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut Schuyt bahwa
tujuan yang ingin dicapat adalah :
a. Penyelenggaraan ketertiban sosial
b. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan
c. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual
d. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam
masyarakat
e. Kanalisasi perubahan sosial.
17
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Jadi variasi objek perjanjian medis dapat
merupakan
1. Medical check-up
Upaya ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang berada dalam kondisi sehat
atau cenderung mengalami suatu kelainan dalam taraf dini. Hal ini berkaitan dengan
usaha promotif yang bertujuan memelihara atau meningkatkan kesehatan secara
umum.
2. Imunisasi
Tindakan ini ditujukan untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu bagi
seseorang yang mempunyai risiko terkena. Misalnya anggota keluarga dari pasien
yang menderita Hepatitis B, dianjurkan sekali untuk mendapatkan vaksinasi
Hepatitis B. Usaha preventif ini bersifat spesifik untuk mencegah penularan penyakit
Hepatitis B.
3. Keluarga Berencana
Pasangan suami istri yang ingin mencegah kelahiran atau ingin mempunyai
keturunan, secara umum mereka berada dalam keadaan sehat. Usaha ini bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebaha¬giaan keluarga secara umum.
4. Usaha penyembuhan penyakit
Sifat tindakan di sini adalah kuratif, Untuk menyembuhkan penyakit yang akut atau
relatif belum terlalu lama di derita.
5. Meringankan penderitaan
Umumnya dokter memberikan obat-obat yang simptomatis sifatnya, hanya
menghilangkan gejala saja, karena penyebab Penyakitnya belum dapat diatasi.
Misalnya obat-obat penghilang rasa nyeri.
6. Memperpanjang hidup
Penyakit pasien belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-waktu perlu
dilakukan tindakan medis tertentu. Misalnya pada pasien gagal ginjal yang
memerlukan ‘cuci darah’.
7. Rehabilitasi
Tindakan medis yang dilakukan untuk rehabilitasi umumnya dilakukan terhadap
pasien yang cacat akibat kelainan bawaan atau penyakit yang di dapat seperti luka
bakar atau trauma. Ada pula mereka yang sebenamya sehat tetapi merasa kurang
cantik sehingga menginginkan dilakukan suatu bedah kosmetik. Tindakan ini yang
kadang menimbulkan masalah apabila harapan yang didambakan untuk memperoleh
kecantikan yang dijanjikan tidak terpenuhi.
18
Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas dapat menjadi objek
hukum yang sah. Akan tetapi bentuk perjanjian medisnya harus jelas apakah
inspanningsverbintenis atau suatu resultaatsverbintenis. Hal ini penting dalam kaitamya
dengan ‘beban pembuktian’ apabila terjadi suatu gugatan hukum. Akan tetapi apabila
dokter bekerja sesuai dengan standar profesinya dan tidak ada unsur kelalaian serta
hubungan dokter-pasien merupakan hubungan yang saling penuh pengertian, umumnya
tidak akan ada permasalahan yang menyangkut jalur hukum.
Dengan demikian maka Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya sebagai undang-undang. Oleh
karena itu jika perjanjian terapetik telah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata, maka
semua kewajiban yang timbul mengikat baik dokter maupun pasien. Pasal 1338 (2)
perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan yang oleh uu dinyatakan cukup untuk itu.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21