Anda di halaman 1dari 26

Kasus 4

Topik: Demam Berdarah Dengue


Tanggal (kasus): - Presentator: dr. Teuku Muhammad Lizar
Tanggal (presentasi): - Pendamping: dr. Elvina Yulianti, M.Ked(Ped), Sp.A / dr.Husnaina Febrita
Tempat Presentasi : -
Obyektif Presentasi: -
 Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
 Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : I F N, 33 tahun, Demam Berdarah Dengue
Tujuan:
- Mampu mendiagnosis demam berdarah dengue
- Mampu memberikan penatalaksanaan pada demam berdarah dengue
- Mampu memberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk mencegah demam berdarah dengue
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit
Cara membahas:  Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama: I F N Nomor Registrasi: 00.29.29
Nama klinik: RSUD Kota Sabang Telp: (-) Terdaftar sejak: 29 Maret 2019
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang lalu. Demam tinggi terus menerus, masih dapat turun dengan
obat penurun panas. Demam saat ini tidak seburuk dari pada awal demam. Demam disertai dengan munculnya bintik-bintik
kemerah di tubuh. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 3x/hari disertai nyeri tajam di daerah ulu hati. Nafsu makan
berkurang. BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Riwayat Pengobatan: Paracetamol tab
3. Riwayat kesehatan/penyakit: dyspepsia
4. Riwayat keluarga: Tidak ditemukan anggota keluarga lain yang mengalami gejala ataupun riwayat gejala yang sama dengan
pasien.

1
5. Riwayat pekerjaan: wiraswasta
6. Riwayat imunisasi dan perkembangan: Riwayat imunisasi tidak diketahui
7. Pemeriksaan Fisik :
STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Heart Rate : 94x/menit, reguler, kuat angkat
4. Respiratory Rate : 20/menit
5. Temperatur : 38,0o C
6. Tekanan Darah : 130/70 mmHg
7. Berat badan : 65 kg
STATUS GENERAL
KULIT
Warna : Sawo matang
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Petechiae : (+) pada sebagian besar tubuh

KEPALA
 Bentuk : Kesan Normocephali
 Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
 Mata : Cekung (-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
 Telinga : Serumen (-)
 Hidung : Sekret (-), NCH (-)
 Mulut
 Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
 Gigi geligi: : Karies (-)
 Lidah : Beslag (-), tremor (-)
 Mukosa : Basah (+) Koplik Spots (-)
 Tonsil : Hiperemis (-)
 Faring : Hiperemis (-)

LEHER
 Bentuk : Kesan simetris
 Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)

THORAK
 Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
 Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal
 Retraksi : (-)

PARU-PARU

KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler Vesikuler
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICR V medial linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
 Atas : ICR III sinistra
 Kiri : ICS V 4cm midclavicula sinistra
 Kanan : linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, bising (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Kesan simetris
 Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (+) ulu hati, Lien dan hepar tidak teraba.
 Perkusi : Tympani (+), pekak hati (-), asites (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus (N)

GENITALIA : kelainan kongenital (-)

ANUS : (+), Tidak ada kelainan.

EKSTREMITAS : udem (-), deformitas (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb : 15,2 gr/dl
Eritrosit : 4.92 x 106/mm3
Leukosit : 1,800 / mm3
Trombosit : 89,000/ mm3
Hematokrit : 42,5 %
KGDS :-
DDR : negatif
IgG, IgM Dengue : IgG (+), IgM (+)
S. Typhi O : 1/160
S. Paratyphi A : 1/80
S. Paratyphi B : (-)
S. Paratyphi C : 1/160
S. Typhi H : (-)
S. Paratyphi A : (-)
S. Paratyphi B : (-)
S. Paratyphi C : 1/80

DIAGNOSA SEMENTARA
Dengue Hemorrhagic Fever Grade II
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL loading 500cc selanjutnya maintenance 30 gtt/i (makro)
2. Inj. Metamizole 500 mg/ 8 jam / IV
3. Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
4. Inj. Omeprazole 40 mg / 24 jam / IV
5. Inj. Metoclopramide 10 mg / 8 jam / IV
6. Sucralfat Syr 3 x 10 ml
7. Paracetamol tab 3 x 500 mg
8. Curcuma tab 3 x 1
PROGNOSIS : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Daftar Pustaka:
1. Epstein, Judith E. dan Stephen Hoffman. 2006. Tropical Infection Disease Principles, Pathogens, and Practice: Typhoid Fever.
Elsevier Inc.

2. Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Lin FY, Vo AH, Phan VB, et al: The epidemiology of typhoid fever inthe Dong Thap Province, Mekong Delta region of
Vietnam. Am J Trop Med Hyg 62:644–648, 2000.

4. Crump JA, Luby SP, Mintz ED: The global burden of typhoid fever. Bull World Health Org 82:346–353, 2004.

5. Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and economic problem in the 21st
century. Trends Micriobiol 10:100, 2012.

6. Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Guzman MG, Kouri G: Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis 8:69, 2004.

Hasil pembelajaran:

1. Diagnosis demam berdarah dengue


2. Penatalaksanaan demam berdarah dengue
3. Penanganan lanjutan demam berdarah dengue
4. Pencegahan komplikasi demam berdarah dengue

SOAP

1. Subjektif :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang lalu. Demam tinggi terus menerus, masih dapat turun dengan obat
penurun panas. Demam saat ini tidak seburuk dari pada awal demam. Demam disertai dengan munculnya bintik-bintik kemerahan di
tubuh. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 3x/hari disertai nyeri tajam di daerah ulu hati. Nafsu makan berkurang. BAB dan BAK
dalam batas normal.
2. Objektif
Hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan penilaian sebagai berikut :
1. Dari keluhan utama dan riwayat penyakit yaitu demam tinggi terus menurus disertai dengan munculnya bintik-bintik kemerahan di
tubuh.
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien demam tinggi terus menurus (38,0o C), petechiae pada sebagian besar tubuh
3. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukopenia, trombositopeni dan IgM, IgG dengue positif
3. Assesment (penalaran klinis):
Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko
terkena penyakit ini di daerah endemik.
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang
lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah
dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya.
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita.
Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.
Faktor Risiko
Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan
yang serius. Pada area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang tampak
hanya seperti infeksi virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di
antaranya strain dan serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien.

Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Suhendro, 2006). Virus ini
termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis
yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami
infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit
pada siang hari. Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi
genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri
nyamuk Aedes aegypti adalah :

 Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


 Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang
menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.
 Jarak terbang ± 100 meter
 Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
 Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang
kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).

Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk
mekanisme aferen (penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang mengandung virus menyebar ke hati,
limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan
mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi,
pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.

Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui system pertahanan alamiah (innate immune system),
pada system ini komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-binding protein, maupun
melaui
antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.

Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon β berusaha mencegah replikasi virus dengue di
intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi oleh
indikator berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor.

Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40
pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan mediator penting terhadap
berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk menghancurkan virus
dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-,
IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam
berdarah dengue, atau syndrome syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006).
Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva. Penderita juga sering
mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya, ditandai oleh :
 demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
 manifestasi perdarahan
 hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-
bintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi
perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

Langkah Diagnostik
Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-
spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-
PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi
adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :


 Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru
(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

 Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

 Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.

 Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

 Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

 Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
 NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold
standart kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

b. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala,
nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.

Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala,
nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab


DD Demam disertasi  Leukopenia  Serologi
2 atau lebih  Trombositopenia, dengue
tanda : sakit tdk ada kebocoran (+)
plasma
kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia, artralgia
DBD I Gejala diatas, Trombositopenia
ditambah dgn uji (<100.000), bukti
bendung (+) ada kebocoran
plasma
II Gejala diatas, Trombositopenia
ditambah dgn (<100.000), bukti
perdarahan ada kebocoran
spontan plasma
III Gejala diatas Trombositopenia
ditambah dengan (<100.000), bukti
kegagalan ada kebocoran
sirkulasi (kulit plasma
dingin dan
lembab, serta
gelisah)
IV Syok berat Trombositopenia
disertai dengan (<100.000), bukti
tekanan darah ada kebocoran
dan nadi tidak plasma
terukur

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Tata Laksana
Protokol dibagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok
Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi
Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan
trombosit, bila :

 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat
jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat
2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid
dengan jumlah seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan
Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD
dengan peningkatan Ht >20%.
3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan
darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan
pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam
pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan
nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi
10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan
dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan
15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien
ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi
seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing
( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti
ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID).
Taranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah (PT dan
aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang
perdarahan spontan dan massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan dilakukan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan
dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga diberikan O 2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai
dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120
menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian
cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup
maka pemberian cairan perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan
telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan
epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-
30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.


 Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan.
- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi
maka pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum
30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18cmH2O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,
anemia, KID, infeksi sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik / vasopresor.
 Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB
dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Prognosis
Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi

Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :

1. Pembersihan jentik

- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)

- Menggunakan ikan (cupang, sepat)

2. Pencegahan gigitan nyamuk

- Menggunakan kelambu

- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)


- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)

- Penyemprotan
4. Plan
Diagnosis: Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat didiagnosis dengan DBD.
Pengobatan: Pada kasus ini , pengobatan dilakukan dengan tindakan non-operatif
Penatalaksanaan di IGD:
1. IVFD RL loading 500cc selanjutnya maintenance 30 gtt/i (makro)
2. Inj. Metamizole 500 mg/ 8 jam / IV
3. Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
4. Inj. Omeprazole 40 mg / 24 jam / IV
5. Inj. Metoclopramide 10 mg / 8 jam / IV
6. Sucralfat Syr 3 x 10 ml
7. Paracetamol tab 3 x 500 mg
8. Curcuma tab 3 x 1
Pendidikan: dilakukan pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan makanan dan minuman serta lingkungan.
Konsultasi: konsultasi dengan dokter spesialis penyakit penyakit dalam.
Pendamping Pendamping
(dr. Elvina Yulianti, M.Ked(Ped), Sp.A) (dr.Husnaina Febrita)
NIP : 19790709 200604 2 003 NIP: 19800207 200803 2001

Anda mungkin juga menyukai